Untuk Pertama Kali Muslimah Berjilbab Jadi Caleg Di Italia


Seorang Muslimah Italia yang menggunakan jilbab di pusat kota Perugia untuk pertama kalinya akan mencalonkan diri menjadi anggota legislatif pada Pemilu lokal pada tanggal 6 dan 7 Juni mendatang.

Maymuna Abdul Qadir warga Italia keturunan Palestina akan mencalonkan diri pada dewan komunal Perugia lewat koalisi Sinistra e Liberta yang merupakan gabungan koalisi dari kelompok sosialis, anti perang dan partai-partai sekuler.

"Meskipun bakal menjadi Muslimah yang berjilbab pertama yang mencalonkan diri di pemilu lokal Italia sampai sekarang saya telah menerima banyak respon positif dari masyarakat, mereka menghargai pilihan saya mencalonkan diri, dan mereka melihat saya sebagai sebuah pemandangan baru dalam pemilu lokal," kata Maymuna dalam sebuah wawancara dengan AKI.

Maymuna Abdul Kadir adalah anak perempuan dari seorang imam Perugia bernama Muhammad Abdul Qadir yang juga salah satu pendiri dari Asosiasi Muslim Muda Italia.

"Hari ini saya secara pribadi membagikan brosur untuk pencalonan saya dalam rangka meminta masyarakat Perugia untuk memberikan suara mereka pada saya. Saya banyak mendapatkan masukan dari masyarakat setelah mereka melihat bahwa saya orang Italia dan bukan orang asing," kata Maymuna kepada AKI.

Maymuna Abdul Qadir mengatakan juga bahwa tujuannya untuk maju menjadi calon anggota legislatif untuk mewakili warga imigran Muslim generasi kedua di Italia, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Warga Italia Baru."

Salah satu materi kampanyenya kalau seandainya ia terpilih adalah dia akan mengusahakan di Perugia ada kolam renang khusus perempuan, setidaknya seminggu sekali.

"Ini merupakan perjuangan bukan hanya terbatas untuk wanita Muslim. Kolam renang nantinya akan terbuka untuk seluruh wanita, dan saya hitung akan mendapat dukungan dari banyak perempuan berkaitan dengan ini.(fq/aki)

DIAWALI DENGAN DUA BELAS ORANG

Komunitas atau Jamaah Islam diawali oleh keberadaan 12 orang pria (yang bersungguh-sungguh/ memegang komitmen) yang dipimpin oleh seorang Amir.

Dua Belas Belas Orang Pertama dan Satu Amir

Komunitas atau Jamaah Islam diawali oleh keberadaan 12 orang pria (yang bersungguh-sungguh/ memegang komitmen) yang dipimpin oleh seorang Amir.

Mereka hanya takut pada Allah dan percaya pada yang Ghaib. Mereka mendirikan Shalat dan menunaikan (Zakat) dari apa yang telah ALlah berikan pada mereka.

Kewajiban utama dan amalan mereka dalam keadaan ini adalah :

1. Mentaati Amir.
2. Mendirikan Shalat.
* Ini berarti, pada dasarnya dilakukan di salah satu kediaman mereka, tapi akan menjadi lebih baik bila memiliki tempat yang khusus untuk melaksanakan shalat (seperti mesjid, mushala atau surau).
* Mendirikan shalat baik secara terbuka (umum) maupun sendirian.
3. "Membayarkan Apa yang Telah Allah Berikan pada mereka." Ini berarti kelompok/ kumpulan dasar haruslah orang-orang yang tidak menjadi buruh gaji. Pekerjaan atau kegiatan mereka harus memungkinkan mereka untuk bergerak dan bertindak dengan bebas. Penarikan Zakat dan membagikannya kepada yang paling memerlukannya diantara mereka merupakan sesuatu yang sangat penting. Bagi para pedagang diantara mereka, Zakat harus ditarik dengan benar. Hal ini akan memperkuat unit utama. Ketika mereka bertambah kuat, mereka akan memperkuat yang lainnya, dengan Kekuatan dari Allah.
4. Dawah Secara Terbuka Menuju Allah. Ini adalah aktifitas utama Muslim. Berdasarkan pemahaman yang tepat, ini merupakan bentuk ibadah --pengabdian pada Allah. Tidak ada aktifitas terbuka lainnya yang melampaui kemuliaannya. Dawah aktif yang selalu menjadi tahap awal dalam membuka fenomena Islam. Allah ta'ala mengatakan dalam Qur'an:

"... Dan siapakah yang perkataannya lebih baik dari orang yang menyeru menuju Allah dan beramal dengan benar dan mengatakan: 'Sungguh, aku termasuk kedalam golongan mereka yang berserah diri'..."

Keempat amalan dasar tadi akan meliputi dan saling berhubungan dengan aktifitas yang lain. Komunitas yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak keseluruhan aktifitas mereka diatur dan dipersiapkan berdasarkan pada ketulusan dan ke-efektifannya.

Dari 13 Orang Kita Beranjak Menuju 26 Orang

Dua puluh lima pria ditambah seorang Amir.

"...Bila ada duapuluh orang yang bersabar mereka dapat mengalahkan dua ratus orang ..."

Pada tahap ini dan selanjutnya, sebaiknya, mengambil atau memilih tempat kumpulan komunitas. Pembentukan para individu menjadi salah satu bagian dari tiga golongan:

1. Perdagangan —berbentuk guild (gilda, paguyuban) ataupun kemitraan
2. Pendidikan atau administrasi
3. Unit dawah

Pusat konsetrasi diarahkan pada pembentukan dan pembangunan pasar Islam. Kemudian mempertimbangkan perumahan dan tempat tinggal. Hal Ini disebabkan karena pada tahap berikutnya, saranaini menjadi bagian yang diperlukan.

Sekarang, jemaah telah mencapai jumlah 40 orang pria yang dipimpin oleh seorang Amir, sehingga keseluruhan adalah 41 orang. Diharapkan dalam jumlah tersebut terdapat, paling tidak, 25 orang wanita. Hal ini akan berperan penting, sebagaimana angka ini (40 orang) tersurat dalam fiqh untuk menyebutkan suatu jumlah orang dalam satu desa atau kabupaten.

Pertumbuhan Komunitas dari 25 Menjadi 40

Upaya berikut ini harus terus dikembangkan:

1. Mendirikan Shalat
2. Pembayaran Zakat, ini termasuk penggunaan kembali Dinar dan Dirham dalam pembayaran Zakat dan transaksi umum atau harian lainnya, seperti mahar dan alat pembayaran
3. Pengembangan paguyuban — lebih penting lagi, Waqaf
4. Mendirikan Pasar Islam/ Terbuka

Sangat dimungkinkan pada tahap awal, Amir mempercayakan pada para individu dengan kewajiban dan nama yang diberikan pada mereka. Namun bila tidak memungkinkan, maka pada saat ini Amir harus dapat mengangkat:

1. Wazir — dengan 5 tugas
2. Qadi — dengan 3 tugas
3. Muhtasib
4. Imam/ Khatib

Pada tahap ini Amir memiliki wewenang untuk mengangkat atau menunjuk seorang Imam/ Khatib yang secara khusus mengajarkan dan mendidik penduduk dalam akidah dan ibadah dan untuk memimpin shalat berjamaah. Pada tahap ini mendirikan shalat Jum'at menjadi kewajiban meskipun sebelumnya telah berjalan sesuai keperluan, seperti untuk menyemangati dan menjadi inspirasi bagi muslimin.

Sangat jelas dalam fiqh empat Madzhab, bahwa paling tidak jumlah 40 orang diperlukan untuk mendirikan Shalat Jum'at yang sah, bagaimanapun, tanpa keberadaan seorang Amir hal ini tidak mungkin terlaksana.

Sekarang Kita Tiba Pada Jumlah Komunitas 100 Orang

"...Dan bila terdapat seratus orang diantara kalian, mereka dapat mengalahkan seribu orang dari golongan kafir..."
(al-Anfal ayat 65)

Dalam tahap ini tiga hal utama yang diperlukan adalah:

1. Memperkuat barisan di Mesjid dan di pasar, bila diperlukan lakukan pengembangan.
2. Perlindungan/ pembangunan berbasis-pertanahan baik di kota ataupun di pedalaman, tapi lebih diharapkan lagi pada daerah pedalaman. Hal ini akan berkaitan dengan penentuan hilal dan implementasi Syariat sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.
3. Mengenalkan kembali karavan (kafilah dagang).

Dari langkah-langkah tersebut langkah selanjutnya yang diharapkan akan terwujud adalah:

1. Peredaran alat tukar yang adil
2. Bengkel, gudang, dan akomodasi untuk Guilds/ paguyuban dan para musafir.
3. Fasilitas pendidikan untuk komunitas.
4. Rumah sakit/ klinik medis/ tabib.
5. Sentral Media/ komunikasi.
6. Pemakaman

Tahap selanjutnya diserahkan pada pertumbuhan komunitas melalui izin Allah. Jalan demi jalan, desa demi desa, negeri demi negeri, dan pada akhirnya Dar al-Islam .

Diawali dengan dawah —Da'watul Haq. Kemudian melalui pernikahan, pengajaran, pendidikan dan perdagangan. Segalanya yang telah ditakdirkan oleh Allah.

Apa yang dapat mempersatukan komunitas dan menjadikan upaya mereka berhasil adalah ketulusan, kepercayaan dan komitmen. Bersamaan, dengan program lahir, tiap individu harus memiliki program batin, masing-masing, dimana mereka menyeru pada Rabb mereka.

Apa yang telah disampaikan sejauh ini hanyalah sebuah blueprint —rencana dasar untuk diamalkan. Sangat diperlukan pemahaman kita bahwa semua ini bukan bergantung dan didasari oleh jumlah angka, setepat yang telah saya sebutkan. Telah disebutkan bahwa apa yang Allah ta'ala firmankan dalam Kitab-Nya mengenai beberapa jumlah angka-angka. Dikatakan bahwa, dimanapun ada jama'ah yang terdiri dari 100 orang (yang bersungguh-sungguh), maka akan muncul seorang wali (sahabat) Allah diantara mereka. Pekerjaan ini bukan berdasarkan perhitungan. Tetapi berdasarkan pada niat kemudian amalan yang tulus. Keberhasilan adalah milik Allah.Tulisan ini telah diselesaikan sebagai panduan bagi siapapun, yang mencari keridhoan Allah, ingin bertindak tetapi belum jelas akan jalan mana yang harus ditempuh.

Tulisan ini dapat ditinggalkan bagi seorang yang mencari-cari kesalahan dan kekurangan atau dapat diamalkan bagi mu'min yang mencari Wajah Allah:

"Segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah Allah."


Catatan Kaki:
Sebagai seorang yang mengikuti amalan menurut 'Amal ahl al-Madinah, kami meyakinkan bahwa apa yang telah disampaikan sebelumnya adalah sesuai dengan yang dicontohkan dalam 'Amal ahl al-Madinal —tercatat dalam kitab al-Muwatta dari Imam Malik sebagai sumber pedomannya.

Meskipun kami berpegang teguh terhadap apa yang telah disimpulkan oleh Imam Malik, radiyallahu anhu, dalam kitab al-Muwatta dalam membangun kembali komunitas Islam, kami tidak berlaku angkuh atau mendogma bahwa al-Muwatta merupakan kewajiban bagi seluruh Muslim. Bahkan, yang kami paparkan dapat diwujudkan oleh salah satu dari keempat madzab yang dilengkapi dengan fiqih yang dicapai melalui seorang faqih yang mendapat pencerahan dan bukan dari sudut pandang non-struktural.

Pada akhirnya, mungkin akan tampak bagi Muslim terpelajar moderen, bahwa kita meremehkan pentingnya Shalat al-Jumu'ah dan penegakannya. Sebaliknya, sangat jelas dalam fiqih Islam dimana tingkat kepentingan dan prioritasnya terletak dalam penegakkan Deen .

Bahkan, saat ini, pilar Zakat —pengumpulan, penarikan dan distribusinya— justru sangat dianggap remeh tingkat kepentingannya. Pilar Zakat adalah darah dari jantung komunitas Islam. Dengan kata lain, Shalat mewakili bagian batin dari jamaah. Persatuan mereka terletak dalam keyakinan dan pengabdian. Shalat adalah Keindahan.

Zakat mewakili sisi lahir dari komunitas Muslim. Dalam Zakat terletak persatuan dari tindakan dan amal. Zakat adalah Keagungan.

Kemenangan datang dari Allah. Pada Allah kembalinya segala Persoalan. Maha Suci Allah, yang Menguasai Keagungan dan Keindahan.

oleh Shaykh Abdalqadir As-Sufi

http://www.islamhariini.org/muslim/musAR01.htm

Keluarga Sakinah Miniatur Masyarakat Madani

Keluarga merupakan salah satu elemen yang akan membangun sebuah masyarakat, dan seperti tadi telah disebutkan, menegakkan Islam dalam keluarga merupakan salah satu tahapan dalam mewujudkan cita-cita Islam. Dengan pemahaman tentang ini tidak terlalu sulit untuk menyimpulkan bahwa sebuah keluarga sakinah (Keluarga yang berhasil menurut standar Islami) adalah cerminan sebuah masyarakat madani. Sedangkan masrakat madani sendiri merupakan standar Islami tentang sebuah masyarakat yang ”makmur, aman, tentram dan damai”.



Orang sering menyebut-nyebut tentang “masyarakat madani”. Sebuah gambaran tentang masyarakt sukses yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Begitu inginnya masyarakat / ummat berada dalam sebuah masyarakat yang makmur, aman, tentram dan damai, sehingga segera saja ide untuk menciptakan masyarakat seperti itu disambut dengan hangat. Sayang sekali tidak mudah kita menemukan tulisan yang menerangkan cara mencapainya. Bahkan masih banyak muslimin tidak memahami tahapan-tahapan amal dalam menegakkan Islam, padahal masyarakat yang diidamkan tadi sebenarnya bukan merupakan tujuan akhir penegakkan Islam.




Islam menghendaki agar penghambaan manusia dikembalikan hanya kepada Allah SWT.


Islam menghendaki agar pilar-pilarnya dibangun pertama kali di dalam dada individuà kemudian di dalam sebuah rumah tanggaà kemudian dalam sebuah masyarakatà kemudian sebuah negaraà kemudian sebuah khilafahà kemudian di atas seluruh permukaan bumià sebelum akhirnya tegak di seluruh alam semesta ini, Insya Allah.

Keluarga merupakan salah satu elemen yang akan membangun sebuah masyarakat, dan seperti tadi telah disebutkan, menegakkan Islam dalam keluarga merupakan salah satu tahapan dalam mewujudkan cita-cita Islam. Dengan pemahaman tentang ini tidak terlalu sulit untuk menyimpulkan bahwa sebuah keluarga sakinah (Keluarga yang berhasil menurut standar Islami) adalah cerminan sebuah masyarakat madani. Sedangkan masrakat madani sendiri merupakan standar Islami tentang sebuah masyarakat yang ”makmur, aman, tentram dan damai”.



Kira-kira apakah ciri-ciri persamaannya dan apakah cara mewujudkannya juga akan sama dengan cara mewujudkan karakteristik masyarakat madani ?. Dalam tulisan kali ini Insya Allah akan coba diuraikan beberapa ciri / karakteristik masyarakat madani yang tumbuh dari kumpulan keluarga sakinah.



Keluarga Robbani

Sebagaimana salah satu ciri masyarakat madani adalah bersifat Robbani, maka keluarga sakinah juga berciri robbani. Artinya, di dalam keluarga / masyarakat tersebut setiap anggotanya berusaha untuk berlomba di dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Perekat utama keluarga/ masyarakat. Mereka menyadari betul bahwa hanya Allah sajalah yang pantas di jadikan tempat meminta bagi terwujudnya kebahagiaan bersama. Sebab mereka meyakini firman Allah sebagai berikut:

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan(peliharalah) hubungan silaturrahim.” (4:1)

Sebuah keluarga sakinah tidak pernah menjadikan variabel keduniaan sebagai faktor utama munculnya soliditas internal keluarga. Mereka juga percaya bahwa hanya dengan taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah) dan menegakkan aturan Allah sajalah maka kebahagiaan, kasih-sayang dan kecintaan sejati akan dirasakan di dalam keluarga. Suatu bentuk kebahagiaan yang tidak dibatasi selama hidup di dunia semata, melainkan jauh hingga berkumpul kembali di akhirat. Demikian juga dalam masyarakat madani di mana hukum Allah ditegakkan dengan sempurna.




Keluarga Yang Cinta Ilmu


Iqro (QS96:1)

Ayat pertama yang turun kepada Nabi kita Saw adalah ayat tadi: ” Bacalah!”, pelajarilah!

Keluarga sakinah adalah keluarga yang cinta ilmu, seperti juga masyarakat madani. Mereka saling belajar dan saling mengajarkan, antara yang tua kepada yang muda maupun sebaliknya. Keluarga yang menghargai ilmu sehingga menempatkan ahli ilmu di tempat yang dihormati, mencari ilmu dan mengajarkannya, serta kemudian bersyukur kepada Allah atas ilmu dan berkah ilmu, dan menggunakannya di jalan Allah. Keluarga sakinah tidak bersikap jumud maupun liberal dalam mensikapi ilmu. Seorang bapak menganjurkan anaknya untuk menuntut ilmu, membiayainya, kemudian juga menghormati anaknya yang mau membagi ilmu itu kepadanya dan siap menerima nasehat anaknya dengan ilmu yang dia (anak itu) pelajari dari gurunya. Bahkan sebelum itu sang bapak-lah yang mencarikan guru terbaik untuk anaknya itu. Singkatnya keluarga sakinah/ rabbani terdiri dari anggota keluarga yang telah manghayati sabda Rasulullah saw berikut:

“Barangsiapa ingin berhasil di dunia, tuntutlah ilmu.

Barangsiapa ingin berhasil di akhirat, tuntutlah ilmu.

Dan barangsiapa ingin berhasil di dunia dan di akhirat, tuntutlah ilmu.”



Meskipun demikian anggota keluarga sakinah tetap berpegang pada prinsip :”pendapat siapapun dapat diterima dan ditolak, kecuali dari Allah dan RasulNya yang kita terima tanpa keraguan”.



Keluarga Yang Cinta Damai

Keluarga sakinah, seperti juga masyarakat madani, selalu berusaha untuk tampil sebagai rahmat bagi sekelilingnya. Dalam lingkungan yang kecil di dalam keluarga, suasana saling cinta mendasari hubungan antara mereka. Kakak dan adik saling cinta, bapak dan ibu menjadi teladan mereka. Bahkan dengan anggota keluarga temporer (misalnya pembantu rumahtangga) juga disayangi seperti keluarga sendiri, tidak direndahkan dan dianggap sebagai orang suruhan belaka.

Di lingkungan yang lebih besar di luar rumah, di antara tetangga, anggota-anggota keluarga sakinah memperlihatkan sikap dan sifat yang sama, bersikap santun kepada tetangga, tukang jualan, tukang sampah, penunggu warung, dan siapa saja yang ada di lingkungannya. Anak-anak keluarga sakinah akan dikenali dari akhlaknya yang santun, menghormati yang tua, menyayangi yang kecil, tidak suka mengganggu atau merugikan orang lain, jujur ketika berjual beli dan bertutur-kata. Siapapun yang melihat mereka akan berharap anak mereka-pun bersikap serupa, karena kesantunan dan kebaikan akhlak mereka. Anak-anak seperti ini akan menjadi cahaya mata bagi orang tua mereka, bahkan juga bagi lingkungannya. Siapapun akan bangga memiliki warga seperti mereka. Singkatnya mereka berusaha meneladani Rasulullah saw dalam hal yang Allah isyaratkan di dalam firman-Nya:

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)rahmat bagi semesta alam.” (21:107)



Keluarga Yang Egaliter

Keluarga sakinah selalu berusaha mewujudkan suasana “sama tinggi sama rendah” di dalam rumah. Setiap anggota keluarga tidak hanya dikenalkan kewajiban yang harus dipenuhinya, melainkan juga diberitahu akan hak-hak yang dimilikinya. Baik ayah, suami, ibu, isteri maupun anak-anak bahkan pembantu menyadari bahwa ia memiliki hak-hak yang perlu dijaga dan dipenuhi. Dan fihak pertama yang harus memastikan bahwa hak-hak ini terpenuhi adalah kepala keluarga. Bukanlah sebuah miniatur masyarakat Islami atau madani bila yang memperoleh pemenuhan hak hanya sang ayah atau suami sedangkan anak dan isteri hanya punya daftar kewajiban. Misalnya dalam hal saling menasehati. Bukan hanya ayah kepada anak atau ibu kepada anak atau suami kepada isteri terdapat hak menasehati. Melainkan sebaliknya hendaknya dipastikan bahwa anakpun boleh dan dijamin memberikan nasehat kepada orang-tua atau isteri menasehati suami. Inilah miniatur masyarakat Islami dan madani. Ketika Umar bin Khattab berdiri di depan ummat pada hari dilantiknya menjadi khalifah, maka bangunlah seorang lelaki mengangkat pedangnya tinggi-tinggi seraya berujar: “Hai Amirul mu’minin, seandainya perjalanan kepemimpinanmu melenceng dari garis ketentuan Allah dan RasulNya, niscaya pedangku ini akan meluruskanmu.” Maka dengan tawadhu/ rendah hatinya Umar menjawab: “Alhamdulillah ada seorang lelaki ditengah ummat yang Umar pimpin akan meluruskanku tatkala aku menyimpang.” Dan pada saat itu tidak ada seorangpun yang menuduh lelaki tersebut sebagai tidak percaya atau tidak tsiqoh akan kepemimpinan Amirul mu’minin Umar bin Khattab ra. Justeru ke-tsiqoh-annya kepada Umar menyebabkan lelaki tersebut begitu leluasanya menyampaikan aspirasi secara asli dan apa adanya. Hal ini menunjukkan betapa egaliternya suasana masyarakat Islam kala itu. Dan setiap warga menjadi seperti itu karena lahir dari keluarga-keluarga yang memang sejak dini menanamkan nilai-nilai egaliter di rumah masing-masing.

Wallahu a’laam (SAN 29052009)
oleh Siti Aisyah Nurmi
http://eramuslim.com/syariah/benteng-terakhir/keluarga-sakinah-miniatur-masyarakat-madani.htm

Pahit Manis Dakwah Islam di Yunani


Pemerintah Yunani masih membatasi gerak-gerik aktivitas Islam. Tapi kaum Muslim menganggap ini akan menjadi bom waktu di Eropa

Hidayatullah.com--Pimpinan umat Islam Yunani percaya bahwa penolakan, penderitaan, dan perlakuan marginal kepada kaum muslimin yang dilakukan pemerintah, akan menyebabkan ledakan di negara selatan Eropa itu.

"Ini adalah bom waktu," ujar Naim al-Gadour, Ketua Persatuan Muslim Yunani, kepada AFP (26/5).

"Bom ini mungkin tidak meledak sekarang, tapi 10 tahun yang akan datang akan menjadi masalah besar."

Tahun lalu, pemerintah akhirnya membuka lokasi untuk pendirian masjid pertama di Athena, satu-satunya ibukota negara di Eropa yang tidak memiliki tempat ibadah bagi umat Islam.

Namun, pembangunan masjid tersebut sampai saat ini belum bisa dimulai.

Umat Islam di negara tersebut harus menempuh perjalanan panjang ke utara Yunani untuk melangsungkan pernikahan, pemakaman, dan perayaan lainnya.

"Kami tidak melihat adanya masjid dan pemakaman," ujar Abu Mahmud, warga pendatang asal Maroko yang hidup di Yunani sejak 1985.

"Pada dasarnya, mereka sedang membodoh-bodohi kami."

Berdasarkan keterangan, ada sekitar 1,3% umat Islam dari populasi mayoritas Kristen Ortodoks di Yunani.

Sekitar 1000 umat Islam turun ke jalan pada pekan lalu untuk memprotes pelecehan terhadapa Al-Quran yang dilakukan oleh seorang polisi Yunani.

Ada 7 orang muslim dan 7 orang polisi yang terluka saat terjadi bentrokan. Sementara itu 46 demonstran dikabarkan ditangkap oleh kepolisian.

Di negara kecil itu pula banyak terjadi kekerasan rasisme terhadap imigran. Ada ribuan imigran muslim di Yunani, dan sebagian di antara mereka merupakan imigran gelap yang mencari perbaikan taraf kehidupan.

Athena sendiri merupakan rumah bagi sekitar 100.000 orang Islam, Di antaranya ada yang berasal dari Albania, Mesir, Pakistan, Bangladesh, Maroko, Suriah, dan Nigeria.

Sabtu lalu, para penyerang mencoba untuk membakar sebuah bangunan sementara yang difungsikan sebagai masjid di basement. Ada 5 orang Bangladesh yang terperangkap di dalamnya. [atj/iol/www.hidayatullah.com]

http://hidayatullah.com/index.php/berita/internasional/9453--pahit-manis-dakwah-islam-di-yunani-

Who Knows The Depth of Heart

Tidak ada suasana yang paling menyenangkan di kantor pada saat kita kerja kecuali jika menyukai lingkungan pekerjaan kita. Salah satu faktor terbesar yang membuat kita kerasan adalah sikap rekan kerja di sekitar kita.

Ketika bekerja di Indonesia dulu, semua rekan kerja nyaris dari latarbelakang budaya yang sama. Kalaupun berbeda, paling banter sukunya. Ada yang dari Makassar, Batak, Papua, Ambon, Timor, Sumbawa, Bali, Manado, Kalimantan dan yang terbanyak biasanya Jawa. Keberagaman itu memang asyik dan amat menyenangkan meski terkadang menyakitkan. Hubungan tidak terbatas di kantor saja. Bahkan saling berkunjung, arisan hingga wisata bersama. Canda dan tawa menghiasi banyak kesempatan, walaupun yang namanya konflik terkadang tidak dapat dihindarkan.

Ketika saya pindah di Timur Tengah, kejadian yang serupa terulang. Yang berbeda adalah tempat dan manusianya. Ada yang dari Eropa, Amerika, Canada, Afrika, Arab, ada pula Asia. Ada yang berkulit putih, kuning, coklat, hingga yang hitam. Semuanya mewarnai keberagaman kerja, yang tentunya sarat dengan pelajaran berharga bagi yang jeli memanfaatkannya.

Akan tetapi, perjalanan kehidupan kerja kita tidak selamanya mulus. Seperti halnya berjalan, kadang kita tersandung, sekalipun sudah berhati-hati.

Di kantor kami yang dihuni oleh orang-orang yang berasal dari India, Filipina, Syria, Sudan, Indonesia, Palestina, Masir, Irlandia, Inggris, Canada dan Afrika Selatan. Rutinitas pagi hari umumnya dimulai dengan ucapan sapa, biasanya bergilir menyapa satu sama lain dengan logat dan dialeknya yang khas. Meski semuanya berarti kata sapa: ‘Apa Kabar’, namun tidak selalu ekspresinya sama. Ada yang diungkapkan dalam bahasa Inggris, ada yang India, ada pula Arab. Kepada saya, ada satu dua orang yang menggunakan Bahasa Indonesia dengan nada yang tentu saja berbeda dengan lidah orang-orang kita.

Sapaan hangat ini sebagai salah satu hal yang melatar-belakangi mengapa saya suka bekerja di kantor ini. Kantor menjadi seperti rumah kedua. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya orang yang tidak akrab dengan rekan-rekan kerja di kantor. Bagaimana suasana hati seseorang yang memiliki begitu banyak konflik dengan rekan kerja. Bagaimana dengan orang-orang yang inginnya hanya mencari uang? Betapa sengsara batinnya. Oleh sebab itu, barangkali kunci utama yang perlu kita ‘taklukkan’ jika kerja adalah: rekan-rekan kerja kita. Bukan ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Betapapun kita menyandang gelar doktor atau professor. Karena, sekali kita tidak disukai oleh kolega, meja kerja bisa saja berubah seperti ‘neraka’.

Di tempat kerja saya, ada salah seorang pekerja yang boleh dikata tertua, paling senior. Saya segan terhadapnya sebatas pada karena beliau lebih tua dari saya yang harus saya hargai. Satu dari sikapnya yang saya suka adalah, dia juga suka guyon dengan rekan-rekan, tidak terkecuali saya. Setiap hari, sebelum memulai kerjanya, yang saya tahu kebiasaan dia adalah berkeliling kantor, seolah-olah kerja seorang supervisor, menemui hampir setiap orang yang ada di kantor, menebar senyum dan menjabat tangan mereka satu persatu penuh akrab. Tidak terkecuali kepada saya.

Sunggingan senyum di bibirnya, menghiasi wajah tua yang terlihat jelas dari garis-garis di kulit wajahnya. Dalam Bahasa Arab khasnya, dia biasa menyapa saya, dengan gaya ‘bergurau’: “Syeikh Baarak….?” Yang artinya: ‘Apa kabar?’. Saya pun tidak menyia-nyiakan sapaan hangat ini biasanya dengan segera menjawab: “Thamaam…”. Baik, kataku sesegera mungkin. Pula dengan senyuman.

Di tengah-tengah kesibukan, kadang dia juga datang ke saya, entah itu berbicara tentang pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial lainnya. Tidak jarang dengan canda. Bahkan, dia akhir-akhir ini sering mengolokkan ballpoint yang saya punya, sebagai produk Yahudi. Saya pun ketawa dibuatnya. Dan itu terjadi beberapa kali. Namun demikian, saya tidak pernah tersinggung, apalagi sakit hati dibuatnya. Sungguh, segala gurauannya, hanya bikin saya tersenyum atau ketawa. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tidak pernah saya anggap serius.

Selama kami kumpul hampir dua tahun, hatta tidak terlalu akrab, saya menganggap ‘tahu’ sebagian kepribadiannya. Bahwa dia suka humor. Itulah kesan yang tertanam dalam pikiran saya. Setidaknya, hingga kejadian siang itu.

Siang itu, ketika saya keluar dari kantor sang manager, tidak lebih dari lima langkah, teman saya yang tua itu berdiri di depan saya dengan ekspresi berbeda. Tiba-tiba berkata:
“Dalam hidup saya selama 30 tahun di kantor ini, tidak ada orang yang pernah mengatakan :”Go out!” kepada saya” Katanya dengan mimik, bibir, serta sebagian anggota badan yang bergetar. Saya terkejut. “What happened?” Tanya saya balik, bercampur keheranan.
“We will meet the boss after this. You said, and you mean it!” Katanya lagi menegaskan, lebih serius.

Dia bilang bahwa ketika saya dan manajer sedang berbincang, dia kemudian masuk, menyela, saya mengusirnya. Pada saat itu, katanya saya berkata ‘kasar’ dengan kata-kata ‘Go out!’ Saya terperanjat dengan ‘tuduhannya’ yang bahkan saya lupa apakah mengatakannya atau tidak. Seingat saya, sangat tidak sopan ungkapan seperti itu diungkapkan kepadanya sementara saya di depan sang manajer. Sepanjang ingatan saya, saya hanya bilang :”Wait….!” Tentu dengan ekspresi yang kurang serius, karena memang bukan itu tujuan saya sebagai kolega.

Tanpa menunggu bah…bih…buh…, segera saya jabat tangannya. Saya coba rangkul untuk mengungkapkan penyesalan saya apabila dia tersinggung dengan kata-kata saya, yang saya yakin bahwa itu bukan suatu kesengajaan. Apalagi dia tahu bahwa saya orangnya senang humor. Dengan boss saja, saya dikatakan sebagai orang yang paling berani bergurau dengannya. Tidak ada staf lain. Persepsi yang sama saya gunakan untuk rekan kami yang satu ini, bahwa saya tidak pernah dengan sengaja menyinggung apalagi menyakiti hatinya dengan ungkapan-ungkapan yang kasar. Ditambah perlakukan dia terhadap saya juga begitu.

Masih dengan ekspresi penuh amarah yang ditahan, dia kemudian menuju ke kantornya. Saya ikuti di belakangnya, hingga dia duduk. Saya pun tetap berada di depannya. Saya coba yakinkan ungkapan penyesalan jika memang saya telah menyakitinya. Saya kemudian peluk dia dan saya katakan bahwa kejadian itu sungguh di luar kesengajaan. Bahkan, seandainya benar bahwa saya berkata “Go out!”, namun dia tetap masuk, saya akan tertawa senang.

Sekedar tahu saja, sebelum saya masuk kantor bos, biasanya saya ketuk pintu. “Enter!” jawabnya dari dalam. Sesudah daun pintu saya dorong, masih juga sejengkal kaki ini melangkah di belakang pintu kantornya, saya bertanya: “May I come in?” Anda tahu apa jawab dia: “No!” layaknya seorang bos yang memang punya otoritas. Tapi apa reaksi saya? Bukannya saya tutup kembali pintu atau berbalik, tapi justru sebaliknya, saya tetap masuk. Kalau boleh saya terjemahkan apa yang dikatakan oleh bos atas sikap saya ini ke dalam Bahasa Indonesia, dia bilang: “Orang ini suka ganggu aja! Sudah dikasih tahu jangan masuk eh…malah nyolonong!” Saya pun tetap senyum!

Pada babakan berikutnya, berulang kali saya katakan maaf atas keteledoran saya ini. Sungguh, selama ini saya tidak pernah menyangka bahwa gurauan saya terhadapnya dianggap serius. Padahal setiap hari dia juga mengajak saya bergurau, sampai-sampai dia mengatakan Yahudi kepada saya di depan orang-orang pada hari di mana peristiwa di atas terjadi. Tapi, ya itu tadi, saya tidak pernah menganggapnya serius, kecuali sebagai canda belaka. Saya katakan kepadanya, saya tidak akan meninggalkan kantornya sampai saya dengar ucapan dari bibirnya bahwa dia memaafkan saya. Yang kedua, dia yakini bahwa kejadian itu bukan suatu kesengajaan.

Alhamdulillah, ‘trick’ ini berhasil. Betapa lega batin saya ketika dikatakan: “Yes!” kepada saya, dan membatalkan ketemu bos karena kejadian tersebut. Saya amati wajahnya yang semula kusut, perlahan jadi cerah. Raut muka yang semula memerah jadi pudar. Dia kelihatan bernafas lega. Saya pun, ‘plong’ dibuatnya.

Ada dua pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini. Pertama, jangan menjeneralisasi sikap atau watak orang, sekalipun anda tahu. Karena watak dan sikap manusia setiap saat bisa berubah. Dan yang kedua, siap-siaplah bagaimana harus mengantisipasi masalah jika muncul kejadian seperti di atas. Bila perlu, jangan segan-segan mengungkapkan kata maaf. Sekalipun anda bukan orang yang salah. Memohon maaf menunjukkan kebesaran jiwa kita. Memohon maaf tidak berarti kita salah. Meminta maaf bisa memosisikan kita sebagai ‘pemenang’. Walaupun bukan itu sebenarnya tujuan kita. Wallahu a'lam!

Doha 23 May 2009
oleh Syaifoel Hardy
Shardy2@hotmail.com
http://eramuslim.com/oase-iman/who-knows-the-depth-of-heart.htm

Menikah Di Usia Muda

Assalamu'alaikum,

perkenalkan ane fajar umur 21(pada bulam Mei), saya punya permasalahan yang saat ini sulit untuk mencari jalan keluar.

Ketika SMA saya pernah berpacaran selama kurang lebih satu tahun,namun menginjak kuliah Allah telah memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga saya tidak lagi berpacaran dan fokus pada dakwah kampus.Namun masa lalu yang teramat begitu sulit untuk dilupakan membuat saya tidak fokus dalam dakwah ini, niat saya sering melenceng mulai dari ingin diperhatikan akhwat sampai sering memperhatikan akhwat. Ane benar-benar tertekan dengan keadaan ini dan takut amalan ane tidak diterima oleh Allah karena niat yang salah.

Apakah solusi yang terbaik yang bisa saya lakukan?Apakah dengan menikah bisa menghilangkan memori masa lalu dan fokus pada dakwah?

Mohon jawabannya.Terima kasih sebelumnya

wassalamu'alaikum wr wb

Terbit

Jawaban

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu

Sdr. Fajar yang dirahmati Allah swt.,
Anda punya masa lalu dan saat ini sedang mencoba meninggalkan apa yang salah dari masa lalu itu, inilah proses hidayah yang mahal harganya. Bersyukurlah anda dipilih untuk dapat meni’mati hidayah dan furqan untuk menjalani jalan hidup ke depan lebih terang. Saya dapat memahami bahwa suatu proses kejiwaan menuju hidayah butuh perjuangan bahkan kadang mungkin menimbulkan pergolakan batin. Semua ini sebagai bentuk proses apakah seseorang dapat istiqomah atau tidak setelah mendapatkan pintu hidayah. Seperti yang anda alami, dalam niatan yang semula lurus untuk berda’wah, tiba-tiba datang bisikan-bisikan dalam hati ...yakni yang selalu yuwas -wisu fi shudurinnas....tapi inilah gejolak darah muda, darahnya para pemuda yang dominan ujian yang datang berupa hubungan interpersonal, termasuk hubungan dengan lawan jenis.

Sdr. Fajar yang dirahmati Allah swt.,
Anda berusia 21 tahun sekarang, ini adalah masa-masa peralihan memang menuju ke kematangan berpikir, berperasaan dan bertindak. Kecenderungan pada lawan jenis menjadi hal yang fitrah adanya, ini adalah instink yang diberikan oleh Allah swt. bagi makhluk hidup untuk mempertahankan speciesnya. Jadi perasaan ini manusiawi, karena dipicu pula oleh hormon-hormon yang disertakan ketika proses reproduksi sudah siap dan matang. Selain hormon, sistem syarafpun bekerja, antara lain memicu ranah emosi, menimbulkan suatu sensasi jiwa seperti yang anda alami. Namun sistem itupun mempunyai mekanisme kendalinya sendiri dengan manajemen spiritual yang telah dianugerahkan pada manusia. Dalam bahasa agama, unsur ruhiyah harus senantiasa dibersihkan (tazkiyah) dengan upaya-upaya seperti dzikr, puasa, sholat, jauhkan dari rangsang-rangsang yang menstimulasi nafsu dan hasrat seksual.

Sdr. Fajar yang dirahmati Allah swt.,
Pengalaman masa lalu akan tersimpan dalam memori, ini alamiah. Terutama hal-hal yang berkesan sangat mendalam akan kuat pula tersimpan dalam memori, sedang hal-hal yang dianggap sepele dan tidak berkesan akan lewat begitu saja.

Untuk menghilangkan memori sama sekali memang tidak mudah tapi Anda dapat mengikhtiarkan dengan cara menerimanya dalam kesadaran kemudian dilepaskan secara sadar pula. Lakukan sebagaimana Anda melepas pergi sahabat Anda pulang, daripada sekedar menyesali maka ikhlaskan, ucapkan terimaksih untuk pelajaran berharga yang telah mengantarkan Anda pada hidayah dan istighfarlah atas kesalahan yang telah terlanjur terjadi, perbaiki di masa yang akan datang; demikianlah pengalaman-pengalaman hidup akan datang dan pergi dari kehidupan seseorang. Menikah bukan sekedar untuk menghilangkan memori, karena mungkin Anda akan kecewa; memori dapat dialihkan sementara tapi yang penting adalah penerimaan kita. Menikah, untuk kasus tertentu dapat membuat seseorang lebih fokus dalam hidup dan menjadi cara terhindar dari zina, namun tentu Anda sendiri harus sudah punya kemampuan yang cukup agar keluarga yang terbentuk tidak gampah goyah. Sekian Saudaraku, mintalah selalu petunjuk-Nya, semoga Anda dapat melampaui masa ini dengan baik..amin

Wallahu a’lam bisshawab,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Siti Urbayatun, S.Psi, M.si.
www.eramuslim.com

Penelitian: Berbuat Baik Memperpanjang Umur


Penelitian menunjukkan perbuatan baik memperpanjang umur. Al-Quran sejak lama menganjurkannya

Hidayatullah.com—“Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan,” demikian salah satu potongan Surat Al Qashas: 77.

Banyak potongan surat dalam Al-Quran maupun Hadits yang mengajurkan beramal, berbuat baik, serta larangan melakukan keburukan. Nah, anjuran Al-Quran ini telah terbukti secara temuan ilmiah belum lama ini membuktikannya.

Menurut laporan majalah Science dari Amerika tanggal 25 Juli lalu disebutkan bahwa kegiatan sosial (tolong menolong) membawa manfaat bagi kesehatan tubuh. Psikolog dari The University of Michigan telah menemukan rahasia besar di dalamnya: "Inilah anugerah." Hasil penelitian ini dipublikasikan pada majalah akademisi Psychologi of Science pada bulan Juli.

Dalam riset yang berlangsung selama 5 tahun itu, para ilmuwan meneliti 423 pasangan suami-istri berusia lanjut. Dimulai dari awal, kepada setiap pasangan peserta diadakan 2 macam penelitian. Hal pertama ialah yang berhubungan dengan bantuan "bidang materi", misalnya tumpangan kendaraan oleh teman dan famili, titipan barang bawaan atau membantu menjaga anak kecil. Sedangkan hal berikutnya ialah dukungan semangat antarpasangan itu sendiri.

Dalam proses penelitian yang berlangsung selama beberapa tahun ini, ada 134 objek penelitian yang meninggal dunia. Para peneliti menemukan, efek dari bantuan yang diperoleh dari orang lain hanya menimbulkan perubahan yang sangat kecil terhadap rasio kematian pribadi. Tetapi yang membuat orang terkejut ialah, ternyata memberikan bantuan kepada orang lain sungguh bermanfaat bagi diri sendiri.

Di luar faktor umur, jenis kelamin, kondisi tubuh, kondisi jiwa serta tingkatan sosial-ekonomi, peneliti menemukan, memberi bantuan "bidang materi" pada orang lain akan menurunkan rasio penyebab kematian 42%, sedangkan memberi dukungan moril kepada orang lain pun dapat menekan tingkat kematian menjadi 30%.

Terhadap hasil penelitian ini, Toni Antonucci seorang psikolog dari Universitas Michigan berkomentar bahwa kita jelas telah mengabaikan pentingnya faktor berbuat kebaikan itu. Salah seorang peneliti yang bernama Stephanie L. Brown menyatakan, tampaknya jika kita ingin bertambah umur panjang, tiada salahnya kita coba membantu dan memberi perhatian pada orang lain.

Derma Bikin Bahagia

Sebelum ini, media serupa juga pernah mengungkap penelitian berkaitan hubungan antara uang dan kebahagiaan.Dalam kasus itu, para peneliti di Amerika menanyai ratusan orang Amerika tentang prilaku belanjanya dan tingkat kebahagiaannya. Mereka menemukan bahwa tingkat belanja pribadi tidak ada hubungannya dengan tingkat kebahagaian seseorang, sedangkan belanja untuk orang lain (misalnya memberikan sumbangan, memberikan hadiah untuk keluarga dan orang lain) justru berhubungan positif dengan tingkat kebahagiaan seseorang.

Penelitian menguji sekelompok pekerja yang baru saja menerima bonus antara 3000 dolar sampai dengan 8000 dolar. Mereka ditanya tentang seberapa banyak dari uang tersebut yang dibelanjakan untuk diri sendiri dan untuk orang lain.

Mereka yang memberikan sebagian dari bonus yang didapatnya kepada orang lain melaporkan memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa mereka yang memberikan lebih dari 1/3 dari bonus yang didapatkan kepada orang lain menempati tingkat skor kebahagiaan yang tertinggi. [erb/hid/cha/www.hidayatullah.com]

http://hidayatullah.com/index.php/berita/iptek/9435-penelitian-berbuat-baik-memperpanjang-umur

Publik Australia Yakini Islam Bukan Ancaman


Sebagian besar media di Australia dinilai cenderung sensasional dan negatif dalam pemberitaan tentang Islam dan umat Islam. Hal itu telah memicu mispersepsi sebagian warga negeri Kanguru itu terhadap Muslim. Meski begitu, mayoritas rakyat Australia bisa menerima kehadiran umat Islam. Mereka tak menganggap Muslim sebagai ancaman bagi negara.

Fakta itu terungkap dalam sebuah dialog terbuka yang diikuti belasan remaja dan pemuda Muslim Australia dalam acara ''Muslim Youth Speaks Out'' di kampus Universitas Griffith, Mt Gravatt, Brisbane, Ahad (24/5). Dialog yang mengusung tema "diskriminasi, prasangka, dan peminggiran sosial" itu dipandu Wakil Direktur Unit Riset Islam Universitas Griffith, Dr Halim Rane.

Menurut Halim, adanya ketakutan akibat merasa asing terhadap Islam dan penganutnya merupakan salah satu akar penyebab munculnya kesalahpahaman dan aksi diskriminasi terhadap Muslim di Australia. Kondisi itu diperparah dengan adanya anggapan umat Muslim cenderung menentang kebiasaan menyenangkan yang telah umum di negeri itu.

Meski begitu, papar Halim, berdasarkan hasil riset yang digelar pada 2006 terhadap sejumlah responden non-Muslim di Kota Brisbane dan sekitarnya, kehadiran Islam di Australia semakin diterima. Hasil riset itu menunjukkan, sekitar 67 persen responden non-Muslim Australia dapat menerima Muslim sebagai bagian dari masyarakat Australia.

Yang lebih menarik lagi, sebanyak 78 persen responden juga tidak memandang Muslim sebagai ancaman terhadap negara. Untuk itu, Halim mengingatkan, agar kalangan remaja dan pemuda Muslim Australia tetap berprasangka baik terhadap pandangan mayoritas rakyat terhadap mereka.

''Sekalipun representasi media masih cenderung sensasional tentang Islam, tingkat kepercayaan publik terhadap media di Australia relatif rendah,'' papar Halim. Guna memperbaiki pemahaman publik yang lebih baik tentang Islam dan umat Islam Australia, para peserta dialog sepakat untuk terus membangun dialog antariman dan lebih berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Komunitas Muslim pun kerap mengundang para warga non-Muslim untuk menghadiri kegiatan-kegiatan sosial keislaman. Selain itu, mereka juga memandang perlunya para akademisi Muslim lebih aktif menulis dan menjadi kolumnis tetap media cetak arus utama Australia, serta para pemuda terdidik Muslim menjadi wartawan berbagai media negara itu.

Tak mengerti Islam
Diskusi itu juga menghadirkan selebritas Muslim Australia, Nazeem Hussain. Ia menilai, mayoritas warga non-Muslim di negaranya belum mengerti Islam dan umat Islam. Hal itu, kata dia, terlihat dari isi surat-surat elektronik (e-mail) yang dikirim para pemirsa "Salam Cafe", sebuah acara talkshow komedi populer Stasiun TV SBS.

"Sekitar 95 persen e-mail yang dikirim pemirsa acara ''Salam Cafe'' SBS memperlihatkan rendahnya pengetahuan mereka tentang Islam dan umat Islam di Australia," tutur personel "Salam Cafe" itu.

Bahkan, papar dia, di antara para pemirsa yang mengirim surat, ada yang berterus-terang mengaku tidak tahu bahwa wanita Muslim Australia juga bisa lancar berbahasa Inggris. ''Ternyata Muslim juga berpendidikan,'' ungkap seorang pemirsa dalam suratnya yang diterima Nazeem. ant/hri/kem

http://www.republika.co.id/berita/52430/Publik_Australia_Yakini_Islam_Bukan_Ancaman

Masjid St. Joseph Pertama Segera Diresmikan


ST. JOSEPH, MISSOURI - Pembukaan masjid pertama di kota St. Joseph, Midwestern, Negara Bagian Missouri, AS, hanya menunggu hitungan pekan. Muslim berharap tempat ibadah itu akan menyorot citra Islam sesungguhnya.

"Saya harap tempat ini akan menyinari lingkungan sekitar, dan orang-orang akan belajar untuk tidak hidup dalam ketakutan," ujar Shamsudin Rager, seorang Muslim yang berpindah Islam saat dewasa seperti yang dikutip oleh St. Joseph News.

Pindah ke St Joseph dua tahun lalu, Shamsudin menemukan dirinya berada di dalam kota di mana Islam dan pengikutnya paling tidak dipahami oleh orang-orang setempat.

Shamsudin berharap pembukaan masjid tak lama ditahun ini, akan mengubah pula impresi selip seputar keyakinan Islam.

"Mereka tidak perlu takut terhadap Islam," ujarnya.

"Mereka tak perlu khawatir kita akan meledakkan sesuatu," imbuhnya

Shamsudin sendiri cenderung menyalahkan absennya lembaga-lembaga Muslim untuk mewakili komunitasnya dalam pertemuan-pertemuan kemasyarakatan untuk mencegah pandangan salah seputar Islam.

Ia pun masing ingat reaksi campur aduk yang ia terima dari orang-orang yang datang dan tahu tak sengaja jika ia telah memeluk Islam lima tahun lalu saat berada di Jerman.

"Ada bermacam reaksi," ujar Shamsudin

"Ada sedikit yang negatif, beberapa benar-benar kaget. Pintu berayun ke dua arah," tuturnya.

Potret negatif Islam memang tidal lepas dari peristiwa WTC 11 September. Islam dan Muslim menjadi sorotan buruk di media sejak itu.

Pengelola masjid berencana menggelar acara sambutan terhadap warga Kristen St. Joseph saat pembukaan

Rev. Chase Peeples, pastor dri Gereja Kristen Pertama di St. Joseph mengatakan Muslim di lingkungannya termasuk yang dikagumi karena keramah-tamahan, ketaatan dan, penghormatannya terhadap orang lain, dan mengajak umat sesama Kristen untuk menunjukkan hal serupa.

"Saya pikir Yesus berkata cukup jelas tentang mencintai tetanga dan lingkungan kita, dan tetangga kita bisa jadi seseorang dengan keyakinan berbeda," ujarnya.

"Di Baratlaut Missouri, Muslim sunggu hanyalah minoritas, mereka mungkin harusnya lebih takut terhadap umat Kristen ketimbang kita, Kristen takut terhadap mereka," kata Rev. Chase lagi.

Kedepan, Islamic Center of Greater St. Joseph, akan mengadakan dialog antar pemeluk keyakinan untuk mempermulus hubungan kemasyarakatan antara Muslim dan Non-Muslim di kota tersebut.

Organisasi itu, kini juga telah mengorganisasi acara bulanan dimana non-Muslim akan disambut dengan tangan terbuka bila mereka memiliki pertanyaan seputar Islam.

Pelaksanaan ibadah Sholat Jumat di masjid tersebut tentu saja tidak ketinggalan.

"Ini merupakan agama yang damai," kata imam masjid, Amro Nabil Masjid, asli Mesir.

"Lagi pula kami bukanlah orang-orang jahat," ujarnya./iol/itz.

http://www.republika.co.id/berita/52211/Masjid_St_Joseph_Pertama_Segera_Diresmikan

Lupa Rukun, Apakah Mengulang Shalat atau Sujud Sahwi?

Pertanyaan

Assalaamu'alaikum,

Apabila kita lupa dalam shalat kemudian tertinggal salah satu rukun shalat (ketika dalam shalat kilta ingat bahwa salah satu rukun shalat yang saya kerjakan ada yang tertinggal) dan berniat untuk sujud sahwi di akhir nanti.

Tapi ketika itu kita lupa untuk sujud sahwi dan langsung salam, apakah kita mengulang shalat atau kita sujud sahwi? Apakah sujud sahwi itu berada dalam shalat atau di luar shalat? Mohon disertakan dalil yang menunjukan hall ini dan dalam kitab apa ustadz temukan.

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Di dalam shalat itu ada yang dinamakan rukun, wajib dan sunnah. Rukun adalah bagian utama dari shalat, yang bila ditinggalkan baik sengaja atau terlupa, membuat shalat itu menjadi rusak. Dan tidak bisa diperbaiki lewat sujud sahwi saja.

Bila benar yang anda katakan bahwa yang anda tinggalkan adalah bagian dari rukun shalat, maka shalat anda dengan sendirinya sudah rusak alias batal. Untuk itu anda perlu melakukan shalat dari semula.

Sebagai bekal, sebenarnya sebagian ulama dengan sebagian lainnya agak sedikit berbeda ketika menetapkan mana yang merupakan rukun shalat.

Kalangan mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa jumlah rukun shalat hanya ada 6 saja. Sedangkan Al-Malikiyah menyebutkan bahwa rukun shalat ada 14 perkara. As-Syafi`iyah menyebutkan 13 rukun shalat dan Al-Hanabilah menyebutkan 14 rukun.

Lebih detailnya, silahkan lihat tabel berikut ini:



Seandainya yang anda tinggalkan itu bukan termasuk dari salah satu rukun yang terdapat dalam tabel ini, maka anda bisa melakukan sujud sahwi.

Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.
www.warnaislam.com

AMS Layani Muslim AS 70 Tahun



Masjid American Moslem Soceity


WASHINGTON — Masyarakat Muslim Amerika (AMS), salah satu nama masjid tertua di seluruh daratan Amerika Utara merayakan ulang tahunnya ke-70.

Selama tujuh dekade masjid tersebut telah memberikan pelayanan kepada komunitas Muslim, tak hanya kebutuhan spiritual dan agama, tapi juga layanan penting lain.

"Institusi bersejarah ini telah menjadi pusat pertumbuhan komunitas Muslim dan lembaga Islam di penjuru Amerika Serikat," ujar Presiden AMS, Mahdi Ali.

Didirikan pada 1937, masjid tertua di Michigan tersebut tepatnya akan merayakan ulang tahun ke-70 pada Jumat 15 Mei esok.

"AMS bukan saja salah satu masjid dan organisasi Islam tertua di Negara Bagian Michigan, tapi juga di Amerika Utara," ujar Ali.

Sejak pendiriannya oleh grup pekerja pabrik Libanon dan Syiria, masjid itu menjadi titik pusat bagi komunitas Muslim.

Masjd tersebut telah memainkan peranan penting, diantaranya memberikan konseling kepada keluarga-keluarga Muslim menghadapi masalah mereka.

AMS juga bekerja dengan para orang tua untuk menyajikan alat diperlukan bagi pemuda dan anak-anak agar tak terjerumus dalam narkoba, kekerasan, dan perilaku merusak lain.

Pendidikan menjadi pusat kegiatan di antara layanan AMS, sebagaimana masjid mendirikan dua sekolah khusus untuk mengajar bahasa Arab, kajian Islam, dan mengaji Al Qur'an.

Pihak pengelola masjid mengakui jika lembaga itu telah berperan penting dalam kegiatan antar agama dan proses peleburan.

"Saya pikir AMS salah satu organisasi penting di area Detroit Metro yang bekerja sama dengan pusat-pusat Islami lain, demi membantu Muslim Amerika melebur dengan masyarakat luas," ujar Mahdi Ali.

Masjid itu kerap menggelar open house, seminar di perpustakaan lokal, dan mendistribusikan buku-buku Islam untuk mendidik orang-orang tentang pesan Islam sesungguhnya.

Bahkan tak jarang mereka mengundang kelompok non-Muslum untuk melihat jika masjid adalah benar-benar tempat ibadah dan bertoleransi, bukan tempat pembentukan ekstrimisme seperti yang selalu diprasangkakan selama ini.

Dalam aktivitas menjangkau pihak luar itu, AMS telah menyambut lebih dari 1.000 pengunjung non-Muslim setiap tahun.

Selama bulan puasa Ramadan, seperti masjdi lain juga di Indonesia, AMS mengorganisasi Hari Kemanusiaan tahunan, dimana Muslim dan non-Mulim diundang bergabung dalam santap iftar (hidangan berbuka puasa) bersama.

Tak hanya itu, AMS pun tak ketinggalan mengulurkan tangan saat musibah seperti Badai Katrina dan Tsunami 2004 silam terjadi. Lembaga itu turut bekerja dengan organisasi kemanusian nasional dan global menggalang dana, makanan dan kebutuhan lain untuk disalurkan kepada korban bencana alam tersebut,

Namun, kerja nyata itu tak lantas menghilangkan diskriminasi yang terus dihadapi komunitas Muslim karena identitas Islam mereka.

"Kami butuh semua anggota komunitas untuk membantu dan terlibat," ujar Mahdi Ali.

"Setiap orang seharusnya berkontribusi dan menjadi agen perubahan positif,".

Tidak ada hitungan resmi berapa jumlah Muslim di AS tapi menurut perhitungan kasar saat ini setidaknya terdapat tujuh juta Muslim dan 2.000 masjid yang tersebar di penjuru negara Paman Sam./iol/itz

http://www.republika.co.id/berita/50328/AMS_Layani_Muslim_AS_70_Tahun

Membersihkan 8 Masjid, Sanksi Bagi yang Tidak Shalat Berjama’ah

Jeddah, membersihkan masjid dengan pelatarannya… ini bukan keputusan yang di keluarkan oleh direktur salah satu lembaga wakaf kepada salah satu pekerja masjid. Tapi, putusan ini di keluarkan salah satu Mahkamah atau Peradilan Arab Saudi kepada pekerja asal asia yang tidak mengikuti shalat berjama’ah.

Hakim Mahkamah Almawiyah -wilayah sebelah utara Thaif- memutuskan hukuman bagi pekerja itu untuk membersihkan masjid dua kali dalam sehari selama sebelas hari pada bulan Dzulhijjah ini.

Hakim juga mengintruksikan kepada kantor dakwah setempat untuk memantau jalannya hukuman ini. Dengan menambah perlengkapan dan sarana untuk membersihkan, juga form evaluasi kerja hariannya.

Tentang pemilihan masjid ini, adalah karena seringnya dipakai oleh para jama’ah haji dalam jumlah massif, sehingga perlu sering dibersihkan.

Keputusan ini di keluarkan bagi pelanggar perilaku beragama, di mana sebelumnya sudah ada ketentuan yang dikeluarkan dan disosialisasikan Lembaga Amar Makruf Nahi Munkar di wilayah ini, yaitu bagi pekerja yang tidak mengikuti shalat berjama’ah.

Hukuman Yang Membuat Jera

Di sisi lain, pekerja yang dihukum dengan putusan ini menerima, sebagaimana diungkapkan oleh pengacaranya, Hamid:

“Hukuman ini masuk katagori hukuman jera, dan banyak katagori hukuman mulai dar ibertujuan menghinakan -aspek jera- sampai hukuman bunuh, semuanya tergantung ijtihad hakim.”

Hukum ini bagian dari memunculkan rasa bersalah sebelum rasa sakit secara fisik, dengan ancaman untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya atau tindakan negatif lainnya di kemudian hari.

Pada bulan Mei 2007, mahkamah telah memutuskan terhadap dua perkara dengan putusan membersihkan dua puluh enam masjid, selama seratus jam, atau dua jam setiap hari, pagi dan sore selama satu bulan penuh.

Para peneliti atau pemerhati hukum dan hak-hak asasi manusia mengomentari bahwa hukuman ini bisa diterima dan telah dipraktekkan di banyak peradilan di Barat atau Amerika, sebagai bagian dari hukuman pendidikan, pembuat aspek jera bagi pelaku kriminal ringan dengan sanksi yang ringan, seperti membersihkan pantai, atau melayani di panti jompo dan lain sebagainya. (io/ut)

www.dakwatuna.com

Siapa Yang Melanggar


Temanku berkisah bahwa dia pernah pergi ke ibu kota San’a dengan ditemani anaknya yang masih kecil. Di tengah perjalanan dengan bekendaraan pribadi dia berhenti di pinggir jalan. Dia ingin belanja di pasar, dan tinggallah anaknya di mobil.

Tiba-tiba datanglah polantas (polisi lalu lintas) yang memberitahu anak tersebut bahwa ayahnya telah melanggar peraturan jalan raya karena parkir di tempat yang dilarangan berhenti/parkir. Bertanyalah anak itu kepada polisi:

Apakah bapak sudah solat subuh berjama’ah?

Terperanjatlah bapak polisi mendengar pertanyaan yang mengagetkan itu Menjawablah polisi dengan malu-malu:

Tidak, saya tidak solat subuh berjama’ah.
Anak itu menimpalinya, ”Kalau begitu bapak yang melanggar, bukan ayah saya.
Maka polisi sadar, dan membertahukan akan bertaubat ketika itu pula, maka anak kecil ini telah menjadi sebab turunnya hidayah dan istiqamah. [sumber: Athfal Lakin Du'ah]


Oleh: Kodar Slamet, SPd
http://www.dakwatuna.com/2009/siapa-yang-melanggar/

Masjid Menara Kudus Hadir dari Dakwah Bil-Hikmah

Kunci sukses dakwah Sunan Kudus terletak pada kemampuannya melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang sudah punya budaya mapan.



Dari sekian masjid bersejarah di Indonesia, Masjid Menara Kudus (Jawa Tengah) punya keunikan tersendiri. Sebuah menara mirip candi berdiri anggun di sebelah kiri depan masjid. Banyak masyarakat awam, bahkan para arkeolog yang bertanya-tanya, bagaimana elemen masjid mengadopsi model bangunan tempat ibadah umat Hindu dan Buddha.

Tidak hanya menara, bangunan-bangunan di sekeliling masjid juga banyak yang mirip dengan bangunan candi. Gapura di depan masjid yang tersusun dari batu bata tanpa semen tidak lain merupakan ciri khas candi di Jawa Timur. Ada juga pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni 'Delapan Jalan Kebenaran' atau Asta Sanghika Marga.

Menara menjadi elemen masjid yang paling menonjol. Sehingga, masjid yang semula bernama Masjid Al-Aqsa itu kemudian terkenal dengan Masjid Menara Kudus. Percampuran yang begitu mencolok antara ciri-ciri kebudayaan Hindu-Buddha dengan Islam memunculkan banyak cerita seputar awal mula berdirinya masjid. Ada cerita yang bersumber dari sejarah, namun tak sedikit pula yang bernuansa mitos.

Cerita tersebut, baik sejarah maupun mitos itu, sejatinya ingin menjelaskan bagaimana sang pendiri masjid, Sunan Kudus, melakukan dakwah Islam secara bijaksana (hikmah). Hasil dakwahnya sangat luar biasa. Penduduk setempat yang dahulunya pemeluk taat ajaran Hindu-Buddha, beralih memeluk ajaran tauhid (Islam). Kunci sukses Sunan Kudus terletak pada kemampuannya melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang sudah punya budaya mapan.

Sunan Kudus dikenal sebagai seorang ahli agama, terutama dalam disiplin ilmu tauhid, hadis, dan fikih. Dari sembilan wali yang diakui di Tanah Jawa, hanya beliau yang bergelar 'Waliyyul Ilmi' (wali yang berpengetahuan luas).

Konon, Sunan Kudus sangat menghormati tradisi keagamaan yang berlaku di masyarakat Loaram--nama lama Kota Kudus. Ada sebuah tradisi keagamaan yang begitu mengakar kuat, yaitu larangan menyembelih sapi. Bagi masyarakat Hindu, menyembelih sapi adalah tindakan terlarang, tidak boleh secara agama. Untuk menghormati tradisi agama yang sudah berlaku itu, Sunan Kudus pun melarang pengikutnya menyembelih sapi.

Suatu ketika Sunan Kudus mengikat sapi di pekarangan masjid. Setelah umat Hindu datang ke pekarangan itu, Sunan Kudus menyampaikan nasihat keagamaan. Model dakwah sang Sunan yang demikian itu sangat menggugah kesadaran keagamaan banyak orang. Mereka pun berbondong-bondong beralih keyakinan menjadi Muslim.

Kenang-kenangan dari Yerusalem


Islamisasi masyarakat Kudus diwarnai dengan pencampuran warisan budaya Hindu-Buddha dengan nilai-nilai Islam. Di samping melestarikan tradisi-tradisi, Sunan Kudus juga memelihara simbol-simbol budaya lama. Tujuannya agar nilai-nilai Islam dapat diterima masyarakat tanpa menimbulkan gejolak sosial.

Warisan budaya benda yang paling penting dalam tradisi Hindu-Buddha adalah candi. Contoh terbaik percampuran budaya lokal dengan nilai-nilai Islam dapat dilihat dari menara masjid.

Di balik bangunan berbentuk candi itu, terpendam sebuah kisah pendirian masjid yang hingga saat ini dipercaya kebenarannya oleh masyarakat luas. Masjid dan namanya, Masjid Al-Aqsa, berkaitan erat dengan kota para nabi di Timur Tengah, yaitu Bait Al-Maqdis, atau Al-Quds di Yerusalem.

Suatu ketika Syekh Ja'far Shadiq (Sunan Kudus) berada di Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Wabah penyakit kudis tiba-tiba merajalela di tanah suci itu. Segala upaya pencegahan telah dilakukan, namun tidak ada hasilnya. Akhirnya, Amir (penguasa) Makkah meminta Syekh Ja'far Shadiq turun tangan mencegah wabah penyakit yang kian hari kian mengganas.

Singkat cerita, Syekh Ja'far Shadiq berhasil menghentikan merebaknya penyakit kudis itu. Amir Makkah kemudian bermaksud memberinya hadiah, namun beliau menolak. Beliau hanya meminta jika berada di Palestina agar diizinkan mengambil sebuah batu dari Bait Al-Maqdis. Amir Makkah pun mengizinkan. Ketika pulang ke Jawa, Syekh Ja'far Shadiq membawa batu itu dan dijadikan batu pertama dalam pembangunan masjid yang diberi nama Masjid Al-Aqsa.

Masjid Al-Aqsa atau Masjid Menara Kudus didirikan pada 956 H atau 1549 M. Hal itu dapat diketahui dari inskripsi di atas mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab. Sayangnya, tulisan pada inskripsi itu sudah sulit dibaca karena banyak huruf yang rusak. Konon, batu inskripsi itulah yang dibawa oleh Sunan Kudus dari Yerusalem. Lebarnya 30 sentimeter dan panjangnya 46 sentimeter.

Pada awal pembangunannya, tinggi Masjid Menara Kudus hanya 13,25 meter. Setelah direnovasi, tingginya menjadi 17,45 meter. Kemudian pada 1925 M, di bagian depan ditambah bangunan baru berupa serambi. Penambahan ruang masjid terus dilakukan seiring dengan bertambah banyaknya jumlah jamaah.

Pada 5 November 1933 M, sebuah serambi dibangun kembali di depan serambi sebelumnya. Dengan demikian, Kori Agung atau Lawang Kembar (pembatas ruang yang terbuat dari kayu ukir) yang dahulu berada di serambi kini di dalamnya. Di atas serambi yang baru itu terdapat kubah besar bergaya arsitektur India.

Di sekelilingnya dihiasi tulisan kaligrafi Arab yang memuat nama-nama sahabat Nabi SAW, seperti para Khulafaurrasyidin, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Abdurrahman bin 'Auf. Termaktub juga nama-nama empat ulama mazhab ternama, yaitu Imam Hanafi, Hambali, Syafi'i, dan Malik.

Masjid Al-Aqsa atau Masjid Menara Kudus ini terletak di Desa Kauman, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Letak Masjid Menara Kudus ini cukup dekat dengan pusat Kota Kudus (alun-alun kota), yaitu berjarak sekitar 1,5 kilometer ke arah barat. rid/berbagai sumber


Keunikan Menara Kudus


Denys Lombard pernah menulis bahwa Kota Kudus mengambil nama dari Al-Quds, nama lain dari Yerusalem yang artinya kota suci. Di kota inilah Masjid Menara Kudus berdiri. Keberadaannya melambangkan secara visual peralihan kepercayaan masyarakat dari Hindu-Buddha ke Islam.

Kalau dicermati secara saksama, bentuk menara masjid sangat mirip dengan candi. Banyak pengamat memberikan komentar seputar bentuk menara yang unik itu. Ada yang mengatakan bentuknya mirip dengan candi-candi di Jawa Timur pada masa Majapahit dengan penambahan beberapa bagian sesuai dengan fungsinya.

Ada pula yang berpendapat, beberapa gapura di sekitar menara yang bentuknya mirip bangunan kulkul di Bali, mengindikasikan menara itu tidak hanya dipengaruhi candi-candi di Jawa Timur. Di dalam kulkul terdapat kentungan yang dipukul untuk menyampaikan informasi kepada penduduk sekitar.

Hal yang sama juga terdapat di Menara Kudus. Di bagian atas menara ini, diletakkan bedug dan kentungan yang dipukul sebagai tanda datangnya waktu-waktu tertentu. Pendapat yang kedua ini menegaskan bahwa Menara Kudus terpengaruh oleh arsitektur Hindu Bali.

Ada elemen lain yang membuat bangunan berbentuk candi itu bertambah unik, yaitu bagian kepala menara yang berbentuk atap tumpang atau tajuk dari kayu jati dengan empat saka guru yang menopangnya. Itu adalah atap khas rumah Jawa-Hindu yang setelah diadaptasi oleh ajaran Islam mengandung makna iman, Islam, dan ihsan. rid


Sunan Kudus dan Sang Guru dari Negeri Cina




Menceritakan sejarah berdirinya Kota Kudus, rasanya tak lengkap tanpa menyebut nama seorang tokoh legendaris asal Cina yang bernama The Ling Sing. Orang Jawa biasanya menyebutnya Kiai Telingsing. Tokoh ini tidak lain adalah guru Sunan Kudus. Makamnya terletak di dekat Masjid Kyai Telingsing di Kampung Sunggingan, Kudus.

Sayangnya, tidak ada sumber sejarah yang memadai tentang tokoh ini, kecuali beberapa lembar catatan tentangnya yang disimpan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Kiai Telingsing adalah tukang kayu keturunan Tionghoa. Beliau turut menyebarkan agama Islam di Kudus bersama Sunan Kudus.

Ada cerita menarik tentang kisah hidup Kiai Telingsing dengan Sunan Kudus yang ditulis di atas selembar kertas bertanggal 5 Februari 1974 dan beralamat di Sunggingan 156, Kudus. Alkisah, pada suatu hari The Ling Sing muda sedang bermain layang-layang. Tiba-tiba ia berhasrat pergi ke Nusantara. Maka, ia memanjat benang layang-layangnya itu.

Ketika The Ling Sing sudah dewasa, ayahnya berkata kepadanya, ''Kalau engkau ingin menjadi orang baik di dunia dan akhirat, engkau harus pergi ke Nusantara, karena saya pernah hidup di sana.'' Maka, berangkatlah The Ling Sing ke Nusantara dan tiba di Kudus. Kemudian, ia melakukan dakwah Islam.

Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit pada 1478 M, Raden Patah mengambil alih kekuasaan dan mendirikan Kerajaan Demak. Pada suatu hari, semua wali bermusyawarah dan memutuskan mengangkat Ja'far Shadiq sebagai Sunan Kudus. Sejak saat itu, sang Sunan berdakwah di Kudus dan bertemu dengan The Ling Sing (Kiai Telingsing) yang telah lebih dulu berdakwah di daerah itu.

Dengan strategi yang baik, akhirnya mereka berdua berhasil mengislamkan seluruh penduduk Kudus. Berita tentang keberhasilan mereka didengar oleh semua wali, yang kemudian segera datang ke Kudus dan memutuskan Sunan Kudus sebagai wakil resmi Kesultanan Demak di Kudus.

Pada suatu hari, ketika Sunan Kudus menjamu tamu-tamunya dari Tiongkok, beliau meminta Kiai Telingsing membuatkan hadiah yang pantas. Dia lalu membuat kendi yang hiasannya terletak di bagian dalam. Ketika Sunan Kudus melihat kendi yang tampak tidak istimewa, beliau marah dan membanting kendi itu ke tanah.

Kendi itu pun terbelah. Setelah Sunan Kudus melihat hiasan kaligrafi indah dalam kendi yang sudah pecah itu, barulah beliau menyadari kepandaian Kiai Telingsing. Sunan Kudus pun sadar, meskipun beliau punya pengetahuan agama yang tinggi, namun Kiai Telingsing tetap menjadi gurunya dalam hal kewalian.
rid/taq

http://www.republika.co.id/berita/5097/Masjid_Menara_Kudus_Hadir_dari_Dakwah_Bil_Hikmah

Mimpi Dua Intelektual Muslim Amerika


Imam Zaid Shakir dan Syekh Hamzah Yusuf tak pernah lelah untuk berjuang demi mewujudkan sebuah impian: mendirikan perguruan tinggi Islam yang terakreditasi di Amerika Serikat (AS). Perjuangan yang dilakukan keduanya selama bertahun-tahun, tak lama lagi akan segera terwujud.

Kedua intelektual Muslim di California, AS, itu berupaya untuk menghadirkan perguruan tinggi Islam yang mampu mendidik generasi muda Muslim menjadi pemimpin yang memegang teguh nilai agamanya dalam suasana kehidupan Amerika. ''Sebagai sebuah komunitas agama, kebutuhan kami tak jauh berbeda dengan komunitas agama lain,'' tutur Shakir, seorang warga AS asli yang telah lama memeluk Islam.

Menurut Shakir, Council for the Advancement of Muslim Professionals terus bergerak mencari dana untuk mewujudkan mimpi itu. Dalam konferensi di Plainsboro, dekat Priceston, penggalangan dana untuk mendirikan perguruan tinggi Islam terakreditasi pertama di Amerika itu telah dilakukan.

"Sebagai Muslim, kami perlu mengembangkan lembaga yang memungkinkan kami mengekalkan nilai-nilai keislaman,'' paparnya, seperti dikutip Associated Press . Para penasihat proyek itu rencananya pada Juni akan mempertimbangkan usulan pendirian Zaytuna College. Jika disetujui, perguruan tinggi Islam pertama di AS itu akan beroperasi mulai tahun depan.

Rencananya, Zaytuna College itu akan menyewa tempat di Berkeley. Perguruan tinggi Islam itu akan mencari akreditasi dari Western Association of Schools and Colleges. Menurut Penasihat Zaytuna College, Hatem Bazian, perguruan tinggi itu nantinya akan terbuka bagi semua pemeluk agama.

''Kebebasan akademik akan dilindungi dan tak ada pemisahan kelas antara laki-laki dan perempuan,'' tutur Bazian. Saat ini, Bazian tercatat sebagai dosen di University of California yang berada di Berkeley dan Saint Mary's College of California. Pihaknya optimistis Zaytuna College akan berkembang.

Menurut Bazian, hampir semua universitas swasta besar di AS, pada awalnya memulai dengan satu ruangan kelas. ''Mereka memulainya dengan satu ruangan kelas atau satu bangunan, terkadang juga menyewa fasilitas untuk memulainya,'' papar Bazian. Zaytuna College akan menawarkan dua studi, yakni bahasa Arab serta hukum Islam dan studi teologi.

Untuk memulai operasional perguruan tinggi Islam itu, Zaytuna College membutuhkan dana senilai 2 juta dolar AS hingga 4 juta dolar AS. Nantinya, papar Bazian, Zaytuna akan memerlukan dana hingga 10 juta dolar AS untuk membangun gedung di Bay Area. Sebenarnya, upaya membangun perguruan tinggi Islam di Amerika sempat dilakukan umat Muslim di New York dan Chicago.

Sayangnya, perguruan tinggi Islam itu tak dikenal dan bahkan gulung tikar. Kegagalan yang sempat dialami perguruan tinggi Islam yang lain itu tak menyurutkan niat Shakir dan Yusuf, dua penggagas Zaytuna College. Mereka tetap yakin Zaytuna College akan bernasib lebih baik.

Shakir adalah veteran angkatan udara AS, sedangkan Yusuf adalah warga asli Washington. Keduanya adalah guru yang sangat disegani dan dihormati. Yusuf bahkan mampu menarik perhatian ribuan orang dalam setiap kuliahnya. Kuliahnya melalui internet bahkan disaksikan puluhan ribu orang.

Yusuf mendirikan Zaytuna Institute pada tahun 1996, sekarang bermarkas di Berkeley, California, yang didekasikan pada perguruan tinggi di era kejayaan Islam. Institut itu mengembangkan program belajar jarak jauh, workshops di berbagai kota, serta menggelar konferensi dengan menghadirkan ilmuwan-ilmuwan terkemuka.

Dengan penuh keyakinan, kedua tokoh Muslim AS itu tetap optimistis perguruan tinggi Islam yang diperjuangkannya akan segera berdiri dengan mengusung moto "Where Islam Meets America''. heri ruslan/kem

http://www.republika.co.id/berita/51227/Mimpi_Dua_Intelektual_Muslim_Amerika

Ikhtilat Antara Lawan Jenis

Pembicaraan seputar ikhtilath atau bercampur baur antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa hijab/tabir penghalang sudah pernah kita singgung. Namun karena banyaknya penyimpangan kaum muslimin dalam perkara ini dan adanya sisi-sisi permasalahan yang belum tersentuh maka tak ada salahnya kita bicarakan dan kita ingatkan kembali.

Bukankah Rabbul Izzah telah berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)

Dan juga dalam rangka menasihati diri pribadi dan orang lain, karena agama ini adalah nasihat, seperti kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ

Agama itu adalah nasihat.

Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh1 rahimahullahu menyatakan dalam Fatawa dan Rasa`ilnya (10/35-44) bahwa ikhtilath antara laki-laki dengan perempuan ada tiga keadaan:
“Pertama: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki dari kalangan mahram mereka, maka ini jelas dibolehkan.

Kedua: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki ajnabi (non mahram) untuk tujuan yang rusak, maka hal ini jelas keharamannya.

Ketiga: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki ajnabi (non mahram) di tempat pengajaran ilmu, di toko/warung, kantor, rumah sakit, perayaan-perayaan dan semisalnya. Ikhtilath yang seperti ini terkadang disangka tidak akan mengantarkan kepada fitnah di antara lawan jenis, padahal hakikatnya justru sebaliknya. Sehingga bahaya ikhtilath semacam ini perlu diterangkan dengan membawakan dalil-dalil pelarangannya.”

Dalil secara global, kita tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan laki-laki dalam keadaan punya kecenderungan yang kuat terhadap wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita punya kecenderungan kepada lelaki. Bila terjadi ikhtilath tentunya akan menimbulkan dampak yang negatif dan mengantarkan kepada kejelekan. Karena, jiwa cenderung mengajak kepada kejelekan dan hawa nafsu itu dapat membutakan dan membuat tuli. Sementara setan mengajak kepada perbuatan keji dan mungkar.

Dalil secara rinci, kita tahu bahwa wanita merupakan tempat laki-laki menunaikan hasratnya. Penetap syariat pun menutup pintu-pintu yang mengantarkan keterkaitan dan keterpautan sepasang insan yang berlawanan jenis di luar jalan pernikahan yang syar’i. Hal ini tampak dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang akan kita bawakan di bawah ini.

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya kepadanya dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, ‘Marilah ke sini.’ Yusuf berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.’ Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung. (Yusuf: 23)

Ketika terjadi ikhtilath antara Nabi Yusuf ‘alaihissalam dengan istri Al-Aziz, pembesar Mesir di kala itu, tampaklah dari si wanita apa yang tadinya disembunyikannya. Ia meminta kepada Yusuf untuk menggaulinya. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi Yusuf dengan rahmat-Nya sehingga dia terjaga dari perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Yusuf: 34)

Demikian pula bila lelaki lain ikhtilath dengan wanita ajnabiyah. Masing-masingnya tentunya menginginkan apa yang dicondongi oleh hawa nafsunya. Berikutnya, dicurahkanlah segala upaya untuk mencapainya.

2. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan lelaki yang beriman untuk menundukkan pandangan dari melihat wanita yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya seperti termaktub dalam firman-Nya:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kaum mukminin dan kaum mukminat untuk menundukkan pandangan mereka. Kita tahu dari kaidah yang ada, perintah terhadap sesuatu menunjukkan wajibnya sesuatu tersebut. Berarti menundukkan pandangan dari melihat yang haram itu hukumnya wajib. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi mereka. Penetap syariat tidak membolehkan lelaki memandang wanita yang bukan mahramnya terkecuali pandangan yang tidak disengaja. Itu pun, pandangan tanpa sengaja itu, tidak boleh disusul dengan pandangan berikutnya. Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anahu berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ نَظْرِ الْفُجَاءَةِ، فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي

Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja), maka beliau memerintahkan aku untuk memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5609)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menerangkan, “Makna الْفُجَاءَةِ نَظْرِ adalah pandangan seorang lelaki kepada wanita ajnabiyah tanpa sengaja. Maka tidak ada dosa baginya pada awal pandangan tersebut, dan wajib baginya memalingkan pandangannya pada saat itu. Jika segera dipalingkannya, maka tidak ada dosa baginya. Namun bila ia terus memandangi si wanita, ia berdosa berdasarkan hadits ini. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Jarir untuk memalingkan pandangannya. Juga bersamaan dengan adanya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

Katakanlah (Ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata…’.” (An-Nur: 30) [Al-Minhaj, 14/364]

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menundukkan pandangan dari lawan jenis, karena melihat wanita yang haram untuk dilihat, adalah zina. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anahu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَة، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُُ، وَالنَّفُسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina2, dia akan mendapatkannya, tidak bisa terhindarkan. Maka zinanya mata dengan memandang (yang haram), dan zinanya lisan dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)
Dalam lafadz lain disebutkan:

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa terhindarkan. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

Memandang wanita yang haram teranggap zina, karena seorang lelaki merasakan kenikmatan tatkala melihat keindahan si wanita. Hal ini akan menumbuhkan sebuah “rasa” di hati si lelaki, sehingga hatinya pun terpaut dan pada akhirnya mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dengan si wanita. Tentunya kita maklumi adanya saling pandang antara lawan jenis bisa terjadi karena adanya ikhtilath antara lawan jenis. Ikhtilath pun dilarang karena akan berujung kepada kejelekan.

3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan di dalam dada.” (Ghafir: 19)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anahuma berkata, “Ayat ini terkait dengan seorang lelaki yang duduk bersama suatu kaum. Lalu lewatlah seorang wanita. Ia pun mencuri pandang kepada si wanita.” Ibnu Abbas berkata pula, “Lelaki itu mencuri pandang kepada si wanita. Namun bila teman-temannya melihat dirinya, ia menundukkan pandangannya. Bila ia melihat mereka tidak memerhatikannya (lengah), ia pun memandang si wanita dengan sembunyi-sembunyi. Bila teman-temannya melihatnya lagi, ia kembali menundukkan pandangannya. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui keinginannya dirinya. Ia ingin andai dapat melihat aurat si wanita.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 15/198)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifatkan mata yang mencuri pandang kepada wanita yang tidak halal untuk dipandang sebagai mata yang khianat. Lalu bagaimana lagi dengan ikhtilath? Bila memandang saja dicap berkhianat sebagai suatu cap yang jelek, apalagi berbaur dan saling bersentuhan dengan wanita ajnabiyah.

4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci lagi menjaga kehormatan diri untuk tetap tinggal di rumah mereka. Hukum ini berlaku umum untuk semua wanita yang beriman, karena tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan ayat ini hanya untuk para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka diperintah tetap tinggal di dalam rumah, kecuali bila ada kebutuhan darurat untuk keluar rumah. Lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa ikhtilath dengan lawan jenis sebagai perkara yang boleh dilakukan, sementara wanita diperintah untuk tidak keluar dari rumahnya?

Adapun dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan tidak dibolehkannya ikhtilath, di antaranya:

1. Ummu Humaid radhiyallahu ‘anaha istri Abu Humaid As-Sa'idi Al-Anshari radhiyallahu ‘anahu datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku senang shalat berjamaah bersamamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلاَةَ مَعِيْ، وَصَلاَتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسجدِ قَومِِكِ، وَصَلاَتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسْجِدِي

“Sungguh aku tahu bahwa engkau senang shalat berjamaah bersamaku, akan tetapi shalatmu di kamar khususmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu. Dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih utama bagimu daripada shalatmu di masjidku.” (HR. Ahmad 6/371. Al-Haitsami berkata, “Rijal hadits ini rijal shahih kecuali Abdullah bin Suwaid, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban.” Demikian pula yang dikatakan Al-Hafizh dalam At-Ta’jil. Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad, 18/424, cet. Darul Hadits, Al-Qahirah)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu menyatakan, “Hadits seperti ini memberi pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata, ‘Aku ingin shalat di masjid agar dapat berjamaah.’ Maka aku katakan, ‘Sesungguhnya shalatmu di rumahmu lebih utama dan lebih baik.’ Hal itu karena seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath dengan lelaki yang bukan mahramnya, sehingga akan menjauhkannya dari fitnah.” (Majmu'ah Durus Fatawa, 2/274)

Beliau rahimahullahu juga mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian sementara beliau berada di Madinah. Dan kita tahu shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan dan nilai lebih. Akan tetapi karena shalat seorang wanita di rumahnya lebih tertutup baginya dan lebih jauh dari fitnah (godaan) maka hal itu lebih utama dan lebih baik.” (Al-Fatawa Al-Makkiyyah, hal. 26-27, sebagaimana dinukil dalam Al-Qaulul Mubin fi Ma'rifati ma Yuhammimul Mushallin, hal. 570)

2. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anahu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Sebaik-baik shaf (jamaah) lelaki adalah shaf yang awal dan sejelek-jelek shaf (jamaah) lelaki adalah yang akhirnya. Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang paling awal.” (HR. Muslim no. 440)

Al-Imam Nawawi rahimahullahu berkata, “Adapun shaf-shaf lelaki maka secara umum selama-lamanya yang terbaik adalah shaf awal, dan selama-lamanya yang paling jelek adalah shaf akhir. Beda halnya dengan shaf wanita. Yang dimaukan dalam hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama kaum lelaki. Adapun bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dari jamaah lelaki, tidak bersama dengan lelaki, maka shaf mereka sama dengan lelaki. Yakni, yang terbaik adalah shaf yang awal sementara yang paling jelek adalah shaf yang paling akhir. Yang dimaksud shaf yang jelek bagi lelaki dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, serta paling jauh dari tuntunan syar'i. Sedangkan maksud shaf yang terbaik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi wanita yang hadir shalat berjamaah bersama lelaki memiliki keutamaan karena wanita yang berdiri dalam shaf tersebut akan jauh dari bercampur baur dengan lelaki dan melihat mereka. Di samping jauhnya mereka dari berhubungan dengan kaum lelaki dan memikirkan mereka ketika melihat gerakan mereka, mendengar ucapannya, dan semisalnya. Shaf yang awal dianggap jelek bagi wanita karena alasan yang sebaliknya dari yang telah disebutkan.” (Syarh Shahih Muslim, 4/159-160)

Al-Imam Ash-Shan'ani rahimahullahu menyatakan, “Dalam hadits ini ada petunjuk bolehnya wanita berbaris dalam shaf-shaf. Dan zahir hadits ini menunjukkan sama saja baik shalat mereka itu bersama kaum lelaki atau bersama wanita lainnya. Alasan baiknya shaf akhir bagi wanita karena dalam keadaan demikian mereka jauh dari kaum lelaki, jauh dari melihat dan mendengar ucapan mereka. Namun alasan ini tidaklah terwujud kecuali bila mereka shalat bersama lelaki. Adapun bila mereka shalat dengan diimami seorang wanita maka shaf mereka sama dengan shaf lelaki, yang paling utama adalah shaf yang awal.” (Subulus Salam, 2/49)

Apabila penetap syariat menjaga jangan sampai campur baur dan keterpautan antara lelaki dan wanita terjadi pada tempat ibadah, padahal dalam shalat jelas terpisah antara shaf lelaki dengan shaf wanita dan umumnya mereka yang datang memang ingin menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jauh dari keinginan untuk berbuat jelek, maka tentunya di tempat lain yang terjadi ikhtilath lebih utama lagi pelarangannya.

3. Zainab radhiyallahu ‘anaha istri Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anahu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami:

إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلاَ تَمَسَّ طِيْبًا

Apabila salah seorang dari kalian menghadiri shalat berjamaah di masjid maka jangan ia menyentuh (memakai) minyak wangi.” (HR. Muslim no. 996)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anahu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ

Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari mendatangi masjid- masjid Allah. Akan tetapi hendaklah mereka keluar rumah dalam keadaan tidak memakai wangi-wangian.” (HR. Abu Dawud no. 565. Kata Al-Imam Al Albani rahimahullahu, “Hadits ini hasan shahih.”)

Ibnu Daqiqil Id rahimahullahu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita keluar menuju masjid bila mereka memakai wangi-wangian atau dupa-dupaan, karena akan membuat fitnah bagi lelaki dengan aroma semerbak mereka, sehingga menggerakkan hati dan syahwat lelaki. Tentunya pelarangan memakai wangi-wangian bagi wanita selain keluar menuju ke masjid lebih utama lagi (keluar ke pasar, misalnya, pent.).”

Beliau mengatakan pula, “Termasuk dalam makna wangi-wangian adalah menampakkan perhiasan, pakaian yang bagus, suara gelang kaki, dan perhiasan.” (Al-Ikmal, 2/355)

Keluar rumah memakai wangi-wangian saja dilarang bagi wanita, apalagi bercampur baur dengan lelaki ajnabi.

4. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anahuma menyampaikan hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا تَرَكْتُ فِتْنَةً بَعْدِيْ هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Tidaklah aku meninggalkan fitnah (ujian) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas menyatakan wanita sebagai fitnah (ujian/ cobaan) bagi lelaki. Lalu apa persangkaan kita bila yang menjadi fitnah dan yang terfitnah berkumpul pada satu tempat?

5. Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anahu mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau, dan sungguh Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di atasnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil dari wanitanya.” (HR. Muslim no. 6883)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan lelaki untuk berhati-hati dari wanita. Lalu bagaimana perintah beliau ini dapat terealisir bila ikhtilath dianggap boleh? Bila demikian keadaannya maka jelaslah keharaman ikhtilath.

6. Abu Usaid Al-Anshari radhiyallahu ‘anahu pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita ketika beliau keluar dari masjid dan mendapati para lelaki bercampur baur dengan mereka di jalan:

اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرْيْقَ، عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيْقِ.- فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْصُقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى أَنَّ ثَوْبَهَا يَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ

Berjalanlah kalian di belakang (jangan mendahului laki-laki). Karena sungguh tidak ada bagi kalian hak untuk lewat di tengah-tengah jalan, tapi bagi kalian hanyalah (boleh lewat/berjalan di) tepi-tepi jalan.

Maka ada wanita yang berjalan menempel/merapat ke dinding/tembok sampai-sampai pakaiannya melekat dengan tembok karena rapatnya dengan tembok tersebut. (HR. Abu Dawud no. 5272, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 856 dan Al-Misykat no. 4727)
Dalam hadits di atas jelas sekali larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ikhtilath di jalanan karena akan mengantarkan kepada fitnah. Pelarangan ini juga berlaku di tempat lain.

7. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anaha menceritakan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِيْنَ يَقْضِي تَسْلِيْمَهُ، وَيَمْكُثُ هُوَ فِي مَقَامِهِ يَسِيْرًا قَبْلَ أَنْ يَقُوْمَ. قَالَ: نَرَى – وَاللهُ أَعْلَمُ- أَنَّ ذَلِكَ كَانَ لِكَيْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الرِّجاَلِ

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila telah mengucapkan salam sebagai akhir shalatnya, maka para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah bersama beliau segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap diam sebentar di tempatnya sebelum beliau bangkit.”
Perawi hadits ini berkata, “Kami memandang –wallahu a’lam– Rasulullah berbuat demikian agar para wanita telah pulang semuanya meninggalkan masjid sebelum ada seorang lelakipun yang mendapati/bertemu dengan mereka
” (HR. Al-Bukhari no. 870)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghindarkan terjadinya ikhtilath antara lelaki dan wanita sepulangnya mereka dari menunaikan ibadah shalat di masjid. Ini jelas menunjukkan terlarangnya ikhtilath.

8. Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anahu berkata dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُسَّ امْرَأَةً لاَ تَـحِلُّ لَهُ

“Ditusuk kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya3.” (HR. Ar-Ruyani dalam Musnadnya 2/227. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, “Hadits ini sanadnya jayyid.” Lihat Ash-Shahihah no. 226)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang laki-laki bersentuhan dengan wanita yang bukan mahramnya karena bersentuhan dengan lawan jenis memberi dampak yang jelek. Dan saling sentuh ini bisa terjadi karena adanya ikhtilath, maka pantas sekali bila ikhtilath itu dilarang karena akibat buruk yang ditimbulkannya.

Demikian beberapa dalil yang bisa dibawakan untuk menunjukkan terlarangnya ikhtilath.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

1 Beliau adalah Abu Abdil Aziz Muhammad bin Ibrahim bin Abdil Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati mereka semua. Beliau lahir di Riyadh, 17 Muharram 1311 H. Tumbuh dalam bimbingan langsung dari sang ayah dan pamannya Abdullah bin Abdil Lathif, seorang yang sangat alim di zamannya. Hafal Al-Qur’an pada usia 11 tahun dan mengalami kebutaan pada usia 16 tahun, namun tidak mengurangi semangatnya untuk meraup ilmu dari ulama yang hidup di masa itu. Beliau adalah mufti kerajaan Saudi Arabia di zamannya. Dari pengajaran beliau, lahirlah para ulama besar seperti Asy-Syaikh Abdullah bin Humaid, Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdullah Al-Qar'awi, dan selain mereka –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati mereka semuanya–. Beliau wafat di bulan Ramadhan tahun 1389 H dengan mewariskan banyak karya dalam bentuk fatwa, rasa’il dan masa’il yang telah dicetak berjilid-jilid tebalnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati beliau dan menempatkannya di surga-Nya nan luas.

2 Yakni zina itu tidak hanya apa yang diperbuat oleh kemaluan, bahkan memandang apa yang haram dipandang dan selainnya juga diistilahkan zina. (Fathul Bari, 11/28)

3 Faedah: Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata setelah membawakan hadits ini, “Dalam hadits ini ada ancaman yang keras bagi lelaki yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Ini juga merupakan dalil haramnya berjabat tangan dengan wanita, karena berjabat tangan jelas tanpa ragu terjadi sentuhan. Kebanyakan kaum muslimin di masa ini telah ditimpa musibah, bahkan di antara mereka sebagiannya adalah ahlul ilmi. Seandainya ahlul ilmi ini mengingkari hal tersebut dengan hati mereka, niscaya sebagian perkaranya jadi mudah. Akan tetapi mereka menghalalkan berjabat tangan tersebut dengan beragam cara/jalan dan penakwilan. Sungguh telah sampai berita kepada kami ada tokoh besar di Al-Azhar terlihat berjabat tangan dengan wanita, maka hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadukan keasingan ajaran Islam. Bahkan sebagian partai Islam berpendapat bolehnya berjabat tangan dengan wanita….” (Ash-Shahihah, 1/448-449)

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=757