Asal Usul Yahudi : Nabi Musa dan Bani Isro'iil

ASAL USUL YAHUDI (BAGIAN-3) :
NABI MUSA DAN BANI ISRO’IIL
Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.M.Mpd.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Bahasan kita kali ini adalah masih merupakan kelanjutan dari bahasan mengenai “Asal-Usul Yahudi”, dan tema bahasan kali ini adalah “Nabi Musa عليه السلام dan Bani Isro’iil”.
Kalau kita sedikit menengok ke belakang dan mencermati tentang apa yang disebut Yahudi dan kaitannya dengan Nabi Ibrohim عليه السلام, maka akan kita temukan bahwa Yahudi membuat suatu klaim yang baathil (tidak benar) terhadap Nabi Ibrohim عليه السلام; yang kemudian oleh Allooh سبحانه وتعالى klaim tersebut dinetralisir dan diklarifikasi serta ditetapkan berita yang sebenarnya.


Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Aali ‘Imroon (3) ayat 67 dimana Allooh سبحانه وتعالى menepis keyakinan baathil orang-orang Yahudi tersebut:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيّاً وَلاَ نَصْرَانِيّاً وَلَكِن كَانَ حَنِيفاً مُّسْلِماً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya:
Ibrohim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus*] lagi berserah diri (kepada Allooh) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”

*] “Lurus” berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allooh سبحانه وتعالى) dan jauh dari kesesatan.
Allooh سبحانه وتعالى menegaskan bahwa Nabi Ibrohim عليه السلام bukan seorang Yahudi, dan bukan pula seorang Nasrani, dan beliau عليه السلام bukanlah tergolong orang-orang Musyrik. Tetapi Nabi Ibrohim عليه السلام adalah Muslim dan beliau عليه السلام adalah seorang Muwahhid. Muwahhid artinya adalah orang Ahli Tauhiid, orang yang meng-Esakan Allooh سبحانه وتعالى, serta tidak menyekutukan Allooh سبحانه وتعالى dengan sesuatu apa pun. Tidak menyekutukan Allooh سبحانه وتعالى dengan berhala, tidak dengan patung, tidak dengan bulan-matahari-bintang dan sejenisnya. Nabi Ibrohim عليه السلام hanya beribadah kepada yang satu yakni Allooh سبحانه وتعالى.

Itulah ajaran dan keyakinan Nabi Ibrohim عليه السلام. Oleh karena itu, jangan ada sedikitpun keyakinan bahwa Nabi Ibrohim عليه السلام adalah Yahudi, ataupun Nasrani.

Karena didalam sejarah dapatlah kita ketahui bahwa antara Yahudi dan Nabi Ibrohim عليه السلام, maka zaman Nabi Ibrohim عليه السلام itu adalah lebih dahulu. Nabi Ibrohim عليه السلام memiliki putera bernama Ismail dan Ishaq عليهم السلام. Dari Nabi Ishaq عليه السلام terlahir putera yang bernama Ya’qub عليه السلام; kemudian dari Nabi Ya’qub عليه السلام terlahirlah banyak anak keturunannya yang bernama Ruubiil, Syam’uun, Laawi, Yahuudzaa, Jaad, Asyiir, Daani, Niftalii, Iisakhir, Zaabiluun, Dun-ya, Yusuf dan Bunyamin; sebagaimana hal ini telah kita bahas dalam kajian kita yang lalu. Dan salah satu sumber menyatakan bahwa munculnya sebutan Yahudi itu adalah dari keturunan Yahuudzaa. Oleh karena itu jelaslah bahwa zaman Nabi Ibrohim عليه السلام itu adalah sangat jauh kurun waktunya dari sebelum munculnya sebutan Yahudi, sehingga sangatlah tidak mungkin bahwa Nabi Ibrohim عليه السلام adalah seorang Yahudi sebagaimana yang diklaim oleh orang-orang Yahudi, dan yang kemudian klaim itu dibantah oleh Alloohسبحانه وتعالى dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 67 diatas.

Dan sangatlah tidak mungkin pula bahwa Nabi Ibrohim عليه السلام adalah Nasrani. Karena sebutan Nasrani baru munculnya di zaman Nabi ‘Isa عليه السلام yang bahkan lebih jauh lagi terpautnya dengan zaman Nabi Ibrohim عليه السلام, karena Nabi ‘Isa عليه السلام adalah nabi terakhir dari kalangan Bani Isro’iil. Oleh karena itu, sangatlah mustahil bahwa Nabi Ibrohim عليه السلام adalah seorang Yahudi ataupun Nasrani. Yang benar adalah bahwa Nabi Ibrohim عليه السلام adalah Muslim sebagaimana yang Allooh سبحانه وتعالى beritakan dalam Wahyu-Nya.

Hendaknya kita telusuri berdasarkan penelitian para ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang asal-usul nama Yahudi kemudian menjadi terkenal. Dalam bahasa Arab, nama Yahudi atau Bani Isro’iil dikenal sebagai kaum Nabi Musa عليه السلام; atau disebut juga sebagai Muusawiyyuun.
Salah seorang ‘Ulama ‘Aqiidah bernama Syaikh Dr. Mahmud ‘Abdurrohmaan Kedah, seorang Guru Besar di Universitas Islam Madinah, yang mana beliau adalah orang Malaysia yang sudah menjadi warga negara Arab Saudi. Beliau menulis Kitab berjudul “Muujaz Tarikh Al Yahuud War rod ‘ala Ba’di Mazaa’amihim Al Baathilah” (Ringkasan Sejarah Yahudi dan Bantahan terhadap Klaim Mereka yang Baathil); dimana didalam Kitab tersebut terdapat pembahasan mengenai adanya perselisihan tentang kronologis dan asal-usul sebutanYahudi”. Didalam Kitab tersebut dijelaskan tentang 4 kemungkinan asal-muasal dari nama “Yahudi”, sehingga dapatlah dikatakan bahwa sebutan “Yahudi” itu saja tidaklah jelas asal-usulnya.

Adapun kaum Muslimin mendapatkan secara jelas penyebutan “Muslim” itu langsung dari Allooh سبحانه وتعالى. Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Hajj (22) ayat 78 sebagai berikut:
{س} وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
 Artinya:
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allooh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam dien (agama) suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrohim. Dia (Allooh) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rosuul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allooh. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”

Bahkan didalam ayat lain yakni QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 102, Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam bentuk suatu perintah sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allooh sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Jadi Allooh سبحانه وتعالى lah yang memberikan nama “Muslim” kepada kaum Muslimin dan memerintahkan kaum Muslimin agar janganlah mati kecuali dalam keadaan sebagai Muslim. Orang yang ber-Islam disebut sebagai Muslim. Orang yang menjadikan Islam sebagai dien dan sebagai ‘aqiidah bagi dirinya, serta sebagai pedoman didalam hidupnya maka ia adalah Muslim. (– Silakan baca kembali ceramah berjudul “Ma’na Al Islaam” dalam Blog ini –)

Sedangkan penyebutan “Yahudi” itu tidaklah jelas asal-usulnya, dan sebagaimana dibahas di dalam Kitab Syaikh Dr. Mahmud ‘Abdurrohmaan Kedah yang berjudul “Muujaz Tarikh Al Yahuud War rod ‘ala Ba’di Mazaa’amihim Al Baathilah” (Ringkasan Sejarah Yahudi dan Bantahan terhadap Klaim Mereka yang Baathil), maka dijelaskan bahwa terdapat 4 kemungkinan dari asal-muasal penyebutanYahudi”, yakni sebagaimana berikut ini:

1. Disebut “Yahuud”, karena berasal dari kata Al-Hawada, yang bermakna Mawaddah (cinta) karena diantara sesama mereka Yahudi satu sama lain saling mencintai.
2. “Yahudi” berasal dari kata At Tahawwud, yang maknanya adalah At Taubah (bertaubat), berasal dari firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Surat Al A’roof (7) ayat 156:
وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَـذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَـا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاء وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَـاةَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
Artinya:
Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allooh berfirman: “Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”.
3. Menurut Abu ‘Aamr Ibnu Al ‘Ala, mereka disebut “Yahudi” karena bila mereka membaca Kitab mereka maka badannya bergoyang-goyang. (– Oleh karena itu, janganlah kaum Muslimin membaca Al Qur’an atau berdzikir sambil menggoyang-goyangkan kepala ataupun badan, karena yang demikian itu adalah merupakan Tasyabbuh (meniru / menyerupai) kaum Yahudi –)
4. “Yahudi” berasal dari kata “Yahuudzaa”, dimana Yahuudzaa adalah merupakan salah seorang putera Nabi Ya’qub عليه السلام; dimana anak keturunan Yahuudzaa kemudian mendirikan suatu “Kerajaan kecil” di wilayah selatan Palestina yang disebut sebagai Kerajaan Yahuudzaa. Disebut demikian sebagai pembeda terhadap kerajaan yang ada di wilayah utara Palestina. Kata “Yahuudzaa” kemudian lambat laun berubah menjadi “Yahuda”, dan pada akhirnya berubah menjadi “Yahudi”.
Demikianlah sekilas pembahasan mengenai asal-usul sebutan “Yahudi”, dan berikut ini akan kita kaji mengenai “Nabi Musa عليه السلام dan Bani Isro’iil”.

Sebagaimana telah kita bahas dalam kajian lalu mengenai “Nabi Yusuf  عليه السلام dan Bani Isro’iil”; maka dapatlah diketahui bahwa pada zaman Nabi Yusuf عليه السلام, semua anak keturunan Nabi Ya’qub عليه السلام kemudian dibawa ke Mesir. Ketika itu Mesir adalah merupakan Kerajaan yang berada dibawah kekuasaan Fir’aun.

Nabi Musa عليه السلام adalah putera dari ‘Imron, dan ‘Imron adalah putera dari Qoohits, dan Qoohits adalah putera dari ‘Aazir, dan ‘Aazir adalah putera dari Laawi; yang mana Laawi adalah salah seorang putera dari Nabi Ya’qub عليه السلام. Dengan demikian nasab Nabi Musa عليه السلام adalah Musa bin ‘Imron bin Fahis bin ‘Azir bin Laawi bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrohim عليهم السلام. Dan dapatlah dipastikan bahwa Nabi Musa عليه السلام terlahir di daerah Mesir.

Ibu Nabi Musa عليه السلام adalah bernama Ayaarikho. Di Mesir ini, Bani Isro’iil mengalami penindasan dimana mereka diperbudak oleh Raja Mesir atau Fir’aun (– Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa Fir’aun pada zaman Nabi Musa عليه السلام adalah Raja Merenptah yang merupakan putra ke-13 dari Ramses II dan memerintah Dinasti ke-19 Mesir antara tahun1213-1203 SM karena mumi Raja Merenptah ini adalah satu-satunya mumi yang mengandung banyak garam – Walloohu a’lam).

Menurut riwayat Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud dari ayahnya رضي الله عنهما, bahwa Fir’aun bermimpi, yang mana didalam mimpinya tersebut ia melihat api yang datangnya dari arah Baitul Maqdis. Api itu membakar rumah-rumah penduduk Mesir dan seluruh kabilah Qibty. Namun didalam mimpinya terlihat bahwa rumah-rumah orang-orang Bani Isro’iil tidaklah terbakar. Ketika Fir’aun terbangun maka ia pun menjadi sangat ketakutan. Maka dikumpulkannyalah para penasehatnya yang terdiri dari para dukun dan tukang sihir. Lalu ditanyakanlah olehnya tentang arti mimpi tersebut. Para dukun dan tukang sihir Fir’aun mengatakan bahwa itulah pertanda akan terlahir seorang anak laki-laki dari Bani Isro’iil yang akan menjadikan penyebab binasanya dan runtuhnya kekuasaan Fir’aun (Lihat Tafsir Imaam Al Baghowy رحمه الله Jilid 1 halaman 91).

Fir’aun pun kemudian membuat keputusan agar semua bayi laki-laki yang terlahir dari kalangan Bani Isro’iil di Mesir harus dibunuh.

Didalam Kitab “Al Atsaar Al Waaridah Annis Salafi al Yahuud fi Tafsiir Ath ThobariyJilid I halaman 38 karya Yusuf bin Hamuud Al Husyaan, dijelaskan bahwa keputusan Fir’aun itu kemudian diubah setelah adanya usulan dari orang-orang Bani Isro’iil; karena apabila keputusan Fir’aun itu dilaksanakan maka orang-orang Bani Isro’iil akan semakin musnah, sementara orang-orang Mesir masih membutuhkan tenaga-tenaga mereka (Bani Isro’iil) sebagai budak. Oleh karena itu Bani Isro’iil meminta agar janganlah seluruh bayi laki-laki Bani Isro’iil dibunuh. Dengan demikian diubahlah keputusan Fir’aun tersebut menjadi selama setahun pertama bayi laki-laki Bani Isro’iil yang terlahir harus dibunuh dan pada tahun berikutnya adalah tidak dibunuh, kemudian pada tahun ketiganya harus dibunuh dan pada tahun keempatnya tidak dibunuh dan demikian seterusnya silih berganti setiap tahunnya.

Harun (saudara Musa) terlahir pada tahun dimana diperbolehkan bayi laki-laki Bani Isro’iil untuk tidak dibunuh; sementara Musa عليه السلام terlahir pada tahun dimana bayi laki-laki Bani Isro’iil harus dibunuh. Sehingga Musa عليه السلام adalah yang termasuk dicari-cari untuk dibunuh. Namun Allooh سبحانه وتعالى menyelamatkan Musa عليه السلام, sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Qoshosh (28) ayat 3-13, sebagai bagian dari rencana Allooh سبحانه وتعالى untuk memberikan karunia dan pertolongan kepada orang-orang yang dilemahkan, diperbudak dan ditindas oleh Fir’aun:
نَتْلُوا عَلَيْكَ مِن نَّبَإِ مُوسَى وَفِرْعَوْنَ بِالْحَقِّ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ﴿٣﴾ إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعاً يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ ﴿٤﴾ وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ ﴿٥﴾ وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَنُرِي فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا مِنْهُم مَّا كَانُوا يَحْذَرُونَ ﴿٦﴾ وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ ﴿٧﴾ فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوّاً وَحَزَناً إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ ﴿٨﴾ وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ ﴿٩﴾ وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغاً إِن كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلَا أَن رَّبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ﴿١٠﴾ وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَن جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ ﴿١١﴾ وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِن قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ ﴿١٢﴾ فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٣﴾
Artinya:
(3) “Kami (Allooh) membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir`aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.
(4) Sesungguhnya Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir`aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
(5) Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi),
(6) dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir`aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu
(7) Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rosuul.
(8) Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir`aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir`aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.
(9) Dan berkatalah isteri Fir`aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfa`at kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari.
(10) Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allooh).
(11) Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia” Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,
(12) dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui (nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”.
(13) Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allooh itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

Demikianlah, dari ayat diatas dapatlah diketahui bahwa Nabi Musa عليه السلام yang dikala itu dicari-cari sebagai bayi laki-laki yang harus dibunuh, kemudian dihanyutkanlah ke Sungai Nil oleh orangtuanya agar terlepas dari pembunuhan Fir’aun. Kemudian Musa عليه السلام pun ditemukan oleh ‘Asiyah, istri Fir’aun, yang membawanya ke istana untuk diasuhnya sebagai anak dikarenakan ia sendiri belumlah memiliki anak keturunan. Ketika istri Fir’aun mencari seorang pengasuh untuk menyusui Musa عليه السلام, maka Allooh سبحانه وتعالى mengatur agar ibu Musa lah yang menjadi pengasuh baginya di istana Fir’aun. Demikianlah bentuk kasih sayang Allooh سبحانه وتعالى terhadap Nabi Musa عليه السلام dan ibunya.

Sungai Nil
Apakah Peran Nabi Musa عليه السلام?
Diantara tugas Nabi Musa عليه السلام adalah:
1. Mendakwahi Fir’aun agar ia masuk Islam.
2. Mendakwahi kaumnya (Bani Isro’iil) agar mereka beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى.
3. Menyelamatkan Bani Isro’iil dari perbudakan dan penindasan Fir’aun.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Asy-Syu’aroo’ (26) ayat 10-19 berikut ini:
وَإِذْ نَادَى رَبُّكَ مُوسَى أَنِ ائْتِ الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿١٠﴾ قَوْمَ فِرْعَوْنَ أَلَا يَتَّقُونَ ﴿١١﴾ قَالَ رَبِّ إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ ﴿١٢﴾ وَيَضِيقُ صَدْرِي وَلَا يَنطَلِقُ لِسَانِي فَأَرْسِلْ إِلَى هَارُونَ ﴿١٣﴾ وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنبٌ فَأَخَافُ أَن يَقْتُلُونِ ﴿١٤﴾ قَالَ كَلَّا فَاذْهَبَا بِآيَاتِنَا إِنَّا مَعَكُم مُّسْتَمِعُونَ ﴿١٥﴾ فَأْتِيَا فِرْعَوْنَ فَقُولَا إِنَّا رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦﴾ أَنْ أَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ ﴿١٧﴾ قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيداً وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ ﴿١٨﴾ وَفَعَلْتَ فَعْلَتَكَ الَّتِي فَعَلْتَ وَأَنتَ مِنَ الْكَافِرِينَ ﴿١٩﴾
Artinya:
(10) Dan (ingatlah) ketika Robb-mu menyeru Musa (dengan firman-Nya): “Datangilah kaum yang dzolim itu,
(11) (yaitu) kaum Fir`aun. Mengapa mereka tidak bertaqwa?”
(12) Berkata Musa: “Ya Robb-ku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku.
(13) Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun.
(14) Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku”.
(15) Allooh berfirman: “Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mu`jizat-mu`jizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan),
(16) Maka datanglah kamu berdua kepada Fir`aun dan katakanlah olehmu: “Sesungguhnya kami adalah rosuul Robb semesta alam,
(17) lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami”.
(18) Fir`aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.
(19) dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang kaafir (tidak membalas guna)“.

Perhatikanlah betapa didalam QS.Asy-Syu’aroo’ (26) ayat 19 diatas, Nabi Musa عليه السلام dikatakan kaafir oleh Fir’aun; dikarenakan Fir’aun menganggap dirinya sebagai Tuhan. Padahal Nabi Musa عليه السلام adalah rosuul utusan Allooh سبحانه وتعالى, tetapi Fir’aun menganggap bahwa Nabi Musa عليه السلام justru telah kaafir terhadap Fir’aun.

Hendaknya ayat ini menjadi pelajaran bagi kaum Muslimin. Di zaman sekarang pun juga terjadi anggapan sedemikian itu. Menurut versi orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang tidak suka kepada Islam; maka mereka menganggap bahwa orang-orang Islam itu adalah teroris, perampok dan pembunuh. Hal ini dikarenakan didalam setiap peperangan antara kaum Muslimin dengan mereka, dikala kaum Muslimin yang memperoleh kemenangan maka harta mereka pun menjadi “harta rampasan” (ghoniimah) bagi kaum Muslimin yang akan dibagikan kepada seluruh tentara Muslim yang ikut berperang. Jika yang demikian itu dikatakan “perampasan”, maka hal itu adalah wajar, karena ditinjau dari versi pandangan orang-orang kaafir terhadap kaum Muslimin. Kalau dikatakan bahwa kaum Muslimin didalam peperangan sebagai pembunuh, maka itu pun wajar karena itu ditinjau dari versi pandangan orang-orang kaafir terhadap kaum Muslimin. Sementara menurut versi pandangan kaum Muslimin, membunuh didalam suatu peperangan untuk menegakkan Laa Ilaaha Ilallooh adalah sebagai Jihad fisabiilillah.

Oleh karena itu, sebagaimana Nabi Musa عليه السلام dikatakan kaafir oleh Fir’aun; padahal justru Nabi Musa عليه السلام itu tidak hanya ia seorang Muslim, melainkan juga adalah seorang Rosuul utusan Allooh سبحانه وتعالى (dan yang kaafir sesungguhnya adalah Fir’aun, karena ia kaafir terhadap Allooh سبحانه وتعالى); maka sebagaimana itu pula kaum Muslimin di zaman sekarang dituduh dengan julukan yang seram-seram seperti “teroris” dan sebagainya. Padahal apabila diperhatikan didalam kenyataannya justru betapa banyak kaum Muslimin di berbagai belahan dunia seperti Palestina dan sebagainya yang diteror, diusir dari tempat-tempat tinggalnya dan dibunuh oleh orang-orang kaafir.
Hendaknya hal ini dicamkan oleh kaum Muslimin agar jangan mudah terprovokasi oleh berbagai berita yang beredar di media massa. Hendaklah dicermati dengan seksama, siapakah yang menjadi sumber berita tersebut.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Hujuroot (49) ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Dari ayat diatas dapatlah diambil pelajaran bahwa apabila yang membawa berita itu adalah orang fasiq maka harus diperiksa terlebih dahulu kebenaran beritanya. Apalagi kalau berita itu datang dari orang kaafir, tentulah lebih perlu untuk dicek kebenaran beritanya. Kaum Muslimin di tengah-tengah masyarakat, terkadang tidak bisa memilah-milah kabar (berita) itu datangnya dari pihak siapa. Semestinya, kalaulah berita itu datang dari Muslimun atau Mustaqiim (orang yang ber-‘aqidah Islam serta orang-orang yang berpihak pada Islam), maka barulah pemberitaan itu bisa diterima atau dibenarkan. Tetapi apabila berita itu datang dari orang Munaafiq, orang Fasiq (orang-orang yang menjadi mata-mata bagi orang-orang Kaafir dengan mencari-cari berita dari pihak kaum Muslimin untuk kemudian informasi itu diberikan kepada orang-orang kaafir agar mereka memerangi kaum Muslimin), apalagi apabila berita itu datang langsung dari orang kaafir maka hendaklah kaum Muslimin berhati-hati.

Berita dari orang fasiq saja tidak bisa dibenarkan, apalagi bila datangnya jelas-jelas langsung dari orang kaafir. Hanya ironisnya kaum Muslimin hampir tidaklah sebanding sumber pemberitaannya, karena kaum Muslimin hampir tidak (atau sangat sedikit) memiliki sumber pemberitaan yang “valid” dalam skala internasional. Selalu saja sumber berita itu adalah datangnya dari Yahudi maupun Nasrani, seperti CNN, BBC, UPI, Reuter, dan lain-lain; atau juga bila diperhatikan maka media-media massa lokal (baik televisi, radio, internet dan sebagainya) yang berskala jaringan yang luas maka kebanyakan pemegang saham mereka adalah bersumber dari pihak Yahudi maupun Nasrani. Oleh karena itu wajar saja apabila datangnya berita kepada kaum Muslimin itu adalah persis seperti julukan Fir’aun terhadap Nabi Musa عليه السلام, dimana kaum Muslimin lah yang dituduh sebagai “teroris” dan sebagainya.

Hendaknya kaum Muslimin harus bisa meng-counter dan mem-filter dirinya sendiri, sehingga janganlah menjadi korban dari pemberitaan yang merupakan suatu syubhat yang pada akhirnya adalah bertujuan agar kaum Muslimin itu menjauh dari dienul Islam dan terkena virus Islamophobia.
Kembali kepada bahasan kita mengenai Nabi Musa عليه السلام dan Fir’aun, maka dapatlah dipelajari bahwa dewan penasehat Fir’aun yang sangat besar pengaruhnya di Mesir saat itu adalah para ahli sihir Fir’aun. Oleh karena itu Allooh سبحانه وتعالى membekali Nabi Musa dengan mu’jizat-mu’jizat yang dapat mengalahkan para ahli sihir Fir’aun.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Qoshosh (28) ayat 30-35 berikut ini:
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِي مِن شَاطِئِ الْوَادِي الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَن يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ ﴿٣٠﴾ وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِراً وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ ﴿٣١﴾ اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاء مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِن رَّبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْماً فَاسِقِينَ ﴿٣٢﴾ قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْساً فَأَخَافُ أَن يَقْتُلُونِ ﴿٣٣﴾ وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ ﴿٣٤﴾ قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطَاناً فَلَا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ ﴿٣٥﴾
Artinya:
(30) Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allooh, Robb semesta alam,
(31) dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa, datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.
(32) Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia ke luar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)-mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mu`jizat dari Robb-mu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir`aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasiq”.
(33) Musa berkata: “Ya Robbku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.
(34) Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)-ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”.
(35) Allooh berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mu`jizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang“.

Mesir Kuno dan para Fir’aunnya adalah salah satu peradaban tertua di dunia dan juga yang paling penindas. Betapa banyak nyawa ratusan ribu budak dikorbankan untuk membangun monumen-monumen mereka yang megah seperti piramid, sphinx dan obelisk. Hal itu dikarenakan Fir’aun ingin direpresentasikan sebagai dewa atau tuhan yang disembah oleh manusia.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Qoshosh (28) ayat 36-39 berikut ini:
فَلَمَّا جَاءهُم مُّوسَى بِآيَاتِنَا بَيِّنَاتٍ قَالُوا مَا هَذَا إِلَّا سِحْرٌ مُّفْتَرًى وَمَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ ﴿٣٦﴾ وَقَالَ مُوسَى رَبِّي أَعْلَمُ بِمَن جَاء بِالْهُدَى مِنْ عِندِهِ وَمَن تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ ﴿٣٧﴾ وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَل لِّي صَرْحاً لَّعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ ﴿٣٨﴾ وَاسْتَكْبَرَ هُوَ وَجُنُودُهُ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ إِلَيْنَا لَا يُرْجَعُونَ ﴿٣٩﴾
Artinya:
(36) Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mu`jizat-mu`jizat Kami yang nyata, mereka berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu”.
(37) Musa menjawab: “Robb-ku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang dzolim”.
(38) Dan berkata Fir`aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”.
(39) Dan berlaku angkuhlah Fir`aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami.
Juga perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Asy-Syu’aroo’ (26) ayat 23-51 berikut ini:
قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ ﴿٢٣﴾ قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إن كُنتُم مُّوقِنِينَ ﴿٢٤﴾ قَالَ لِمَنْ حَوْلَهُ أَلَا تَسْتَمِعُونَ ﴿٢٥﴾ قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ ﴿٢٦﴾ قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ الَّذِي أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ لَمَجْنُونٌ ﴿٢٧﴾ قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ ﴿٢٨﴾ قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهاً غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ ﴿٢٩﴾ قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكَ بِشَيْءٍ مُّبِينٍ ﴿٣٠﴾ قَالَ فَأْتِ بِهِ إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ ﴿٣١﴾ فَأَلْقَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ ثُعْبَانٌ مُّبِينٌ ﴿٣٢﴾ وَنَزَعَ يَدَهُ فَإِذَا هِيَ بَيْضَاء لِلنَّاظِرِينَ ﴿٣٣﴾ قَالَ لِلْمَلَإِ حَوْلَهُ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ ﴿٣٤﴾ يُرِيدُ أَن يُخْرِجَكُم مِّنْ أَرْضِكُم بِسِحْرِهِ فَمَاذَا تَأْمُرُونَ ﴿٣٥﴾ قَالُوا أَرْجِهِ وَأَخَاهُ وَابْعَثْ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ ﴿٣٦﴾ يَأْتُوكَ بِكُلِّ سَحَّارٍ عَلِيمٍ ﴿٣٧﴾ فَجُمِعَ السَّحَرَةُ لِمِيقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُومٍ ﴿٣٨﴾ وَقِيلَ لِلنَّاسِ هَلْ أَنتُم مُّجْتَمِعُونَ ﴿٣٩﴾ لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ السَّحَرَةَ إِن كَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ ﴿٤٠﴾ فَلَمَّا جَاء السَّحَرَةُ قَالُوا لِفِرْعَوْنَ أَئِنَّ لَنَا لَأَجْراً إِن كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ ﴿٤١﴾ قَالَ نَعَمْ وَإِنَّكُمْ إِذاً لَّمِنَ الْمُقَرَّبِينَ ﴿٤٢﴾ قَالَ لَهُم مُّوسَى أَلْقُوا مَا أَنتُم مُّلْقُونَ ﴿٤٣﴾ فَأَلْقَوْا حِبَالَهُمْ وَعِصِيَّهُمْ وَقَالُوا بِعِزَّةِ فِرْعَوْنَ إِنَّا لَنَحْنُ الْغَالِبُونَ ﴿٤٤﴾ فَأَلْقَى مُوسَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ ﴿٤٥﴾ فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ ﴿٤٦﴾ قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٤٧﴾ رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ ﴿٤٨﴾ قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٤٩﴾ قَالُوا لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنقَلِبُونَ ﴿٥٠﴾ إِنَّا نَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَن كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٥١﴾
Artinya:
(23) Fir`aun bertanya: “Siapa Robb semesta alam itu?”
(24) Musa menjawab: “Robb Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya. (Itulah Robb-mu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”.
(25) Berkata Fir`aun kepada orang-orang sekelilingnya: “Apakah kamu tidak mendengarkan?”
(26) Musa berkata (pula): “Robb kamu dan Robb nenek-nenek moyang kamu yang dahulu”.
(27) Fir`aun berkata: “Sesungguhnya Rosuulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila”.
(28) Musa berkata: “Robb yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Robb-mu) jika kamu mempergunakan akal”.
(29) Fir`aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”.
(30) Musa berkata: “Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?”
(31) Fir`aun berkata: “Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar”.
(32) Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata.
(33) Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya.
(34) Fir`aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya: Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai,
(35) ia hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri dengan sihirnya; maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?”
(36) Mereka menjawab: “Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir),
(37) niscaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu’.
(38) Lalu dikumpulkanlah ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang ma`lum,
(39) dan dikatakan kepada orang banyak: “Berkumpullah kamu sekalian.
(40) semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang”
(41) Maka tatkala ahli-ahli sihir datang, mereka bertanya kepada Fir`aun: “Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami adalah orang-orang yang menang?”
(42) Fir`aun menjawab: “Ya, kalau demikian, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan (kepadaku)”.
(43) Berkatalah Musa kepada mereka: “Lemparkanlah apa yang hendak kamu Lemparkan”.
(44) Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka dan berkata: “Demi kekuasaan Fir`aun, sesungguhnya kami benar-benar akan menang”.
(45) Kemudian Musa melemparkan tongkatnya maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu.
(46) Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allooh).
(47) mereka berkata: “Kami beriman kepada Robb semesta alam,
(48) (yaitu) Robb Musa dan Harun”.
(49) Fir`aun berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya”.
(50) Mereka berkata: “Tidak ada kemudharatan (bagi kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Robb kami,
(51) sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Robb kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah orang-orang yang pertama-tama beriman”.

Namun karena kesombongannya, Fir’aun tetap menolak dakwah Nabi Musa عليه السلام; bahkan Fir’aun dengan murkanya menghukum dan membunuh diantara kalangan para ahli sihir bahkan istrinya sendiri (‘Asiyah) yang mereka itu menjadi beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى setelah menyaksikan mu’jizat yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada Nabi Musa عليه السلام. Oleh karena itu, Allooh سبحانه وتعالى pun menurunkan hukuman-Nya terhadap Fir’aun dengan menenggelamkannya beserta bala tentaranya di Laut Merah dan mengabadikan jasad Fir’aun sebagai pelajaran bagi orang-orang sesudahnya.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Thoohaa (20) ayat 77-79 berikut ini:
وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقاً فِي الْبَحْرِ يَبَساً لَّا تَخَافُ دَرَكاً وَلَا تَخْشَى ﴿٧٧﴾ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ فَغَشِيَهُم مِّنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ ﴿٧٨﴾ وَأَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهُ وَمَا هَدَى ﴿٧٩﴾
Artinya:
(77) “Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Isroil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”.
(78) Maka Fir`aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.
(79) Dan Fir`aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.”
Juga firman-Nya dalam QS. Yunus (10) ayat 90-92 :
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْياً وَعَدْواً حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لا إِلِـهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٩٠﴾ آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ ﴿٩١﴾ فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ ﴿٩٢﴾
Artinya:
(90) “Dan Kami memungkinkan Bani Isroil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allooh)”.
(91) Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
(92) Maka pada hari ini Kami selamatkan badan (jasad)-mu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.

Saat ini mumi Fir’aun disimpan di Museum Nasional Tahrir di Kairo, Mesir. Bahkan seorang Arkeolog bernama Ron Wyatt pada ahir tahun 1988 silam mengklaim bahwa dirinya telah menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur kuno didasar Laut Merah. Menurutnya, mungkin ini merupakan bangkai kereta tempur Fir’aun yang tenggelam dilautan tersebut saat digunakan untuk mengejar Nabi Musa عليه السلام bersama para pengikutnya.

Peta eksodus Nabi Musa عليه السلام di Laut Merah
Wadi Watir yang merupakan satu-satunya jalan masuk menuju ke pantai Laut Merah
Roda kereta tempur kuno ditemukan di dasar Laut Merah

Sikap Bani Isro’iil Setelah Diselamatkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dari Penindasan Fir’aun
Semestinya Bani Isro’iil bersyukur kepada Allooh سبحانه وتعالى, setelah diselamatkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dari penindasan Fir’aun; namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka (Bani Isro’iil) bahkan menyelisihi ajaran Tauhid yang dibawa Nabi Musa عليه السلام.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al A’roof (7) ayat 128-140 berikut ini:
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللّهِ وَاصْبِرُواْ إِنَّ الأَرْضَ لِلّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٢٨﴾ قَالُواْ أُوذِينَا مِن قَبْلِ أَن تَأْتِينَا وَمِن بَعْدِ مَا جِئْتَنَا قَالَ عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الأَرْضِ فَيَنظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ ﴿١٢٩﴾ وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَونَ بِالسِّنِينَ وَنَقْصٍ مِّن الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ ﴿١٣٠﴾ فَإِذَا جَاءتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُواْ لَنَا هَـذِهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَى وَمَن مَّعَهُ أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿١٣١﴾ وَقَالُواْ مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِ مِن آيَةٍ لِّتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ ﴿١٣٢﴾ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُّفَصَّلاَتٍ فَاسْتَكْبَرُواْ وَكَانُواْ قَوْماً مُّجْرِمِينَ ﴿١٣٣﴾ وَلَمَّا وَقَعَ عَلَيْهِمُ الرِّجْزُ قَالُواْ يَا مُوسَى ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِندَكَ لَئِن كَشَفْتَ عَنَّا الرِّجْزَ لَنُؤْمِنَنَّ لَكَ وَلَنُرْسِلَنَّ مَعَكَ بَنِي إِسْرَائِيلَ ﴿١٣٤﴾ فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُمُ الرِّجْزَ إِلَى أَجَلٍ هُم بَالِغُوهُ إِذَا هُمْ يَنكُثُونَ ﴿١٣٥﴾ فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَكَانُواْ عَنْهَا غَافِلِينَ ﴿١٣٦﴾ وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُواْ يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُواْ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُواْ يَعْرِشُونَ ﴿١٣٧﴾ وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْاْ عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَّهُمْ قَالُواْ يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَـهاً كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ ﴿١٣٨﴾ إِنَّ هَـؤُلاء مُتَبَّرٌ مَّا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿١٣٩﴾ قَالَ أَغَيْرَ اللّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَـهاً وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ ﴿١٤٠﴾
Artinya:
(128) Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allooh dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allooh; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa”.
(129) Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Fir`aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang”. Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allooh membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi (Nya), maka Allooh akan melihat bagaimana perbuatanmu.
(130) Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir`aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.
(131) Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allooh, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(132) Mereka berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu”.
(133) Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.
(134) Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: “Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Robb-mu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allooh ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan adzab itu daripada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Isroil pergi bersamamu”.
(135) Maka setelah kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya.
(136) Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu.
(137) Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Robb-mu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Isroil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir`aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.
(138) Dan Kami seberangkan Bani Isroil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Isroil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh (tidak mengetahui sifat-sifat Allooh)”.
(139) Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
(140) Musa menjawab: “Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allooh, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.
 
Sesungguhnya apabila Bani Isro’iil mengikuti ajaran Tauhid yang diwariskan oleh Nabi Ibrohim, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub dan Nabi Musa عليهم السلام, tentunya mereka hanya akan beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى semata. Namun sayangnya, ketika mereka berpindah ke Mesir dan dikala itu orang-orang Mesir adalah penyembah berhala (Paganisme), maka paganisme itu pun mempengaruhi keyakinan mereka dan menyebabkan lunturnya keimanan mereka.

Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh Bani Isro’iil terhadap Nabi Musa عليه السلام, sebagaimana hal ini diberitakan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam firman-Nya pada QS. Al Baqoroh (2) ayat 55 berikut ini:
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allooh dengan terang“, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.”

Jadi Bani Isro’iil dikala itu telah terpengaruh oleh kebudayaan Mesir sehingga memiliki kecenderungan untuk menyembah benda nyata yang dapat mereka lihat, sebagaimana yang terdapat pada penyembahan berhala (paganisme) bangsa Mesir.

Walau telah diperingatkan oleh Nabi Musa عليه السلام, Bani Isro’iil tetap berada dalam penentangan mereka terhadap ajaran Tauhid yang didakwahkan Nabi Musa عليه السلام. Dan ketika Nabi Musa عليه السلام meninggalkan mereka untuk mendaki Gunung Sinai seorang diri, maka dengan memanfaatkan ketiadaan Nabi Musa عليه السلام, muncullah seorang bernama Samiri yang semakin mempengaruhi Bani Isro’iil dengan kecenderungan mereka terhadap keberhalaan (paganisme), dan bahkan membujuk mereka untuk membuat patung seekor anak sapi serta menyembahnya.

Gunung Sinai (Sumber Foto: http://wyattmuseum.com/mount-sinai.htm)

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Thoohaa (20) ayat 80-98 berikut ini:
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ قَدْ أَنجَيْنَاكُم مِّنْ عَدُوِّكُمْ وَوَاعَدْنَاكُمْ جَانِبَ الطُّورِ الْأَيْمَنَ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى ﴿٨٠﴾ كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي وَمَن يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى ﴿٨١﴾ وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى ﴿٨٢﴾ وَمَا أَعْجَلَكَ عَن قَوْمِكَ يَا مُوسَى ﴿٨٣﴾ قَالَ هُمْ أُولَاء عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى ﴿٨٤﴾ قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِن بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ ﴿٨٥﴾ فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفاً قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْداً حَسَناً أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدتُّمْ أَن يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِّن رَّبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُم مَّوْعِدِي ﴿٨٦﴾ قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَاراً مِّن زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ ﴿٨٧﴾ فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلاً جَسَداً لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ ﴿٨٨﴾ أَفَلَا يَرَوْنَ أَلَّا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلاً وَلَا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرّاً وَلَا نَفْعاً ﴿٨٩﴾ وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِن قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنتُم بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي ﴿٩٠﴾ قَالُوا لَن نَّبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى ﴿٩١﴾ قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا ﴿٩٢﴾ أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي ﴿٩٣﴾ قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي ﴿٩٤﴾ قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يَا سَامِرِيُّ ﴿٩٥﴾ قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِّنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي ﴿٩٦﴾ قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَن تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِداً لَّنْ تُخْلَفَهُ وَانظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفاً لَّنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفاً ﴿٩٧﴾ إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً ﴿٩٨﴾
Artinya:
(80) Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu (Gunung Sinai) dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwa.
(81) Makanlah di antara rizqi yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.
(82) Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shoolih, kemudian tetap di jalan yang benar.
(83) Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?
(84) Berkata Musa: “Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Robb-ku, agar supaya Engkau ridho (kepadaku)”.
(85) Allooh berfirman: “Maka sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.
(86) Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Hai kaumku, bukankah Robb-mu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Robb-mu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?”
(87) Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”,
(88) kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”.
(89) Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?
(90) Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Robb-mu ialah (Allooh) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan ta`atilah perintahku”.
(91) Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami.
(92) Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,
(93) (sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”
(94) Harun menjawab: “Hai putera ibuku janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Isroil dan kamu tidak memelihara amanatku”.
(95) Berkata Musa: “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?”
(96) Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rosuul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”.
(97) Berkata Musa: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: “Janganlah menyentuh (aku)”. Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).
(98) Sesungguhnya Robb-mu hanyalah Allooh, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu”.

Patung anak sapi emas yang disembah Bani Isro’iil dikala Musa berada di Gunung Sinai, sebenarnya adalah tiruan dari berhala Mesir, yakni Hathor dan Apis.
Berhala Mesir Kuno: Hathor
Berhala Mesir Kuno : Apis

Demikianlah, sesungguhnya apabila Bani Isro’iil beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka mereka berhak mendapatkan pahala dari-Nya serta tiadalah mereka akan ditimpa rasa takut dan rasa sedih, sebagaimana hal ini difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 62-66 berikut ini:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٦٢﴾ وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُواْ مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُواْ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿٦٣﴾ ثُمَّ تَوَلَّيْتُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنتُم مِّنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٦٤﴾ وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَواْ مِنكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُواْ قِرَدَةً خَاسِئِينَ ﴿٦٥﴾ فَجَعَلْنَاهَا نَكَالاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٦٦﴾
Artinya:
(62) Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allooh, hari kemudian dan beramal shoolih, mereka akan menerima pahala dari Robb mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(63) Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa”.
(64) Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allooh dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi.
(65) Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”.
(66) Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Namun sayangnya, ajaran Tauhid Nabi Musa عليه السلام dalam fase-fase berikutnya semakin banyak diselewengkan oleh Bani Isro’iil yang terpengaruh dengan ajaran Mesir Kuno, sehingga berakibat terbentuknya orang-orang Yahudi dengan karakter semakin menyimpang dari Tauhid; dan ini terus berkembang hingga terbentuknya Ordo-Ordo Templar, Freemasonry, Zionisme dan sebagainya di zaman kita sekarang ini. Bahkan Taurat yang diturunkan oleh Allooh سبحانه وتعالى kepada Nabi Musa عليه السلام pun telah banyak dicampur adukkan dengan kebaathilan, sehingga tidaklah sesuai lagi dengan yang aslinya. Muncullah ajaran Kaballa, Talmud dan sebagainya yang insya Allooh akan kita bahas satu per satu dalam kajian-kajian mendatang.
Mudah-mudahan kaum Muslimin dapat mengambil pelajaran agar senantiasa berpedoman pada Al Qur’an dan As Sunnah yang shohiihah, dan menjauhkan diri daripada Bid’ah yang merupakan bentuk penyelisihan terhadap tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; agar janganlah kaum Muslimin mengalami keadaan sebagaimana yang dialami oleh Bani Isro’iil yang mendapatkan petaka dan kemurkaan Allooh سبحانه وتعالى akibat meninggalkan tuntunan para nabinya serta menyelisihi ajaran-Nya. Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى adalah Maha Berkuasa.

TANYA JAWAB

Pertanyaan:
1. Disebutkan didalam Hadits bahwa hancurnya suatu kaum adalah karena mereka banyak bertanya yang sifatnya “ngeyel” (untuk berbantah-bantahan semata). Bagaimanakah membedakan antara bertanya yang memang dalam rangka untuk mendapatkan penjelasan dengan bertanya yang bersifat “ngeyel” tersebut?
2. Saya pernah mendengar dalam suatu ceramah bahwa ada orang ‘alim yang bermimpi melihat Allooh سبحانه وتعالى. Dan mimpinya itu terjadi bahkan sampai dengan 99 (sembilan puluh sembilah) kali. Benarkah mimpi yang demikian itu?

Jawaban:
1. Pertanyaan itu ada 2 (dua) macam, yakni:
a) Pertanyaan yang bermakna mempersulit, menguji, membuat fitnah; maka pertanyaan yang demikian itu adalah dilarang oleh Allooh سبحانه وتعالى dan juga oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa-idah (5) ayat 101-102:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَسْأَلُواْ عَنْ أَشْيَاء إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِن تَسْأَلُواْ عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللّهُ عَنْهَا وَاللّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ ﴿١٠١﴾ قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِّن قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُواْ بِهَا كَافِرِينَ ﴿١٠٢﴾
Artinya:
(101) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema`afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
(102) Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya.
Dan dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 10260, dishohiihkan oleh Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melarangnya dengan sabdanya:
ذروني ما تركتكم فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة سؤالهم واختلافهم على أنبيائهم
      Artinya:
Biarkanlah apa yang kutinggalkan pada kalian, sungguh binasanya orang-orang sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan menyelisihi nabi mereka.”
b) Pertanyaan yang bermakna membuat paham, dimana seseorang yang bertanya itu dapat menjadi jelas dan paham; maka pertanyaan yang demikian itu justru dianjurkan bahkan diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nahl (16) ayat 43:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Dalam Hadits banyak sekali kita temukan dimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberikan transformasi ilmu dan pendidikan kepada para Shohabatnya melalui proses tanya jawab. Sebagaimana contohnya dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 39, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه bahwa:
أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ  تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Artinya:
Salah Seorang Shohabat bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Islam manakah yang paling baik?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Engkau memberi makan pada orang, engkau memberi salam pada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.”

2. Yang benar adalah Allooh سبحانه وتعالى tidak bisa dilihat di dunia, tetapi akan bisa dilihat di Akhirat kelak bagi orang-orang yang beriman. Demikian yang menjadi ‘Aqiidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Bahkan merupakan kenikmatan paling tinggi bagi seorang mu’min adalah melihat Allooh سبحانه وتعالى kelak di Akhirat. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2235, dan Imaam At Turmudzy mengatakan bahwa Hadits ini Hasaanun Shohiih dan Hadits ini juga dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat ‘Amr bin Tsabit رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda berkenaan dengan Fitnah Dajjal yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memperingatkan ummatnya agar berlindung daripadanya:
أنه لن يرى أحد منكم ربه حتى يموت
Artinya:
Sesungguhnya seorang dari kalian tidak akan melihat tuhannya (Allooh) sehingga dia mati…..”
Adapun orang yang menyatakan melihat Allooh سبحانه وتعالى sampai dengan 99 kali didalam mimpinya, maka hendaklah hal tersebut tidak perlu kita percayai.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 20 Dzulqo’dah 1432 H -  17 Oktober 2011

http://ustadzrofii.wordpress.com/2011/12/23/nabi-musa-dan-bani-isroiil/

Asal Usul Yahudi : Nabi Musa dan Bani Isro’iil

ASAL USUL YAHUDI (BAGIAN-4) :
NABI DAAWUUD, NABI SULAIMAN
DAN BANI ISRO’IIL
Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.M.Mpd.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Dalam kajian yang lalu telah dibahas bahwa pada abad 17 SM (Sebelum Masehi), Nabi Yusuf عليه السلام membawa seluruh keluarganya (Nabi Ya’qub عليه السلام, kakak-kakaknya maupun adiknya Bunyamin) untuk pindah ke Mesir dari negeri mereka Kan’aan.

Kemudian pada abad 14 atau 13 SM, ketika Bani Isro’iil mengalami penindasan Fir’aun di Mesir, maka Allooh سبحانه وتعالى pun mengutus Nabi Musa عليه السلام untuk menyelamatkan Bani Isro’iil dari perbudakan Fir’aun tersebut dan pada akhirmnya membawa mereka kembali ke negeri Kan’aan.
Kemudian pada sekitar abad 11 SM, Allooh سبحانه وتعالى mengutus salah seorang Rosuul-Nya lagi yakni Nabi Daawuud عليه السلام terhadap Bani Isro’iil. Dan setelah Nabi Daawuud عليه السلام wafat pada abad 10 SM, maka dakwah terhadap Bani Isro’iil dilanjutkan oleh putra Nabi Daawud عليه السلام yang bernama Nabi Sulaiman عليه السلام.

Masa inilah yang akan kita telaah dalam kajian kita kali ini, berdasarkan tinjauan Wahyu Al Qur’an  yang telah Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada kita melalui firman-firman-Nya.

Nabi Daawuud عليه السلام adalah seorang Nabi dan sekaligus seorang Penguasa (Raja) yang Allooh سبحانه وتعالى pilih untuk terus menyampaikan dakwah tauhiid terhadap kaum Bani Isro’iil. Wilayah kekuasaan pada masa Nabi Daawuud عليه السلام adalah berukuran sekitar 120 mil (panjang) dan 60 mil (lebar) (– yang sebetulnya tidaklah terlalu luas wilayah kerajaannya –), terbentang dari Sungai Eufrat (dalam bahasa Arab disebut: Furot (الفرات) di kawasan Babylonia (Iraq), hingga ke Sungai Nil di Mesir.


Sungai Eufrat di kawasan Babylonia (– sekarang adalah Iraq –)

Terhadap hamba-Nya yang shoolih, Nabi Daawuud عليه السلام, Allooh سبحانه وتعالى memberikan kepadanya berbagai keutamaan antara lain adalah menurunkan Kitab Zabuur kepadanya, memberinya kebijaksanaan untuk memutuskan perkara dengan keadilan, memiliki suara tasbih (yang merdu) yang menjadikan gunung-gunung dan burung-burung tunduk turut bertasbih bersamanya, dan mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk mematahkan, membengkokkan besi serta kemampuan membuat baju-baju besi untuk berperang.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Shood (38) ayat 17-20 sebagai berikut:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ ﴿١٧﴾ إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ ﴿١٨﴾ وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَّهُ أَوَّابٌ ﴿١٩﴾ وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ ﴿٢٠﴾
Artinya:
(17) …dan ingatlah hamba Kami Daawuud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Robb-nya).
(18) Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daawuud) di waktu petang dan pagi,
(19) dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat ta`at kepada Allooh.
(20) Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.

Juga firman-Nya dalam QS. Saba’ (34) ayat 10-11 berikut ini:
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلاً يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ ﴿١٠﴾ أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿١١﴾
Artinya:
(10) Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daawuud karunia dari Kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daawuud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
(11) (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shoolih. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.

Nabi Daawuud عليه السلام banyak menyertai tentara Bani Isro’iil di bawah pimpinan Thoolut melawan seorang raja yang bengis yang bernama Jaaluut (Goliath). Nabi Daawuud عليه السلامlah yang berhasil membunuh Jaaluut.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Baqoroh (2) ayat 246-251:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإِ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُواْ لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكاً نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ تُقَاتِلُواْ قَالُواْ وَمَا لَنَا أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَآئِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْاْ إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ ﴿٢٤٦﴾ وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكاً قَالُوَاْ أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٤٧﴾ وَقَالَ لَهُمْ نِبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَن يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلآئِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٢٤٨﴾ فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللّهَ مُبْتَلِيكُم بِنَهَرٍ فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَن لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلاَّ مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ فَشَرِبُواْ مِنْهُ إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ قَالُواْ لاَ طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنودِهِ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو اللّهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللّهِ وَاللّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿٢٤٩﴾ وَلَمَّا بَرَزُواْ لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُواْ رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْراً وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٥٠﴾ فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الأَرْضُ وَلَـكِنَّ اللّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ ﴿٢٥١﴾
Artinya:
(246) Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Isro’iil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allooh”.
Nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.” 

Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allooh, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?”
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allooh Maha Mengetahui orang-orang yang dzolim.
(247) Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allooh telah mengangkat Thoolut menjadi rajamu”. 

Mereka menjawab: “Bagaimana Thoolut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak?”
(Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allooh telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”
Allooh memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allooh Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.

(248) Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Robb-mu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.

(249) Maka tatkala Thoolut keluar membawa tentaranya, ia berkata: “Sesungguhnya Allooh akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka ia adalah pengikutku.”

Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thoolut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jaaluut dan tentaranya.”
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allooh berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allooh. Dan Allooh beserta orang-orang yang sabar.”
(250) Tatkala mereka nampak oleh Jaaluut dan tentaranya, mereka pun (Thoolut dan tentaranya) berdo`a: “Ya Robb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kaafir”.

(251) Mereka (tentara Thoolut) mengalahkan tentara Jaaluut dengan izin Allooh dan (dalam peperangan itu) Daawuud membunuh Jaaluut, kemudian Allooh memberikan kepadanya (Daawuud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thoolut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allooh tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allooh mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.

Dan setelah mendapatkan kemenangan, maka Nabi Daawuud عليه السلام dinikahkan dengan putri Thoolut, yang dari pernikahan tersebut akan terlahir Nabi Sulaiman عليه السلام.
Jasa Nabi Daawuud عليه السلام, selain daripada membantu Thoolut mengalahkan Jaaluut; adalah beliau عليه السلام membangun Baitul Maqdis. Tetapi karena Nabi Daawuud عليه السلام sibuk dalam peperangan, maka beliau عليه السلام wafat sebelum Baitul Maqdis tuntas dibangun, sehingga penyelesaiannya pun diwariskan kepada putranya yakni Nabi Sulaiman عليه السلام.

Pada masa Nabi Sulaiman عليه السلام (sekitar abad 10 SM), diselesaikanlah pembangunan Baitul Maqdis yang kemudian dikenal dengan sebutan Haikal Sulaiman.

Sebagaimana telah kita bahas dalam kajian lalu tentang “Nabi Musa عليه السلام dan Bani Isro’iil”, maka diantara kaum Bani Isro’iil, mereka itu ada yang telah terpengaruh oleh paganisme (penyembahan berhala) di Mesir, sehingga mereka berpaling dari ajaran tauhiid yang diserukan oleh para Nabi yakni Nabi Ibrohim, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub dan Nabi Musa عليهم السلام. Bahkan ketika mereka berada di kawasan Babylonia ini, mereka pun tak lepas bahkan bertambah-tambah kekufurannya dengan berbagai penyembahan berhala terhadap bintang-bintang dan juga berbagai ajaran sihir di negeri ini. Babylonia adalah negeri yang subur dan hijau serta makmur wilayahnya, tetapi disisi lain negeri ini pun adalah negeri yang subur, sangat rentan, dan mahir pula dalam dunia sihirnya.

Bagan Nasab Sihir Bani Isro’iil di Babylonia

Di Babylonia, kaum Bani Isro’iil menyembah bintang-bintang, dimana bintang-bintang tersebut dirumuskan dalam bentuk berhala-berhala. Apabila seorang Pengikut Tukang Sihir memiliki suatu keperluan, maka ia akan datang memintanya kepada Tukang Sihir; lalu si Tukang Sihir pun akan meneruskan permintaan tersebut kepada bintang-bintang melalui berhala mereka dengan memberikan suatu sesembahan (sesajen, wadal ataupun korban).

Dikala itu mereka mempercayai adanya Dewa Zahl (Zuhal) (– atau Saturnus –) yakni dewa mereka tempat meminta berbagai keperluan yang berkaitan dengan peperangan, kematian, ataupun perlindungan terhadap kejahatan. Sedangkan menurut keyakinan mereka, apabila mereka memiliki kebutuhan berkaitan dengan kilat, petir, penyakit ataupun perkara-perkara yang luar biasa; maka mereka mengadukannya kepada Dewa Al Maarikh (– atau Mars –).

Demikianlah kaum Bani Isro’iil berpaling dari ajaran tauhiid (monotheisme) kepada penyembahan berhala (polytheisme). Amatlah buruk sikap mereka itu meninggalkan seruan tauhiid para Nabi mereka. Padahal sesungguhnya, bintang-bintang itu hanyalah makhluk ciptaan Allooh سبحانه وتعالى.
Dan Allooh سبحانه وتعالى telah menjadikan Syaithoon dari kalangan Jin (– yang merupakan sekutu dari Tukang Sihir tersebut –) yang apabila mereka hendak mencuri berita dari langit maka mereka akan dilempari oleh bintang-bintang; sebagaimana difirmankan-Nya dalam QS Al Jinn ayat 8-9 berikut ini:
وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاء فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَساً شَدِيداً وَشُهُباً ﴿٨﴾ وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَن يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَاباً رَّصَداً ﴿٩﴾
Artinya
(8) dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api,
(9) dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api (bintang) yang mengintai (untuk membakarnya).

Pelajaran yang dapat diambil dari QS. Al Jinn ayat 9 diatas adalah bahwa sungguh merupakan suatu kejahilan (kebodohan) dan kesyirikan apabila manusia menyembah bintang-bintang, menjadikan bintang-bintang tersebut sebagai dewa-dewa dan tuhan-tuhan mereka, meminta ramalan nasib kepada bintang-bintang sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian manusia dengan berbagai media kesyirikan seperti: Zodiak, Shio, Kartu-kartu Tarot, Primbon dan sebagainya; padahal bintang-bintang tersebut hanyalah makhluk ciptaan Allooh سبحانه وتعالى, yang Allooh سبحانه وتعالى jadikan sebagai alat pelempar untuk membakar Syaithoon dari kalangan Jin yang hendak mencuri berita dari langit. Mengapa manusia meninggalkan penyembahan kepada Allooh سبحانه وتعالى? Allooh سبحانه وتعالى lah pemilik bintang-bintang tersebut. Mintalah pertolongan kepada Allooh سبحانه وتعالى, dan berlindunglah dari berbagai keburukan kepada-Nya pula. Itulah tauhiid.

Kartu Tarot
Shio
 
Zodiak

Kaitan bahasan kita tentang Nabi Daawuud عليه السلام dan Bani Isro’iil ini adalah perlunya kita ketahui bahwa orang Yahudi Bani Isro’iil membuat suatu klaim yang dusta terhadap Nabi Daawuud عليه السلام. Orang Yahudi menggunakan lambang Bintang David (Bintang Daawuud), sebagai simbol dalam berbagai praktek sihir, okultis ataupun ritual pemanggilan roh halus yang kerap mereka lakukan dan mereka menisbatkan simbol tersebut kepada Nabi Daawuud عليه السلام.

Simbol Bintang Daawuud (Bintang David)

Padahal Nabi Daawuud عليه السلام adalah penyeru ajaran Tauhiid dan dia adalah seorang Nabi yang shoolih yang taat pada Allooh سبحانه وتعالى, dan bukanlah seorang yang mengerjakan sihir (kaafir). Dan apabila ditelusuri dalam sejarah, sesungguhnya Bintang Hexagram ini adalah merupakan simbol yang digunakan oleh para Tukang Sihir, penghitung bintang di langit dan para “astronom” kuno yang berasal dari kebudayaan paganisme di Mesir maupun Babylonia.

Bintang Hexagram terlihat pada segel silinder Sumeria yang berasal dari abad 2500 SM (dipamerkan di Museum Vorderasiatisches, Berlin). Bintang Hexagram tersebut digunakan untuk astrologi (perbintangan) dan astronomi. 

Dan ada diantara kalangan orang Yahudi yang mencoba mengkaitkan hubungan antara Yahudi dengan Nabi Daawuud عليه السلام dengan penggunaan simbol Bintang Daawuud dimana Bintang Hexagram tersebut mengisyaratkan tentang 12 orang turunan Nabi Ya’qub عليه السلام.
Adapun kaitan antara Nabi Sulaiman عليه السلام dan Bani Isro’iil, adalah perlunya kita ketahui bahwa orang Yahudi Bani Isro’iil beranggapan bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام adalah penyihir yang sangat ulung pada masa jayanya, dikarenakan Nabi Sulaiman عليه السلام tidak hanya dapat berkuasa atas manusia, dan hewan tetapi juga dapat menundukkan jin-jin. Padahal anggapan tersebut sangatlah keliru. Nabi Sulaiman عليه السلام adalah seorang Nabi pengemban dakwah tauhiid, sangatlah jauh beliau عليه السلام dari dunia sihir. Semua ini Allooh سبحانه وتعالى jelaskan dalam berbagai firman-Nya berikut ini.

Perhatikanlah QS. An Naml (27) ayat 15-16 ini, dimana Allooh سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa kemampuan Nabi Sulaiman عليه السلام berbicara dan memahami bahasa hewan itu tidak lain adalah karunia Allooh سبحانه وتعالى semata-mata:
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْماً وَقَالَا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِّنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ ﴿١٥﴾ وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ ﴿١٦﴾
Artinya:
(15) Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daawuud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: Segala puji bagi Allooh yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman”.
(16) Dan Sulaiman telah mewarisi Daawuud, dan dia berkata: Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata.
Adapun kemampuan menaklukkan manusia, hewan dan jin itu pun adalah atas anugrah dan izin Allooh سبحانه وتعالى semata-mata terhadap Nabi Sulaiman عليه السلام, sebagaimana dijelaskan-Nya dalam QS. Saba’ (34) ayat 12-13:
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ ﴿١٢﴾ يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ ﴿١٣﴾
Artinya:
(12) “Dan Kami (Allooh) (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Robb-nya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.”
(13) Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daawuud untuk bersyukur (kepada Allooh). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”
Dan juga firman-Nya dalam QS. An Naml (27) ayat 16-19 berikut ini:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ ﴿١٦﴾ وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ ﴿١٧﴾ حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِي النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ ﴿١٨﴾ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكاً مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ ﴿١٩﴾
Artinya:
(16) Dan Sulaiman telah mewarisi Daawuud, dan dia berkata: “Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata“.
(17) Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).
(18) Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”;
(19) maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo`a: “Ya Robb-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni`mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shoolih yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shoolih“.

Bahkan Allooh سبحانه وتعالى pun menganugrahkan ilmu, hikmah dan kebijaksanaan kepada Nabi Sulaiman عليه السلام, sebagaimana hal itu telah Allooh سبحانه وتعالى berikan pula kepada bapaknya yakni Nabi Daawuud عليه السلام.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Anbiyaa (21) ayat 78-79 berikut ini:
وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ ﴿٧٨﴾ فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلّاً آتَيْنَا حُكْماً وَعِلْماً وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ ﴿٧٩﴾
Artinya:
(78) Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu,
(79) maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.

Lalu secara lebih tegas Allooh سبحانه وتعالى membantah klaim dusta orang Yahudi (Bani Isro’iil) yang mengkaitkan Nabi Sulaiman عليه السلام dengan dunia sihir dan pernyataan mereka bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام adalah penyihir yang ulung, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 101-102 berikut ini:
وَلَمَّا جَاءهُمْ رَسُولٌ مِّنْ عِندِ اللّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ كِتَابَ اللّهِ وَرَاء ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ ﴿١٠١﴾ وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ ﴿١٠٢﴾
Artinya:
(101) Dan setelah datang kepada mereka seorang Rosuul dari sisi Allooh yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allooh ke belakang (punggung)-nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allooh).
(102) Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaithoon-syaithoon pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaithoon-syaithoon itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”.
 
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allooh. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allooh) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”

Pelajaran yang dapat kita ambil dari QS. Al Baqoroh (2) ayat 101 diatas adalah bahwa Bani Isro’iil itu memiliki sifat berpaling dari perintah Allooh سبحانه وتعالى. Padahal mereka telah diberi Kitab Taurat dan diperintahkan untuk bertauhiid dan hanya menyembah Allooh سبحانه وتعالى, tetapi mereka bahkan membelakangi dan tidak mengacuhkan Kitab Taurat itu dan justru mengerjakan apa-apa yang dilarang oleh Allooh سبحانه وتعالى, antara lain adalah perkara sihir.

Oleh karena itu dalam menafsirkan Surat Al Faatihah, perhatikanlah QS. Al Faatihah (1) ayat 5-7 berikut ini:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾ اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
(5) Hanya kepada Engkau (Allooh) lah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
(6) Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(7) (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Para ‘Ulama Ahlus Sunnah menafsirkan “Maghduubi ‘alaihim (المَغضُوبِ عَلَيهِمْ)(orang-orang yang dimurkai atas mereka)” itu yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi (Bani Isro’iil) karena mereka telah diberi ilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Waladhdhoolliin” (وَلاَ الضَّالِّينَ)(orang-orang yang sesat) adalah orang-orang Nashroni, karena mereka itu beramal tanpa ilmu.

Dengan demikian hendaknya kaum Muslimin dapat memetik hikmah ini dengan menjauhi berbagai Bid’ah, dan berpedoman hanya pada Al Qur’an dan As Sunnah yang Shohiihah. Janganlah menjadi orang yang beramal tanpa ilmu sebagaimana orang-orang Nashroni, dan jangan pula menjadi seperti orang-orang Yahudi yang telah dianugrahi ilmu (dien) tetapi lalu tidak mengamalkan ilmu (dien)-nya, bahkan malah berpaling dari tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya. Yang demikian itu adalah kekeliruan dan ketersesatan.

Kemudian dari QS. Al Baqoroh (2) ayat 102 diatas, dapat kita ambil pelajaran bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام itu tidak kaafir, beliau عليه السلام tidak mengajarkan sihir. Yang kaafir itu adalah syaithoon, karena syaithoon lah yang mengajarkan perkara sihir kepada manusia.
Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin memahami ayat ini dengan sebenar-benarnya bahwa menurut Allooh سبحانه وتعالى, Sihir itu sama dengan Kufur. Dan Tukang Sihir itu adalah Kaafir dan Murtad (keluar) dari Islam.

Mereka itu kaafir dan murtad karena tidak meyakini bahwa manfaat dan madhorot (bahaya) itu hanya bisa terjadi atas izin Allooh سبحانه وتعالى. Tukang Sihir (– atau di zaman sekarang dikenal dengan berbagai sebutan antara lain: Paranormal, Tukang Ramal, “Orang Pintar” dan sebagainya –) dan manusia yang terpedaya oleh Tukang Sihir menganggap bahwa keberuntungan ataupun perlindungan terhadap bahaya itu adalah berasal dari jin, dari syaithoon dari dewa-dewi, ataupun dari matahari, bintang-bintang dan sebagainya; sehingga mereka menanyakan perihal perjodohan, perihal pekerjaan atau bisnisnya kepada dukun-dukun dan tukang-tukang sihirnya, ataupun mereka menganggap adanya hari baik dan hari sial dalam melaksanakan suatu acara ini dan itu kepada tukang ramal-tukang ramal mereka. Sesungguhnya hal itu dilakukan karena mereka tidak beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى. Sihir itu nyata adanya, tetapi Sihir itu tidaklah bisa memberikan manfaat ataupun mendatangkan madhorot (bahaya) terhadap seseorang kecuali atas izin Allooh سبحانه وتعالى, dimana dengan hal itu Allooh سبحانه وتعالى menguji adakah seseorang itu beriman pada-Nya ataukah tidak.
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2516, dan beliau berkata bahwa Hadits ini Hasanun Shohiih, juga Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله men-shohiihkannya, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbaas رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه dengan sabdanya sebagaimana berikut ini:
يا غلام إني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك ولو اجتمعواعلى أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك
Artinya:
Wahai anak kecil sesungguhnya aku ajarkan padamu beberapa kalimat …. Dan ketahuilah olehmu bahwa jika ummat ini bersepakat untuk memberimu manfaat, maka mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali sesuai dengan apa yang Allooh telah takdirkan untukmu. Dan seandainya mereka bersepakat untuk memberimu bahaya, maka sungguh hal itu tidak bisa kecuali sesuai dengan apa yang Allooh takdirkan.

Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin bergantung semata-mata kepada Allooh سبحانه وتعالى yang menguasai jin dan syaithoon itu sendiri, yang menetapkan qodho dan qadar, yang menguasai seluruh alam semesta ini, karena Dia lah Allooh سبحانه وتعالى, satu-satunya Penolong dan Pelindung bagi kita.
Tidaklah Allooh سبحانه وتعالى menurunkan dua malaikat di Babylonia bernama Haarut dan Maarut (*) melainkan dua malaikat itu adalah untuk menjelaskan bahwa “Sesungguhnya (ini adalah sihir) dan kami hanyalah ujian bagi kalian. Karena itu jangan kalian kaafir.”

Hikmahnya adalah agar manusia dapat membedakan bahwa apa yang Allooh سبحانه وتعالى turunkan kepada Nabi Sulaiman عليه السلام itu adalah mu’jizat dari-Nya kepada hamba-Nya yang shoolih tersebut, dan apa yang Allooh سبحانه وتعالى turunkan kepada malaikat Haarut dan Maarut itu adalah Sihir yang Allooh سبحانه وتعالى larang; dan agar manusia jangan mempelajari Sihir agar jangan menjadi orang-orang yang kaafir.
(*) Asal-usul penamaan Kartu Tarot itu antara lain dikatakan berasal dari nama malaikat Haarut dan Maarut ini.

Penjelasan ‘Ulama Ahlus Sunnah terhadap ayat 102 QS. Al Baqoroh

Dalam Tafsir Al Imaam Al Baghowy (– beliau رحمه الله adalah seorang ‘Ulama madzab Syaafi’iy –) berkaitan dengan ayat 102 QS. Al Baqoroh ini beliau menukil pendapat pertama yakni dari Al Kalby sebagaimana berikut:

“Kisah ayat ini adalah bahwa syaithoon menuliskan sihir dan mantra-mantranya melalui mulut Aashif bin Barkhiya, dimana dia (Aashif) ini dikala itu tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman adalah sebagai raja. Kemudian mereka memendam tulisan tersebut dibawah tempat ibadah Nabi Sulaiman عليه السلام, hingga Allooh سبحانه وتعالى mencabut kerajaan dan nyawa Nabi Sulaiman عليه السلام namun Nabi Sulaiman عليه السلام tidak mengetahui tentang hal ini.

Ketika Nabi Sulaiman عليه السلام meninggal, maka mereka mengeluarkan Kitab Sihir tersebut, dan mengatakan kepada manusia, “Sesungguhnya Sulaiman, dengan Kitab Sihir ini lah Sulaiman itu merajai atau menguasai kalian. Maka ketahuilah hal tersebut.”
Adapun para ‘Ulama dari kalangan Bani Isro’iil dan orang-orang shoolih diantara mereka, maka mereka itu mengatakan, “Kami berlindung kepada Allooh bahwa (Kitab Sihir) yang demikian itu adalah bagian dari ilmu Allooh.”

Sedangkan orang-orang jaahil (bodoh) di kalangan Bani Isro’iil, mereka itu mengatakan, “Inilah ilmunya Sulaiman.”

Sehingga kemudian mereka pun mempelajarinya dan menolak Kitab para Nabi mereka, lalu tersebarlah ketercelaan (– kedustaan –) atas Nabi Sulaiman عليه السلام.
Demikianlah hal ini berlangsung terus-menerus keadaan dan perbuatan mereka itu sampai akhirnya Allooh سبحانه وتعالى mengutus Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan kepadanya Allooh سبحانه وتعالى jelaskan bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام terbebas dari semua fitnah tersebut. Inilah yang dikatakan oleh Al Kalby.” (“Tafsir Al Imaam Al Baghowy Jilid I/126-127)

Jadi hendaknya kaum Muslimin memahami bahwa seluruh pemikiran dan konsep global orang-orang Yahudi (Bani Isro’iil) yang ingin merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin itu sebenarnya adalah bertitik-tolak dari kisah tersebut. Mereka beranggapan bahwa yang membangun Baitul Maqdis dan Haikal Sulaiman itu adalah Nabi Daawuud dan Nabi Sulaiman عليهم السلام, dan mereka menganggap bahwa kejayaan Bani Isro’iil dikala itu adalah karena Sihir yang dimiliki oleh Nabi Daawuud dan Nabi Sulaiman عليهم السلام. Sehingga orang-orang Yahudi berkeras untuk memberikan kesan kepada dunia bahwa Yahudi (Bani Isro’iil) ingin kembali ke Palestina itu adalah dalam rangka mengembalikan kejayaan Nabi Sulaiman عليه السلام. Oleh karena itu, bahkan pada zaman kita sekarang pun kaum Muslimin dapat menyaksikan betapa ganasnya orang-orang Yahudi tersebut bekerja keras untuk meruntuhkan Masjidil Aqsha dan menggantinya dengan Haikal Sulaiman. Dan proyek mereka dalam hal ini adalah proyek mega besar. (– Silakan anda klik atau tonton video youtube berjudul “3rd Temple Model Going Up” pada http://www.youtube.com/watch?v=EEqQMuTh_BE&feature=related , yang merupakan suatu situs Yahudi yang menjelaskan tentang proyek besar-besaran pembangunan Haikal Sulaiman oleh mereka saat ini –)

Jadi orang-orang Yahudi tersebut terus berusaha secara serius merebut Palestina, karena mereka beranggapan bahwa disanalah tanah kelahiran Nabi Ibrohim, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, Nabi Daawuud dan Nabi Sulaiman عليهم السلام.

Mereka (kaum Yahudi) itu tidak sadar bahwa mereka sebenarnya tidak memiliki kebangsaan dan negara yang tetap. Bahkan sampai ketika di Babylonia (setelah wafatnya Nabi Sulaimanعليه السلام) pun, wilayah mereka terpecah menjadi dua yaitu Kerajaan Yahuudzaa dan Kerajaan Saamiroh. Dan mereka terus berada dalam keadaan kisruh dan tidak menetap serta bahkan akhirnya diusir dan diperbudak oleh Babylonia. Dan ini terjadi pada sekitar abad ke-6 SM.

Kemudian dalam Tafsir Al Imaam Al Baghowy selanjutnya beliau رحمه الله menjelaskan pendapat yang kedua yakni pendapat Al Imaam As Suddy رحمه الله sebagai berikut:

“Adapun Al Imaam As Suddy رحمه الله mengatakan bahwa syaithoon itu naik ke langit untuk mencuri-curi dengar perkataan malaikat tentang apa yang akan terjadi di bumi, baik berupa kematian ataupun selainnya. Kemudian syaithoon itu mendatangi pada dukun, sembari mencampur-adukkan apa yang mereka dengar tadi dari setiap perkataan dengan 70 (tujuh puluh) kedustaan. Kemudian mereka memberitakannya kepada para dukun tersebut, sehingga setelah tertulis maka tersebarlah ditengah-tengah Bani Isro’iil itu bahwa Jin adalah mengetahui perkara yang ghoib.

Oleh karena itu, maka Nabi Sulaiman عليه السلام pun mengutus pada orang-orang kemudian mengumpulkan Kitab-Kitab tersebut dan menjadikannya didalam kotak serta memendamnya dibawah kursinya, seraya mengatakan, “Aku tidak ingin mendengar seorang pun mengatakan bahwa syaithoon mengetahui perkara yang ghoib, kecuali akan aku penggal lehernya.”

Dan ketika Nabi Sulaiman عليه السلام meninggal dan para ‘Ulama Bani Isro’iil yang mengetahui tentang perkara Nabi Sulaiman عليه السلام dan pemendaman Kitab-Kitab (Sihir dan Mantra) ini meninggal; lalu datanglah setelah mereka itu generasi dimana syaithoon menyerupai sebagai seorang manusia dan mendatangi sekelompok kaum Bani Isro’iil seraya berkata, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian pendaman yang berharga yang kalian belum pernah menikmatinya selama ini?”
Mereka (Bani Isro’iil) menjawab, “Ya.”

Maka pergilah syaithoon bersama mereka dan diperlihatkannyalah tempat dibawah kursi Nabi Sulaiman عليه السلام tersebut, lalu mereka pun menggalinya dan Bani Isro’iil pun berkata kepada syaithoon, “Mendekatlah engkau (kemari).”

Tetapi syaithoon menjawab, “Aku tidak akan datang (kesitu), akan tetapi jika kalian tidak menemuinya (tidak menemukan Kitab tersebut), maka bunuhlah aku.”
(Hal ini dikatakan syaithoon demikian), karena tidak ada satu syaithoon pun yang mendekat pada kursi Nabi Sulaiman عليه السلام, melainkan dia akan terbakar.

Akhirnya kaum Bani Isro’iil menggali dan mengeluarkan Kitab-Kitab itu, dan syaithoon pun berkata kembali, “Sesungguhnya Sulaiman menguasai jin, manusia, syaithoon dan burung adalah dengan (Kitab) ini.”

Kemudian menghilang (berlalu) lah syaithoon itu dari mereka, dan tersebar lah pada Bani Isro’iil bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام adalah seorang penyihir; kemudian mereka mengambil Kitab-Kitab (Sihir & Mantra) tersebut serta menggunakannya.

Kebanyakan sihir ditemukan di kalangan Yahudi dan ketika Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم datang, maka Allooh سبحانه وتعالى membersihkan fitnah ini dari Nabi Sulaiman عليه السلام.”
(“Tafsir Al Imaam Al Baghowy Jilid I/128)

Jadi demikianlah, sesungguhnya Iblis lah yang menurunkan ajaran Sihir dan Mantra-Mantra itu kepada syaithoon dan kemudian syaithoon menurunkannya kepada Bani Isro’iil, mula-mula melalui Kitab (catatan) yang ditulis oleh Aashif bin Barkhiya, lalu pada akhirnya sampai kepada Bani Isro’iil. Dan syaithoon memfitnah Nabi Sulaiman عليه السلام dengan menyatakan bahwa dengan Kitab Sihir itu lah Nabi Sulaiman عليه السلام menguasai manusia, burung, jin dan syaithoon. Fitnah ini berlangsung terus-menerus hingga diturunkannya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk membersihkan keyakinan yang keliru tersebut dari jiwa-jiwa manusia, dan menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام berlepas diri dari hal tersebut dan beliau عليه السلام tidak lah kaafir (tidak mempelajari ilmu Sihir), melainkan syaithoon lah yang menyebarkan kebaathilan tersebut.

Bagan Nasab Sihir Yahudi (Bani Isro’iil)

Apakah Syaithoon Mengetahui Perkara yang Ghoib?

Allooh سبحانه وتعالى menjelaskan dalam QS. Saba’ (34) ayat 14 berikut ini, bahwa Jin itu tidak mengetahui perkara yang ghoib:
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ
Artinya:
Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghoib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.”

Jadi Jin itu sebenarnya tidak mengetahui perkara yang ghoib, karena Jin tersebut bahkan terus-menerus bekerja akibat tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام telah meninggal, dan barulah menyadarinya ketika jenazah Nabi Sulaiman عليه السلام jatuh tersungkur dari atas kursi singgasananya akibat tongkat yang menyanggah tubuhnya rapuh dimakan rayap.

Maka sungguh sangatlah mengherankan apabila ada diantara kalangan manusia yang meminta bantuan Jin berkaitan dengan (ramalan) perkara-perkara nasibnya di masa yang akan datang, baik dalam perkara perjodohan, pekerjaan dan berbagai urusan kehidupannya; sementara Jin itu sendiri bahkan tidak mengetahui tentang meninggalnya Nabi Sulaiman عليه السلام sehingga ia berada dalam kehinaan dengan terus menerus bekerja bagi Nabi Sulaiman  عليه السلام padahal Nabi Sulaiman عليه السلام telah meninggal.

Dengan demikian orang-orang yang meyakini bahwa syaithoon dan jin itu bisa mengetahui perkara-perkara yang ghoib, hanyalah merupakan kebodohan dan kedustaan belaka. Bahkan kalaupun ada diantara Jin yang berhasil mencuri-curi dengar berita di langit, maka tatkala ia membawa berita tersebut kepada Dukun-dukun atau Tukang-Tukang Sihir sekutunya, berita itu telah dicampurnya dengan 70 kedustaan, sehingga kebenarannya hanyalah 1 berbanding 70 kedustaan. Sebagaimana hal ini pun telah diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Hakim no: 3050, dan di-shohiihkan oleh Al Imaam Adz Dzahaby رحمه الله sebagaimana dalam Kitab beliau bernama “At Talkhiish”, dari ‘Imron bin Al Haarits bahwa Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbaas  رضي الله عنه berkata kepadanya:
أَنَا سَأُحَدِّثُكَ عَنْ ذَلِكَ إِنَّ الشَّيَاطِينَ كَانُوا يَسْتَرِقُونَ السَّمْعَ ، وَكَانَ أَحَدُهُمْ يَجِيءُ بِكَلِمَةِ حَقٍّ قَدْ سَمِعَهَا النَّاسُ ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا سَبْعِينَ كِذْبَةً
Artinya:
“… Aku akan menyampaikan padamu: ‘Sesungguhnya syaithoon mencuri-curi pendengaran dan satu diantara mereka (syaithoon) membawa kebenaran yang sudah didengar orang kemudian dia menggabungkannya dengan 70 (tujuh puluh) kedustaan’...”

Oleh karena itu hendaknya seseorang mencukupkan diri dengan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, karena hanya Allooh سبحانه وتعالى lah tempat kita berlindung dari berbagai bahaya dan kesulitan dan hanya pada-Nya lah seorang hamba meminta pertolongan; juga hanya Dia-lah, Allooh سبحانه وتعالى, yang mengetahui perkara yang ghoib itu.

Perhatikanlah firman-Nya dalam QS. Al An’aam (6) ayat 59:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
Artinya:
Dan pada sisi Allooh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Yahudi dan Kaitannya dengan “Kabbala

Kitab Sihir dan Mantra yang asal-muasalnya sebenarnya adalah dari catatan Aashif bin Barkhiya tersebut kemudian berkembang di kalangan Yahudi, yang kemudian disebut Kabbala. Berasal dari bahasa Arab “Kabbala (كابلة)”, yang artinya adalah “Menerima” (Menerima riwayat secara lisan).
Kitab Taurat yang mereka sebut sebagai “Zuhaar” (“Cahaya”) pun kemudian bercampur dengan sihir dan jampi-jampi, dimana mereka (orang-orang Yahudi) menyisipkan mizmar (seruling), kidung (nyanyian) kedalamnya, lalu ditambahkan pula berbagai rumus-rumus atau simbol-simbol yang mereka katakan bahwa itulah landasan untuk menjelaskan Kitab Taurat. Bahkan Bintang Daawuud (Bintang David) yang merupakan bintang berbentuk hexagram dan Stempel Sulaiman mereka itu sebenarnya juga adalah merupakan simbol-simbol dan rumus-rumus sihir yang ulung, yang mereka gunakan untuk menyembah pada tuhan mereka, yakni Syaithoon. Bahkan apabila diteliti lebih lanjut, Bintang Hexagram (Bintang David) tersebut sudah digunakan pula oleh kaum Hindu, pengikut Fir’aun dan oleh tukang-tukang sihir di Mesir Kuno ataupun Babylonia.

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh orang Barat sendiri, yakni oleh Texe Marrs, yang berjudul “Demons, Magic And Mysticism In The Cabala”; dikatakannya bahwa:

Kabalisme adalah murni paham “Illuminati”, karena mengajarkan doktrin rahasia yang menyesatkan dan berbelit-belit (twisted and perverted secret doctrine) – yang akhirnya dipegang kuat-kuat oleh ahli yang tingkatannya lebih tinggi (The Holy Serpent) yang merupakan tuhan mereka yang sebenarnya. Semua yang dilakukan itu adalah perbuatan setan, melalui alkemia, dengan sihir yang ditransformasikan seakan kebajikan; dan mereka meyakini Lucifer (Syaithoon) sebagai Tuhan. Hanya Syaithoon tuhan (mereka) yang sebenarnya. Itulah doktrin penting Kabalisme. Itulah, sahabat-sahabatku, horor dan yang memalukan dari Yahudi Kabala.”


Ilmu sihir merupakan hal yang biasa dalam ritus agama Yahudi Kabbalistis yang menyesatkan.  Dalam gambar di atas nampak seorang rabbi (pendeta Yahudi) membawa seekor ayam mati untuk dikorbankan dengan membacakan guna-guna / voodoo  / jenis ritual Santeria sewaktu pesta Yom Kippur Yahudi. (Photo: Israel, A Photobiography, by Micha Bar-Am, New York: Simon & Schuster, 1998) 

Di bawah ini beberapa komentar orang yang mempunyai otoritas keilmuan mengenai Kabbala Yahudi:

Kabbala berisi pengajaran dan kekuatan jahat / setan, dan lebih dari cukup untuk memberikan ideologi dan sebagai daya penggerak yang diperlukan untuk memimpin dunia sesat, serta untuk tetap menghidupkan konspirasi jahat yang telah berlangsung selama berabad-abad. Kabbala adalah merupakan sebuah sumber pengajaran Freemasons, juga kelompok-kelompok lainnya. – (John Torrell, Publisher, The Dove).

Kabbala: Buku Sihir Hitam yang disucikan oleh kelompok agama Yahudi Orthodox yang membentuk sebagian besar dasar-dasar masyarakat rahasia Barat, dari Rosicrucianisme sampai ke Freemasonry dan OTO. Kabbalisme sendiri berasal dari ilmu sihir dari zaman Babylonia dan …Fir’aun Mesir – (Craig Heimbichner, Blood On The Altar).

Kabbala Ibrani itu adalah serangkaian tulisan okultis yang sama dengan mantera yang dirapalkan dalam ilmu sihir. Kamus Webster mengatakan kepada kita (Cabala kadang-kadang dieja Kabbala) adalah “sebuah filsafat keagamaan okult yang dikembangkan oleh rabbi-rabbi Yahudi tertentu …” – (James Lloyd, The Apocalypse Chronicles, Vol VII, No.1, 2005).”

Demikianlah yang ditulis oleh orang Barat sendiri terhadap Kabbala kaum Yahudi. Pada intinya, bahwa orang-orang Yahudi itu meyakini bahwa keajaiban Nabi Sulaiman عليه السلام itu adalah Sihir (– dimana ini adalah keyakinan yang sangat keliru, sebagaimana telah kita bahas diatas –), dan Sihir itulah yang kemudian mereka sebut sebagai Kabbala.

Upaya Yahudi meruntuhkan Masjid Al Aqsho dan menggantinya dengan Haikal Sulaiman

Masjid Al Aqsho

Masjid Al Aqsho (المسجد الاقصى) adalah salah satu bangunan yang menjadi bagian dari kompleks bangunan suci di Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur) yang dikenal dengan nama Al-Harom asy-Syariif.

Masjid Al-Aqsho yang dahulunya dikenal sebagai Baitul Maqdis, merupakan kiblat sholat ummat Islam yang pertama sebelum dipindahkan ke Ka’bah di dalam Masjidil Harom. Ummat Muslim berkiblat ke Baitul Maqdis selama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم mengajarkan Islam di Makkah (13 tahun) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat sholat adalah Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah hingga sekarang.

Dalam kisah Isro’ Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم ke Baitul Maqdis, maka beliauصلى الله عليه وسلم menjadi Imaam Sholat di Masjid Al Aqsho terlebih dahulu. Kemudian beliau صلى الله عليه وسلم naik ke langit (Al Mi’roj), yang dimulai dari atas sebuah batu besar (Ash Shokhrokh), lalu keatas langit bersama Malaikat Jibril. Karena momentum itu lah maka pada masa-masa berikutnya diatas batu besar tersebut, dibangun suatu Masjid yang bernama Masjid Ash Shokhroh (مسجد قبة الصخرة) atau “The Dome of The Rock”.


Masjid Ash Shokhroh atau “The Dome of The Rock

Sebagaimana telah kita bahas diatas, orang-orang Yahudi mempunyai anggapan yang keliru terhadap Nabi Sulaiman عليه السلام, bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام adalah seorang penyihir ulung yang dapat menguasai manusia, hewan, jin dan syaithoon dengan keampuhan sihirnya. Oleh karena itu mereka (orang-orang Yahudi) berupaya untuk membangun Haikal Sulaiman untuk mengembalikan masa kejayaan Nabi Sulaiman عليه السلام, yang mereka klaim sebagai milik kaum Yahudi. (– Padahal perlu dicatat, bahwa Nabi Adam عليه السلام lah yang pertama kali membangunnya, dan ribuan tahun sesudahnya Nabi Sulaiman عليه السلام hanyalah membangun kembali Masjid tersebut, sebagaimana Nabi Ibrohim عليه السلام membangun kembali Ka’bah di Makkah –)
Orang-orang Yahudi berencana membangun kembali Haikal Sulaiman tersebut dengan cara meruntuhkan Masjid Al Aqsho di Yerusalem. Berbagai upaya telah mereka lakukan saat ini, antara lain upaya untuk menghapus ingatan kaum Muslimin terhadap Masjid Al Aqsho dengan cara menampilkan gambar atau foto Masjid Ash Shokhrokh (The Dome of The Rock) pada berbagai bingkisan hadiah (souvenir), buku-buku, majalah dan sebagainya; bukannya gambar atau foto Masjid Al Aqsho yang sebenarnya. Sehingga Masjid Al Aqsho yang sebenarnya semakin lama akan semakin tidak dikenal dan dilupakan oleh generasi muda kaum Muslimin.



Upaya lain yang sedang mereka melakukan saat ini adalah melakukan pengeboran di lorong-lorong dibawah Masjid Al Aqsho serta menyiapkan gempa buatan agar Masjid Al Aqsho tersebut runtuh dan dapat mereka ganti dengan Haikal Sulaiman.

Berbagai fakta tentang penggalian dibawah Masjid Al Aqsho

Retaknya pilar, dinding dan lantai halaman Masjid Al Aqsho akibat dari penggalian yang dilakukan dibawahnya

Maket struktur Haikal Sulaiman telah mulai dibangun oleh Zionis Yahudi
(Sumber Foto = http://prisonerofjoy.blogspot.com/2010/05/masjid-al-aqsa-sinister-plans-exposed.html)

Demikianlah, hendaknya kaum Muslimin menyadari hal ini, dan melakukan berbagai upaya pembelaan terhadap masjid sucinya, yakni Masjid Al Aqsho dari keganasan kaum Yahudi dan Zionis-nya. Dan sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, hendaknya kaum Muslimin mencamkan dalam dirinya bahwa Sihir adalah bagian dari kekufuran; sebagaimana menurut penjelasan Al Imaam Al Baghowy رحمه الله bahwa, “Sihir merupakan penipuan / tipu-daya. Adanya sihir memang dibenarkan menurut Ahlus Sunnah, tetapi mengamalkan dan menggunakan sihir adalah Kufur.”

TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Iblis (termasuk Sihir) itu tidak berdaya ketika berhadapan dengan orang beriman yang bertawakkul kepada Allooh سبحانه وتعالى. Bentuk tawakkul seperti apakah yang harus kita lakukan agar Sihir, termasuk Hipnotis tidak bisa mengenai diri kita?

Jawaban:
Syaithoon memiliki kemampuan untuk menjadi fitnah (ujian) dan bala’ bagi manusia. Manusia itu sendiri diuji keimanannya oleh Allooh سبحانه وتعالى, dimana ujian tersebut adalah berupa syaithoon yang menggoda dan berusaha untuk menjerumuskannya ataupun membuat tipu daya padanya agar manusia itu terjerumus kedalam Jahannam.

Bahkan sebagaimana yang telah Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. Shood (38) ayat 82-83, maka Iblis telah bersumpah dihadapan Allooh سبحانه وتعالى dahulu ketika Nabi Adam عليه السلام diciptakan, bahwa ia akan menggoda seluruh manusia agar dapat dijerumuskannya kedalam api neraka:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٨٢﴾ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٨٣﴾
Artinya:
(82) “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
(83) kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.”

Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa ter-imunisasi dari godaan syaithoon? Ternyata Iblis (Syaithoon) itu sangat lemah tipu dayanya, sebagaimana yang Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 76 berikut ini:
الَّذِينَ آمَنُواْ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُواْ أَوْلِيَاء الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفاً
Artinya:
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allooh, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thoghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaithoon itu, karena sesungguhnya tipu daya syaithoon itu adalah lemah.”

Dan firman Allooh سبحانه وتعالى itu pastilah benar.
Bahkan Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 389, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ
Artinya:
Syaithoon berpaling sampai terkentut-kentut sehingga dia tidak lagi mendengar adzan, dan ketika adzan selesai maka dia kembali lagi…..”

Dari Hadits diatas dapatlah kita pelajari bahwa mendengar suara adzan saja, syaithoon itu ketakutan dan lari menjauh.

Ada pula berbagai cara lain agar terhindar dari godaan syaithoon antara lain adalah membaca do’a ketika hendak masuk Kamar Mandi / WC. Atau bisa juga dengan membaca Surat Al Ikhlaas, Surat Al Falaq dan Surat An Naas. Bahkan dengan membaca “Bismillaahit tawakkaltu ‘alallooh” saja syaithoon sudah lari menghindar. Artinya, syaithoon itu sebenarnya lemah.

Oleh karena itu, agar kita selalu terhindar dari godaan dan tipu daya syaithoon tersebut, maka hendaknya kita selalu meminta perlindungan, berdo’a dan berdzikir kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan hati yang yakin. Kalau hati kita ragu-ragu atau tidak yakin kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka tentunya do’a yang merupakan senjata kita itu tidak akan membawa hasil.

Agar senjata do’a kita itu tajam, maka perbanyaklah sujud, taat dan berdzikir kepada Allooh سبحانه وتعالى; serta menjauhkan diri dari perkara ma’shiyat, Bid’ah dan terutama adalah Syirik. Karena Syirik, Bid’ah dan ma’shiyat itu dapat menumpulkan senjata do’a kita.

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 20 Dzulqo’dah 1432 H -  17 Oktober 2011
http://ustadzrofii.wordpress.com/2012/01/11/asal-usul-yahudi-bagian-4-nabi-daawuud-nabi-sulaiman-bani-isroil/