KEBERKAHAN PADA DAGING KAMBING

Daging kambing memilik keberkahan, artinya banyak kebaikan pada daging kambing ini. Terdapat perintah agar kita memelihara dan memanfaatkan kambing, karena padanya ada keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda:

اتخذوا الغنم فإن فيها بركة
” Peliharalah (manfaatkan) oleh kalian kambing, karena di dalamnya terdapat barakah” [HR. Ahmad, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah 2/417].

Selain daging kambing, keberkahan juga ada pada susu dan kulitnya. Susunya bisa diminum serta kulitnya bisa dijadikan bahan kain atau pakaian. Ahli tafsir Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan:

وجعل البركة في الغنم لما فيها من اللباس والطعام والشراب وكثرة الأولاد، فإنها تلد في العام ثلاث مرات إلى ما يتبعها من السكينة، وتحمل صاحبها عليه من خفض الجناح ولين الجانب
“Allah telah menjadikan berkah pada kambing, di mana kambing bisa dimanfaatkan untuk pakaian, makanan, minuman, banyaknya anak, karena kambing beranak tiga kali dalam setahun, sehingga memberikan ketenangan bagi pemiliknya. Kambing juga membuat pemiliknya rendah hati dan lembut terhadap orang lain” [Al-Jami’ li Ahkaamil-Qur’an, 10/80, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, 1384 H, Asy Syamilah].

Bahkan diriwayatkan, setiap Nabi pernah mengembalakan kambing. Ulama menjelaskan hikmahnya adalah karena menggembalakan kambing membutuhkan kesabaran dan ketekunan, yang akan membentuk karakter kebaikan pada seseorang. Nabi ﷺ bersabda:

ما بعث اللهُ نبيًّا إلا رعى الغنمَ . فقال أصحابُه : وأنت ؟ فقال : نعم ، كنتُ أرعاها على قراريطَ لأهلِ مكةَ
“Tidaklah seorang Nabi diutus, melainkan ia menggembala kambing“. Para sahabat bertanya: “Apakah engkau juga?”. Beliau ﷺ menjawab: “Iya, dahulu aku menggembala kambing penduduk Mekkah dengan upah beberapa Qirath” [HR. Al Bukhari, no. 2262].

Apakah daging kambing berbahaya bagi kesehatan?

Sesuatu yang berkah tentu tidak menimbulkan bahaya. Apa yang disyariatkan oleh Islam pasti bermanfaat dan tidak berbahaya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya:

الدين مبني على المصالح في جلبها و الدرء للقبائح
“Agama dibangun atas dasar  berbagai kemashlahatan, mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”

Kemudian beliau menjelaskan:

ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف
“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu, kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh”[ Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf].

Hal ini sudah dibuktikan oleh orang di zaman dahulu, mereka suka memakan daging, termasuk daging kambing, bahkan mereka memakan lemaknya juga. Dikisahkan orang dahulu suka mengambil lemak hewan, kemudian dipotong dadu dan dikeringkan dengan cara dijemur. Disimpan atau dibawa bersafar. Kemudian jika ingin dimakan, tinggal “dipanaskan” atau dioles diatas roti kemudian dimakan.

Informasi yang tersebar di masyarakat, bahwa daging kambing berbahaya, misalnya bisa menaikan tekanan darah dan meningkatkan kolesterol, itu TIDAK BENAR. Daging kambing tidak berbahaya. Yang menyebabkan naiknya tekanan darah dan naiknya kolesterol, bisa jadi karena beberapa hal berikut:
  1. Cara pengolahan daging yang tidak sehat, misalnya memakai bumbu dan minyak yang berlebihan, terlalu lama diolah, sehingga vitamin dan kandungan mineralnya hilang.
  1. Terlalu berlebihan mengonsumsi daging saat “pesta daging”. Dan wajar saja, apa-apa yang berlebihan pasti akan menjadi racun. Dalam kedokteran dikenal ungkapan:
“All substances are poison. There is none that is not poison, the right dose and indication differentiate a poison and a remedy”

“Semua zat adalah (berpotensi menjadi) racun. Tidak ada yang tidak (berpotensi menjadi) racun. Dosis dan indikasi yang tepat membedakannya, apakah ia racun atau obat” [Toksikologi hal. 4, Bag Farmakologi dan Toksikologi UGM, 2006].
  1. Pola hidup di zaman sekarang yang tidak sehat, makanan tidak sehat dan gerakan yang kurang, sehingga ada akumulasi sedikit saja kolesterol atau zat lainnya, maka sudah berbahaya.
Sekali lagi kami tekankan, bahwa daging kambing tidak berbahaya, bahkan padanya terkandung keberkahan dan kebaikan yang banyak.

***
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
https://nasihatsahabat.com/keberkahan-pada-daging-kambing/

Ulama Syafi’iyah Mengharamkan Memangkas Jenggot

Bahasan berikut adalah berisi penjelasan mengenai haramnya memangkas jenggot bahkan hal ini disuarakan oleh ulama Syafi’iyah yang jadi rujukan Kyai atau Ulama di negeri kita. Simak dalam tulisan sederhana berikut.



Bukti Perintah Memelihara Jenggot dalam Hadits

Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.”

Dalam lafazh lain,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.

Dalam lafazh lainnya lagi,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.”[1]

Hadits kedua, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.[2]

Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.[3]

Hadits keempat, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.”[4]
Ulama besar Syafi’iyah, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot sebagaimana adanya.”[5] Artinya menurut Imam Nawawi merapikan atau memendekkan jenggot pun tidak dibolehkan.

Alasan Terlarang Memangkas Jenggot

Berikut adalah beberapa alasan lainnya mengapa jenggot dilarang dipangkas dan tetap harus dibiarkan sebagaimana adanya.

Pertama: Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah lewat,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.”

Kedua: Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) wanita. Kita ketahui bersama bahwa secara normal, wanita tidak berjenggot. Sehingga jika ada seorang pria yang  memangkas jenggotnya hingga bersih, maka dia akan serupa dengan wanita.[6] Padahal dalam hadits disebutkan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita.”[7] Imam Al Ghozali berkata, “Dengan jenggot inilah yang membedakan pria dari wanita.”[8]

Ketiga: Mencukur jenggot berarti telah menyelisihi fitroh manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.”[9]

Di antara definisi fitroh adalah ajaran para Nabi, sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan ulama.[10] Berarti memelihara jenggot termasuk ajaran para Nabi. Kita dapat melihat pada Nabi Harun yang merupakan Nabi Bani Israil. Dikisahkan dalam Surat Thaha bahwa beliau memiliki jenggot. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي
Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku.“ (QS. Thaha: 94). Dengan demikian, orang yang memangkas jenggotnya berarti telah menyeleweng dari fitroh manusia yaitu menyeleweng dari ajaran para Nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.

Bukti dari Ulama Syafi’iyah

Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm berpendapat bahwa memangkas jenggot itu diharamkan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar Rif’ah ketika menyanggah ulama yang mengatakan bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh. Begitu pula Az Zarkasyi dan Al Hulaimiy dalam Syu’abul Iman menegaskan haramnya memangkas jenggot. Juga Ustadz Al Qoffal Asy Syasyi dalam Mahasinus Syari’ah mengharamkan memangkas jenggot. [11]

Sebagaimana dinukil sebelumnya, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh “أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا”. Semua lafazh ini bermakna membiarkan jenggot tersebut sebagaimana adanya.”[12] Artinya jenggot dibiarkan lebat dan tidak dipangkas sama sekali.

Mengenai hadits perintah memelihara jenggot dalam hadits Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan “خَالَفُوا الْمُشْرِكِينَ” (selisilah orang-orang musyrik). Dan dalam riwayat Muslim disebut “خَالَفُوا الْمَجُوس” (selisilah  Majusi). Jadi yang dimaksud adalah orang Majusi dalam hadits Ibnu ‘Umar. Ibnu Hajar rahimahullah katakan bahwa dahulu orang Majusi biasa memendekkan jenggot mereka dan sebagian mereka memangkas jenggotnya hingga habis.[13]

Bahkan Ibnu Hazm rahimahullah menyatakan adanya ijma’ (kesepakatan ulama) akan haramnya memangkas jenggot. Beliau mengatakan,
واتفقوا أن حلق جميع اللحية مثلة لا تجوز
“Para ulama sepakat bahwa memangkas habis jenggot tidak dibolehkan.”[14]

Wallahu waliyyut taufiq.

Cuplikan dari buku penulis “Mengikuti Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bukanlah Teroris” yang akan diterbitkan oleh Pustaka Muslim-Jogja, insya Allah.
Panggang-Gunung Kidul, 13 Jumadats Tsaniyah 1432 H
www.rumaysho.com



[1] HR. Muslim no. 259
[2] HR. Muslim no. 260
[3] HR. Bukhari no. 5893
[4] HR. Bukhari no. 5892
[5] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151
[6] Hal ini tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki jenggot -secara alami- menjadi tercela. Perlu dipahami bahwa hukum memelihara jenggot ditujukan bagi orang yang memang ditakdirkan memiliki jenggot.
[7] HR. Bukhari no. 5885.
[8] Ihya’ Ulumuddin, 1/144.
[9] HR. Muslim no. 261.
[10] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/147-148
[11] Lihat I’anatuth Tholibin, 2/386.
[12] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151.
[13] Fathul Bari, 10/349.
[14] Marotibul Ijma’, 157.