Hadits Dah’if (lemah) Tentang Tahlilan Untuk Orang Mati

     عن أبي هريرة  قال: قال رسول الله : ((زَوِّدوا موتاكم لا إله إلا الله))
    
 Dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda: “Bekalilah orang yang meninggal dunia dari kalian dengan (kalimat) laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah)”.

Hadits ini dinisbatkan oleh imam as-Suyuthi[1] dan al-Muttaqi al-Hindi[2] kepada imam al-Hakim dalam kitab “at-Taarikh” karya beliau.

Imam Abu Mansur ad-Dailami dalam kitab beliau “Musnadul firdaus”[3] meriwayatkan hadits ini dengan sanad beliau dari jalur imam al-Hakim, dari jalur Ma’an bin ‘Isa, dari Yazid bin ‘Abdil Malik, dari Yazid bin Ruman, dari bapaknya, dari Abu Hurairah .

Hadits ini adalah hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama Yazid bin ‘Abdil Malik an-Naufali, imam Ahmad berkata tentangnya: “Hadits (yang diriwayatkannya) lemah, dia meriwayatkan hadits-hadist yang mungkar (lemah)”. Imam Abu Zur’ah ar-Razi berkata: “Hadits (yang diriwayatkannya) lemah”. Imam Abu Hatim ar-Razi berkata: “Hadits (yang diriwayatkannya) lemah, (riwayat) haditsnya sangat diingkari”. Imam an-Nasa-i berkata: “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal)”[4]. Imam Ibnu Hajr berkata: “(Riwayat haditsnya) lemah”[5].

Hadits ini dihukumi sebagai hadits yang lemah oleh syaikh al-Albani[6].

Kedudukan hadits ini yang lemah menjadikannya sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil/argumentasi untuk menetapkan keutamaan melakukan tahlilan untuk orang yang meninggal dunia. Di samping itu, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah  yang justru menegaskan bahwa seorang manusia yang telah meninggal dunia, maka terhentilah amal perbuatannya dan terputuslah aliran pahala untuknya, kecuali amal-amal yang diusahakannya selama hidupnya di dunia. Allah U berfirman:

{أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى}
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang diusahakannya” (QS an-Najm: 38-39).

Dalam hadits yang shahih, Rasulullah  bersabda: “Jika seorang manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya”[7].

Bahkan hadits-hadits shahih dari Rasulullah  menjelaskan bahwa kalimat syahadat laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah) dan Muhammadur Rasulullahí’ (Nabi Muhammad  adalah rasul/utusan Allah)[8] dianjurkan untuk diucapkan oleh seorang muslim sebelum meninggal dunia dan menjadikan kalimat tersebut sebagai akhir dari ucapannya sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. Ini juga termasuk ciri utama orang yang meraih husnul khatimah (meninggal dunia di atas kebaikan)[9].

Dari Mu’adz bin Jabal  dia berkata: Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa yang ucapan terakhirnya (sebelum meninggal dunia) kalimat ‘Laa ilaaha illallah’ (tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah) maka dia akan masuk surga”[10].

Oleh karena  itu, dianjurkan bagi seorang muslim untuk menuntun orang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat syahadat ini, agar itu menjadi akhir ucapannya[11], sebagaimana sabda Rasulullah :

“Tuntunlah orang yang akan meninggal dunia di antara kalian (untuk mengucapkan kalimat) ‘Laa ilaaha illallah’ (tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah)”[12].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

KotaKendari, 14 Jumadal Akhir 1433 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni


[1] Dalam kitab “al-Jaami’ush shagiir” (no. 3179- Dha’iiful jaami’’ush shagiir).
[2] Dalam kitab “Kanzul ‘ummaal” (no. 42579).
[3] Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam “al-Gara-ibul multaqathah min musnadil firdaus” (no. 382 – Disertasi S2).
[4] Semua dinukil oleh imam al-Mizzi dalam “tahdziibul kamaal” (32/199).
[5] Kitab “Taqriibut tahdziib” (hal. 559).
[6] Dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (8/149, no. 3670).
[7] HSR Muslim (no. 1631).
[8] Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (8/267).
[9] Lihat kitab “Ahkaamul jana-iz” (hal. 48).
[10] HR Abu Dawud (no. 3116), Ahmad (5/247) dan al-Hakim (1/503), dinyatakan shahih oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi, dan dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani karena dikuatkan dari jalur dan riwayat lain. Lihat kitab “Irwa-ul galiil” (3/150).
[11] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (4/45) dan “Bahjatun naazhiriin” (2/171).
[12] HSR Muslim (no. 916 dan 917).

http://manisnyaiman.com/hadits-dahif-lemah-tentang-tahlilan-untuk-orang-mati/

Bentuk Perkataan yang Baik Kepada Saudara Kita


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bentuk Perkataan yang Baik Kepada Saudara Kita

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

Tulisan ini bermula dari tidak sedikitnya saudara-saudara kita yang seagama yang mungkin sudah mulai kembali berusaha menggali kembali ajaran agamanya. Salah satu dari sekian banyak hal yang sering didengar oleh saudara-saudara kita, namun mungkin malu menanyakan secara langsung apa arti ucapan tersebut. Sehingga mereka lebih memilih mencari artinya di dunia maya melalui internet. Hal tersebut adalah seputar arti ucapakan Jazakallah khoir, Barakallah fik dan yang semisal. Untuk itulah kami akan sajikan makna sekaligus penggunaan kata-kata tersebut melalui tulisan ini secara ringkas.

[Islam Menganjurkan Mendoakan Saudara Sesama Muslim]

Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda,
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman salah seorang kalian dengan iman yang sempurna hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”[1].
Setiap kita pastilah senang untuk di doakan oleh orang lain. Maka hal ini akan lebih ditekankan apabila saudara kita mendoakan kita (semisal dengan ucapan salam) yang kita mendengarnya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan (semisal dengan ucapan salam[2]), maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya (dengan engkau katakan Alaikumussalam wa Rohmatullah wa Barakatuh[3]), atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)”. ( QS. An Nisa [4] : 86).
Dan masih banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan dianjurkannya saling mendoakan di dalam Islam.

[Do'a Kepada Seorang Muslim Yang Telah Berbuat Baik Kepada Kita]

Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda melalui sahabat ‘Usamah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu,
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ
“Barangsiapa yang telah mendapatkan perbuatan yang baik makan hendaklah ia mengatakan kepada orang yang telah berbuat baik kepadanya dengan ucapan, “(جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا) Jazakallah Khoir. Maka apabila telah mengatakan hal tersebut sungguh ia telah melakukan bentuk syukur (terima kasih) secara lisan yang sangat baik”[4].
Sedikit penjelasan tentang hadits ini,
Maksud dari kalimat Jazakallah khoir (جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا) adalah (semoga Allah membalasmu) dengan balasan berupa kebaikan, (semoga Allah membalasmu) dengan memberikan balasan baik dalam hal dunia dan akhirat[5].
Namun apakah kita hanya dianjurkan untuk mengucapkan hal itu semata dan tidak membalas saudara kita tersebut dengan perbuatan yang semisal ?!

Maka jawabannya adalah semisal yang dikatakan Syaikh Majdi bin Abdul Wahab Ahmad berikut,
“Sebagian (ulama) mengakatakan “Jika tanganmu tidak mampu membalasnya dengan hal yang semisal panjangkan bentuk do’amu dan rasa syukurmu”[6].
Allah a’lam yang beliau maksudkan adalah jika kita tidak mampu membalas saudara kita dengan yang semisal maka ucapkanlah do’a tersebut kalau memungkinkan dengan do’a yang lebih panjang dari do’a tersebut semisal Jazakallah khoir wa barakallah fik.

[Do'a Kepada Seorang Muslim Yang Mengatakan Barakallah Fik]

Hal ini berdasaran atsar dari Ummul Mu’minin Aisyah rodhiyallahu ‘anha,
أُهْدِيَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ شَاةٌ فَقَالَ : اقْسِمَيْهَا وَكَانَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا إِذَا رَجَعَتِ الْخَادِمُ تَقُوْلُ : مَا قَالُوْا ؟ تَقُوْلُ الْخَادِمُ قَالُوْا : بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ تَقُوْلُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : وَفِيْهِمْ بَارَكَ اللهُ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ مِثْلَ مَا قَالُوْا وَيَبْقَى أَجْرُنَا لَنَا
“Aku menghadiahkan seekor domba kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi was sallam. Kemudian Beliau mengatakan, “Bagi dualah domba tersebut”. Suatu kebiasaan ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha jika pembantunya telah pulang dari melakukan hal yang semisal maka ia akan menanyakan, “Apa yang mereka katakan?” Pelayanannya menjawab, “Barakallah Fikum (بَارَكَ اللهُ فِيْكُم) artinya semoga Allah memberkahi kalian”. ‘Aisyah mengatakan, “Wa Fihim Barakallah (وَفِيْهِمْ بَارَكَ اللهُ) artinya semoga Allah memberkahi kalian, kita telah membalas do’a mereka dengan do’a yang semisal dan tetap bagi kita pahala atas perbuatan baik yang telah kita lakukan (memberi hadiah seekor domba)[7].
Dari Atsar ini maka jawaban para salaf jika mereka dido’akan dengan do’a Barakallah Fik (بَارَكَ اللهُ فِيْك) maka jawabannya adalah Wa Fika Barakallah (وَفِيْكَ بَارَكَ اللهُ).
Mudah-mudahan bermanfaat.

Sigambal, Setelah Subuh 28 Dzul Qo’dah 1432 H / 25 Oktober 2011

Aditya Budiman bin Usman


[1] HR. Bukhori no. 13, Muslim no. 179.
[2] Lihat Tafsir Jalalain hal. 100 terbitan Darus Salam Riyadh, KSA.
[3] Idem.
[4] HR. Tirmidzi no. 2035, Timidzi rohimahullah mengatakan, “Hadits ini hasan jayyid ghorib”. Sedangkan Al Albani rohimahullah mengatakan, “Shahih”.
[5] Lihat Syarh Hisnul Muslim oleh Majdi bin Abdul Wahab Ahmad hal. 284 terbitan Mu’asasah Al Juraisy, Riyadh, KSA.
[6] Idem.
[7] HR. An Nasa’i dalam ‘Amalul Yaumi wal Lailah no. 303. Syaikh Salim Al Hilaly hafidzahullah mengatakan, “Sanadnya shahih dan para perowinya adalah perowi yang tsiqoh”. [Lihat Shohih Al Wabilush Shoyyib hal. 257, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA].

http://alhijroh.com/adab-akhlak/bentuk-perkataan-yang-baik-kepada-saudara-kita/

Dilema Perda Syariah Dalam Sistem Hipokrit (Demokrasi)

Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, memberlakukan larangan bagi perempuan duduk mengangkang saat diboncengkan dengan sepeda motor. Hal itu tertuang dalam surat edaran yang ditandatangani Wali Kota Lhokseumawe Suadi Yahya, Rabu (2/1/2013).

Alasan pemberlakukan aturan tersebut menurut Suadi Yahya adalah adanya keinginan para ulama yang tergabung dalam MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama), MUNA (Majelis Ulama Nanggroe Aceh), dan juga MAA (Majelis Adat Aceh), yang menyampaikan perlunya melaksanakan Syariat Islam dan adat istiadat Aceh secara kaffah dan lebih baik.  Disamping itu guna mengembalikan nilai-nilai kearifan lokal di Aceh yang menurutnya sudah mulai ditinggalkan karena tergerus oleh kehidupan yang modern.

Peraturan ini sontak menyebabkan kontroversi di kalangan beberapa pihak, peran media massa menjadikan kontroversi meresonansi ke banyak masyarakat Aceh, ataupun masyarakat Indonesia, bahkan menembus ke mancanegara.

Bagi yang pro, mereka beranggapan bahwa peraturan tersebut menjaga marwah wanita di jalan raya. Sehingga wanita akan terhindar dari tindakan kriminal khususnya kepada kaum wanita. Sedangkan yang kontra beranggapan bahwa peraturan tersebut adalah sebuah peraturan yang diskriminasi terhadap wanita, seolah-olah wanita adalah subjek dari tindakan kriminal, yakni wanita sebagai penyebabnya.

Walaupun secara fiqih memang harus lebih di kaji apakah duduk menyamping itu adalah wajib atau mubah, mengingat alasan dari pemberlakukan duduk secara menyamping tersebut salah satunya adalah agar tidak membentuk lekuk tubuh wanita. Karena faktanya duduk secara mengangkang tersebut secara syar’I dalam kondisi tertentu adalah boleh (baca:mubah) sebagaimana pada masa Rasul SAW dan Sahabat ketika seorang wanita duduk di unta (atau keledai dan kuda) dengan posisi duduk mengangkang tidak menyamping penuh, kemudian kebolehan tersebut juga dengan catatan bahwa wanita tersebut tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya, artinya pakaian yang dikenakan itu harus bisa menutupi lekuk tubuhnya. Karena faktanya orang yang duduk secara menyamping pun lekuk tubuhnya masih tetap terlihat. Artinya harus kembali kepada fiqih bagaimana hukum busana muslimah ketika berada di kehidupan umum, yakni dengan memakain jilbab (gamis) dan khimar (kerudung).

Namun demikian, sebagai muslim tentu kita mengapresiasi spirit (ruh) yang melatari lahirnya peraturan tersebut, yakni ingin menerapkan syariah Islam dalam aspek kehidupan real. Itu point pentingnya.

Ironi Demokrasi

Terlepas dari pro dan kontra mengenai perda syariah tersebut, kita melihat ada hal yang menarik dalam masalah ini yakni ide (ilusi) demokrasi. Ungkapan Vox Populi Vox Dei (Suara Rakyat Suara Tuhan) sudah sering kita dengar di era demokrasi. Artinya ketika mayoritas suatu bangsa atau masyarkat bersepakat akan suatu persoalan maka itu harus menjadi suatu aturan yang wajib diterapkan dan dipatuhi karena hal tersebut adalah kehendak masyarakat.

Namun kita melihat disinilah ironinya ide demokrasi. Ketika mayoritas masyarakat menginginkan diterapkannya perda syariah, pemerintah masih menimbang-nimbang efek negatif serta positif perda tersebut bagi masyarakat. Bahkan kecondonganya bernafsu untuk mengaborsi perda tersebut dengan berbagai dalih. Mulai dari alasan filosofis, sosiologis, yuridis hingga politis yang dipaksakan. Sekedar mengingat ulang bahwa jika diterapkan syariah maka kemaslahatan akan di dapat, sebagaimana kaidah syara’ yang berbunyi “idza kaana syar’u an takun al maslahat-dimana ada syari’ah, disana pasti ada maslahat”.

Hakikatnya dalam demokrasi tidak pernah ada yang namanya rakyat sebagai penentu keinginan. Sejarah AS sendiri menunjukkan hal tersebut. Presiden Abraham Lincoln (1860-1865) mengatakan bahwa demokrasi adalah, “from the people, by the people, and for the people (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Namun, hanya sebelas tahun kemudian setelah Lincoln meninggal dunia, Presiden AS Rutherford B. Hayes, pada tahun 1876 mengatakan bahwa kondisi di Amerika Serikat pada tahun itu adalah from company, by company, and for company (dari perusahaan, oleh perusahaan dan untuk perusahaan).

Sejak awal kelahirannya, kedaulatan dalam demokrasi ada di tangan segelintir rakyat (bukan di tangan rakyat), yakni di tangan para pemilik modal. Hanya saja, mereka menipu rakyat dengan menggembar-gemborkan seolah-olah kedaulatan ada di tangan rakyat. Jadi, bila perubahan yang dikehendaki adalah daulatnya rakyat maka demokrasi tidak memberikan hal itu. Yang berdaulat dan berkuasa dalam demokrasi adalah para pemilik modal.

Kita pun melihat bagaimana para pengusung ide demokrasi yang selalu menggembor-gemborkan ide kebebasan. Di dalam sistem demorasi, memang demokrasi memberikan tempat untuk menyuarakan syariah Islam, namun fakta demokrasi tidak memberikan tempat agar syariah Islam tersebut dapat diterapkan.

Dari fakta tersebut kita bisa melihat bahwa demokrasi memang bukanlah cawan untuk penegakkan syariah Islam. Bukan sistem politik yang relevan untuk tatbiqus syari’ah, karena kontradiksi diametrikal mulai dari asas hingga cabangnya. Kalaupun diterapkan, syariah Islam tersebut hanyalah komplementer atau pelengkap terhadap peraturan (hukum positif produk akal). Syariah Islam yang diterapkan hanyalah  parsial, tidak menyeluruh.

Pilar Penerapan Syariah Islam

Pilar pertama adalah adanya ketakwaan yang dimiliki oleh individu-individu kaum muslimin. Ketakwaan inilah yang akan mendorong seseorang untuk selalu berbuat  kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT, dan ketakwaan ini pulalah yang akan menjaga dan menjauhkan  seseorang dari melakukan pelanggaran dan penyimpangan. Karena orang yang takwa, menyadari sepenuhnya bahwa Allah SWT senantiasa mengamati setiap perbuatan dan tingkah lakunya. Dia juga menyadari, bahwa Allah SWT akan meminta pertanggung jawabannya  atas semua amal yang dia kerjakan. Sehingga dia akan selalu berusaha taat dan menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Seandainya pun dia terlanjur berbuat dosa, karena ketakwaannya ia akan segera menghentikan perbuatannya itu dan segera bertobat serta tidak akan mengulanginya. Sebagai  contoh di masa Rasulullah SAW, pernah ada dua orang yang berzina. Mereka adalah Maiz Al-Aslami dan Al-Ghomidiyah. Masing-masing berzina, yang sudah barang tentu tanpa diketahui oleh siapapun. Tapi karena didorong oleh ketakwaannya, akhirnya mereka  menghadap kepada Rasulullah SAW untuk meminta dihukum rajam dan disucikan. Padahal kalau mau, bisa saja mereka terus menyembunyikan dosa mereka. Tapi karena ketakwaan yang dimiliki , mereka tidak merasa tenang sebelum mereka dihukum sebagai bentuk pensucian diri di hadapan Allah SWT.

Kita bisa lihat, saat ini pilar ketakwaan itu telah goyah bahkan tegerus demikian dasyat dari kaum muslim. Sehingga mereka dengan leluasa terus berbuat dosa, melakukan pelanggaran, dan kemaksiatan. Tanpa rasa khawatir akan adzab dari Allah SWT. Saat ini begitu banyak orang Islam yang meninggalkan kewajiban mereka. Meninggalkan ibadah yang difardhukan kepada mereka, mencampakkan hukum-hukum Allah SWT yang semestinya mereka terapkan. Mereka tidak lagi memperhatikan aqidah dan syariah Islam dalam kehidupannya. Tapi malah terus menjerumuskan diri ke dalam kemaksiatan, dosa, dan berbagai betuk pelanggaran. Mereka memakan riba, mereka berzina, mereka mabuk-mabukan, mereka berjudi, mereka korupsi dan lain sebagainya. Sehingga pilar ketakwaan yang seharusnya dimiliki oleh  individu itu benar-benar telah runtuh.

Pilar yang kedua, adalah kontrol dari masyarakat. Yakni adanya ketakwaan yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat. Artinya, masyarakat yang takwa adalah masyarakat yang peduli terhadap penerapan syariat Islam, dan peduli juga terhadap setiap bentuk pelanggaran syariat. Masyarakat harus membenci seluruh perkara yang dibenci Allah, dan masyarakat harus mencintai apa yang dicintai Allah  SWT. Dan ini bisa  terwujud apabila amar ma’ruf dan nahyi munkar dilakukan oleh setiap individu masyarakat. Sebagai contoh, ketika ada seseorang yang terlihat melakukan pelanggaran syariat baik disengaja ataupun tidak. Misal, ada seorang muslimah  yang membuka aurat/tidak berjilbab di muka umum, atau ada dua orang laki-laki perempuan bukan mahrom yang berdu-duaan, atau melakukan bentuk kemaksiatan lainnya. Maka semua orang yang ada disekitarnya, akan mengingatkan dan mencegahnya agar menghentikan kemaksiatannya itu. Jika semua orang, secara kolektif melakukan kontrol semacam ini, sudah tentu tidak akan ada yang berani melakukan pelanggaran sekecil apapun di muka umum. Karena ketatnya kontrol masyarakat terhadap setiap orang.

Maka kita bisa lihat, pilar kedua ini pun saat ini sudah runtuh. Masing-masing orang tidak peduli lagi dengan pelanggaran, kemaksiatan yang terjadi disekelilingnya bahkan mereka sendiri malah menjadi pelaku pelanggaran dan kemaksiatan tersebut.Yang menyedihkan lagi munculnya gejala diamnya orang-orang yang berilmu (di posisikan oleh masyarakat sebagai ulama ataupun rujukan) atas kedzaliman-kedzaliman dasyat yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari persoalan ekonomi, keadilan hukum sampai negara ini yang dikelola dengan sistem yang jelas-jelas thogut.

Adapun pilar ketiga, dan inilah pilar yang seringkali dilupakan yakni adanya kekuasaan atau negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna kepada rakyatnya. Pilar negara ini sesungguhnya yang akan menyempurnakan dua pilar sebelumnya yakni ketakwaan individu dan kontrol masyarakat. Karena negaralah yang mampu menerapkan Islam berikut melaksanakan hukum-hukum dan sanksi-sanki terhadap setiap pelanggaran. Negaralah yang bisa melaksanakan hukum potong tangan bagi pencurian, yang bisa melaksanakan hukum cambuk bagi perzinahan, bahkan negara bisa menghukum orang –orang yang meninggalkan sholat, meninggalkan puasa dan pelanggaran lainnya. Ringkasnya, dengan adanya negara yang menerapkan Islam, kemungkinan besar seluruh syariat Islam akan dapat dilaksanakan berikut sanksi-sanksi terhadap pelanggaran pun dapat dilaksanakan. Tetapi sebaliknya, tanpa negara yang menerapkan Islam, akan banyak hukum-hkum yang terlalaikan bahkan sulit diterapkan.

Penerapan Syariah Menjadi Penebus Jawabir & Jawazir

Salah satu keistimewaan diberlakukannya hukum syariah Islam adalah sebagai jawabir dan jawazir. Keistimewaan ini tidak akan kita temui di luar daripada hukum Islam.

Misalnya, hukum syariah Islam ketika diterapkan kepada orang-orang yang melakukan tindakan kriminal, dan ketika kepada mereka diberlakukan hukum syariah, maka dosa mereka di dunia telah terhapus, inilah yang dinamakan sebagai jawabir.

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” [HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit].

Disamping itu, pemberlakukan syariah Islam akan menjadi sarana pencegah terjadinya perbuatan tindak kriminal yang baru, inilah yang disebut sebagai Jawazir.

Sebagai contoh, ketika diterapkannya hukum qishash, maka qishash tersebut akan mencegah terjadinya tindakakan balas dendam kepada keluarga korban kepada pelaku atau keluarga pelaku.

Allah swt berfirman : “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [surat al baqarah ayat 179]

Al-Alusi berkata dalam tafsirnya, Ruhul Ma’ani (2/1130), mengatakan, “Makna qishash sebagai jaminan kelangsungan hidup adalah kelangsungan hidup di dunia dan di akhirat. Jaminan kelangsungan hidup di dunia telah jelas karena dengan disyariatkannya qishash berarti seseorang akan takut melakukan pembunuhan. Dengan demikian, qishash menjadi sebab berlangsungnya hidup jiwa manusia yang sedang berkembang. Adapun kelangsungan hidup di akhirat adalah berdasarkan alasan bahwa orang yang membunuh jiwa dan dia telah diqishash di dunia, kelak di akhirat ia tidak akan dituntut memenuhi hak orang yang dibunuhnya.”

Oleh karenanya, sebagai seorang yang mengaku muslim, tidak sepatutnya merasa gerah terhadap penerapan syariah Islam (kecuali orang yang nifaq). Disamping penerapan syariah itu sendiri adalah perwujudan keimanan kita kepada Allah swt sebagai pencipta kita, sekaligus juga menjalankan syari’ah Islam yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah swt sebagai pembawa risalah Islam yakni aqidah dan syariah Islam, yang berfungsi mengatur hubungan manusia dengan penciptaNya dalam perkara ibadah, untuk mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri yakni dalam pengaturan masalah akhlaq, makanan, pakaian dan minuman, serta untuk mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yakni dalam perkara mu’alamah dan ‘uqubat. Itulah kesempurnaan Islam sebagai agama sekaligus sebagai sebuah ideologi.Cuman sayang, masih banyak generasi Islam bermimpi semua itu bisa diwujudkan melalui jalan yang bernama demokrasi. Jangan lupa, Islam telah menggariskan solusi (syariah;seperangkat aturan lengkap untuk kehidupan politik), sekaligus metode penerapannya (thoriqoh/method). Islam hanya bisa tegak secara kaffah dengan institusi yang disebut Daulah Islamiyah (Khilafah ala Minhajin Nubuwah).Wallahu A’lam bishowab.[]

http://www.eramuslim.com/berita/analisa/dilema-perda-syariah-dalam-sistem-hipokrit-demokrasi.htm#.URY8jVL3Arg

Sabar Dalam Tinjauan Syar'i



حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عِمْرَانَ أَبِي بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ قَالَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَلَا أُرِيكَ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى قَالَ هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي قَالَ إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ فَقَالَتْ أَصْبِرُ فَقَالَتْ إِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللَّهَ لِي أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا مَخْلَدٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ أَنَّهُ رَأَى أُمَّ زُفَرَ تِلْكَ امْرَأَةً طَوِيلَةً سَوْدَاءَ عَلَى سِتْرِ الْكَعْبَةِ خ 5220 \ م 4673

Artinya : Telah bercerita pada kami Musaddad, telah bercerita pada kami Yahya dari Imran Abu Bakar berkata, telah bercerita pada kami 'Atha Bin Abi Rabah berkata, " Ibnu Abbas berkata kepadaku, maukah aku tunjukkan salah satu wanita dari penghuni jannah (surga) ". Jawabku " Ya". Katanya :

"Wanita hitam ini, dia pernah datang pada Nabi e, lalu berkata, 'Saya punya penyakit ayan (epilepsi), dan saya terkadang membuka pakaianku. Mintakanlah pada Allah Ta'ala kesembuhanku !'" Rasul e menjawab " Jika kau mau, sabarlah maka kau akan mendapatkan jannah. Atau aku mintakan pada allah Taa'la agar menyembuhan penyakitmu." Lalu dia menjawab " Aku akan bersabar. "Tambahnya. "Tapi aku sering membuka bajuku. Maka do'akanlah agar aku bisa menghindari hal itu." Lalu Rasul e mendo'akannya.

Telah menceritakan padaku Muhammad, menceritakan padaku Muhallad dari Ibnu Juraij menceritakan padaku 'Atha bahwa dia melihat Umu Zufar, wanita tinggi dan hitam di bawah penutup ka'bah.


Hakikat Sabar

Sabar secara bahasa berarti menahan. Menahan jiwa dari kegoncangan dan marah, menahan lidah dari mengeluh dan menahan tubuh dari merobek atau memukul-mukul (tanda tidak sabar). Sabar ada tiga macam yaitu : Sabar dalam menjalankan ketaatan pada Allah Ta'ala, sabar dalam menjauhi maksiat padaNya, dan sabar atas ujian dariNya. Dua hal yang pertama membutuhkan usaha dari hamba untuk menetapinya.

Berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyah " Kesabaran nabi Yusuf semoga Allah memberi keselamatan padanya, menolak ajakan istri raja Mesir lebih sempurna daripada keadaan ketika dia dibuang di sumur, dijual dan dipisahkan dari bapaknya. Karena hal itu menimpanya dan hamba tidak bisa menghindarinya dan tiada jalan keluar kecuali harus sabar. Adapun sabar dalam menjauhi maksiat butuh sikap dan ketegasan dari kita, menahan jiwa. Apalagi adanya sebab-sebab yang sangat menunjang hal itu. Dia adalah seorang pemuda perjaka, dan kecenderungan kepadanya sangat kuat. Tidak ada yang menghalaginya dan menolak syahwatnya. Dia adalah pendatang, yang tidak ada beban metal pada tempat tinggalnya, teman, saudara ataupun keluarganya. Budak dan tidak akan dihukumi sebagaimana orang yang merdeka. Wanitanya sangat cantik, punya kedudukan, dan dia adalah tuannya. Tidak ada manusia yang mengawasinya bahkan wanita yang mengajaknya. Memaksanya dan mengancamnya jika tidak memenuhi ajakannya. Akan dipenjarakan dan dihinakan. Karena faktor itu semua, sabar merupakan ikhtiyar dan itsar(mengutamakan) pada sesuatu yang disisi Allah Ta'ala. Dan ini tidak ada pada kasus yang pertama tadi."

Katanya lagi " Sabar dalam menjalani ketaatan lebih sempurna dan utama dari sabar menjauhi maksiat. Karena maslahat menjalankan ketaatan lebih dicintai pemberi syariat dari maslahat meninggalkan maksiat. Kerusakan (mafsadat) tiadanya ketaatan lebih dibenci dan dimurkai dari mafsadah adanya kemaksiatan."

Contoh ibadah yang paling utama yang erat kaitannya dengan sabar adalah puasa. Karena didalamnya mengandung 3 kesabaran. Yaitu sabar atas ketaatan pada Allah Azza wa Jalla, dan menahan dari maksiat kepadanya karena dia meninggalkan syahwatnya karena Allah Ta'ala. Padahal jiwanya ingin selalu menyelisihinya. Oleh karena itu pahala puasa adalah akan ditentukan oleh Allah Ta'ala secara langsung. Yang ketiga, dia harus menahan rasa sakit berupa lapar dan dahaga yang menimpanya. Dan rasul memberi nama bulan puasa dengan bulan kesabaran.

Sabar atas musibah

Manusia dalam menjalani kehidupan, pasti akan menghadapi berbagai cobaan. Baik menimpa jiwa, harta, keluarga atau kendarannya. Dan itu semua menjadi perhatian yang besar dari semua manusia. Sehingga menyebabkan keputusasaan (QS Al-Isra' 87). Dan terjangkit kegoncangan-kegoncangan serta ketakutan. Oleh karena itu Allah Ta'ala menjadikan jalan keluar bagi orang muslim berupa kesabaran. Berani menatap masa depannya dengan berani dan rasa optimis. Karena pada urusan dunia dan akhiratnya, masing-masing telah ada solusinya. Dengan sabar atau bersyukur.

Syaikh Utsaimin semoga Allah Ta'ala merahmatinya, dalam kitabnya Syarh Riadhus-shalihin menyebutkan, manusia ketika tertimpa musibah ada 4 keadaan, yaitu :

1. Marah, baik dalam hati, lisan atau anggota badannya.

Merasa Allah Ta'ala telah menganiayanya dengan musibah itu. Lalu dari mulutnya keluar sumpah serapah, celaan, laknat bahkan mencela waktu. Dan hal ini telah dilarang Allah Ta'ala. Yang lebih parah lagi, mereka menampar-nampar pipinya, memegang-megang kepalanya, mengacak-acak rambut, merobek-robek pakaianya. Bahkan ada yang sampai bunuh diri.(kita berlindung dari hal itu). Orang ini tidak akan mendapatkan pahala dari musibahnya. Bahkan dia mendapat 2 kerugian, pada diennnnya (mendapat dosa) dan dunianya (merasakan sakit).

2. Sabar.

Dia membenci musibah, tapi dia menahannya. Tidak marah pada Allah Ta'ala. Tidak dalam hatinya, lisannya dan tidak melakukan dengan anggota tubuhnya.

3. Ridlo (rela).

Dia menerimanya dengan lapang dada dan rela secara sempurna seolah-olah tidak ada musibah.

Perbedaan antara sabar dengan ridlo adalah kalau sabar hanya menahan dengan tidak marah dan berharap agar derita itu bisa segera hilang. Adapun ridlo tidak mengharapkan agar derita itu hilang walau merasakan sakit bahkan kalau keridloan semakin tinggi dia sampai tidak merasakan rasa sakit tersebut.

4. Bersyukur.

Rasulullah jika melihat sesuatu yang tidak menyenangkannya selalu berhamdalah. Kelompok ini bersyukur karena Allah memberi padanya kesempatan untuk mendapatkan pahala yang besar dengan musibah itu. Sebagian hamba ditanya apakah penyebab hal ini. Ujarnya " Karena kemanisan pahalanya, sehingga melalaikan aku dari kepahitan sabar."


Keluhan tidak menghilangkan kesabaran

Mengeluh selama kepada Allah Ta'ala saja maka tidak merusak sabar. Nabi ya'qub mengabungkan dengan kesabaran yang baik (sabrun jamil)QS Yusuf :86. Juga apa yang menimpa nabi Ayyub. Yang merusak kesabaran adalah mengadukan Allah bukan mengadu pada Allah Ta'ala. Dalam syair " Jika kamu tertimpa musibah maka bersabarlah. Sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Tahu. Jika kamu mengadu ke anak Adam berarti kamu mengadukan Yang Maha Penyayang pada yang tidak penyayang".


Tauladan Kesabaran

Umu Zufar, telah mengambil sabar sebagai pilihan karena tahu begitu besarnya pahala dan keutamaan sabar, sebagaimana hadist diatas.

Umu Sulaim, begitu sabarnya sehingga memberitahukan kabar kematian anaknya pada suaminya ( Abu Thalhah ) pada momen yang sungguh tepat. Demikian dalam hadist sahih.

Ketika orang-orang hendak memotong kaki 'Urwah bin Zubair karena satu penyakit, mereka berkata sekiranya kami meminumkan sesuatu sehingga anda tidak merasakan sakitnya. 'Urwah menjawab, "Hanyasannya Allah Ta'ala mengujiku untuk melihat kesabaranku. Haruskah aku menyelisihi keputusanNya?"

Umar bin Abdul Aziz berkata, "tidaklah Allah menganugerahkan suatu nikmat kepada seorang hamba lalu dia mencabutnya dan sang hambapun bersabar atasnya, kecuali Allah Ta'ala akan mengantikannya yang lebih baik."

Rasulullah e mendo'akan kaum Thaif, ketika malaikat Jibril meminta ijin agar menimpakan gunung atas mereka. Padahal dakwah beliau ditolak bahkan disakiti, lalu diusir.

Bilal bin Rabah, Amar bin yasir dan keluarganya dijamin surga karena kesabarannya mempertahankan keyakinannya.

Bahkan diceritakan seorang panglima perang islam yang menyuruh pasukannya untuk membenamkan setengah tubuhnya ke tanah, karena melatih kesabaran mereka.
Al-Junaid pernah berkata "Sabar yaitu menelan kepahitan tanpa mengerutkan muka." Dzun Nuun al-Misri berkata, "Sabar adalah menjahui hal-hal yang bertentangan dengan agama. Bersikap tenang ketika menghadapi ujian yang berat dan menampakkan kecukupan di kala kefakiran yang datang ke tengah medan kehidupan." Ada yang berkata, "Sabar adalah tegar menghadapi cobaan dengan perilaku yang baik." Ada juga yang mengatakan ,"Ia adalah berlapang dada ketika ditimpa musibah dengan tidak menunjukkan keluh kesah."

Sabar dalam alquran

Tersebut dalam 90 tempat. Merupakan setengah keimanan, disamping syukur(HR Bukhari, juga at-Tabrani dengan sanad yang sahih). Termuat didalamya perintah untuk sabar, QS 2:45 dan 153, serta menjauhi lawannya, QS 3:139 dan al-Ahqaf 35. Dipuji pelakunya dan termasuk golongan yang mendapat maiyah (kebersamaan) secara khusus. Merupakan hal terbaik bagi pelakunya dan pahalanya tidak terbatas. Mendapatkan kabar gembira secara mutlaq dan syarat mendapatkan pertolongan Yang Maha Pencipta. Pelakunya bisa memahami ayat-ayat Allah Ta'ala dan jalan agar mendapatkan kemenangan, serta menjadi syarat untuk mencapai kepeimpinan. " Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." QS As-Sajdah (32):24 Yang dimaksud dengan "sabar" ialah sabar dalam menegakkan kebenaran.


Kedudukan sabar dalam dien

Ibarat kepala bagi tubuh, yaitu tidak ada keimanan bagi orang yang tidak sabar. Umar bin Khatab berkata "Sebaik-baik hidup yang lalui adalah dengan bersabar". Dia merupakan cahaya ( HR Muslim ). Cahaya yang di maksud adalah cahaya yang bisa menghasilkan panas dan bisa membakar sebagaimana cahaya matahari. Berbeda dengan cahaya bulan yang tidak akan membakar apa yang dikenainya. Oleh karena itu dalam alquran matahari itu disebut sebagai dhia'(cahaya) sedang rembulan sebagai nur. Syariat nabi Musa juga disifati dengan dhia' sedang syariat nabi Muhammad e adalah sebagai nur. Juga siapa yang berusaha untuk sabar maka Allah Ta'ala akan menguatkan kesabarannya ( HR Bukhari no:1429, Muslim, Zakat no :124 dari Abu Said Al Khudri).

Merupakan keajaiban dari orang mu'min yang tidak akan mungkin ditemui pada umat manapun. Ketika dalam keadaan lapang mereka bersyukur dan dalam keadaan susah mereka bersabar. Dan pahala menanti tanpa batas di akhirat kelak. Sebagai contohnya, jaminan jannah yang di pilih oleh salah satu penderita penyakit gila yaitu Umu Zufar dalam hadist diawal pembahasan. Juga pesan Rasul e pada kaum Ansar agar tetap sabar sampai mereka menjumpai telaga Rasulullah e di akhirat kelak ( sebagaimana dalam HR Bukhari no 3792 dan Muslim no 132, bab Zakat ).

Sabar ini harus dilakukan dalam momen pertama kita mendapatkan musibah dan menghadapi musuh. Dan rasa kemarahan serta mengeluh pada mahluk menyebabkan hilangnya pahala dan menambah derita. Rasulullah e bersabda " Tiada seseorang diberi karunia yang lebih bagus dan lebih besar selain kesabaran ". Kesabaran semuanya adalah baik.


Sabar dan pertolongan

Umar bin Khatab semoga Allah Ta'ala meridloinya berkata kepada pembesar Bani Abbas " Dengan apa kalian berperang ?" mereka menjawab "Dengan kesabaran, kami tidak bertemu suatu kaum kecuali kami sabar seperti mereka sabar menghadapi kami." Ibnu bathal berkata " Keberanian adalah kesabaran sesaat ." Dan hal ini berlaku untuk jihad menghadapi musuh orang kafir juga jihad untuk menghadapi hawa nafsu. Sesungguhnya pertolongan itu bersama dengan kesabaran. Dalam surat al-Anfal :65 dan 66 Allah Ta'ala mensyaratkan kaum muslim dalam berperang agar dapat mengalahkan musuh yang jumlahnya lebih banyak dengan sabar. Pada awal mula islam satu orang bisa mengalahkan 20 musuh. Lalu Allah Ta'ala meringankan menjadi satu dapat mengalahkan dua musuh.


Buah kesabaran

Dari manfaat sabar sebagaimana yang telah kita paparkan adalah sikap ridlo, ketenangan, bahagia, terwujudnya kemuliaan, karomah dan kebaikan. Dan berhak mendapatkan penguatan dari Allah Ta'ala. Pertolongan dan kecintaan. Itu baru buah yang bisa didapat didunia. Sedang di akhirat sebagaimana janji Allah Ta'ala surat az-Zumar(39):10. "Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." Para malaikat menyambut para penghuni jannah dengan mengigatkan bahwa hal itu adalah buah dari kesabaran ketika di dunia.

 [ Masyhudhie Abdullah (Alumnus Ma'had 'Aly Al-Islam)]


Wa Allahu a'lam bi showab.

Referensi
1. Alquran dan terjemahnya
2. Fathul bari
3. Al-mihaj
4. Jamiul ulum wal hikam
5. Tazkiyah an-Nafs
6. Al-Wafy
7. Syarh riadlus-shalihin, syaikh Ustaimin 

http://alislamu.com/makalah/5793-sabar-dalam-tinjauan-syari.html

SUBUH, Semoga Usia Barakah Untuk Hidup

Ilustrasi (Republika Online)
Ilustrasi (ROL)

dakwatuna.com - Suatu kenikmatan yang amat besar saat kita tidur kemudian kita terbangun kembali. Tidak semua orang dapat merasakan kenikmatan ini. Saat subuh pun merupakan suatu pelajaran yang binatang ajarkan kepada manusia. Waktu subuh sautan ayam telah mengajarkan kita untuk bangun dan mengucap rasa syukur terhadap Allah. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa berhubungan dengan dunia nyata. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan dalam Al-Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.

Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allahlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan (Al-An’am:60)

Sesungguhnya saat kita tertidur Allah mematikan kita sesaat. Oleh karenanya Rasulullah mengajarkan doa Alhamdulillahi al-ladzi ahyaana ba’da ma amatana wa ilaihi an-nushur” artinya “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah dimatikan- Nya, dan kepada-Nya kami akan kembali”.

Suasana segar di pagi hari memberikan inspirasi tertanda kekuasaan Illahi. Segarnya udara pagi belum terkontaminasi polusi memberikan khasiat yang luar biasa bagi pernafasan kita. Kualitas oksigen yang baik ini akan memaksimalkan kerja otak, mencegah kerusakan paru-paru, memperlancar peredaran darah, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Di saat orang membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada Allah dan memulai hari dengan sebuah shalat yang khusyuk, shalat subuh.

Bagi mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al-Qur’an, setiap hari baru penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada iman. Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu nikmat Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang perlu direnungkan.

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan (Az-Zumar:42)

Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa manusia diambil pada saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang telah ditentukan untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari sebelumnya, dan untuk dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan sempurna adalah sebuah keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang tiada bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam kondisi sehat.[1]

Sementara pengertian dari barakah itu sendiri ialah “ziyadah Al-Khair” artinya bertambah kebaikan. Sungguh beruntung bagi orang yang dalam hidupnya panjang umur dan banyak amal kebaikan atau amal shalihnya. Semoga kita bisa memanfaatkan usia, sehingga dapat beramal shalih dengan ikhlas, aamiin.

Wallahua’lam bishshawab

[1] Harun Yahya (24 jam seorang muslim)

ATM (Akses Tunai Muzaki)

“Akses Tunai Muzaki (ATM) menjadi produk antara dalam membersihkan dan mensucikan harta dengan berzakat.”

Perputaran tiga zaman yang kita rasakan saat ini menimbulkan konsekuensi tersendiri.  Era Agraris, menguntungkan petani dengan kekuatan swasembada pangan. Era industrialisasi menuntut tumbuh berkembangnya perusahaan dan pabrikasi sehingga berdampak pada kemudahan tenaga kerja dan penyempitan lahan pertanian.  Demikian juga dengan era teknologi komunikasi, menuntut kesiapan dengan percepatan informasi terhadap arus perkembangan global. Kemudahan jaringan satelit mempercepat akses komunikasi menjadi tanpa batas. Kemudahan mengakses dan memanfaatkan teknologi mutakhir menjadi kompetisi industry bisnis dalam menjaring sebanyaknya-banyak customer.

Sebagai contoh dunia perbankan saat ini terus berkompetisi dalam menjaring nasabah dengan memberi kemudahan akses layanan. Aneka produk seperti internet banking, ATM, Credit Card, Phone Banking dan yang lainnya merupakan jawaban atas kecanggihan perbankan menjawab kebutuhan nasabah dan kecanggihan teknologi informasi.

Tentunya hal ini semestinya menjadi perhatian serius bagi para pengelola lembaga zakat. Zakat yang merupakan kewajiban dan perintah Allah SWT dalam Alquran surat At-Taubah: 103: “Ambillah dari sebagian harta mereka sebagai shodaqoh (zakat) …………..”. Sebagai aset dan Dana Abadi Umat yang Allah SWT siapkan sampai akhir zaman, tentunya proses dan sistemnyapun akan selalu update dengan perkembangan zaman.  Kewajiban mengeluarkan zakat tidak pernah usang dengan waktu dan kondisi masyarakat. Meskipun para mustahik yang disantuni dengan dana zakat sudah sejahtera namun kewajiban berzakat bagi muzaki tidak pernah berhenti.

Nah, dalam menjawab tantangan teknologi bagi muzaki semestinya semua fasilitas mutakhir dan kecanggihan teknologi menjadi  akses yang memudahkan muzaki untuk berzakat. Sehingga dengan situasi dan kondisi apapun selalu ada kemudahn dalam berzakat.

Bagi Dompet Dhuafa sebagai gerbong lokomotif lembaga zakat di Indonesia, era informasi dan teknologi menjadi tantangan tersendiri untuk terus mengakses dan menjawab kemudahan berzakat. dengan kualitas SDM yang profesional dan amanah sajian produk layanan berzakat dikemas sesuai kebutuhan muzaki. Mulai dari sebaran konter dan gerai zakat ala waralaba di lokasi yang mudah diakses sampai dengan memanfaatkan kecanggihan ala perbankan dalam pengambilan dana seperti ATM.

Kini bagi para pemegang kartu ATM, berzakat menjadi lebih mudah. Dengan langsung mendebetkan jumlah nilai yang dizakati dengan mentransfer ke nomor rekening yang tersedia maka kewajiban zakat telah tertunai. Subhanalah, ternyata Akses Tunai Muzaki (ATM) menjadi produk antara dalam membersihkan dan mensucikan harta dengan berzakat.

Wallahu a’lam bis showab.
Oleh: H. Ahmad Shonhaji, S.Ag
http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/atm-akses-tunai-muzaki.htm#.URY7xlL3Arg

Adab Shalat Berjamaah di Masjid

Shalat berjamaah di masjid merupakan salah satu amal yang mulia. Agar ibadah ini semakin sempurna, ada beberapa adab dan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak boleh diabaikan. Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak melakukan shalat berjamaah di masjid :

[MemilihPakaian yang Bagus]

Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus saat pergi ke masjid. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, akan tetapi memerintahkan pula untuk memperbagus pakaian, lebih-lebih lagi ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’ala berfirman

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al A’raf: 31).

Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan untuk berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan hari raya. Termasuk dalam hal ini memakai parfum bagi laki-laki.

Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau berisi tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada dibelakangnya akan melihat dan membacanya sehingga mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan shalat.

[Berwudhu dari Rumah]

Sebelum pergi ke masjid, hendaknya berwudhu sejak dari rumah, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 1553)

 [Membaca Doa Menuju Masjid]

Saat keluar dari rumah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ

“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:  “Bismillahi tawakkaltu ‘alallaahi, laa haula wa laa quuwata illa billah (Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘ Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu Daud no. 595, At-Tirmizi no. 3487)

Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
Allahummaj’al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam’i nuura wa ‘an yamiinihi nuura wa ‘an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj’al lii nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya” (H.R Muslim 763)

[Berdoa Ketika Masuk Masjid]

Setelah sampai di masjid, hendaknya masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid. Bacaan doa masuk masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rahmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim 713)

 [Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat]

Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ

Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat  mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 ( tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yangsedang  shalat.” (HR. Bukhari 510 dan Muslim 1132)

Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas ketika beliau menginjak usia baligh. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaa’ah yang diimami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya  baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan tersebut (Lihat dalam riwayat Bukhari 76 dan  Muslim 504). Namun demikian, sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum.

[Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk]

Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (H.R. Bukhari 537 dan Muslim 714)

Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadits ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’, akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat qabliah atau sunnah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama.

[Menghadap Sutrah Ketika Shalat]

Yang dimaksud denagan sutrah adalah pembatas dalam shalat, bisa berupa tembok, tiang, orang yang sedang duduk/sholat, tongkat, tas, dll. Sutrah disyariatkan bagi imam dan bagi orang yang shalat sendirian. Dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat menghadap sutrah terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا

Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya ia shalat dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya” (HR. Abu Daud 698. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shahihul Jaami’ 651)

Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum memasang sutrah adalah wajib karena adanya perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.. Dalam shalat berjamaah yang menghadap sutrah adalah imam, dan sutrah bagi imam juga merupakan sutrah bagi makmum yang dibelakangnya.

Hendaklah orang yang shalat menolak/mencegah apa pun yang lewat di depannya, baik orang dewasa maupun anak-anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنّمّا هُوَ شَيْطَانٌ

“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang menutupinya dari manusia (menghadap sutrah), lalu ada seseorang ingin melintas di hadapannya, hendaklah ia menghalanginya pada lehernya. Kalau orang itu enggan untuk minggir (tetap memaksa lewat) perangilah (tahanlah dengan kuat) karena ia hanyalah setan.” (HR. Bukhari 509 dan Muslim 1129)

[Menjawab Panggilan Adzan]

Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk menjawab adzan. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ

Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)

Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu kalimat{ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ,  حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ} disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalah yaitu kalimat { لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ } sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah  kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)

Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :


مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba hadzihid da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa ‘adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)

[Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Uddzur]

Jika kita berada di dalam masjid dan adzan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada udzur. Hal ini sebagaiamana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiyallahu’anhu, beliau berkata :

كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (H.R Muslim 655)

Imam Nawawi menjelaskan bahwa berdasarkan hadits di atas dibenci keluar dari masjid setelah ditunaikannya adzan sampai sholat wajib selesai ditunaikan, kecuali jika ada udzur.

Tidak boleh keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan kecuali  ada udzur seperti mau ke kamar kecil, berwudhu, , mandi, atau keperluan mendesak lainnya.

[Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah]

Hendakanya kita memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah dengan amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah, membaca al quran, berdizikir, atau berdoa. Waktu ini  merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Boleh juga diisi dengan membaca quran atau mengulang-ulang hafalan al quran asalkan tidak dengan suara keras agar tidak mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة

Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

Tidak selayaknya seseorang justru mengisi waktu-waktu ini dengan obrolan-obrolan yang tidak bermanfaat.

[Jika Iqamah Telah Dikumandangkan]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ

 Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710)

Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.

[Raihlah Shaf yang Utama]

Di antara kesempurnaan shalat berjamaah adalah sebisa mungkin menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan, adapun bagi wanita yang paling belakang. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ صُفُوفِ الِرجَالِ أَوِّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama.” (H.R.Muslim 440)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لاَسْتَهَمُوْا

Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 721 dan Muslim 437)

[Merapikan Barisan Shalat]

Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam shalat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak rapat dan lurus

Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ

 “Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR. Bukhari 717 dan Muslim 436)

[Jangan Mendahului Gerakan Imam]

Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ

Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734)

Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut:

َ أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَار

Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala  keledai? “(H.R Bukhari 691)

[Berdoa Ketika Keluar Masjid]

Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)

Ketika kelauar masjid dmulai dengan kaki kiri terlebih dahulu.

[Jika Wanita Hendak Pergi ke Masjid]

Tempat shalat yang paling baik bagi seorang wanita adalah di dalam rumhanya. Allah Ta’ala berfirman :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (Al Ahzab :33)

Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

Jangan kalian larang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid, tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”. (HR. Abu Daud dan dihasankan di dalam kitab Irwa Al Ghalil 515)

Namun demikian, tidak terlarang bagi seorang wanitaa untuk pergi ke masjid. Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan :
  1. Meminta izin kepada suami atau mahramnya
  2. Tidak menimbulkan fitnah
  3. Menutup aurat secara lengkap
  4. Tidak berhias dan memakai parfum
Abu Musa radhiyallahu‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً ».

Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib 2019)

Inilah di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan ketika hendak shalat berjamaah di masjid. Semoga penjelasan ini dapat menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam.[1]

Penulis: Adika Mianoki
Artikel www.muslim.or.id


[1]  Tulisan ini banyak mengambil faedah dari Kitab Shahih Fiqih Sunnah karya Syaikh Abu Malik dal Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz karya Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Adzim Badawi  serta beberapa tambahan dari sumber lain.

Ketika Ratusan Wanita Non Muslim Gunakan Jilbab

HARI Hari Hijab Sedunia mulai diperingati 1 Februari 2013, dengan menyerukan perempuan non Muslim untuk menggunakan jilbab. Apakah langkah ini dapat meningkatkan toleransi dan saling memahami?

"Saya tidak terlatih menggunakan apa yang anda sebut sebagai jilbab, anda tinggal memasukannya ke kepala anda. Tetapi saya menemukan bahwa jangkauannya sangat luas, " ujarnya dikutip BBC.

Itu yang dikatakan Jess Rhodes, 21 tahun, seorang mahasiswi dari Norwich Inggris. Dia sangat ingin mencoba penutup kepala, tetapi sebagai seorang non Muslim dia tak pernah berpikir bahwa itu merupakan sebuah pilihan.
Jadi ketika temannya memberikan peluang untuk memakai jilbab, dia menyanggupinya.

"Dia meyakinkan saya bahwa saya tidak perlu menjadi Muslim, ini hanya soal kesopanan, meskipun dikaitkan dengan Islam, jaid saya pikir, mengapa tidak?"

Rhodes merupakan salah satu dari ratusan non Muslim yang akan menggunakan jilbab dalam peringatan pertama Hari Hijab Sedunia pada 1 Februari.

Jess Rhodes, foto hari-hari biasa (tak berjilbab) dan saat aksi membela jilbab (mencoba berkurung)

Jejaring sosial

Peringatan yang diorganisir oleh seorang perempuan asal New York Nazma Khan, dan disebarkan melalui situs jejaring sosial ini telah menarik perhatian Muslim dan non Muslim di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.
Bagi banyak orang, hijab merupakan simbol penindasan dan perbedaan. Dan menjadi perdebatan mengenai Islam di negara-negara Barat.

Hari Hijab Sedunia dirancang untuk meredakan kontroversi itu. Dan mendorong perempuan non Muslim (atau perempuan Muslim yang tidak menggunakannya) untuk menggunakan dan mengalami seperti apa menggunakan jilbab, sebagai bagian dari upaya untuk saling memahami.

"Tumbuh di Bronx, di NYC, saya mengalami diskriminasi yang besar karena hijab saya," kata penyelenggara Khan, yang pindah ke New York dari Bangladesh pada usia 11 tahun. Dia merupakan satu satunya Hijabi (istilah untuk pemakai jilbab) di sekolahnya.

Jilbab

Di sejumlah negara dengan mayoritas Muslim, jilbab banyak dijual dipasaran.
"Di sekolah menengah saya merupakan 'Batman' atau 'ninja,'" kata dia.
"Ketika saya kuliah tak lama setelah peristiwa 9/11, jadi mereka memanggil saya Osama Bin Laden atau teroris. Itu sangat mengerikan.

"Saya berpikir satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi adalah jika kita meminta rekan kita untuk merasakan sendiri pengalaman berhijab."

Khan tidak menyangka akan mendapatkan dukungan dari seluruh dunia. Dia mengatakan telah dihubungi oleh puluhan orang dari berbagai negara, termasuk Inggris, Australia, India, Pakistan, Prancis dan Jerman. Informasi mengenai kelompok ini telah diterjemahkan kedalam 22 bahasa.

Melalui jejaring sosial ini, Jess Rhodes terlibat. Rekannya Widyan Al Ubudy tinggal di Australia dan meminta teman Facebooknya untuk ikut terlibat.

Reaksi

"Orangtua saya, reaksi alaminya adalah mempertanyakan apakah ini merupakan ide yang baik," kata Rhodes, yang memutuskan untuk menggunakan jilbab selama satu bulan.

"Mereka khawatir saya akan diserang di jalanan karena adanya kesenjangan toleransi."

Rhodes juga khawatir dengan reaksi ini, tetapi setelah delapan hari menggunakan jilbab dia terkejut dengan situasi positif yang dialaminya.

"Saya tidak dapat menjelaskan tetapi orang-orang sangat membantu, terutama di toko-toko," kata dia.
Esther Dale, 28 tahun, yang tinggal di negara bagian California AS, merupakan seorang perempuan non MUslim lain yang mencoba menggunakan jilbab pada hari ini.

Ibu dari tiga anak ini diberitahu oleh seorang temannya yang merupakan seorang 'hijabi'.
Sebagai penganut Mormon, Dale paham pentingnya keyakinan dalam kehidupan sehari-hari, dan tuduhan yang didapat karena pakaian yang dikenakan.

Dia mengetahui stigma terhadap penutup kepala dan berharap kesempatan ini dapat digunakan untuk menghapusnya.

"Saya mengetahui mengenai kesantunan dalam perilaku, tidak hanya pakaian dan ini hanya merupakan asumsi yang salah bahwa perempuan menggunakannya jika mereka dipaksa - terutama di AS," kata dia.

"Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mendidik orang bahwa anda tidak dapat memberikan tuduhan yang akurat mengenai seseorang berdasarkan apa yang mereka kenakan," kata Dale.*

http://hidayatullah.com/read/27065/02/02/2013/ketika-ratusan-wanita-non-muslim-gunakan-jilbab.html

Hadits-Hadits Tentang Bid'ah

Banyak kaum muslimin yang masih meremehkan masalah bid’ah. Hal itu bisa jadi karena minimnya pengetahuan mereka tentang dalil-dalil syar’i. Padahal andaikan mereka mengetahui betapa banyak hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang membicarakan dan mencela bid’ah, mereka akan menyadari betapa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sangat sering membahasnya dan sangat mewanti-wanti umat beliau agar tidak terjerumus pada bid’ah. Jadi, lisan yang mencela bid’ah dan mewanti-wanti umat dari bid’ah adalah lisan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri.

Hadits 1

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Hadits 2

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Hadits 3

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim no. 867)

Dalam riwayat An Nasa’i,

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)

Hadits 4

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)

Hadits 5

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ

“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya”  (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)

Hadits 6

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).

Al’Aini ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata: “Hadits-hadits yang menjelaskan orang-orang yang demikian yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridhai Allah itu tidak termasuk jama’ah kaum muslimin. Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zhalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan al haq. Orang-orang yang melakukan itu semua yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadits ini” (Umdatul Qari, 6/10)

Hadits 7

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah’”. Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864)

Hadits 8

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Hadits 9

Hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman, ia berkata:

يا رسولَ اللهِ ! إنا كنا بشرٌ . فجاء اللهُ بخيرٍ . فنحن فيه . فهل من وراءِ هذا الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : هل من وراءِ ذلك الشرِّ خيرٌ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : فهل من وراءِ ذلك الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : كيف ؟ قال ( يكون بعدي أئمةٌ لا يهتدون بهدايَ ، ولا يستنُّون بسُنَّتي . وسيقوم فيهم رجالٌ قلوبُهم قلوبُ الشياطينِ في جُثمانِ إنسٍ ) قال قلتُ : كيف أصنعُ ؟ يا رسولَ اللهِ ! إن أدركت ُذلك ؟ قال ( تسمعُ وتطيع للأميرِ . وإن ضَرَب ظهرَك . وأخذ مالَك . فاسمعْ وأطعْ )

Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kebaikan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Aku bertanya: ‘Apa itu?’. Nabi bersabda: ‘akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku. Akan hidup diantara mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan namun berjasad manusia’. Aku bertanya: ‘Apa yang mesti kami perbuat wahai Rasulullah jika mendapati mereka?’. Nabi bersabda: ‘Tetaplah mendengar dan taat kepada penguasa, walau mereka memukul punggungmu atau mengambil hartamu, tetaplah mendengar dan taat’” (HR. Muslim no.1847)

Tidak berpegang pada sunnah Nabi dalam beragama artinya ia berpegang pada sunnah-sunnah yang berasal dari selain Allah dan Rasul-Nya, yang merupakan kebid’ahan.

Hadits 10

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ

Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)

Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa akan ada orang yang mengubah-ubah sunnah beliau. Sunnah Nabi yang diubah-ubah ini adalah kebid’ahan.

Hadits 11

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ ، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu’alaihi wasallam. ٍSetelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya” (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanitaBarangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku” (HR. Bukhari no.5063)

Dalam hadits di atas, ketiga orang tersebut berniat melakukan kebid’ahan, karena ketiganya tidak pernah diajarkan oleh Nabi. Yaitu puasa setahun penuh, shalat semalam suntuk setiap hari, kedua hal ini adalah bentuk ibadah yang bid’ah. Dan berkeyakinan bahwa dengan tidak menikah selamanya itu bisa mendatangkan pahala dan keutamaan adalah keyakinan yang bid’ah. Oleh karena itu Nabi bersabda “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku“.

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan dan mencela bid’ah, namun apa yang kami nukilkan di atas sudah cukup mewakili betapa bahaya dan betapa pentingnya kita untuk waspada dari bid’ah.

Wallahu’alam.

Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id