Hidayah (Petunjuk) dan Dholalah (Kesesatan)

Sering saya mendapat pertanyaan terkait masalah Hidayah (petunjuk) dan Dholalah (Kesesatan). Pertanyaan tentang Hidayah dan Dholalah tersebut erat kaitannya dengan tipologi manusia seperti yang dijelaskan di atas. Pertanyaan yang sering muncul ialah : Mengapa manusia ada yang beriman dan ada yang kafir (mengingkari) Allah Tuhan Pencipta? Kenapa tidak Allah cipatakan saja semua manusia itu beriman kepada-Nya. Bukankah Allah Maha Kuasa?

Sebagaimana yang sudah kami jelaskan dalam pembahasan Tipologi Manusia, bahwa Allah, Sebagai Tuhan Pencipta manusia mempersilahkan manusia itu sendiri yang memilih jalan mana yang akan mereka jadikan aturan dan standar hidup di dunia ini, apakah jalan iman (keyakinan dan ketaatan) kepada-Nya atau jalan kufur (pengingkaran dan maksiat) kepada-Nya.

Agar manusia tidak mempunyai peluang untuk meyangka, apalagi menuduh Allah itu diskriminatif atau zalim dalam memutuskan perkara manusia di Akhirat kelak berkaitan dengan apa yang telah mereka pilih dan kerjakan semasa mereka mendapat jatah hidup di dunia, dan juga sebagai bukti Maha Adilnya Allah Tuhan Pencipta dan tidak diktator, kendati terhadap hamba-Nya sekalipun, Allah telah menciptakan mereka dengan sebaik-baik bentuk dibandingkan dengan makhluk lain, sehingga menjadi makhluk yang sangat sempurna. Kesempurnaan manusia itu dilengkapi dengan fasilitas fisik yang super canggih, dibekali pula dengan empat alat super moderen, yakni telinga, mata, otak dan hati.

Kemudian diturunkan pula untuk mereka Kitab Petunjuk Hidup (Al-Qur’an) yang menjelaskan mana hak (kebenaran) dan mana pula yang bathil, mana yang menyelamatkan dan mana yang menyesatkan manusia serta dibantu pula penjelasannya oleh seorang Rasul bernama Muhammad Saw. Kitab Petunjuk Hidup yang terjamin keasliannya sampai hari Kiamat itu didukung pula oleh tanda-tanda Kebesaran dan Keagungan-Nya yang tesirat dalam jagad raya dan dalam diri manusia yang setiap saat dan waktu Allah munculkan baik melalui kerja keras manusia dalam melakukan eksperimen-eksperimen ilmiah atau Dia munculkan begitu saja di hadapan mereka. Namun demikian, mengapa masih banyak manusia yang ingkar, ,menentang Allah Tuhan Pencipta, dan bahkan ada yang menolak keberadaan-Nya sedangkan mereka sendiri tinggal di atas bumi yang diciptakan-Nya?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, pembahasan tentang Hidayah dan Dholalah sangatlah penting. Agar masalah Hidayah dan Dholalah tersebut terbahas secara memuaskan, maka ada delapan poin yang perlu mendapatkan perhatian kita. Dalam kesempatan ini, kami akan membahasnya secara singkat. Kedelapan poin tersebut ialah :

1. Pengertian Hidayah (Petunjuk)
2. Macam-Macam Hidayah
3. Pengertian Dholalah (Kesesatan)
4. Macam-Macam Dholalah (Kesesatan)
5. Otoritas Hidayah dan Dholalah (Kesesatan)
6. Sebab-Sebab Hidayah
7. Sebab-Sebab Dholalah (Kesesatan)
8. Sumber Hidayah dan Dholalah (Kesesatan)

1. Pengertian Hidayah (Petunjuk)

Kata Hidayah adalah bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an yang telah menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya ialah : هدى – يهدي – هديا – هدى – هدية - هداية (hadaa, yahdii, hadyan, hudan, hidyatan, hidaayatan) . Khusus yang terakhir, kata (هداية) kalau wakaf (berhenti) di baca : Hidayah, nyaris seperti ucapan bahasa Indonesia. Hidayah secara bahasa berarti petunjuk. Lawan katanya adalah : ضلالة (Dholalah) yang berarti “kesesatan”. Secara istilah (terminologi), Hidayah ialah penjelasan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan. Pengertian seperti ini dapat kita pahami melalui firman Allah surat Al-Baqarah berikut :
(أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan Pencipta mereka, dan (sebab itu) merekalah orang-orang yang sukses.” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 5)

2. Macam-Macam Hidayah


Para Ulama besar Islam telah menjelaskan dengan rinci dan mendalam perihal Hidayah/Hudan, khususnya yang diambil dari Al-Qur’an seperti yang ditulis oleh Al-Balkhi dalam bukunya “Al-Asybah wa An-Nazho-ir”, Yahya Ibnu Salam dalam bukunya “At-Tashoriif”, As-Suyuthi dalam bukunya “Al-Itqon” dan Ibnul Qoyyim Al-Jawzi dalam bukunya “Nuzhatu Al-A’yun An-Nawazhir”. Hidayah/Hudan Dalam Al-Qur’an tercantum sekitar 171 ayat dan terdapat pula dalam 52 Hadits. Sedangkan pengertian Hidayah / Hudan dalam Al-Qur’an dan Hadits terdapat sekitar 27 makna. Di antaranya bermakna : penjelasan, agama Islam, Iman (keyakinan), seruan, pengetahuan, perintah, lurus/cerdas, rasul /kitab, Al-Qur’an, Taurat, taufiq/ketepatan, mengakkan argumentasi, Tauhid/ mengesakan Allah, Sunnah/Jalan, perbaikan, ilham/insting, kemampuan menilai, pengajaran, karunia, mendorong, mati dalam Islam, pahala, mengingatkan, benar dan kokoh/konsisten.

Dari 27 pengertian tersebut di atas, sesungguhnya Hidayah, secara mumu, terbagi benjadi empat bagian uatama :

1. Hidayah I’tiqodiyah (Petunjuk Terkait Keyakinan Hidup), seperti firman Allah dalam surat An-Nahl berikut :

إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (37)

“Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk (hidup), maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong”. (Q.S. An-Nahl (16) : 37)

Atau seperti firman Allah di bawah ini :

وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ (28)

Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Firaun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhan Penciptaku ialah Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhan Penciptamu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan (tetapi) jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu". Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunuk kepada orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta (penolak kebenaran yang datang dari-Nya). (Q.S. Al-Mu’min (40) : 28)

2. Hidayah Thoriqiyah (Petunjuk Terkait Jalan Hidup (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw) seperti Firman Allah dalam surat Al-Hajj berikut ini :

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ (67)

“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus (Islam)”. (Q.S. Al-Hajj (22) : 67)

ِAtau seperti firman Allah di bawah ini :

إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka”. (Q.S. Annajm (53) : 23)

3. Hidayah ‘Amaliyah (Petunjuk Terkait Aktivitas Hidup), seperti firman Allah dalam surat Al-Ankabut berikut :

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Ankabut (29) : 69)

4. Hidayah Fithriyah (Fitrah). Hidayah Fithriyah ini terkait dengan kecenderungan alami yang Allah tanamkan dalam diri manusia untuk meyakini Tuhan Pencipta dan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri mereka. Realisasinya tergantung atas pilihan dan keinginan mereka sendiri. Sumbernya adalah Qalb (hati nurani) dan akal fikiran yang masih bersih (fithriyah) sebagimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Allah menjelaskan dalam firma-Nnya:

فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77)

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". (Q.S. Al-An’am (6) : 77)

http://www.eramuslim.com/syariah/life-management/3-hidayah-petunjuk-dan-dholalah-kesesatan.htm


Hidayah (Petunjuk) dan Dholalah (Kesesatan) (2)


Dalam Al-Qur’an, kata Dholalah dengan berbagai pecahannya terdapat sebanyak 151 ayat. Adapun dalam Hadit Rasulullah, terdapat sebanyak 34 kali.

1. Pengertian Dholalah (Kesesatan)

Dholalah juga dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an yang berarti “kesesatan atau tidak beruntung”. Akar katanya ialah : ضل – يضل –ضلالا – ضلالة – (dholla, yadhillu, dhlaalan dan dholaalatan ). Dholalah secara bahasa artinya kesesatan/tersesat Lawan katanya adalah : هداية (hidaayatan) yang berarti dapat petunjuk. Secara istilah (terminologi), Dholalah/Kesesatan ialah penyimpangan dari petunjuk atau jalan yang lurus atau jalan yang benar (Allah). Pengertian seperti ini dapat kita pahami melalui firman Allah surat Al-An’am berikut :

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ (116)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Q.S. Al-An’am (6) : 116)

Dalam Al-Qur’an, kata Dholalah dengan berbagai pecahannya terdapat sebanyak 151 ayat. Adapun dalam Hadit Rasulullah, terdapat sebanyak 34 kali. Pengertian Dholalah dalam Al-Qur’an tidak kurang dari sembilan makna seperti; tergelincir, kerugian, kesengsaraan, kerusakan, kesalahan, celaka, lupa, kebodohan dan ksesatan sebagai lawan kata Hidayah (Petunjuk).

2. Macam-Macam Dholalah (Kesesatan)

Sebagaimana Hidayah terdiri dari empat macam, maka Dholalah (Kesesatan) juga terbagi menjadi empat macam, yaitu :

1. Dholalah I’tiqodiyah (Kesesatan Terkait Keyakinan Hidup), seperti firman Allah dalam surat An-Nisa’ berikut :

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا (116)

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya."
(Q.S. An-Nisa’ (4) : 116)

2. Dholalah Thoriqiyah (Kesesatan Terkait Jalan Hidup) seperti firmana Allah dalam surat Al-Ahzab berikut :

۞ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا (36)

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,dalam keadaan sesat yang nyata.”
(Q.S. Al-Ahzab (33) : 36)

3. Dholalah ‘Amaliyah
(Kesesatan Terkait Aktivitas Hidup) seperti firman Allah dalam surat An-Nisa’ berikut :

وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119)

Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya". Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata (119)

(Q.S. An-Nisa’ (4) : 119)

4. Dholah Ilhamiyah (Insting Hewani). Dholalah Ilhamiyah ini terkait dengan kecendrungan alami yang ada dalam diri manusia untuk melakukan penyimpangan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat atau merugikan diri mereka atau orang lain, atau berlawanan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Realisasinya tergantung atas pilihan mereka sendiri. Sumbernya adalah hawa nafsu yang ada dalam diri mereka. Allah menjelaskan dalam surat Al-Balad berikut :

۞ أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ (8) وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ (9) وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (10)

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata (8) Dan lidah beserta dua bibir (9) Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan kebaikan dan jalan keburukan) (10)” (Q.S. Al-Balad (90) : 8 – 10)

3. Otoritas Hidayah dan Dholalah


Sebagai Pencipta Tunggal alam semesta, termasuk manusia, Allah adalah Pemilik otoritas Hidayah dan Dholalah. Sebab itu, tidak ada seorangpun di dunia ini yang mampu memberikan Hidayah kepada seseorang kendati manusia yang paling dicintainya, termasuk Rsulullah Saw. Allah menjelaskan hal tersebut dalam firman-Nya:

قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ (149)

"Katakanlah: "Allah mempunyai hujah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya" (Q.S. Al-An’am (6): 149)
Peristiwa yang dialami paman Nabi bernama Abu Thalib yang tidak kunjung mau mengucapkan dua kalimah syahadat ( أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله ) beberapa saat sebelum meninggal, kendati Rasululllah telah memintanya berkali-kali untuk mengucapkanya dan dijamin masuk Syurga, merupakan bukti bahwa Beliau tidak memiliki kemampuan memberikan Hidayah kepada siapapun, kendati kepada orang yang sangat ia cintai. Sebab itu, Nabi Muhammad sangat sedih karena sudah sedemikian banyak dukungan dan bantuan terhadap dakwah Islam yang diberikan pamannya ketika masih hidup. Karena tidak mau mengucapkan dua kalimah syahadat maka nasib paman Beliau di Akhirat kelak akan sama dengan kaum kafir Quraisy lainnya yang membangkang dan menolak dakwah Islam yang disampaikannya. Dalam kesedihan yang mendalam itu, Allah menurunkan firman-Nya untuk menghibur Nabi Muhammad agar bisa meninggalkan kesedihan yang tidak sesuai dengan sistem-Nya. Masalah ini dijelaskan Allah dalam surat Al-Qashas berikut :

إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (56)

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”
(Q.S. Al-Qashash (28) : 56)

Demikian pula dengan Dholalah (kesesatan). Tidak satupun makhluk dari jin, manusia maupun setan yang mampu menyesatkan manusia, khususnya dari Hidayah I’tiqodiyah dan Hidayah Thoriqiyah. Yang mampu mereka lakukan hanya mendorong dan menggoda manusia untuk memilih Dholalah. Sdangkan kuncinya terletak di tangan Allah Tuhan Pencipta.

Kunci tersebut akan Allah bukakan bagi manusia yang tertipu, tergoda dan terperdaya oleh setan atau manusia, atau karena mereka yang memilihnya dengan suka rela berdasarkan hawa nafsu dan kebodohan diri mereka sendiri.

Sejarah manusia, baik sebelum kenabian Muhammad Saw, maupun setelah kenabian Beliau, penuh dengan fakta orang-orang yang kukuh mempertahankan Hidayah dan keimanan mereka, kendati menghadapi tekanan, teror dan bahkan ancaman penjara, pengusiran dan pembunuhan. Mayoritas Nabi dan para pengikut mereka yang setia pada kebenaran yang dibawa mereka, menghadapi berbagai ancaman dan teror, khususnya dari para penguasa ketika itu. Bahkan tidak sedikit Nabi yang hendak dibunuh umatnya, termasuk Nabi Muhammad Saw.

Setelah kedatangan Nabi Muhammad Saw. tercatat pula Bilal Bin Rabah, Ammar Bin Yasir dan sejumlah Sahabat lainnya. Kemudian sejarah juga mencatat bagaimana ulama besar seperti Ibnu Taimiyah, Ahmad Bin Hambal dan sebagainya yang mendapatkan siksaan dari penguasa zalim di zaman itu. Begitulah seterusanya sampai hari ini. Bahkan pada pertengahan abad 20 dan awal abad 21 terdapat sejumlah ulama dan tokoh besar Isalam yang digantung dan dibunuh dengan cara yang amat keji seperti Hasan Al-Banna, Sayid Qutb, Abdul Qodir Audah, Kamaluddin Assananiri (suami Aminah Qutb), Presiden Ziaul haq, Abdullah Azzam, Presiden Dudayef, Syekh Ahmad Yasin, Dr. Rantisi, Syamil Basayef dan seterusnya.

Kenapa mereka diperlakukan demikian? Jawabannya ialah karena para pembunuh mereka itu tidak berhasil menjual Dholalah (Kesesatan) yang mereka tawarkan kepada para ulama dan tokoh tersebut. Pada waktu yang sama, Hidayah yang dimiliki para ulama dan tokoh Islam tersebut lebih mereka takuti dari senjata nuklir. Sebaliknya, para ulama dan tokoh Islam itu lebih mencintai kematian di jalan Hidayah dan keimanan ketimbang tunduk kepada kesesatan yang dipaksakan oleh manusia-manusia zalim yang berkuasa.

Inilah yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya tetantang sekelompok pemuda yang disebut dengan Ash-habul Kahfi :

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا (17)

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.”
(Q.S. Al-Kahfi (18) : 17)

http://www.eramuslim.com/syariah/life-management/hidayah-dan-dholalah-2.htm

No comments:

Post a Comment