Jangan Ikuti Hizb al-Syaythân

Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (TQS Fathir [35]: 6).

Di antara kesalahan fatal yang sering dialami manusia adalah salah dalam mengidentifikasi pihak yang menjadi musuh baginya. Bisa dibayangkan, betapa bahayanya menganggap pihak yang memusuhi dirinya sebagai sahabat yang baik, guru yang diteladani, atau pemimpin yang ditaati. Anggapan salah itu tentu akan mengantarkan pela-kunya kepada penyesalan.

Ayat di atas telah mene-gaskan, syetan beserta pengikut-nya adalah musuh bagi manusia. Jika tidak ingin celaka, jangan sekali-kali menganggap dan memperlakukannya sebagai kawan.

Syetan: Musuh Manusia

Allah SWT berfirman: Inna al-syaythân lakum 'aduww (sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu). Sebutan syetan disematkan kepada golongan jin yang kafir. Iblis yang berasal dari kalangan jin (QS al-Kahfi [18]: 50), dalam beberapa ayat juga disebut syetan. Dalam QS al-Baqarah [2]: 36 dan al-A'raf [7]: 20 diberitakan bahwa yang menggelincirkan Adam dan isterinya dari surga adalah syetan.

Selain dari golongan jin, syetan juga ada yang berasal dari kalangan manusia. Semuanya memiliki karakter yang sama: sesat dan menyesatkan; kafir dan menjerumuskan manusia kepa-da kekufuran. Allah SWT berfir-man: Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia) (TQS al-An'am [6]: 112). Qatadah, Mujahid, dan al-Hasan, sebagai-mana disitir Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa sesungguhnya dari manusia ada syetan, sebagaimana juga dari jin ada syetan.

Diberitakan ayat ini bahwa syetan adalah musuh bagi manusia. Bahkan dalam bebe-rapa ayat lain ditegaskan sebagai aduww[un] mubîn[un] (musuh yang nyata, QS al-Baqarah [2]: 168, al-An'am [6]: 142, Yasin [36]: 60). Permusuhan dan kebencian Iblis memang sudah nyata sejak manusia pertama diciptakan. Ketika diperintahkan Allah SWT untuk bersujud bersama malai-kat kepada Adam AS, Iblis mem-bangkang. Permusuhan Iblis bertambah besar setelah dilak-nat dan diusir dari surga karena pembangkangannya itu. Iblis berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan-Nya. Untuk merealisasikan tujuan jahat itu, dia akan mendatangi manusia dari berbagai arah (lihat QS al-A'raf [7]: 16-17).

Alquran cukup banyak memberitahukan modus ope-randi syetan. Mereka menyuruh manusia berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah tanpa didasarkan ilmu (lihat QS al-Baqarah [2]: 169). Syetan juga menghiasi perbuatan buruk dan sesat sehingga seolah-olah terlihat benar dan bagus oleh pelakunya (QS al-An'am [6]: 43), al-Hijr [15]: 39), mendorong terjadinya permusuhan di antara manusia (QS al-Iisra' [17]: 53), dan menghembuskan kepada manusia takut menjadi fakir dan berbuat kikir (QS al-Baqarah [2]: 268). Semua itu menunjukkan secara jelas bahwa syetan adalah musuh bagi manusia.

Karena syetan adalah musuh kalian, maka: fattakhidzûhu 'aduww[an] (maka anggaplah ia musuh [mu]). Sebagaimana layaknya musuh, maka yang diinginkan syetan terhadap manusia adalah kecelakaan dan kerugian. Oleh karena itu, jangan sampai syetan dijadikan sebagai kawan, apalagi pemimpin. Allah SWT berfirman: Patutkah kamu mengambil dia (Iblis) dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim (TQS al-Kahfi [18]: 50).

Sebagai musuh manusia, langkah-langkah syetan tidak boleh diikuti. Sebab, yang diperintahkan syetan kepada manusia hanyalah perbuatan keji dan munkar (QS al-Nur [24]: 21); yang pada akhirnya akan mencelakakan pengikutnya. Peristiwa yang dialami Adam AS harus dijadikan sebagai pelajaran penting bagi setiap manusia. Ketika itu Iblis menipu Adam AS bahwa dia adalah sahabat yang memberikan nasihat. Iblis pun menyebut pohon tersebut dengan sebutan syajarah al-khuldi wa mulk[in] (pohon keabadian dan kerajaan, QS Thaha [20]: 120) dan membujuk Adam AS bahwa larangan mendekati pohon itu agar dia dan isterinya tidak menjadi malaikat atau menjadi orang yang kekal dalam surga. Untuk meyakinkan, Iblis bersumpah seraya berkata: "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua" (QS al-A'raf [7]: 20). Tentu saja semua 'nasihat' itu adalah dusta. Buktinya, ketika 'nasihat' itu diterima, berujung pada penyesalan.

Azab bagi Golongan Syetan

Kemudian Allah SWT berfirman: Innamâ yad'û hizbahu liyakûnû min ashhâb al-sa'îr (karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala). Ini merupakan bentuk riil permusuhan syetan. Sesungguhnya syetan hanya mengajak semua pengikutnya kepada berbagai keyakinan dan tindakan yang mengantarkan pelakunya masuk neraka. Ayat berikutnya mengukuhkan, bahwa para pengikut syetan, yakni orang-orang kafir mendapatkan azab yang pedih.

Cukup menarik, dalam ayat ini digunakan kata hizbahu. Secara bahasa, kata al-hizb berarti jamâ'ah min al-nâs (kelompok dari manusia). Demikian Ibnu Manzhur dalam Lisân al-'Arab. Dalam konteks ayat ini, al-Syaukani memaknainya sebagai para pengikut setia dan orang-orang yang taat terhadapnya. Penjelasan kurang lebih sama juga disampaikan al-Samarqandi dan al-Jazairi. Berkaitan dengan jati diri hizb al-syaythân, Allah SWT berfirman: Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan (hizb al-syaythân). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi (TQS al-Mujadilah [58]: 19). Dalam ayat berikutnya ditegaskan, para penentang Allah dan rasul-Nya itu berada dalam kehinaan.

Patut dicatat, setelah menyebut hizb al-syaythân, dalam ayat berikutnya juga disebut hizbul-Lâh (QS al-Mujadilah [58]: 22). Keduanya memiliki sifat yang kontradiktif dan tidak mungkin didamaikan. Jika hizb al-syaythân tunduk dan patuh kepada syetan, ingkar kepada Allah SWT, membang-kang terhadap syariah-Nya, mengajak kepada kekufuran, dan menghalangi manusia dari agama-Nya; maka hizbul-Lâh bersikap sebaliknya. Hizbul-Lâh beriman kepada menyerahkan walâ' atau loyalitasnya hanya kepada Allah SWT dan rasul-Nya, tunduk dan patuh kepada syariah-Nya, mengajak manusia berpegang teguh terhadap dîn-Nya. Allah SWT berfirman: Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya hizbul-Lâh itulah yang pasti menang (TQS al-Maidah [5]: 56).

Dengan demikian, kedua golongan ini tidak mungkin bisa bersatu. Bahkan ditegaskan dalam QS al-Mujadilah [58]: 22, tidak akan dijumpai kedua golongan tersebut berkasih sayang. Oleh karena itu, jika kelompok, gerakan, atau partai yang mengaku sebagai hizbul-Lâh, memperjuangkan tegaknya Islam, namun bisa bersatu, berkolaborasi, dan bagi-bagi kekuasaan dengan hizb al-syaythân yang menentang syariah, maka pengakuan itu sangat patut diragukan. Wahai kaum Muslim, bergabunglah dengan hizbul-Lâh yang sesungguhnya. Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.

okhmat S. Labib, M.E.I. |


http://www.mediaumat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=520&Itemid=2

No comments:

Post a Comment