Tidak Mengolok Orang Lain

Terhadap hewan dan tumbuhan, Islam sangat menganjurkan untuk memelihara dan menjaga kelestariannnya, bukan untuk dirusak, dijarah tanpa hak. Sehingga terhadap sesama manusia, Islam juga sangat memperhatikan etika bergaul, berteman, bersahabat dan bermasayrakat. Pada pembahasan hadits kali ini berbicara tentang perilaku yang madzmumah atau tercela, sekaligus menegaskan pentingnya akhlakul karimah. Berikut hadits-hadits yang dimaksud:

عن مسروق ـ رضي الله عنه : قال دخلنا على عبد الله بن عمرو ـ رضي الله عنهما ـ حين قدم مع معاوية ـ رضي الله عنه ـ إلى الكوفة ، فذكر رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ فقال : لم يكن فاحشاً ، ولا متفحشاً ، وقال : قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” إن من أخيركم ـ أحسنكم خلقاً ” رواه البخاري .

Dari Masruq ra berkata, kami menemui Abdullah bin Amr ra. ketika datang ke Kufah bersama dengan Mua’wiyah ra. lalu ia menyebutkan sifat Rasulullah saw, ia berkata: “Tiadaklah ia -Muhammad- orang yang berkata jorok, dan keji. Ia menyebutkan: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya orang yang paling baik dari kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” Imam Bukhari.

Penjelasan:

” لم يكن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فاحشاً “

Al Fahsyu, adalah segala yang melibihi batas normal sehingga dinilai buruk, baik dalam ucapan, perbuatan, atau perangai. Seperti diungkapkan: طويل فاحش الطول : panjang, sangat panjang, ketika melebihi batas panjang normal.

Kata ini lebih banyak dipergunakan dalam sifat ucapan dari pada penggunaan selainnya.

” ولا متفحِّشاً “ Ha’ bertasydid, yaitu orang yang sengaja berbuat buruk, dan banyak melakukannya.

” يداري الناس ” Rasulullah saw bersikap lunak ketika berbicara, tidak kasar, lembut atau bersahabat dengan orang yang belum tahu, ketika sedang belajar, dengan orang fasik ketika melarang perbuatan fasiqnya, tidak sikap keras dalam menghadapinya, dan menolaknya dengan lembut sehingga pelaku fasik itu meninggalkan perbuatannya dengan sendirinya dengan cara yang lebih baik.

Beda al mudarah dengan al mudahanah adalah bahwa mudahanah adalah bergaul dengan orang fasik dan meridhai kefasikannya, tanpa ada pengingkaran atau penolakan dengan ucapan maupun hati.

” عن مسروق “ Dari Masruq ibnu Al Ajda’ At Tabi’i, ra.

” عبد الله بن عمرو ” هو ابن العاص ” رضي الله عنهما “ Abdullah bin Amr bin Al Ash, ra.

حين قدم مع معاوية Ketika datang ke Kufah bersama dengan Muawiyah bin Abu Sufyan ra, pada tahun empat puluh satu hijriyah. Ketika ia sedang menyebutkan tentang pribadi Rasulullah saw. ia berkata: لم يكن فاحشاً : bukan orang yang jorok sifatnya, ” ولا متفحشاً ” bukan pula yang sengaja berbuat jorok.

Rasulullah saw jauh dari sifat jorok; sedikitpun sifat itu tidak ada pada dirinya.

Abdullah bin Amr ra. berkata: Rasulullah saw bersabda: ” إن من أخيركم ـ أحسنكم خلقاً “

Sesungguhnya orang yang paling baik dari kalian adalah yang paling baik akhlaknya.

Kata: خلقاً kha’ bertitik satu di atasnya dibaca dhammah, yaitu: “Kemampuan yang melahirkan amal perbuatan dengan mudah tanpa banyak berfikir, spontanitas, respon awal.”

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:

1. Kebersihan Rasulullah saw. dari sifat jorok dan perilaku hina.
2. Bahwa dasar kemuliaan dan standar nilainya adalah akhlak mulia.

عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ قال : لم يكن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ سبّاباً ، ولا فحشاً ، ولا لعّاناً . وكان يقول لأحدنا عند المعتبة : ماله ترب جبينه ? رواه البخاري

Dari Anas bin Malik ra berkata: “Nabi Muhammad itu bukanlah orang yang suka memaki-maki, bukan pula orang suka bekata jorok, bukan pula orang yang suka mengkutuk. Pernah mengatakan kepada salah seorang di antara kami ketika menegur: Mengapa ia mengotori dahinya?” Imam Bukhari.

Penjelasan:

سبّاباً Ba’ bertitik satu yang pertama dibaca tasydid artinya suka memaki

فحاشاً Ha’ tanpa titik dibaca tasydid artinya suka jorok

لعّاناً ‘ain dibaca tasydid artinya suka mengkutuk

Perbedaan ketiga hal ini adalah kemungkinannya as sabb atau makian itu berkaitan dengan nasab atau keturunan, seperti qadzaf (menuduh berzina). Al fahsy atau jorok berkaitan dengan status sosial, dan laknat berkaitan dengan akhirat, yaitu jauh dari rahmat Allah yang menjadi keindahan keadaan akhirat.

Bukanlah maksudnya banyak melakukan ketiga hal ini. seperti dalam firman Allah:

Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.” Fushshilat:46

Artinya: Allah swt. tidak menzhalimi mereka, Allah swt. suci dari sifat zhalim.

Maka makna hadits di atas adalah: “Bukanlah Rasulullah saw itu memiliki sifat mencaci maki, jorok, dan mengkutuk.

وكان يقول لأحدنا عند المعتبة “Ia pernah mengatakan kepada salah seorang di antara kami ketika menegur. Kata mim dibaca fathah, dan ‘ain tanpa titik dibaca sukun atau mati, ta’ bertitik dua di atas dibaca fathah, artinya: ‘itab atau celaan.

Al Khalil berkata: ‘itab, adalah kalimat pemanjaan dan perasaan, aslinya adalah al ghadhab: marah.

Kalimat yang biasa dipakai dalam ungkapan Arab, tidak bermaksud makna hakikinya: yaitu meletakkan debu di atas dahi, dengan menjatuhkan kepala ke tanah, sehingga keningnya terkena tanah. Seperti kata: رغم أنفه: melumuri hidungnya dengan tanah.

Hadits ini menunjukkan kebersihan Rasululah saw. dari sikap mencaci maki, berkata jorok, dan mengkutuk. Lisan Rasulullah saw. dijauhkan dari perkataan seperti ini, dalam keadaan ridha maupun murka.

Allah swt berfirman:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Al Ahzab:21

عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ أن رجلاً استأذن على النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فلما رآه قال : بئس أخو العشيرة ، وبئس ابن العشيرة ، فلما جلس ، تطلّق النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ في وجهه ، وانبسط إليه ، فلما انطلق الرجل ، قالت عائشة : يا رسول الله ، حين رأيت الرجل قلت له : كذا وكذا ، ثم تطلّقت في وجهه ، وانبسطت إليه . فقال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ” يا عائشة ، متى عهدتني فحّاشاً ؟ إن شر الناس عند الله منزلة يوم القيامة من تركه الناس ، اتقاء شره “. رواه البخاري ، ومسلم ، وأبو داود ، الترمذي

Dari Aisyah ra bahwa ada seorang laki-laki meminta izin kepada Nabi Muhammad, ketika Nabi melihatnya bersabda: “Alangkah buruknya saudara qabilah, alangkah buruknya anak lelaki kabilah. Lalu ketika duduk, Nabi Muhammad tampak cerah wajahnya, dan melonggarkan baginya. Lalu ketika orang itu pergi Aisyah bertanya: Ya Rasulullah, Ketika Engkau melihat orang itu Engkau katakan kepadanya, begini-begini, kemudian Engkau berwajah cerah di hadapannya, dan Engkau lapangkan baginya. Rasulullah saw menjawab: “Ya Aisyah, kapan kamu melihatku berkata kotor? Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang ditinggalkan manusia lain karena takut keburukannya.” Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan At Tirmidzi.

Penjelasan:

Dari Aisyah ra bahwa ada seorang lelaki meminta izin bertemu dengan Nabi Muhammad saw – ‘Iyadh, Al Qurthubiy, dan An Nawawi, menegaskan bahwa orang itu adalah Uyainah bin Hishn Al Fazzari, yang pernah disebut الأحمق المطاع Orang bodoh yang ditaati, adalah orang yang sangat disegani oleh kaumnya. Lalu ketika Nabi Muhammad saw melihatnya, setelah mengizinkannya masuk. Dalam riwayat Al Bukhariy, Bahwa Nabi Muhammad saw mengatakan setelah orang itu meminta izin: “Izinkah ia”

Rasulullah saw bersabda: ” بئس أخو العشيرة ، بئس ابن العشيرة “ ‘Iyadh berkata: Yang dimaksudkan dengan Al ‘Asyirah adalah Al Jama’ah atau kelompok atau qabilah. Yang lainnya mengatakan: Al Asyirah: orang yang lebih dekat dengan keluarganya, yaitu anak ayah dan kakeknya.

‘Iyadh berkata pula: Uyainah ketika itu belum masuk Islam, maka ungkapan itu bukanlah bentuk ghaibiyah (orang ketiga), atau sudah masuk Islam, akan tetapi Islamnya masih lemah. Lalu Rasulullah saw ingin menjelaskan hal ini kepada para sahabat yang belum mengenalnya ketika itu agar tidak terjebak dengan penampilannya. Dan sungguh terbukti di masa Nabi Muhammad dan sesudahnya ada beberapa hal yang menunjukkan kelemahan imannya. Maka yang pernah Nabi Muhammad saw. paparkan itu menjadi bagian dari tanda-tanda kenabian beliau.

Di antara buktinya adalah: Bahwa ia murtad pada zaman Abu Bakar ra, ikut berperang, kemudian kembali Islam, dan mengikuti perluasan wilayah di zaman Umar bin Khattab ra.

Lalu ketika duduk, wajah Nabi terlihat cerah. تطلق Tha’ dibaca fathah, dan lam dibaca tasydid, artinya menampakkan wajah cerah, seperti kalimat berikutnya: وانبسط له dan melapangkan baginya.

Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah, bahwa Rasulullah saw. bermuka ceria ketika bertemu dengan siapapun, dan melapangkan atau menerima tamu dengan penuh pemuliaan. Allahu a’lam

http://www.dakwatuna.com/2008/tidak-mengolok-orang-lain/

No comments:

Post a Comment