Shalat di Masjidil Haram di Masa Lalu

Shalat di Masjidil Haram di Masa Lalu
Shalat di Masjidil Haram
 
REPUBLIKA.CO.ID,Bagi pendatang di Makkah, menara jam menjadi patokan lokasi Masjidil Haram. Dari berbagai tempat, dari sela gedung dan dari balik bukit, menara jam itu bisa terlihat, meski terkadang hanya terlihat puncaknya.

Maka, ketika beberapa jamaah dari Jakarta tercecer dari rombongannya di kompleks jamarat, mereka memilih ke Masjidil Haram. Tanpa mengenal jalan, perjalanan kaki diarahkan ke posisi menara jam.

Banyak jamaah yang harus melakukan tawaf wada’, sehingga banyak jamaah yang memilih bersegera ke Masjidil Haram daripada bingung mencari pondokan. Ada lima kelonmpok terbang yang harus bersegera melakukan tawaf wada’ karena harus segera pulang ke Tanah Air.

Ada lima kelompok terbang jamaah Indonesia yang harus meninggalkan Bandara King Abdul Aziz, Jepah, mulai Sabtu (20/11) siang. Jumat (19/11) adalah hari tasyrik ketiga, haris terakhir jamaah melontar jumrah bagi yang mengikuti ketentuan nafar tsani, baru kemudian melakukan tawaf wada.

Tawaf wada’ adalah tawaf perpisahan, seperti tawaf-tawaf lainnya, jamaah juga tujuh kali mengelilingi Ka’bah. Jangan dibayangkan semua jamaah tawaf dengan ihram. Karena sudah tahalul, maka jamaah cukup mengenakan pakaian biasa. Masing-masing jamaah memilih pakaian mereka sendiri. Ada yang memakai kain batik (biasanya dari Indonesia), ada yang memakai kain motif bunga-bunga seperti batik (bisanya dari India). Ada pula yang memakai jins dan pkaian tradisional masing-masing daerah/negaranya.

Saat tawaf ataupun sai, jamaah bercampur, meski ada beberapa jamaah yang membuat barisan khusus. Rombongan jamaah Indonsia kini banyak yang juga membuat barisan khusus, meniru rombongn dari Turki. Paling depan adalah pembimbing haji, yang membacakan doa dengan keras di setiap putaran, lantas diikuti jamaah.

Ibnu Battuta memiliki catatan tawaf di abad ke-14. ‘’Pada acara mengelilingi Kabah, bangunan kubus dari bahan-bahan batuan besar yang berdiri di tengah-tengah mesjid, orang-orang Turki dan Azerbaijan berjalan bersama orang Malinke dari Sudan-Barat. Orang Berber dari Atlas dengan orang India dari Gujarat.’’

Saat shalat pun, masing-masing mazhab melakukannya sendiri-sendiri dalam waktu bersamaan. Ada empat mazhab, ditambah aliran Syiah, Zaydi, ‘Ibadi, dn aliran-aliran lainnya. Cara lahiriah shalatnya tentu berbeda.

Mazhab Imam Syafi’i penganutnya sangat besar di Arab saat itu. Ia memperoleh penghormatan besar. Imam mazhab ini dilantik oleh pemerintah. Tempat shalatnya berada di Maqm Ibrahim dan Hatim (bangunan yang melindungi sumur zamzam, tak jauh dari Maqm Ibrahim).

Jamaah dari mazhab Maliki baru akan memulai shalat di sisi dinding Rukun Yamani-Hijr Ismail jika jamah mazhab Syafi’i telah selesai shalat. Selanjutnya, giliran jamaah mazhab Hambali, yang shalat di dinding sisi Hajar Aswad-Rukun Yamani. Jamaah mazhab Hanafi kebagian tempat menghadap ke sisi Hijr Ismail. Saat mereka shalat, lilin dinyalakan dekat tempat imam shalat berada.

Pada waktu shalat Maghrib, mereka serentak melakukn shalat. Masing-masing imam bersama pengikutnya. Muadzin akan mengeraskan suara penanda pergantian gerak shalat. Akibatnya, ada yang keliru mengikuti suara muadzin itu.

‘’Para pengikut mazhab Maliki seringkali melakukan ruku bersamaan waktunya dengan rukunya para pengikut Shafi'i melakukan sujud bersamaan dengan sujudnya para pengikut mazhab Hambali, dan Anda melihat mereka sedang mendengarkan penuh perhatian masing-masing suara muazin yang sedang melakukan doa ditujukan kepada makmumnya, sehingga ia tidak jadi korban ketakacuhan,’’ tulis Ibnu Battuta.

Ketetapan ini diberikan untuk mengakomodasi semua mazhab, karena tak bisa memaksakan satu mzhab mengikuti mazhab lainnya.Tapi, sejak zaman kekalifahan Utsmaniah jatuh, kemudian dikuasai oleh kaum Wahabi, tak ada lagi pembedaan shalat empat mazjab di Masjidil Haram.

Di Museum Haramain, petugas museum Abdul Rahman, menunjukkan kepada kami foto Masjidil Haram di tahun1320 Hijriyah (1902 Masehi). Ka’bah masih ada pagar melingkar sebagai batas tempat tawaf, dan di sisi luarnya ada bangunan-bangunan kecil menghadap ke maing-masing sisi Ka’bah. ‘’Bangunan-bangunan kecil itu tempat shalat masing-masing Mazhab,’’ ujar Abdul rahman. Foto yang dibuat tahun 1372 Hijriyah, masih menunjukkan kondisi yang sama.

Jika saat ini shalat bergiliran itu diberlakukan, betapa lamanya waktu yang dibutuhkan. Jamaah selalu memenuhi Masjidil Haram saat ini. Pintu masjid akan ditutup jika masjid sudah penuh atau shalat sudah berlangsung. Jamaah yang terlambat, jika ingin shalat di dalam masjid ya harus menunggu shalat selesai.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/umroh-haji/10/11/19/147770-shalat-di-masjidil-haram-di-masa-lalu

No comments:

Post a Comment