Bingung Ikut Liqo'

Pertanyaan

Assalamualaikum ustadz

Afwan mengganggu, saya ingin bertanya,

Saya kebetulan mahasiswa suatu universitas di jakarta, lalu di kampus tersebut saya mengikuti kegiatan keIslaman yaitu LIQO, sebenarnya liqo itu apa sih?

Selama 6 bulan saya mengikuti liqo, tapi saya tidak merasakan efeknya dan afwan klo saya berprasangka buruk... Apakah ini termasuk aliran sesat..... Saya sebenarnya agak bingung, karena hal ini merupakan hal baru bagi saya... mohon dijawab.

Syukron.
HW

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Sesat atau tidaknya sebuah ajaran bukan tergantung dari nama atau istilah yang disandangnya. Tetapi ditentukan dari sejauh mana penyimpangan di bidang aqidah yang mendasar.

Kalau anda tidak merasakan efek apa-apa dari ikut liqo' itu, maka belum tentu liqo' itu aliran sesat. Kesesatannya bukan dari seberapa besar efek suatu kepada diri anda.

Sebagai seorang mahasiswa, alangkah baiknya bila anda mengisi waktu dengan belajar agama Islam. Liqo' atau apa pun namanya, bukan hal yang terlalu penting. Sebab nama dan istilah boleh beda-beda, tetapi yang penting adalah esensinya.

Sebuah kegiatan keagamaan di suatu kampus seharusnya mengajarkan dasar-dasar agama dan aqidah secara jelas, tidak sembunyi-sembunyi dan juga boleh diuji kebenarannya. Selain penyajian materi, alangkah baiknya bila kegiatan itu juga diimbangi dengan teladan dari senior atau nara sumbernya.

Sebab kehidupan mahasiswa itu biasanya memang tidak jauh dari kemerosotan moral, maksiat dan perzinaan. Kebusukan seperti itu memang disengaja oleh musuh Islam, di mana sasaran utamanya memang remaja dan mahasiswa. Karena itulah pembinaan keIslaman menjadi sangat penting di kampus.

Memang sayang kalau kalangan yang menggarap para mahasiswa malah saling menjelekkan satu sama lain. Entah karena beda manhaj atau beda tokoh sentral, atau beda orienasi politik. Seharusnya semua elemen umat Islam bersatu untuk menggarap dunia kampus, saling bela dan saling menguatkan. Bukan malah sebaliknya, saling ejek dan saling tuduh yang tidak-tidak.

Akibatnya sudah jelas, para mahasiswa bukannya senang dengan agama, malah mereka semakin bingung. Mereka seolah dihadapkan kepada sebuah kancah konflik antar genk yang tidak jelas ujung pangkalnya. Semua ada begitu banyak tawaran untuk belajar agama, tetapi satu dengan yang lain malah saling menjelekkan. Lucu dan aneh, mau mengajarkan agama kok malah mengejek orang?

Tetapi memang itulah realita yang ada di tengah kita, dunia kampus yang sebenarnya harus digarap bersama, malah dijadikan arena saling membuka cacat dan aib sesama. Seolah-olah masing-masing merasa sebagai satu-satunya agen surga di muka bumi. Kalau mau masuk surga, maka harus lewat mereka. Dan kalau lewat pintu yang lain, diancam-ancam sesat dan masuk neraka.

Beda Harakah

Kita memang tidak bisa memungkiri kenyataan adanya perbedaan harakah, di mana masing-masing mengklaim dirinya adalah harakah yang paling benar. Lalu masing-masing harakah itu berupaya mencari pengaruh dan memperbanyak pengikut.

Sayangnya, agar orang tertarik dengan suatu harakah, seringkali cara yang digunakan kurang terpuji. Yaitu dengan cara menjelek-jelekkan harakah yang lain. Bahkan sampai menuding sesat, sungguh memalukan bukan?

Semua itu mungkin berangkat dari titik pandang yang berbeda. Di mana kegiatan di kampus mengikuti induk masing-masing. Yang satu punya induk dan bekerja demi kepentingan induknya. Yang lain pun demikian. Maka jadilah sebuah kampus sebuah medan kancah peperangan yang berisi orang saling melumat.

Mungkin alangkah indahnya bila para senior dari masing-masing faksi itu duduk bersama, toh semua mengaku muslim. Apa salahnya kalau masing-masing datang untuk saling menawarkan keunggulan, potensi dan solusi? Sebab kalau masing-masing datang dengan koleksi bahan celaan terhadap harakah lain, benang kusutnya tidak akan selesai sepanjang zaman.

Kalau ada elemen umat yang ahli di bidang hadits, mengapa tidak menawarkan diri untuk mengajarkan ilmunya, tapi bukan dengan cara mengejek atau mencaci maki saudara muslimnya.

Kalau ada elemen yang ahli di bidang politik praktis, mengapa tidak menawarkan diri untuk membagi informasi dan wawasannya kepada elemen yang lain?

Kalau ada yang punya cita-cita mulia,  mengapa juga tidak menawarkan diri untuk berbagi perasaan dan pemikirannya?

Alangkah indahnya bila para aktifis dakwah di kampus bisa rukun dan akur, bukan saling ejek dan saling curiga. Kapan ya hal itu bisa terlaksana?

Walllahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Ahmad Sarwat, Lc

No comments:

Post a Comment