Ta'awun Antar Umat Islam

Manhaj perjuangan, jalan yang secara sengaja hendak dilewati untuk memperjuangkan Islam di era kita sekarang ini telah berkembang dan tak sepenuhnya ter-integrasi seperti pada kali pertama RasululLah shallalLaahu 'alayhi wa sallam menempuhnya. Abu Mush'ab As-Suri dalam Ad-Da'wah Al-Muqowamah al-Islamiyah menyebut adanya beberapa tiyar (aliran, arus) dalam pergerakan perjuangan umat Islam, diantaranya : tiyar da'awiy, tiyar tarbawiy, tiyar jihadiy dan tiyar siyasiy (aliran dakwah, pendidikan, jihad dan politik). 
 
Pemilihan aliran tersebut lebih sering disebabkan oleh perkembangan kondisi kehidupan sekarang, sejak sekularisme barat berkuasa, yang menjadikan kehidupan masyarakat manusia di fait accompli dalam pilihan-pilihan ekstrem, dimana ketika seseorang memilih satu spesialisasi, berarti dia harus meninggalkan spesialisasi yang lain. Tanpa mengingkari kenyataan adanya orang-orang muslim yang memang telah terkalahkan secara konsepsi bahwa memang harus begitu dan mereka menerima kenyataan itu dengan suka rela. Ada juga yang pemilihan tiyar tersebut dilatar-belakangi oleh keinginan untuk sebisa mungkin menghindari 'resiko' duniawi perjuangan, tetapi tetap mendapatkan pengakuan sebagai pejuang.
 
Kenyataannya, kehidupan umat Islam memang tidak terlepas dari fokus-fokus pekerjaan tersebut. Ketika para kader umat yang menginginkan dirinya menjadi bagian dari proses kebangkitan kembali umat Islam mengambil tanggung jawab dalam salah satu fokus pekerjaan tersebut dengan didasari pemikiran yang utuh dan benar, disertai dengan sikap obyektif memandang bahwa apa yang dikerjakannya merupakan  bagian tidak terpisahkan dari pekerjaan umat, mengakui dan menganggap apa yang dikerjakan oleh elemen umat yang lain yang mengambil fokus pada amal yang lain juga merupakan perkara yang penting dan saling membutuhkan, insya Allah semua pekerjaan itu merupakan faktor-faktor kebangkitan umat yang saling menguatkan dan saling membutuhkan.
 
Yang menjadi persoalan, ketika pemilihan tiyar amal tadi bukan dilandasi dengan pemahaman konsepsi yang utuh dan benar. Dilatar-belakangi dengan menganggap rendah dan menafikan fokus 'amal yang dipilih oleh umat Islam yang lain. Ditambah dengan arogansi bahwa fokus 'amal yang dipilihnya merupakan amal terpenting dan yang lain boleh diabaikan. Ini menyemai bibit bencana, wal-'iyaadzu bilLaah
 
Para abnaa' ash-shohwah al-Islamiyah selayaknya menyadari, sesuatu yang direncanakan dengan baik dan dilandasi dengan niat baik saja, banyak godaan, tantangan, hambatan dan ancaman yang dapat menyelewengkan dari tujuannya. Apalagi yang sejak keberangkatannya memang diliputi dengan kelemahan konsepsi dan atau salah niat. Kemungkinan untuk tidak sampai kepada tujuan kemuliaan Islam jauh lebih besar.

Masalah Skala Prioritas.

Perbedaan pemilihan fokus amal, kadang juga dilatar-belakangi dengan pemahaman mengenai skala prioritas amal dalam upaya menggapai kebangkitan kembali umat. Ada yang beranggapan bahwa yang penting berjihad untuk memenangkan Islam terlebih dahulu, baru setelah kemenangan diraih, kita menangani masalah dakwah, siyasah dan pendidikan. Ada juga yang memandang bahwa yang perlu diprioritaskan adalah pendidikan, dengan pendidikan, umat akan tumbuh kesadaran terhadap harga dirinya, mampu menguasai teknologi untuk kemaslahatan umat dan pada akhirnya umat akan kembali menang dan memimpin. Elemen yang fokus kepada politik berpandangan bahwa yang penting umat memiliki kesadaran politik, sehingga dengan adanya partai politik yang didukung umat Islam mayoritas, partai Islam akan meraih kekuasaan politik dan umat Islam akan menang. Demikian pula yang mengambil tiyar yang lain akan berpendapat sesuai dengan jalan pikirannya masing-masing.
 
Meskipun argumentasi yang diajukan menunjukkan kualitas kedalaman pemahaman terhadap tashowwur Islam yang dimiliki, tak sepatutnya dikritisi seketika, jika tidak ingin menampakkan arogansi dan membuat jarak sejak awal. Hal itu dikarenakan kesadaran dan kematangan itu sendiri berproses. Tidak jarang suatu kebenaran ditolak, bukan karena kurangnya kadar kebenaran itu, tetapi karena perangkat yang dimiliki untuk mempersepsi kebenaran itu belum sempurna. Tatkala perangkat itu sempurna, dibarengi dengan tingkat kematangan yang diraih, maka kebenaran itu diterima.

Pemilihan Fokus 'Amal, Kesadaran Sebagai 'Bagian Dari', Saling Melengkapi dan Menguatkan.

Jika pemilihan fokus amal dilakukan oleh satu jamaa'ah minal-muslimin (komunitas umat Islam) atas dasar bahwa pada amal tersebut Allah memberikan karunia kemampuan untuk mengelola, disertai sikap merasa merupakan 'bagian tak terpisahkan' dari umat secara keseluruhan, diikuti dengan kesediaan untuk membangun komunikasi dan menerima masukan dari pihak lain, dan mendedikasikan fokus amalnya sebagai kontribusi positif bagi kebangkitan umat, maka usaha tersebut tentu positif, konstruktif dan kontributif terhadap kebangkitan, serta maqbul disisi-Nya insya Allah.
 
Sebaliknya jika tidak dilandasi dengan sikap seperti di atas, maka tak ada satu elemen umat Islam pun, betapapun bagus konsepnya, rapi administrasi dan disiplin organisasinya,  yang mampu memenangkan Islam sendirian. Terlebih jika hanya menyandarkan kepada usahanya semata dan melupakan ma'iyyah (keikutsertaan) dan nashr (pertolongan) dari Allah. Jika demikian, tentu saja persoalannya lebih serius, sebab menyangkut kelemahan dalam keimanan.
 
Fokus amal dalam masalah pendidikan Islam, misalnya, merupakan hal yang sangat penting, sebagaimana hal itu dilakukan oleh Imaduddien Zanki dalam mempersiapkan umat menghadapi kaum salibis yang pada saat itu telah berhasil menancapkan kukunya di Syam, bahkan berhasil menguasai Bayt al-Maqdis, membentuk kerajaan-kerajaan Kristen di sekitar Al-Quds. Tarbiyah Islamiyah yang secara sungguh-sungguh merekonstruksi tashowwur Islam yang benar, meluruskan kembali irodah umat Islam dalam beramal, menumbuhkan kesadaran pengorbanan dalam perjuangan menegakkan Islam, memasok sektor-sektor kehidupan umat Islam dengan kader-kader hasil dari tarbiyah Islamiyah yang shohihah, merupakan langkah awal kebangkitan umat Islam. Jika ini yang dilakukan dalam pemilihan fokus tiyar tarbawiy, maka hal itu merupakan hulu dari kebangkitan umat.
 
Jika fokus amal jihadiy dimulai dari hulu penyiapan kekuatan umat agar mampu untuk berjihad, maka pasti akan banyak amal Islamiy yang dikerjakan beririsan dengan amal Islamiy yang dikerjakan oleh komunitas yang mengambil fokus pada tiyar yang lain seperti da'awiy dan tarbawiy. Sebab tak mungkin satu komunitas umat Islam mau melakukan jihad fie sabiililLah boleh mengabaikan da'wah dan tarbiyah. Sebab jihad yang benar pasti harus memikirkan dan melalui fase-fase tersebut untuk sampai kepada 'amal jihadiy. Meski tidak sebaliknya. 
 
Demikianlah contoh hubungan yang jika dilakukan secara jujur, obyektif dan dewasa merupakan rangkaian 'amal yang saling terkait, saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam derap langkah menuju kebangkitan umat. Namun jika dilakukan dengan saling menafikan, saling membelakangi, diliputi sikap arogansi dan menutup pintu komunikasi ; kemenangan di dunia merupakan utopia dan keberhasilan di akherat hanya impian.
 
Allah telah men-syariatkan ta'awun untuk merealisasikan kebaikan dan taqwa. Karena memang tidak seluruh 'amal dalam Islam dapat dilaksanakan hanya dengan bersendirian. Banyak 'amal Islamiy yang mashlahat-nya berlaku luas bagi umat, tetapi pelaksanaannya mensyaratkan saling menolong, saling membantu, saling menopang dan saling menguatkan untuk dapat direalisasikan.  Nabi shallalLaahu 'alayhi wa sallam menshifati umat ini seperti bangunan yang sebagian terhadap sebagian yang lain saling menguatkan :
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
Seorang mu'min terhadap orang mu'min yang lain seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. (dishahihkan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shohih al-Jami' ash-Shoghir no. 6654).
 
Beliau shallalLaahu 'alayhi wa sallam bahkan memerinci perkara-perkara yang menjadi penghalang ta'awun dan melarangnya, memerintahkan umat agar menjadi hamba-hamba yang bersaudara dalam ikatan iman, bahkan menetapkan batas maksimal toleransi seorang muslim boleh mendiamkan saudara seimannya maksimal 3 hari.
 
لا تباغضوا و لا تحاسدوا و لا تدابروا وكونوا عباد الله إخوانا و لا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث ليال
Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudara muslimnya lebih dari tiga hari. (dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih Adab al-Mufrad).
 
Memang, jika diteropong keadaan umat hari ini, dimana setiap kelompok umat Islam menjaga tapal batas kelompoknya, sibuk dengan agendanya sendiri, hampir tidak menyisakan waktu untuk berkomunikasi dengan umat Islam di luar kelompoknya, rasanya menyedihkan. Mungkin saat kebangkitan yang sesungguhnya, apalagi kemenangan, masih panjang. Hanya, keyakinan orang yang beriman, akan datangnya kemenangan adalah kepastian.
 
http://on-thesunnah.blogspot.com/2011/07/taawun-antar-umat-islam.html

No comments:

Post a Comment