Untuk membahas masalah ini kita awali dengan apakah Basmalah adalah bagian dari surat Al Fatihah atau tidak?
Terjadi perbedan dalam hal ini:
- Ataukah dia termasuk bagian dari ayat pertama pada setiap surat ?
- Ataukah dia sebagai bagian dari AlFatihah tapi tidak bagi surat lainnya?
- Atau apakah dia adalah sebagai pembatas surat saja bukan ayat tersendiri?
- Apakah dia termasuk AYAT TERPISAH yang ditulis di awal setiap surat.?
- Ataukah dia termasuk bagian dari surat dan ditulisnya di awal surat sebagai ayat pertama?
Jika diringkas maka perbedaan ini menjadi tiga kelompok:
Kelompok pertama, mereka mengatakan Basmalah merupakan bagian dari surat Al Fatihah dan semua surat lainnya, kecuali surat Al Bara’ah (At Taubah). Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Az Zubeir, Abu Hurairah dan Ali. Di kalangan tabi’in: Atha, Thawus, Mak-hul, Said bin Jubeir, Az Zuhri, dan ini juga pendapat Ibnul Mubarak, Asy Syafi’i,[1] Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat darinya, Ishaq bin Rahawaih, dan Abdul Qasim bin Salam - Rahimahumullah.
Mereka beralasan dengan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يعرف فصل السورة حتى تنزل عليه {بسم اللّه الرحمن الرحيم}
“Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah mengetahui batasan/pembagian surat , sampai turunlah kepadanya: Bismillahirrahmanirrahim.” (HR.Abu Daud No. 788, Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 2206. Imam Ibnu Katsir mangatakan sanadnya shahih. Lihat Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/116. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’. Syaikh Al Albani juga menyatakan shahih dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 788)
Dari sinilah kita bisa melihat bahwa Basmalah adalah bagian dari setiap surat –selain memang sebagai pembatas- kecuali pada surat Al Bara’ah. Masalah kenapa surat Al Bara’ah tidak menggunakan Basmalah, Insya Allah akan dibahas pada kesempatan lain.
Kelompok ini juga berdalil dengan riwayat Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الحمد لله رب العالمين سبع آيات: بسم الله الرحمن الرحيم إحداهن، وهي السبع المثاني والقرآن العظيم، وهي أم الكتاب
“Al Hamdulillahi Rabbil ‘alamin (maksudnya: surat Al Fatihah) ada tujuh ayat: Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satunya. Dia adalah tujuh ayat yang diulang-ulang, Al Quran yang agung, dan dia sebagai Ummul Kitab.”
Hadits ini juga diriwayatkan juga oleh Ad Daruquthni dari Abu Hurairah secara marfu’ , dan Beliau mengatakan: semuanya tsiqat (terpercaya). (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/103)
Hadits ini sangat jelas menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memasukkan Basmalah sebagai bagian dari surat Al Fatihah. Maka, ini menjadi pendapat yang sangat kuat.
Kelompok kedua, mereka mengatakan bahwa Basmalah BUKAN bagian dari Al Fatihah dan bukan pula surat lainnya. Inilah pendapat dari Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya.
Mereka beralasan bahwa hadits di atas hanya menyebutkan fungsi. Basmalah sebagai pembeda dan pemisah surat , bukan menyebutkan bahwa Basmalah adalah bagian dari setiap surat .
Alasan lainnya adalah, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku membagi Ash Shalah (yakni surat Al Fatihah) menjadi dua bagian, dan untuk hambaKu sesuai apa yang dia inginkan.” Ketika hamba berkata Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin, maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: hamadani ‘abdiy - hambaKu telah memujiKu. Ketika hamba itu membaca Ar Rahmanirrahim, maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: atsna ‘alayya ‘abdiy – hambaKu telah memujiKu. …. Dst. (HR. Muslim No. 395, At Tirmidzi No. 4027, Abu Daud No. 821, Ibnu Majah No. 3784, Ibnu Hibban No. 1784)
Hadits ini menunjukkan bahwa tidak dibaca Basmalah ketika membaca surat Al Fatihah. Ini menunjukkan bahwa Basmalah bukan bagian darinya.
Hal ini juga diperkuat dari kisah Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu. Beliau ditanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
كيف تقرأ إذا افتتحت الصلاة؟ قال: فقرأت عليه: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }
“Bagaimanakah bacaanmu jika memulai shalat? Ubai menjawab: Aku membaca: Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin.”
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah mengomentari hadits ini:
“Abu Said di sini bukanlah Abu Said bin Al Mu’alli sebagaimana yang diyakini oleh Ibnul ‘Atsir dalam Al Jami’ Al Ushul, dan orang-orang yang mengikutinya. Sebab, Ibnul Mu’alli adalah seorang sahabat Anshar dan yang ini adalah seorang tabi’in dari Khuza’ah, oleh karena itu hadits ini adalah muttashil shahih (bersambung lagi shahih). Hadits ini secara zhahir munqathi’ (terputus), jika Abu Said ini tidaklah mendengarkannya dari Ubai bin Ka’ab, namun jika dia mendengarkannya dari Ubai maka ini sesuai syarat Muslim. Wallahu A’lam. “ (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/104)
Riwayat ini menunjukkan bahwa Basmalah tidaklah dibaca ketika membaca surat Al Fatihah dan ini menjadi dalil bahwa dia bukan bagian darinya.
Kelompok ketiga, kelompok ini mengatakan Basmalah merupakan ayat tersendiri dan terpisah dari semua surat , dia bukan bagian darinya. Inilah pendapat Daud Azh Zhahiri, diceritakan juga dari Imam Ahmad bin Hambal. Dan, Abu Bakar Ar Razi menceritakan dari Abul Hasan Al Karkhi dan keduanya merupakan pembesar madzhab Abu Hanifah. Perbedaan dengan kelompok kedua adalah kelompok ini menyebut Basmalah sebagai ayat yang tersendiri.
Demikian. Jika kita perhatikan maka pendapat kelompok pertama lebih kuat dan jelas argumennya. Wallahu A’lam
Lalu, apa kaitannya pembahasan ini dengan pertanyaan ‘membaca basmalah di keraskan atau dipelankan?’ Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:
“ Ada pun yang terkait dengan menjaharkan Basmalah, maka perinciannya adalah sebagai berikut: bagi yang berpendapat bahwa Basmalah BUKAN bagian dari surat Al Fatihah maka mereka tidak menjaharkan, begitu juga menurut pihak yang mengatakan Basmalah adalah termasuk bagian ayat awal darinya. Ada pun bagi kelompok yang mengatakan bahwa Basmalah adalah termasuk bagian dari surat-surat di bagian awalnya. Maka mereka berbeda pendapat dalam hal ini.
Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berpendapat bahwa Basmalah DIJAHARKAN, juga pada surat lainnya. Inilah pendapat banyak golongan dari sahabat tabi’in, para imam kaum muslimin, baik salaf dan khalaf. Dari kalangan sahabat yang menjaharkan adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Muawiyah. Ibnu Abdil Bar dan Al Baihaqi menceritakan bahwa ini juga dilakukan Umar dan Ali. Sedangkan Al Khathib menukil dari khalifah yang empat yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Tapi riwayat ini gharib (asing/menyendiri). Dari kalangan tabi’in adalah Said bin Jubeir, Ikrimah, Abu Qilabah, Az Zuhri, Ali bin Al Husein dan anaknya Muhammad, Said bin Al Musayyib, Atha, Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka’ab Al Qurzhi, Abu Bakar bin Amru bin Hazm, Abu Wail, Ibnu Sirin, Muhammad bin Al Munkadir, Ali bin Abdullah bin Abbas dan anaknya Muhammad, Nafi’, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdul Aziz, Al Azraq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu Sya’ tsa’, Makhul, dan Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin.
Imam Al Baihaqi menambahkan: Abdullah bin Shafwan dan Muhammad bin Al Hanafiyah. Sementara Imam Ibnu Abdil Bar menambahkan: Amru bin Dinar. (Tafsir Al Quran Al Azhim, 1/117)
Demikianlah, sangat banyak para sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin yang berpendapat dikeraskannya membaca Basmalah ketika shalat. Dalil-dalil mereka adalah:
- Imam An Nasa’i dalam Sunannya, Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya masing-masing, Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya; dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa beliau shalat dan dia mengeraskan membaca Basmalah, lalu setelah shalat selesai, dia berkata: “Sesungguhnya saya menyerupakan untuk kalian shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Hadits ini dishahihkan oleh Ad Daruquthni, Al Khathib, Al Baihaqi, dan lainnya)
- Imam Al Hakim meriwayatkan dalam Al Mustadraknya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengeraskan membaca Bismillahirrahmanirrahim. (Katanya: hadits ini shahih)
- Imam Al Bukhari dalam Shahihnya, meriwayatkan bahwa Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu ditanya tentang bacaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia menjawab: “Adalah bacaan Beliau itu diberikan jarak yang panjang, kemudian dia membaca Bismillahirrahmanirrahim, dengan memanjangkan Bismillah, memanjangkan Ar Rahman dan memanjangkan Ar Rahim. (juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi No. 2451, Ibnu Majah No. 4215)
- Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Imam Abu Daud dalam Sunannya, Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, dan Imam Al Hakim dalam Al Mustadaraknya, meriwayatkan: dari Ummu Salamah, dia berkata: “Bahwa Shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dengan diputus-putus; Bismillahirrahmanirrahim. Al Hamdulillahirabbil ‘alamin. Ar Rahmanirrahim. Malikiyaumiddin.” (Imam Ad Daruquthni mengatakan: isnad hadits ini shahih)
- Imam Asy Syafi’i dalam Musnadnya dan Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya meriwayatkan dari Anas Radhiallahu ‘Anhu; bahwa Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu shalat di Madinah dan dia tidak membaca Basmalah (mengecilkan suara), lalu orang Muhajirin yang hadir mengingkarinya, maka ketika dia shalat untuk kedua kalinya, maka dia membaca bismillah.”
- Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya menuebutkan dari Nu’aim bin Al Majmar katanya: Aku Shalat dibelakang Abu Hurairah, dia membaca Bismillahirrahmanirrahim kemudian membaca Ummul Kitab, hingga sampai Wa Ladhdhaallin, dia menjawab: Amin, dan manusia menjawab: Amin.” (HR. Ibnu Khuzaimah No. 499, Berkata Syaikh Al Abani: Al A’zhami berkata: sanadnya shahih seandainya Ibnu Abi Hilal tidak tercampur (hapalannya).)
Demikianlah diantara dalil yang ada bagi kalangan yang mengatakan bahwa membaca Basmalah adalah dikeraskan. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah nampaknya memilih pendapat ini dengan menyebutnya sebagai: “hujjah yang mencukupi dan memuaskan.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/118)
Kelompok yang lain mengatakan bahwa membaca Basmalah TIDAK DIJAHARKAN. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah:
وذهب آخرون إلى أنه لا يجهر بالبسملة في الصلاة، وهذا هو الثابت عن الخلفاء الأربعة وعبد الله بن مغفل، وطوائف من سلف التابعين والخلف، وهو مذهب أبي حنيفة، والثوري، وأحمد بن حنبل.
“Pendapat kelompok yang lainnya adalah bahwa tidaklah mengeraskan Basmalah dalam shalat. Dan, ini telah pasti (tsabit) dari khalifah yang empat dan Abdullah bin Mughaffal, dan banyak kelompok dari pendahulu tabi’in dan khalaf. Ini juga pendapat Abu Hanifah Ats Tsauri, dan Ahmad bin Hambal.” (Ibid)
Kelompok ini berdalil sebagai berikut:
- Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman memulai bacaan dalam shalatnya dengan Alhamdulillahirabbil ‘alamin. (HR. Abu Daud No. 782. Syaikh Al Albani menyatakan shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 782)
- Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya: “Saya telah shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan tak satu pun dari mereka yang mengeraskan bacaan Basmalah.” (HR. An Nasa’i No. 907, Syaikh Al Albani menyatakan shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 907. Juga Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 495)
- Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya: “Adalah shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka memulainya dengan membaca: Al Hamdulillahirrabbil ‘alamin.” (HR. At Tirmidzi No. 246, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani menyatakan shahih dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 246)
- Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memulai shalat dengan bertakbir lalu membaca: Alhamdulillahirabbil ‘Alamin.” (HR. Abu Daud No. 783, Syaikh Al Albani menyatakan shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 783)
Demikianlah dalil-dalil bagi kelompok yang menyatakan bahwa membaca Basmalah tidak dikeraskan.
Sementara Imam Malik berpendapat bahwa dalam shalat TIDAKLAH MEMBACA SAMA SEKALI bacaan Basmalah, baik keras (jahran) atau pelan (sirran). Beliau beralasan bahwa hadits-hadits di atas bukan menunjukkan sirr (pélan), tetapi memang Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak membaca Basmalah. Alasan lainnya adalah:
- Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah membaca Bismillahirrahmanirrahim, baik di awal dan di akhirnya. Yang seperti ini juga diriwayatkan dalam berbagai kitab Sunan dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu.
Tetapi, pendapat Imam Malik ini dianggap lemah, sebab dalam hadits-hadits di atas jelas sekali disebutkan kalimat: tak satu pun dari mereka yang mengeraskan bacaan Basmalah, artinya Basmalah tetaplah dibaca tetapi tidak keras. Ada pun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi tidak membaca Basmalah, mesti ditakwil dan dikompromi dengan hadits lain, yakni Beliau bukanlah tidak membaca tetapi membacanya, hanya saja suaranya pelan seakan bagi pendengar tidak membacanya. Wallahu A’lam
Nah, dengan demikian ada dua pendapat yang kuat dan sama-sama ditopang oleh dalil-dalil yang shahih, yakni pendapat Pertama. membaca Basmalah secara keras. Pendapat kedua, membacanya secara pelan.
Kedua kelompok ini berdalil dengan hujjah yang sama-sama shahih, dan satu sama lain tidaklah dianggap merevisi (nasakh) yang lainnya, atau dianggap riwayat dhaif. Maka, pandangan yang paling seimbang adalah: Bahwa BENAR Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengeraskan Basmalah sebagaimana yang diriwayatkan secara shahih oleh sahabat yang melihat dan mendengarnya seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ummu Salamah, dan BENAR pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memelankan Basmalah sebagaimana yang diriwayatkan secara shahih pula dari sahabat yang melihat dan mendengarnya seperti Anas bin Malik dan ‘Aisyah.
Inilah metode yang ditempuh oleh para ulama muhaqqiq (peneliti) seperti ‘Alim Rabbani Al ‘Allamah Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah. Beliau berkata:
وبهذا الطريق علمنا أنه لم يكن هديُه الجهرَ بالبسملة كلَّ يوم وليلةٍ خَمسَ مرات دائماً مستمراً ثم يُضَيِّعُ أكثر الأمة ذلك، ويخفى عليها، وهذا مِن أمحلِ المحال بل لو كان ذلك واقعاً، لكان نقلُه كنقل عدد الصلوات، وعدد الركعات، والجهر والإِخفات، وعدد السجدات، ومواضع الأركان وترتيبها، واللّه الموفق.
والإِنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف، أنه صلى الله عليه وسلم جهر، وأسر، وقنت، وترك، وكان إسرارُه أكثَر من جهره، وتركه القنوتَ أكثر من فعله
“Dengan metode ini kita bisa mengetahui bahwa bukanlah petunjuk Rasulullah mengeraskan Basmalah setiap hari dan malam sebanyak lima kali dan dilakukan terus menerus, kemudian hal itu lenyap dalam pandangan kebanyakan manusia dan tersembunyi dari mereka. Dan, Ini adalah hal yang mustahil, justru jika hal itu memang benar terjadi, niscaya penukilan dalam hal ini akan sama dengan penukilan tentang jumlah shalat, jumlah rakaat, shalat jahr dan ikhfat (dipelankan), jumlah sujud, tempat rukun dan tertibnya. Wallahul Muwaffiq
Pendapat yang bijak yang dibenarkan oleh para ulama penyusun kitab-kitab adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca secara keras dan pelan, pernah berqunut dan pernah meninggalkannya. Hanya saja memelankannya lebih banyak dibanding mengeraskannya, dan meninggalkan qunut lebih banyak dibanding melakukannya.” (Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1/272. Cet. 3. 1986M-1406H.Muasasah Ar Risalah. Beirut - Libanon)
Demikian pembahasan ini. Dari sini semoga kita bisa lebih arif dalam menyikapi bacaan Basmalah ini. Membacanya, baik dikeraskan atau tidak, bukanlah bab permasalahan salah atau benar, sunah atau bid'ah. tetapi, keduanya benar, hanya saja nabi lebih sering tidak mengeraskannya Maka, tidak dibenarkan satu sama lain saling menyerang dan menyalahkan, apalagi sampai taraf menuduh sebagai pelaku bid'ah. Padahal duanya merupakan perilaku nabi, sahabat tabi'in, dan imam kaum muslimin. Maka, jika kita berada di masjid yang biasa mengeraskan bacaan Basmalah, maka alangkah baik jika kita mengikutinya -jika diminta menjadi imam- untuk menjaga persatuan hati dan menghilangkan kebencian. Begitu pula ditempat sebaliknya. Inilah perilaku ulama rabbani yang mendalam ilmunya yang sudah sepatutnya kita meneladaninya. Semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam
[1] Disebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i berpendapat pada sebagain madzhabnyanya; bahwa Basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah tapi bukan bagian surat lainnya. Dan diriwayatkan darinya pula bahwa Basmalah termasuk bagian dari sebagian surat dari keseluruhan surat yang ada. Imam Ibnu katsir mengatakan dua pendapat ini gharib (asing). (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/117)
Oleh: Farid Nu’man
http://abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/176
No comments:
Post a Comment