Kota Makkah


1. Letak Kota Makkah.

Kota Makkah terletak di perut lembah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit dari segala arah, dari sebelah timur membentang bukit Abu Qubais (Jabal Abu Qubais) dan dari barat dibatasi oleh dua bukit (gunung) Qa’aiqa’ dan keduanya berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Makkah. Dan dikenal bagian yang rendah dari lembah tersebut dengan Al-Bathhaa’ yang ada padanya Ka’bah dan dikelilingi oleh rumah-rumah orang Quraisy, sedangkan bagian yang tinggi dikenal dengan Al-Mu’alaah dan pada bagian ujung-ujung kedua bukit yang berbentuk bulan sabit tersebut dibangun rumah-rumah sederhana milik orang Quraisy Dzawaahir yaitu orang-orang pedalaman (A’rob) Quraisy yang miskin dan merupakan serdadu-serdadu perang, akan tetapi mereka ini dibawah kaum Quraisy Bathhaa’ (yang tinggal di bathhaa’) dalam kebudayaan, kekayaan dan martabatnya. (lihat As Siroh An Nabawiyah As Shahihah oleh Akrom Dhiya’ Al Umary hal:1/77).

2. Sejarah Perkembangan kota makkah

Sejarah perkembangan kota makkah berawal dari hijrohnya Ibrohim ‘alaihis salaam dari Iraq ke Syam, kemudian dari Syam ke Mesir dengan membawa risalah tauhid dan beliau ditemani oleh istrinya yang setia lagi cantik jelita saarah.

Di mesir terdapat seorang raja yang sangat rakus terhadap wanita cantik, sehingga tidak ada seorang wanita cantik yang masuk mesir kecuali dia akan mengambilnya, tetapi Allah ta’ala menghendaki keselamatan Saarah dari kerakusan sang raja, sehingga akhirnya sang raja menghadiahkannya seorang wanita untuk membantunya yang bernama Haajar. ( Lihat Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari oleh Ibnu Hajar13/134-135)
Dan ketika Ibrohim telah memasuki usia senja dan rambutnya telah memutih, sedangkan Saarah mandul, maka Saarah menghadiahkan Haajar kepada suaminya agar dinikahi, dengan harapan mudah-mudahan Allah ta’ala memberikan keturunan yang sholih untuknya dan dengan kehendak Allah ta’ala lahirlah seorang anak dari Haajar yang diberi nama Isma’il. (Lihat: Akhbar Makkah 1/54,dengan sanad yang lemah)

Kemudian hal itu membuat Saraah cemburu, hingga bersumpah akan memotong-motong Haajar menjadi tiga bagian. ( Lihat Fathul Bari 13/134-135). Lalu Haajar lari bersama suami dan anaknya yang masih menyusui, sampai berada disuatu tempat yang didirikan padanya Kaabah (Makkah), di tenda diatas Zam-zam, dan tidak ada seorangpun di makkah ketika itu, dan tidak ada juga air padanya, lalu Ibrohim memberikan bekal satu kantung kulit yang berisi korma dan satu kantung air yang berisi air minum, lalu beliau pergi meninggalkan Haajar, lalu Haajar mengikutinya, dan berkata: “Wahai Ibrohim, kemana Engkau pergi, dan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusiapun dan tidak ada jua yang lain? “ dan dia mengulangi pertanyaaannya tersebut berkali-kali, dan Ibrohim tidak menoleh kepadanya sedikitpun,sampai berkata Haajar: ”Apakah Allah ta’ala yang memerintahkan Engkau berbuat demikian? ”Ibrohim menjawab : ”benar”, lalu berkata Haajar: ”Kalau begitu Allah tidak akan membiarkan kami!”.

Kemudian Haajar pulang kembali ketempatnya, lalu pergilah Ibrohim, sesampainya dia di Ats-Tsaniyah , dia menghadapkan wajahnya ke tempat Ka’bah, kemudian berdo’a:

”Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Surat Ibrohim 14:37)

Tidak lama kemudian habislah perbekalan air yang dimiliki Haajar, lalu mereka berdua kehausan, lalu beliau tidak ingin melihat anaknya yang sedang dalam keadaan kehausan, maka dia berjalan sampai tegak berdiri diatas bukit yang paling dekat darinya, yaitu Shofa, kemudian menghadap ke lembah untuk melihat apakah ada orang yang lewat, ketika tidak melihat seorangpun, dia turun dari Shofa hingga jika sampai lembah beliau mengangkat ujung pakaiannya kemudian berlari kencang sampai melewati lembah tersebut, kemudian dia menaiki bukit Marwa kemudian menghadap ke lembah untuk melihat apakah ada orang yang lewat, dan tidak melihat seorangpun, lalu dia melakukannya tujuh kali dan pada akhir yang ketujuh,datanglah Jibril dan mulai mencari dengan tumitnya atau dengan sayapnya tempat Zamzam, sampai tampak airnya,kemudian Haajar langsung mengeruknya dan mengambil airnya dengan kedua telapak tangannya untuk minum dan zam-zam tersebut berceceran setelah diambil oleh Haajar. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الله اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيْمَ إِسْمَاعِيْلَ وَاصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ كِنَانَةَ وَ اصْطَفَى مِنْ بَنِيْ كِنَانَةَ قُرَيْشًا وَ اصْطَفَى مِنْ ُقَرْيشٍ بَنِيْ هَاشِمٍ وَ اصْطَفَانِيْ مِنْ بَنِيْ هَاشِمٍ.

Semoga Allah merahmati Ummu Isma’il, kalaulah tidak tergesa-gesa maka niscaya Zamzam menjadi sumber air yang mengalir (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari, lihat Fathul Bari 13/140,No. 3362).

Kemudian Haajar minum dan menyusui anaknya Isma’il, dalam keadaan yang seperti ini, lewatlah sekelompok orang dari kabilah Jurhum dari Yaman dari Arab Qohthoniyah, ketika mereka mendapatkan air tersebut,maka mereka meminta izin kepada Haajar untuk diperbolehkan tinggal menetap bersamanya, maka Haajar mengizinkan mereka, lalu mereka memanggil keluarga mereka agar supaya menetap di Makkah dan merekapun tinggal di Makkah dan Ismail tumbuh menjadi pemuda diantara mereka. Dan belajar bahasa arab dari mereka kemudian setelah dewasa mereka menikahkannya dengan seorang wanita dari mereka. Setelah itu Ibrohim ke Makkah akantetapi tidak mendapatkan Ismail dirumahnya, dan istri Ismail menceritakan bahwaIsmail sedang keluar untuk satu keperluan,dan ketika beliau menanyakan tentang kehidupannya, mengadulah istri Ismail akan pahitnya kehidupan yang mereka berdua hadapi dari kesulitan dan kemiskinan, lalu Ibrohim mewasiatkan agar menyampaikan salam kepada Ismail dan mengatakan supaya dia merubah ambang pintu rumahnya. Ketika Ismail pulang, istrinya menceritakan apa yang telah terjadi dan Ismail mengetahui bahwa itu adalah bapaknya danfaham maksud pesan-pesan bapaknya, lalu beliau menceraikan istrinya tersebut dan menikah lagi dengan wanita lain. Dan agak lama kemudian Ibrohim mengunjungi anaknya di Makah dan tidak mendapatkan Ismail dirumahnya dan bertanya kepada istrinya tentang kehidupan mereka berdua, lalu dia memuji Allah ta’ala atas segala limpahan yang diberikan kepada keduanya dari keluasan rizki. Kemudian Ibrohim berwasiat agar menyampaikan salam kepada Ismail dan mengatakan supaya dia menetapkan ambang pintu rumahnya. Dan ketika beliau datang, maka istrinyapun menceritakan apa yang telah terjadi dan mengertilah Ismail itu adalah bapaknya dan mengerti pula pesan-pesannya.

Kemudian sekian lama Ibrohim tidak mengunjungi Makkah, lalu kembali mengunjungi anaknya Ismail dan mendapatkan anaknya di belakang zamzam sedang memperbaiki panahnya dibawah tenda yang besar dekat dengan zam-zam, dan ketika beliau melihatnya maka Ismail menyambut bapaknya sebagaimana layaknya seorang anak yang telah sangat lama tidak berjumpa dengan bapaknya dan demikian juga Ibrohim bersikap seperti itu. Lalu Ibrohim meminta anaknya Ismail untuk membantunya melaksanakan perintah Allah yaitu membangun Ka’bah ditempat yang agak tinggi di dekat zamzam, maka waktu itu Ibrohim yang membangunnya dan Ismail yang membantu membawakan batu-batunya kepada bapaknya sampai meninggi bangunan tersebut, lalu beliau membawakan batu Maqom untuk berpijak bagi Ibrohim, dan berpijaklah Ibrohim padanya, kemudian keduanya berdo’a dan keduanya sedang membangun:

Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surat AL Baqorah. 2:127)

Dan ketika selesai keduanya dari membangun ka’bah, Allah ta’ala perintahkan Ibrohim untuk menyeru manusia melaksanakan haji, dengan firmanNya:

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,niscaya mereka akan datang kepadamudengan berjalan kaki,dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Surat Al Hajj. 22:27)

Diriwayatkan bahwa Ibrohim mendaki bukit Abi Qubais atau Al hijr atau Ash Shofa dan memanggil dengan nama Allah sambil berkata: ”Wahai manusia ! sesungguhnya Robb kalian telah membangun untuk kalian rumah, maka berhajilah kepadanya”.

Lalu Allah memperdengarkan panggilannya kepada semua makhluk dan siapa yang Allah telah mudahkan untuk berhaji sampai hari kiamat akan menjawab panggilan tersebut dengan mengatakan:

لبيك اللهم لبيك

“Saya terima panggilan Engkau wahai Allah, saya terima panggilan Engkau”

Demikainlah Ismail hidup berdampingan dengan ka’bah bersama keluarga mertuanya yaitu Jurhum sampai Allah utus belia sebagi Rasul untuk mereka dan seluruh Hijaz dari kabilah ‘amaliq dan Ahli Yaman. (Lihat Al Bidayah oleh Ibnu Katsir 1/209 dengan tanpa sanad).

Allah ta’ala berfirman:

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. (Surat Maryam 19:54)

Dari perkawinan Ismail dengan putrinya Mudhoodh lahirlah dua belas putra yaitu: Naabit atau Nabaayut, Qaidaar, Adbaa’iil, Mabsyaam, Masymaa’, Dumaa, Misyaa, Hadad, Yatma, Yathur dan Nafiis serta Qaidamaan. Dari mereka inilah kemudian berkembang anak turunan Ismail menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di makkah dengan mata pencahariannya adalah berdagang dari negeri-negeri Yaman sampai negeri Syam dan Mesir. Akan tetapi dari anak turunan Ismail ini hanya Naabit dan Qaidaar lah yang masih dapat terdeteksi sejarahnya.

Naabit adalah anak Isma’il yang Allah pilih untuk menjadi bapak yang akan menurunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kelak dikemudian hari, akan tetapi silsilah nasab antara dia dengan Adnan itu tidak dapat di pastikan keakuratannya. Dan Rasulullah telah menetapkan nasab beliau sampai Adnan saja, adapun nasab Adnan sampai Isma’il masih dalam perselisihan para ulama. Ketika Isma’il meninggal beliau dimakamkan disisi ibunya,dan umur beliau 137 tahun,dan seluruh Arab Hijaz berintisab kepada Qaidzar dan Naabi (Lihat: Al Bidayah 1/210).

Adnan adalah kakek yang ke dua puluh satu dari silsilah nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian lahir dari beliau Ma’ad dan dari Ma’ad Nizar, lalu Nizar memiliki empat orang anak yang kemudian berkembang menjadi empat kabilah besar yaitu: Iyad, Anmar, Rabi’ah dan Mudhor. Dan dari dua kabilah besar yang terakhir inilah lahir banyak marga dan suku-suku, dari Rabi’ah ada Asad, Anzah, Abdul Qais, Wail dan dua anaknya Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lain-lainnya.

Sedangkan kabilah Mudhor berkembang menjadi dua masyarakat yang besar Yaitu: Qais ‘Ailaan bin Mudhor dan Marga-marga Ilyas bin Mudhor. Dari Qais’Ailaan ada Bani Saliim, Bani Hawaazin, Bani Ghothofan dan dari ghothofan ada ‘Abs, dzibyaan, Asyja’ dan Ghony bin A’shar. Dan dari Ilyas bin Mudhor ada amim bin Murroh, Hudzai bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah dan marga-marga Kinanah bin Khudzaimah,dan dari Kinanah ada Quraisy yaitu anak turunan Fihr bin Maalik bin Nadhor bin Kinanah
Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, yang terkenal adalah: Jumah, Sahm, Ady, Makhzum, Taim, Zahroh dan suku-suku Qushay bin Kilab yaitu Abdud-Dar bin Qushay, Asad bin Abdul Uzza bin Qushay dan Abdi Manaf bin Qushay. Abdi Manaf memiliki empat anak yaitu: Abdis Syams, Naufal, Al Muthalib dan Hasyim dan Hasyim adalah keluarga yang dipilih Allah untuk lahir darinya Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, beliau bersabda:

إِنَّ الله اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيْمَ إِسْمَاعِيْلَ وَاصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ كِنَانَةَ وَ اصْطَفَى مِنْ بَنِيْ كِنَانَةَ قُرَيْشًا وَ اصْطَفَى مِنْ ُقَرْيشٍ بَنِيْ هَاشِمٍ وَ اصْطَفَانِيْ مِنْ بَنِيْ هَاشِمٍ.

Sesungguhnya Allah memilih Ismail dari anak Ibrohim dan memilih kinanah dari anak Ismail dan memilih Quraisy dari bani kinanah dan memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim. (Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At Tirmidzi).

Telah kita ketahui bahwa asal penduduk Makkah adalah bangsa Jurhum,yang tinggal bersama Haajar dan Isma’il dan mereka memerintah Makkah setelah Isma’il, akan tetapi mereka tidak dapat menjaga kehormatan kota suci tersebut, maka tersebarlah kejahatan dan kerusakan padanya dan banyak diantara mereka yang merampok harta Kabah. Ketika sebagian bangsa Arab Yaman berpencar-pencar setelah terjadi bencana banjir yang dahsyat yang dikenal dengan nama Sailil Arim, berhijrahlah Tsa’labah bin ‘Amr bin ‘Aamir bersama kaumnya ke Makkah akan tetapi mereka ditolak oleh Jurhum,maka terjadilah pertempuran yang sengit diantara mereka dan diakhiri dengan kekalahan Jurhum. Dan akhirnya mereka menetap di Makkah. Ketika Tsa’labah sakit dia pindah ke Syam dan yang memerintah Makkah dan menjaga Ka’bah adalah saudaranya yaitu Rabi’ah bin Haaritsah bin ‘Amr yang terkenal dengan Luhay, dan dikenal kaumnya dengan nama Khuzaa’ah, dan bergabung bersama mereka anak turunan Isma’il bin Ibrohim yang mereka itu tidak ikut dalam pertempuran dengan Jurhum.

Berkuasa Khuzaa’ah di Makkah sekitar 300 tahun dan pada masa mereka inilah terjadi awal penyembahan berhala di Hijaz, dengan sebab pemimpin mereka ‘Amr bin Luhay ketika mengunjungi Syam menjumpai ‘Amaliq di Mu’ab satu tempat dari negeri Al Balqa’ menyembah berhala dan mereka berkata kepadanya bahwa mereka menyembah berhala-berhala itu karena mereka meminta hujan kepadanya maka dia turunkan hujan, mereka meminta pertolongan maka dia menolong mereka,lalu dia meminta sebuah berhala dari mereka dan mereka memberikannya berhala Hubal,kemudian ‘Amr bin Luhay membawanya ke Makkah dan memerintahkan manusia untuk menyembahnya dan mengkramatkannya,dan merekapun mentaatinya lantaran ‘Amr bin Luhay adalah pemimpin mereka yang mereka taati.

Rasulullah shallallahu’alaih wasallam bersabda tentang Amr bin Luhay:

رأيت عمرو بن لحي يجر قصبه في النار

Aku telah melihat ‘Amr bin Luhay menarik-narik ususnya di neraka.
Hadits riwayat Muslim 4/21911,No:2856.

Dan dari sinilah penduduk Makkah mulai mengenal penyembahan berhala dan akhirnya merebak dan menjadi suatu pemahaman agama yang sangat kuat pada mereka. Dan ketika anak turunan Ismail menyebar kenegeri-negeri mereka membawa batu-batu makkah untuk mereka keramatkan, dimana mereka tinggal mereka latakkan dan mereka thowafi seperti mereka thowaf di Ka’bah sampai akhrnya mereka menyembah semua batu-batuan yang mereka sukai dan kagumi, kemudian terjadi pergantian generasi dan mereka lupa dengan agama nenek moyang mereka Ibrohim ‘alaihis salaam. (Lihat: Al Bidayah 2/205). Pada masa kekuasaan Khuza’ah ini, kaum Quraisy masih berpecah-pecah sampai dipimpin oleh Qushay bin Kilaab dan beliau berhasil menyatukan kaum Quraisy dan memerangi Khuzaa’ah dengan dibantu oleh Qudhaa’ah dalam merebut kekuasaan ka’bah dan bangsa arab yang lainnya pun ikut intervensi dalam permasalahan ini,sampai akhirnya terjadi peradilan dan dimenangkan oleh Qushay bin Kilaab. Dan dari sinilah terangkat kedudukan kaum Quraisy diantara bangsa arab Al Azraaq, (Lihat: Akhbar Makkah 1/103-107).

Berkata Al Mubarokfury: ”Tentang diri Qushay ini dikisahkan bahwa bapaknya meninggal dunia saat beliau masih kecil dalam asuhan ibunya.Lalu ibunya kawin lagi dengan seorang laki-laki dari bani Udzrah,yaitu Rabi’ah bin Haraam,yang kemudian membawanya ke perbatasan Syam. Setelah Qushay menginjak remaja,dia kembali ke Makkah,yang saat itu dipimpin oleh Hualil bin Hubsyah dari bani Khuzaa’ah,lalu Qushay melamar putri Hulail yang bernama Hubba dan ternyata lamarannya diterima dengan baik olehnya. Maka dia menikah dengan putri Hulail. Setelah Hulail meninggal, terjadi peperangan antara Khuza’ah dengan Quraisy,yang akhirnya membawa Qushay menjadi pemimpin Makkah dan menangani urusan Baitul Haram.

Ada tiga riwayat yang menjelaskan sebab meletusnya peperangan ini,yaitu:

1. Setelah Qushay mempunyai banyak anak dan hartanyapun berlimpah ruah, bersamaan dengan itu Hulail meninggal dunia,maka dia merasa bahwa dialah yang lebih berhk berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka’bah dari pada Bani Khuzaa’ah dan Bani Bakr, sedangkan Quraisy adalah pemimpin dan pelopor anak keturunan Isma’il.Maka dia melobi pemuka-pemuka Quraisy dan Bani Kinanah agar mengusir bani Khuzaa’ah dan bani Bakr,lalu mereka menerima hal tersebut.

2. Sesungguhnya Hulail -menurut pengakuan Khuzaa’ah- telah mewasiatkan kepada Qushay untuk menangani urusan Ka’bah dan Makkah.

3. Sebenarnya Hulail telah menunjuk putrinya Hubba sebagai pemegang urusan Ka’bah,dan Abu Ghibsyaan Al Khuza’y sebagai wakilnya,lalu Abu Ghibsyaan melaksanakan tugas pemeliharaan Ka’bah sebagai wakil dari Hubba.Ketika Hulail meninggal dunia, Qushay membeli kewenangan mengurus Ka’bah dari Abu Ghibsyaan dengan satu kendi besar khamar(Arak) dan Bani Khuzaa’ah tidak menerima jual beli tersebut dan berusaha mencegah Qushay dari kekuasaan mengurus Ka’bah,lalu Qushay mengumpulkan pemuka-pemuka Quraisy dan Bani Kinanah untuk mengusir mereka dari Makkah dan mereka menyetujuinya.” (Lihat: Rahiqul Makhtum hal 29-30).

Apapun sebabnya, yang jelas setelah meninggalnya Hulail terjadi pertempuran antara Khuza’ah dengan Quraisy, yang akhirnya membawa Qushay menjadi pemimpin Makkah dan menangani urusan Baitul Haram, setelah melalui pertumpahan darah dari kedua kelompok,dan dikisahkan bahwa mereka mengangkat Ya’mar bin Auf dari bani Bakr sebagai hakim untuk mendamaikan mereka dan dia menetapkan bahwa Qushay lah orang yang berhak untuk menangani urusan Ka’bah dan berkuasa atas Makkah.

Qushay berkuasa di Makkah dan menangani Ka’bah pada pertengahan abad kelima Masehi ,tepatnya pada tahun 440 M. Lalu dia menjadikan Makkah sebagai pemukiman kaum Quraisy dan tinggallah semua suku dari kam Quraisy serta didirikan rumah-rumah mereka di Makkah. Dan mengaturnya serta membangun Darun Nadwah disebelah utara Ka’bah yang dijadikan sebagai tempat pertemuan orang-orang Quraisy untuk membicarakan masalah-masalah penting mereka. Kemudian dia memiliki kepemimpinan yang utuh dalam pengaturan kota Makkah dan dalam masalah agama,sehingga dia menjadi pemimpin agama di Baitul-harom,yang menjadi tujuan kedatangan semua bangsa Arab dari segala penjuru.

Dengan demikian Qushay telah memimpin beberapa jabatan dan wewenang yaitu:
1. Sebagai pemimpin di Darun Nadwah. Ditempat ini para pemimpin Quraisy mengadakan musyawarah untuk membicarakan dan memecahkan masalah-masalah penting yang mereka hadapi dan juga untuk menikahkan anak-anak putri mereka

2. Sebagai pemegang panji atau bendera perang (liwa’)

3. Sebagai pemegang jabatan Hijabah (wewenang menjaga pintu Ka’bah),maka tidak ada seorangpun yang boleh membuka pintu Ka’bah kecuali dia.

4. Sebagai pemberi minum orang-orang yang menunaikan haji (Saqaaah)
5. Sebagai penerima dan penjamu orang-orang yang menunaikan haji (Rifaadatul Hajj).

Ketika menginjak usia tua, Qushay menyerahkan semua urusan kewenangan dan kepemimpinan kepada anaknya yang tertua Abdud-Dar. Dimasa hidupnya semua perbuatan Qushay tidak pernah ditentang dan dibantah, demikian juga setelah matinya,sehingga semua itu seperti layaknya agama yang harus diikuti oleh kaum Quraisy sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa dan ketinggian martabatnya.

Setelah meninggalnya Qushay, segala tugas dan wewenang tersebut dilaksanakan oleh anak-anaknya tanpa ada perselisihan sedikitpun,akan tetapi setelah meninggalnya Abdud-Dar dan saudara-saudaranya yaitu Abdi Manaf, Abdi Syams, Abdul ‘Uza, terjadi perselisihan dan perseteruan diantara anak-anak mereka, kemudian pecah menjadi dua kelompok, kelompok pertama membela bani Abdudar dan yang lain membela bani Abdumanaf. Lalu kelompok pembela bani Abdumanaf bersumpah setia dengan memasukkan tangan mereka ke bejana yang berisi minyak wangi, kemudian tangan-tangan tersebut mengusap rukun-rukun kabah, maka mereka disebut Hilpul Muthibiin. Sedangkan bani Abdudar dan pendukung-pendukungnya,mereka mengeluarkan bejana yang penuh berisi darah, lalu mereka melakukan apa yang telah dilakukan bani Abdumanaf dan pendukung-pendukungnya,maka mereka dinamakan Al Ahlaaf. Kemudian akhirnya kekuasaan dibagi-bagi,bani Abdumanaf mendapat kekuasaan atas Saqayah, Rifadah dan Qiyadah, sedangkan yang lainnya untuk bani Abdudar.

Kekuasaan-kekuasaan ini terus dipegang mereka turun-temurun hingga datangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

(Disarikan dari kitab Assiroh Annabawiyah Fi Dhu’i Al Mashodir Al Ashliyah oleh Mahdi Rizqullah Ahmad hal 47-50 dan Rohiqul Makhtum 29-34)

Penulis: Kholid Syamhudi Lc
http://ustadzkholid.com/sejarah-islam/kota-makkah/#more-428

No comments:

Post a Comment