Showing posts with label Qana'ah. Show all posts
Showing posts with label Qana'ah. Show all posts

Kemuliaan Qana’ah

Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan kematian dan kehidupan ini, untuk menguji siapa diantara hambanya yang terbaik amalnya, hal ini telah Allah sebutkan dalam kitabnya yang agung dalam surat Al Mulk ayat 2:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ َوالْحَيَوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أيُّكُمْ أحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Adapun makna ayat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Katsier dalam tafsirnya bahwa “Allah telah menciptakan seluruh makhluk ini dari ketiadaan, untuk menguji jin dan manusia, siapakah diantara mereka yang paling baik amalnya.” Kalau demikian apakah kita akan terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia dan lupa memperbaiki amal-amal kita?

Dalam Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah membawakan sebuah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, riwayat Al-Miswar bin Syaddad tentang perumpamaan dunia dan akhirat. Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ

Dunia ini dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)

Peringatan tentang hakekat dunia juga disebutkan oleh Abul-Ala’, dia berkata: “Aku pernah bermimpi melihat seorang wanita tua renta yang badannya ditempeli dengan berbagai macam perhiasan. Sementara orang-orang berkerumun di sekelilingnya dalam keadaan terpesona, memandang ke arahnya, Aku bertanya, “Siapa engkau ini?” Wanita tua itu menjawab, “Apakah engkau tidak mengenalku?” “Tidak,” jawabku “Aku adalah dunia,” jawabnya. “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu,” kataku. Dia berkata, “Kalau memang engkau ingin terlindung dari kejahatanku, maka bencilah dirham (uang).

Sesungguhnya Allah telah menjadikan bumi ini sebagai tempat tinggal bagi kita selaku hamba Allah. Dan apa yang ada diatas bumi ini seperti pakaian, makanan, minuman, pernikahan dan lain-lain merupakan santapan bagi kendaraan badan kita yang sedang berjalan kepada Allah. Barangiapa di antara manusia yang memanfaatkan semua itu menurut kemaslahatannya dan sesuai dengan yang diperintahkan Allah maka itu adalah perbuatan yang terpuji. Dan barangsiapa yang memanfaatkannya melebihi apa yang dia butuhkan karena tuntutan kerakusan dan ketamakan maka dia pantas untuk dicela.

Wahai hamba Allah, setelah kita mengetahui hakekat dunia dan bagaimana seharusnya kita bersikap dengan dunia ini, akankah kita tetap akan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan kita jadikan harta tersebut sebagai tujuan hidup kita???

Suri tauladan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qana’ah ini seharusnya dimiliki oleh orang yang kaya maupuan orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan semua itu akan melahirkan rasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan. Tentang sikap qana’ah, Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyampaikan hadits dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rizki yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawy)

Ketahuilah wahai saudariku sesungguhnya di dalam qana’ah itu ada kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi, ada kesabaran dalam menghadapi hal-hal yang syubhat dan yang melebihi kebutuhan pokoknya, yang semua itu akan mendatangkan pahala di akhirat. Dan sesungguhnya dalam kerakusan dan ketamakan itu ada kehinaan dan kesusahan karena dia tidak pernah merasa puas dan cukup terhadap pemberian Allah.

Perbuatan qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap makanan yang ada, meskipun sedikit laku pauknya, dan cukup dengan beberapa lembar pakaian untuk menutup aurat kita. Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam hadits yang artinya: “Lihatlah orang yang dibawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy)

Sikap qana’ah ini hendaklah kita lakukan dalam setiap kondisi, baik ketika kita kehilangan harta maupun ketika mendapatkan harta. Barangsiapa yang mendapatkan harta maka haruslah diikuti dengan sikap murah hati, dermawan, menafkahkan kepada orang lain dan berbuat kebajikan. Marilah kita tengok kedermawanan dan kemurahan hati Rasulullah: Telah diriwayatkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau adalah orang yang lebih cepat untuk berbuat baik daripada angin yang berhembus. Selagi beliau diminta sesuatu, maka sekali pun tidak pernah beliau menjawab. “Tidak” Suatu ketika ada seseorang meminta kepada beliau. Maka beliau memberinya sekumpulan domba yang digembala di antara dua bukit. Lalu orang itu menemui kaumnya dan berkata kepada mereka: “Wahai semua kaumku, masuklah Islam! Karena Muhammad memberikan hadiah tanpa merasa takut miskin.

Subhanallah sungguh indah pahala yang Allah janjikan terhadap hambaNya yang memiliki sikap qana’ah, marilah kita senantiasa memohon kepada Allah agar kita di anugrahi sikap qana’ah dan dijauhkan dari sikap kikir dan bakhil.

اَللَّهُمَّ إنِّي أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ،وَ الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ،وَالْبُخْلِ وَ الْجُبْنِ،وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَ غَلبَةِالرِّجَالِ

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari (bahaya) rasa gundah gulana dan kesedihan, (rasa) lemah dan malas, (rasa) bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penguasaan orang lain.

اللّهمّ قنّعني بما رزقتني و با رك لي فيه ، و ا خلف على كلّ غا ئبة لي بخير

Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan lebih baik.

Diringkas oleh: Ummu ‘Athiyah
Dimuroja’ah oleh: Ustadz Abu Salman

Referensi:

1. Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani
2. Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”
3. Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i
4. Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah- Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas

***

Artikel www.muslimah.or.id

Nikmatnya Qana'ah

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (14)

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran: 14)

Demikianlah manusia, Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kepada mereka nafsu dan akal. Nafsu mereka butuhkan, karena dengan itu mereka bisa hidup bergairah dan bersemangat. Bagi seorang mu’min, nafsu akan ditundukkannya untuk membantunya beramal shalih, saat itu nafsu tidaklah tercela. Adakah nafsu yang mendukung amal shalih?

Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وفي بضع أحدكم صدقة . قالوا: يا رسول الله ! أياتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال: أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه فيها وزر ؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجرا

Pada kemaluan salah seorang kalian ada sedekahnya.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang kami mengumbar syahwatnya akan diberikan pahala?” Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian seandainya meletakan syahwatnya pada yang haram, bukankah dia berdosa? Maka demikian juga jika dia meletakkannya pada tempat yang halal, maka dia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim No. 1006, Ibnu Hibban No. 4167, Al Baihaqi dalam As Sunan No. 7612)

Sebaliknya, bukan justru nafsu yang mengendalikannya untuk dia beramal salah. Hidup terombang ambing nafsu, syahwat dunia, dan keinginan rendah tanpa batas. Saat itu, nafsu telah menyeretnya pada derajat hidup binatang.

Allah ‘Azza wa Jalla juga memberikan akal bukan sekedar pembeda dengan binatang, tapi agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsu. Akal berpikir dan menilai, bahkan dia menjadi hakim bagi hawa nafsu, sehingga keliaran hawa nafsu terhentikan langkahnya, kelalaiannya dapat disadarkan, ketertidurannya dapat dibangkitkan; yakni akal yang telah tersinari cahaya wahyu, akal yang telah tunduk bersimpuh di depan firman Rabb yang menciptakannya, bukan akal liar sebagaimana liarnya hawa nafsu yang akan dijaganya.

Sungguh, keterjagaan nafsu dan akal dari daya tarik dunia dan permainannya, akan membawa pribadi yang puas (qana’ah). Karena cahaya ketuhanan telah mengantarkannya kepada target yang lebih mulia dan tinggi, dan selayaknya inilah yang menggoda kita. “ ….. dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)

Percayalah …, qana’ah itu nikmat. Kita memandang manusia dengan mata ridha dan ikhlas, tiada iri dan dengki. Sementara kita memandang diri sendiri dengan mata syukur dan lapang. Apa yang ada di syukuri, ada pun yang tidak ada, toh semua nanti juga akan binasa. Lalu, apa lagi yang mengganggu pikiran kita?

Palingkanlah pandangan kita dari dunia yang Allah Ta’ala titipkan kepada orang lain; justru itulah ujian dan fitnah bagi mereka! Bukankah ini kenikmatan bagi kita?

Palingkanlah pandangan kita dari jabatan yang Allah Ta’ala embankan kepada orang lain; justru itu akan meremukkan punggung dan menghabiskan waktu mereka! Bukankah ini kenikmatan bagi kita?

Palingkanlah pandangan kita dari rupiah dan harta yang membanjiri mereka; justru karena itu pertanyaan di akhirat bagi mereka tidaklah sederhana! Bukankah ini juga kenikmatan bagi kita?

Tahukah anda, -dalam hal ini- ada sebagian orang menjadikan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu lebih utama dibanding Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu? Sebab Abu Bakar hidup qana’ah, karena memang dunia tidak mengejarnya, dunia tidak menggodanya, bahkan menjauhinya. Maka itu sudah sewajarnya. Ada pun Umar, dia qana’ah dan terus menerus seperti itu, ketika dunia mengganggunya, dunia mengejar dan memanggilnya, tetapi dia tidak menoleh sama sekali. Ini lebih berat rasanya.

Namun, qana’ah bukanlah kemiskinan, bukan pula kefakiran. Tetapi dia sikap mental terhadap semua karunia yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada kita; memandangnya dengan syukur , ridha, dan penuh amanah. Sehingga, kita menjadi pribadi selalu berbahagia dan tersenyum puas.

Benarlah apa yang disebutkan sebuah ungkapan:

اذا كنت ذا قلب قنوع فأنت و مالك الدنيا سواء

Jika engkau memiliki hati yang puas (qanuu’), maka engkau dan rajanya dunia adalah sama saja!

Wallahu A’lam
Oleh: Abu Hudzaifi Farid Nu’man Hasan

http://abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/185

Jalan Menuju Qana'ah

Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata’alaapa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.

Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah. Berikut ini beberapa kiat menuju qana’ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah seseorang akan dapat merealisasikan nya. Di antaranya yaitu:

1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.

Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.

2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis.

Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.

3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung.

Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)

Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)

Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)

4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki

Di antara hikmah Allah subhanahu wata’ala menentu kan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al an’am 165)

5. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberikan qana’ah, beliau bedoa,

Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

Dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidupan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)

6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian

Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.

Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia

Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”(HR.al-Bukhari dan Muslim)

Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?

8. Membaca Kehidupan Salaf

Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.

9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta

Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.

Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.


Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).

Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.

Sumber: pengusahamuslim.com
Rujukan:
“Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil (Alsofwah)