Showing posts with label Rezeki. Show all posts
Showing posts with label Rezeki. Show all posts

Mengapa Ada Yang Mati Kelaparan Padahal Rezeki Sudah Dijamin?


Sobat, kalimat di atas sempat nggak terlintas dalam hati Anda? Sebagai seorang muslim yang baik, tentu tidaklah berani menjawab pertanyaan di atas jika tidak berdasarkan ilmu, karena ia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Al-Israa`: 36).

Nah, untuk bisa memahami jawaban dari pertanyaan di atas, simaklah ayat-ayat Al-Qur`an yang agung berikut ini. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Yang Banyak Memberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (Surah Adz-Dzaariyaat:58).

وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Berilah kami rezeki, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama” (Al-Maa`idah:114).

وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki” (Al-Hajj: 58).

وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki” (Al-Jumu’ah: 11).
(Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 103).

Setiap makhluk yang berjalan di muka bumi diberi rezeki, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (Huud: 6).

Allah memberitahukan di dalam ayat ini bahwa Allah memberi rezeki kepada seluruh makhluk yang berjalan di muka bumi ini. Sangat jelas sekali beberapa firman Allah di atas. Tidak ada satu pun di antara hamba-hamba-Nya yang beriman yang meragukan firman Allah Ta’ala di atas.
Hanya saja, Allah Ta’ala melapangkan rezeki bagi sebagian hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya bagi sebagian yang lainnya, untuk suatu hikmah yang Allah ketahuinya.
Hal itu merupakan kebijaksanaan dari-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya tentang apa yang bermanfaat dan yang layak bagi hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

“Dan Allah melebihkan sebahagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki” (An-Nahl: 71).

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al-‘Ankabuut: 62).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di dalam surat Al-‘Ankabuut ayat 62 di atas,

الحمد لله، الذي خلق العالم العلوي والسفلي، وقام بتدبيرهم ورزقهم، وبسط الرزق على من يشاء، وضيقه على من يشاء، حكمة منه، ولعلمه بما يصلح عباده وما ينبغي لهم

Segala puji hanya bagi Allah, yang telah menciptakan alam atas dan bawah serta mengatur mereka dan memberi rezeki mereka, melapangkan rezeki bagi hamba yang Allah kehendaki dan menyempitkan rezeki hamba yang Allah kehendaki, hal itu merupakan kebijaksanaan dari-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya tentang apa yang bermanfa’at dan yang layak bagi hamba-hamba-Nya” (Tafsir As-Sa’di, hal. 746 ).

Terkadang memang sebagian orang ada yang mati kelaparan dan sebenarnya ini tidaklah bertentangan dengan nama Allah Ar-Razzaaq (Yang Banyak Memberi rezeki).

Allah tetap dikatakan Dzat Yang Maha Memberi rezeki dan Allah telah memberikan kepada orang tersebut jatah rezekinya secara penuh dan sudah menyempurnakan ajalnya. Allah memberikan rezeki kepada orang itu semua dari apa yang telah Allah takdirkan untuknya, sehingga ketika Allah mencabut nyawanya, ia dalam keadaan telah memperoleh rezekinya secara penuh, tidak terkurangi sedikitpun.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ

“Wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya, walau lambat rezeki tersebut sampai kepadanya, maka bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram” (HR. Ibnu Majah, dan Syaikh Al-Albani menshahihkannya).

Ya memang Allah telah menentukan rezeki orang yang mati kelaparan tersebut lebih sedikit dari sebagian orang yang lain, namun ada hikmah dibaliknya yang Allah ketahui. Dan Allah Maha Mengetahui tentang apa saja yang cocok bagi setiap hamba-Nya dan Maha Mengetahui siapa saja yang cocok mendapatkan rezeki banyak dan siapa saja yang cocok mendapatkan rezeki sedikit.

Nasehat bagi yang mendapatkan rezeki yang sedikit

  1. Segala kenikmatan dan kesempitan yang Allah berikan hanyalah sebagai cobaan semata, bukan sebagai penghormatan atau penghinaan. Dengan cobaan itu, akan tampak orang yang bersyukur dengan orang yang bersabar, atau kebalikannya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Allah Ta’ala berfirman,
    فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
    (15) “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku’”.
    وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
    (16) “Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku'”.
    كَلَّا
    (17) “Sekali-kali tidak (demikian)” (Al-Fajr:15-17).
    Maksudnya bahwa hakikat persoalannya tidaklah sebagaimana yang diperkirakan oleh manusia.
  2. Sesungguhnya barangsiapa yang bersabar dengan sedikitnya rezeki di dunia dan bersabar atas keterluputan mendapatkan rezeki yang banyak di dunia, maka Allah akan menggantinya dengan kenikmatan yang sangat besar di Surga dan ia akan melupakan musibah yang dirasakannya sewaktu di dunia. Bahkan satu kali celupan saja di Surga, akan menyebabkan sirnanya seluruh lelah-letih dan derita sewaktu di dunia, meski ia adalah orang yang paling menderita sewaktu di dunia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
    وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطَُّلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
    “Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia dari penduduk  Surga, lalu ia dicelupkan satu kali celupan ke dalam Surga. Kemudian ditanya, ‘Wahai keturunan Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya sedikit saja? Apakah angkau pernah merasakan kesengsaraan sedikit saja?’ Orang itu berkata, ‘Tidak demi Allah, wahai Tuhanku, aku tidak pernah melihat penderitaan dan tidak merasakan kesengsaraan sama sekali sebelumnya’”. (HR. Muslim).
Semoga bermanfaat.
***
Referensi:
  1. Tafsir As-Sa’di.
  2. Fatwa Islamweb.net, no.  14649
  3. http://ar.Islamway.net/fatwa/7042/
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.Or.Id


Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki



Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Empat sikap manusia terhadap rezeki

Manusia di dalam menjalani kehidupannya di dunia, tidak bisa terlepas dari rezeki, sesuatu yang ia butuhkan untuk keberlangsungan hidupnya di muka bumi ini. Sulit-mudahnya, riang-gembiranya serta susah-payahnya manusia dalam mencari rezeki membuat mereka memilih sikap yang berbeda-beda dalam mencari dan menikmatinya. Ada orang yang miskin namun bersabar dengan kemiskinannya, ada pula orang yang kaya dan bersyukur dengan kekayaannya, sehingga semakin kaya semakin ta’at kepada Rabb nya. Namun ada pula yang rakus, tamak alias serakah dalam mencari rezeki, sehingga yang haram pun ia terjang, namun ada yang justru sebaliknya, bermalas-malasan bahkan berputus asa.

Tipe-tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki

Putus asa
Jenis orang yang pertama ini adalah jenis orang yang berputus asa dari rezeki Allah, karena pengetahuannya tentang Allah sedikit dan ketipisan imannya ia merasa tidak kuat menghadapi susah-payahnya mencari rezeki, bahkan tidak heran jika ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Bermalas-malasan
Tipe ini adalah tipe orang yang cari enaknya sendiri, ia berharap dengan kerja yang semaunya lalu bisa mendapatkan rezeki yang sesuai dengan impiannya. Kalau bisa malah muda foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk Surga. Tipe orang seperti ini adalah tipe orang yang tertipu dengan iklan-iklan murahan agar bisa kaya mendadak dengan modal dengkul yang menyesatkan, tanpa meninjau dari sisi Syar’inya.

Rakus atau tidak sabar

Tipe ini adalah sekelompok orang yang berlebihan (rakus) dalam mencari dunia dan ingin mendapatkan rezeki dengan cara yang cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Ia tidak qona’ah (menerima dan ridho) terhadap pembagian rezeki dari Allah, sehingga terus merasa kurang dan kurang, sampai ia pun berusaha mencarinya dengan cara yang haram walaupun harta yang dimilikinya sudah banyak (kaya), maka korupsi, riba, usaha ilegal yang haram tidak jadi masalah baginya, asal omsetnya milyaran atau bahkan trilyunan.

Tipe orang ini, bisa jadi ia miskin, namun menyimpan ketamakan dalam hatinya, ia tidak bisa bersabar menghadapi kemiskinannya, sehingga berbagai perbuatan harampun dilakukan, mencuri, menipu, melacur, merampok, dan yang lainnya.

Tengah-tengah

Ini adalah sikap yang benar terhadap rezeki, yaitu tengah-tengah diantara ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (teledor). Sikap tengah-tengah ini adalah sikap orang-orang yang bertakwa, yang tahu tujuan diciptakannya di muka bumi ini, ia tidak rakus berlebih-lebihan dalam mencari rezeki, sehingga tidak mau mencarinya dengan jalan yang haram, namun ia tidak pula bermalas-malasan dan teledor dalam mencari rezeki yang halal, apalagi sampai berputus asa. Jika ia kaya maka ia menjadi orang kaya yang bersyukur dan syukur itu baik baginya, semakin kaya maka semakin bertakwa.
Namun jika ia miskin, maka ia menjadi orang miskin yang bersabar dan kesabaran itu baik baginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya” (HR. Muslim).

Tiga kelompok pertama di atas adalah tiga kelompok yang salah dalam menyikapi rezeki, apakah gerangan penyebabnya? Di antara penyebab terbesar yang mendorong tiga kelompok pertama di atas bersikap dengan sikap yang salah di atas, adalah mereka tidak mengenal Allah dengan benar.
Mereka tidak mengenal kemahaindahan nama-nama-Nya dan kemahamuliaan sifat-sifat-Nya dan tidak melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung di dalam nama-nama-Nya dengan baik. Mengapa seseorang sampai berputus asa atau rakus terhadap rezeki, tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah adalah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)?

Pentingnya ma’rifatullah (mengenal Allah) dan beribadah kepada-Nya

Seorang yang hidup di dunia ini hakikatnya sedang melakukan perjalanan hidup menuju kepada Tuhannya, ia harus mengetahui tujuan perjalanan hidupnya, untuk apa ia diciptakan di muka bumi ini.

Tujuan penciptaan manusia (tujuan hidup) itu ada dua:

1. Ma’rifatullah, agar manusia mengenal siapa Rabb-nya melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar klian mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu” (QS.Ath-Thalaaq: 12).

2. Ibadatullah, agar kita beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata” (QS.Adz-Dzaariyaat : 56) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 8])

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang tingginya kedudukan mengenal Allah (ma’rifatullah):
أن العلم بالله أصل كل علم، وهو أصل علم العبد بسعادته وكماله ومصالح دنياه وآخرته، والجهل به مستلزم للجهل بنفسه ومصالحها وكمالها وما تزكو به وتفلح به، فالعلم به سعادة العبد والجهل به أصل شقاوته
“Bahwa mengenal Allah adalah dasar dari seluruh ilmu (yang bermanfa’at), ia juga sebagai dasar ilmu seorang hamba tentang kebahagiaan , kesempurnaan, maslahat dunia dan akheratnya.
Dan tidak mengenal Allah mengakibatkan (seseorang) tidak mengenal dirinya , tidak tahu maslahat dan kesempurnaan dirinya serta tidak mengetahui perkara yang menyebabkan suci dan beruntung dirinya. Maka mengetahui tentang Allah sebab kebahagiaan seorang hamba, sedangkan tidak mengetahui-Nya sebab kesengsaraannya” (Miftah Daris Sa’adah 1/312).

Mengenal Allah dengan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya

Sesungguhnya pintu ilmu dan iman yang paling besar adalah mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan mengenal nama-nama-Nya yang husna (terindah) dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (termulia) yang terkandung dalam nama-nama-Nya tersebut, Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
                        
“Hanya milik Allah lah nama-nama yang terindah, maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” (Al-A’raaf:180).

Makna firman Allah : {فَادْعُوهُ بِهَا } “maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” mengandung tiga perkara:

Perintah untuk berdo’a dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna (terindah) , seperti perkataan kita  Ya Ghaffar (Yang Maha Pengampun) ampunilah dosa-dosa kami”.

Perintah untuk memuji-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna (terindah) , seperti perkataan kita “Subhanallah dan Alhamdulillah

Perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama-nama-Nya yang terindah itu,
seperti Al-Khasyah (takut kepada Allah), mencintai Allah, sabar ,ruku’, sujud, dan yang lainnya (Diolah dari Madarijus Salikin: 1/420).

Dari sinilah dapat kita ambil pelajaran bahwa mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seorang hamba. Ia akan terbimbing ucapan dan perbuatannya, lahir dan batinnya, dengan memahami nama-nama dan sifat Allah Ta’ala dan melakukan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama dan sifat Allah tersebut.
Oleh karena itu berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah
وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التى يطلع عليها البشر
Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang beribadah kepada Allah dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam semua nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang diketahui oleh manusia” (Madarijus Salikin: 1/420).

Mengenal nama Allah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)

Nama Allah itu banyak jumlahnya, diantara nama Allah adalah الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq). Menyebut suatu nama sebagai nama Allah haruslah berdasarkan dalil atau yang diistilahkan oleh ulama kita dengan istilah tauqifiyyah.
Adapun dalil nama ini, telah disebutkan dalam Al-Quran Al-Karim,
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ    
                  
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (Surah Adz-Dzaariyaat:58).
Dan Ayat-Ayat lainnya, yang semakna dengan ini banyak jumlahnya, seperti:
وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ     
                     
“Berilah kami rezeki, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama” (Al-Maa`idah:114).
وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki” (Al-Hajj: 58).
وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ   
     
“Dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki”  (Al-Jumu’ah: 11) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 103].
In sya Allah akan berlanjut kepada artikel : Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki (2).
***
Referensi :
  1. Miftah Daris Sa’adah, Imam Ibnul Qoyyim.
  2. Madarijus Salikin, Imam Ibnul Qoyyim.
  3. Fiqhul Asmaa`il Husnaa, Syaikh Abdur Razzaaq.
  4. Sittu Duror, Syaikh Ar-Ramadhoni.
  5. Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Khalifah At-Tamimi.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.Or.Id

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, 

Mempelajari nama dan sifat Allah Ta’ala memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seorang hamba. Secara lahir dan batin, ucapan dan perbuatannya akan terbimbing dengan memahami dan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama dan sifat Allah tersebut. Di antara nama-nama-Nya yang maha indah dan sangat perlu untuk kita ketahui dalam menghadapi berbagai pernak-pernik problem aktifitas mencari rezeki  adalah nama Allah الرَزَّاقُ (Ar-Razzaq, artinya: Yang Banyak Memberi rezeki).

Makna  الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) dan perbedaan antaraاَلرَّزْقُ (Ar-Razqu) dengan اَلرِّزْقُ (Ar-Rizqu)

Termasuk nama-nama Allah yang husna (terindah) adalah الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq, artinya Yang Banyak Memberi rezeqi) dan الرَازِقُ  (Ar-Raaziq, artinya Yang Maha Memberi rezeki). Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bait Nuniyyah nya mengatakan,

وكذلك الرزَّاقُ من أسمائه   #    والرَّزْقُ من أفعالهِ نوعانِ
Demikian pula Ar-Razzaaq adalah salah satu dari nama-nama-Nya # Adapun Ar-Razqu adalah salah satu dari perbuatan-perbuatan-Nya, ini terbagi menjadi dua macam.”

Syaikh Dr. Muhammad Khalil Al-Harras hafizhahullah menjelaskan bait Imam Ibnul Qoyyim di atas,  “Salah satu nama Allah Subhanahu adalah اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaq, artinya Yang Banyak Memberi rezeki) merupakan bentuk mubalaghah (penyangatan) dari kata اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq, artinya Pemberi rezeki).
Perubahan bentuk kata tersebut menunjukkan sesuatu yang banyak, diambil dari kata اَلرَّزْقُ dengan fathah huruf “ra`” (Ar-Razqu yang bermakna pemberian rezeki), yang merupakan bentuk mashdar (kata dasar). Adapun اَلرِّزْقُ dengan kasrah huruf “ra`” (Ar-Rizqu) adalah sebutan bagi sesuatu yang Allah berikan kepada para hamba-Nya berupa rezeki. Makna  اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaaq) adalah Yang Banyak Memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya, yang bantuan dan keutamaan-Nya  tidak terputus diberikan kepada mereka, walau sekejap mata.

Adapun kata اَلرَّزْقُ (Ar-Razqu, artinya pemberian rezeki) sama dengan kata Al-Khalqu (penciptaan), yaitu sebagai salah satu sifat fi’liyyah (sifat perbuatan) yang merupakan salah satu sifat-sifat-Nya sebagai Rabb (baca; sifat Rububiyyah)” (Syarh Nuuniyyah,Syaikh DR. Muhammad Khalil Al-Harras (Pdf),jilid 2/110).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa,
  • Nama Allah اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaq, artinya Yang Banyak Memberi rezeqi). اَلرَّزَّاقُ merupakan bentuk mubalaghah (penyangatan) dari kata اَلرَّازِقُ . Ini menunjukkan makna yang banyak. Hal ini menunjukkan banyaknya rezeki yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya dan juga menunjukkan banyaknya hamba-Nya yang mendapatkan rezeki tersebut.
  • Nama Allah اَلرَّازِقُ (baca: Ar-Raaziq, artinya: Yang Maha Memberi rezeki). Sifat Allah yang terkandung dalam dua nama tersebut adalahاَلرَّزْقُ (Ar-Razqu yang bermakna pemberian rezeki).

Perbedaan nama Allah اَلرَّزَّاقُ (baca : Ar-Razzaq,artinya: Yang Banyak Memberi rezeqi) dengan اَلرَّازِقُ (baca: Ar-Raaziq, artinya: Yang Maha Memberi rezeki)

Nama اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq, artinya Yang Maha Memberi rezeki) menunjukkan kepada Dzat yang memberi rezeki seluruh makhluk dan Dia pula yang menjamin penyempurnaan rezeki seluruh makhluk-Nya, tidaklah mati satu makhluk pun kecuali telah Dia sempurnakan rezekinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya, walau lambat rezeki tersebut sampai kepadanya, maka bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Jadi, اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq) mengandung sifat اَلرَّزْقُ (Ar-Razq) yang bermakna pemberian rezeki. Dan Allah disebut اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq) artinya Allah memberi rezeki kepada seluruh makhluk tanpa kecuali. Adapun اَلرَّزَّاقُ  (Ar-Razzaq) menunjukkan makna banyak memberi rezeki, sehingga اَلرَّزَّاقُ  (Ar-Razzaq) artinya Yang Banyak Memberi rezeki. Dia memberi rezeki yang satu kemudian rezeki yang lain dalam jumlah yang sangat banyak.

(Diolah dari http://www.kalemtayeb.com/index.php/kalem/safahat/item/22527)

Hanya Allah lah satu-satunya yang mampu memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya

Syaikh Dr. Muhammad Khalil Al-Harras berkata, “Sifat Ar-Razqu (pemberian rezeki) tidak boleh disematkan kepada selain Allah, sehingga selain Allah, tidak boleh disebut Ar-Raaziq (Sang Pemberi rezeki) sebagaimana tidak boleh disebut Al-Khaaliq (Sang Pencipta)(Syarh Nuuniyyah, Syaikh DR. Muhammad Khalil Al-Harras (Pdf),jilid 2/110).

Dalil bahwa hanya Allah lah satu-satunya yang mampu memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya adalah firman Allah Ta’ala,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۖ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَٰلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Allah-lah yang menciptakan kalian, kemudian memberi kalian rezeki, kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian (kembali). Adakah di antara yang kalian sekutukan dengan Allah itu, yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan” (Ar-Rum: 40).

Dalam firman Allah di atas, Allah meniadakan adanya Sang Pemberi rezeki selain-Nya, ini menunjukkan hanya Allah lah satu-satunya yang mampu memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya.
Syaikh Dr. Muhammad Khalil Al-Harras berkata, “Seluruh rezeki hanya ada di tangan Allah. Oleh karena itu, Dia-lah Sang Pencipta rezeki dan Sang Pencipta makhluk yang mendapatkan rezeki.

Dia-lah Dzat yang menyampaikan rezeki kepada mereka dan Dia-lah Sang Pencipta sebab-sebab (makhluk) bisa menikmati rezeki. Dengan demikian, wajib menyandarkan rezeki itu hanya kepada-Nya dan wajib pula bersyukur kepada-Nya atas karunia rezeki tersebut(Syarh Nuuniyyah, Syaikh DR. Muhammad Khalil Al-Harras (Pdf),jilid 2/110).

Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa rezeki Allah sangatlah banyak jumlahnya dan tidak ada satupun dari makhluk kecuali pasti mendapatkan rezeki dari-Nya

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa karena اَلرَّزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeki) merupakan bentuk mubalaghah (penyangatan) dari kata اَلرَّازِقُ  (Pemberi rezeki), maka ini menunjukkan banyaknya rezeki dan banyaknya makhluk yang mendapatkan rezeki tersebut.

Bahkan setiap makhluk yang berjalan di muka bumi diberi rezeki, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (Huud: 6).

Allah menjelaskan di dalam Ayat ini bahwa Allah memberi rezeki kepada seluruh makhluk yang berjalan di muka bumi ini. Siapakah di antara kita yang mampu menghitung jumlah seluruh makhluk yang berjalan di muka bumi ini? Jumlah seluruh makhluk yang berjalan di muka bumi ini sangatlah banyak, maka ini menunjukkan jumlah rezeki Allah yang diberikan kepada mereka juga sangatlah banyak.

Jangankan kita menghitung rezeki Allah yang didapatkan oleh seluruh makhluk yang berjalan di muka bumi ini, menghitung rezeki yang didapatkan oleh salah satu saja dari mereka, kita pun tidak sanggup menghitungnya. Allah berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (An-Nahl:18).

Oleh karena itu pantas, di antara nama Allah adalah اَلرَّزَّاقُ Yang Banyak Memberi rezeqi). Allah memberi rezeki kepada seluruh makhluk, baik manusia, jin maupun binatang, begitu pula orang yang bertakwa maupun yang suka bermaksiat, orang yang beriman maupun yang kafir, semuanya pasti mendapatkan rezeki dari Allah. Seandainya dikatakan bahwa ada di antara makhuk yang tidak mendapatkan rezeki dari Allah, tentulah hal ini mengharuskan adanya pemberi rezeki di alam semesta ini selain Allah, dan ini suatu hal yang batil.

Orang-orang musyrikpun mengakui bahwa rezeki itu dari Allah, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah (Hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik): “Siapakah yang memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa kalian tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (Yunus:31).
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang binatang yang tidak dapat memperoleh atau membawa rezekinya sendiri,

وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (memperoleh) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Al-‘Ankabuut: 60).

Allah menyebutkan bahwa Allah-lah yang memberi rezeki manusia yang berada di daratan maupun di lautan,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Al-Israa`: 70).

Tujuan Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya

Setelah kita mengetahui bahwa tidak ada satupun makhluk yang tidak mendapatkan rezeki dari Allah, maka yang harus kita yakini adalah tidaklah Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya kecuali ada tujuannya.  Setelah diberi rezeki, tidaklah makhluk dibiarkan begitu saja menikmatinya tanpa kewajiban apapun, sehingga orang yang serakah lagi zalim dalam mencari rezeki dan dalam memanfaatkannya, disamakan dengan orang yang bertakwa dalam mencari rezeki  dan dalam memanfaatkannya. Tidaklah demikian!
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

إنما خَلَقَ الله الخَلْقَ، ليَعبُدوه، وإنما خَلَقَ الرزقَ لهم ليَسْتَعِيُنوا به على عبادته
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk hanyalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan Allah menciptakan rezeki untuk mereka semata-mata agar mereka gunakan rezeki tersebut untuk beribadah kepada-Nya” (Majmu’ul  Fatawa Imam Ibnu Taimiyyah, kitabul Iman, dari http://madrasato-mohammed.com/book232.htm).

Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya untuk bersenang-senang yang melalaikan ibadah kepada-Nya dan tidak pula untuk bermaksiat kepada-Nya. Allah berikan rezeki itu kepada hamba-hamba-Nya agar mereka bisa beribadah kepada-Nya. Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka tentang bagaimana cara mereka mendapatkan rezeki itu lalu mereka gunakan untuk apa.

Oleh karena itulah pantas jika Allah Ta’ala banyak menyebutkan rezeki-Nya di dalam Al-Qur`an  dalam konteks memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah dan melakukan berbagai macam keta’atan kepada-Nya. Allah Ta’ala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya agar mensyukuri rezeki-Nya yang mereka dapatkan dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi syirik,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa,”

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian; karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 21-22).

Firman Allah Ta’ala:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۖ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَٰلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Allah-lah yang menciptakan kalian, kemudian memberi kalian rezeki, kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian (kembali). Adakah di antara yang kalian sekutukan dengan Allah itu, yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (Ar-Rum: 40) .

Allah Ta’ala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya agar menggunakan rezeki-Nya untuk berinfak di jalan Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (Al-Baqarah:254).
Allah Ta’ala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya agar mensyukuri rezeki-Nya yang mereka dapatkan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah” (Al-Baqarah:172).

Allah Ta’ala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya agar tidak bermaksiat dengan membunuh anak-anak mereka, karena Allah-lah yang memberi rezeki kepada mereka dan anak-anak mereka,
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (Al-Israa` : 31). Dari Ayat-Ayat di atas, nampak jelas bahwa Allah Ta’ala banyak menyebutkan rezeki-Nya di dalam Al-Qur`an  dalam konteks memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah dan melakukan berbagai macam keta’atan kepada-Nya. Wallahu a’lam.
Insyaallah akan berlanjut ke artikel bagian akhir, berjudul Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki (3)
***
Referensi:
  1. Fiqhul Asmaa`il Husnaa, Syaikh Abdur Razzaaq.
  2. Syarhu Asmaa`illlaahil Husnaa, Syaikh Sa’id Al-Qohthoni.
  3. Syarh Nuuniyyah,Syaikh DR. Muhammad Khalil Al-Harras (Pdf)
  4. Khuthbah Syaikh Abdur Razzaq di : http://www.alukah.net/sharia/0/22417/
  5.  Majmu’ul  Fatawa Imam Ibnu Taimiyyah, kitabul Iman, dari: http://madrasato-mohammed.com/book232.htm
  6. Kitab Arzaaqul ‘Ibaad di: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?p=1911924
  7. http://www.dorar.net/enc/aqadia/894
  8. http://www.kalemtayeb.com/index.php/kalem/safahat/item/22527

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Macam-macam rezeki dan jenis rezeki yang paling utama

Rezeki Allah Ada Dua Umum dan Khusus
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bait Nuniyyah nya mengatakan,
والرَّزْقُ من أفعالهِ نوعانِ
“Adapun Ar-Razqu adalah salah satu dari perbuatan-perbuatan-Nya, ini terbagi menjadi dua macam.”

Rezeki Umum

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bait Imam Ibnul Qoyyim di atas, “Pemberian rezeki oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya ada dua macam, yaitu yang umum dan yang khusus. Pemberian rezeki yang umum adalah Allah menyampaikan kepada seluruh makhluk segala yang mereka butuhkan di dalam menjaga keberlangsungan dan tegaknya hidup mereka” (Al-Haqqul Waadhihul Mubiin, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, PDF, hal. 85-86).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tersebut juga menjelaskan bahwa rezeki umum ini memiliki dua jenis keumuman,
  1. Umum ditinjau dari sisi makhluk yang menerima rezeki ini, yaitu umum mencakup orang yang baik maupun yang jahat, muslim maupun kafir, bahkan juga meliputi manusia, jin, dan hewan. Semuanya mendapatkan rezeki jenis umum ini.
  2. Umum, ditinjau dari sisi status hukum rezeki ini, yaitu umum mencakup rezeki yang halal maupun yang haram, keduanya termasuk rezeki yang umum.
Rezeki Khusus

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bait Nuniyyah nya mengatakan,

رزق على يد عبده ورسوله  # نوعان أيضاً ذان معروفان
رزق القلوب العلم والإيمان والـــــ # رزق المعد لهذه الأبدان
هذا هو الرزق الحلال…
“Rezeki yang dianugerahkan melalui perantaraan hamba dan Rasul-Nya ada dua macam juga, keduanya adalah sesuatu yang sudah dikenal. (Pertama) rezeki hati, ilmu dan iman  (kedua) rezeki yang diperuntukkan untuk badan. Yaitu rezeki yang halal.”

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bait Imam Ibnul Qoyyim di atas bahwa, rezeki yang kedua ini, yaitu rezeki khusus adalah rezeki yang manfaatnya berlangsung terus di dunia maupun di akhirat dan hanya diperoleh oleh orang-orang yang beriman. Rezeki khusus ini terbagi menjadi dua, yaitu:
  1. Rezeki untuk hati, berupa ilmu dan iman (ilmu dan amal shaleh) serta hakikat keduanya diperoleh melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliaulah yang mengajarkan dan menjelaskannnya. Dengan rezeki ini, seorang hamba akan tercukupi kebutuhannya dalam mencapai tujuan penciptaanya (tujuan hidupnya), yaitu mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya.
  2. Rezeki untuk jasmani, berupa rezeki halal yang tidak mengandung dosa, yang membantu seorang mukmin agar bisa beribadah kepada Rabb nya dengan baik.
Dengan rezeki yang halal ini, seorang hamba akan merasa qana’ah (menerima dan puas) dengan pembagian rezeki dari Allah, karena Dia telah mencukupi hamba-hamba-Nya yang beriman dengan rezeki yang halal sehingga mereka tidak membutuhkan rezeki yang haram. Seorang mukmin merasa rela dan puas dengan rezeki halal yang diperolehnya, walaupun jumlahnya sedikit, karena hal itu menyebabkannya dicintai dan diridhai oleh Allah, sedangkan meraih kecintaan dan keridhaan Allah adalah tujuan hidupnya.

Dan kedua macam rezeki tersebut tidaklah bisa diperoleh kecuali dari Allah ‘Azza wa Jalla. Maka wajib bagi setiap orang yang beriman untuk memohon kepada Allah saja dalam memperoleh kedua macam rezeki tersebut.

Oleh karena itu, bila berdoa kepada Rabbnya, ‘Ya Allah, berikan kepadaku rezeki’, selayaknya ia maksudkan untuk memohon kepada-Nya sesuatu yang menyebabkan hatinya baik, berupa ilmu , petunjuk dan keimanan serta rezeki yang menyebabkan tubuhnya baik, yaitu rezeki yang halal dan baik serta tidak sulit diperoleh dan tidak mengandung dosa (Al-Haqqul Waadhihul Mubiin, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, PDF, hal. 85-86 dengan beberapa perubahan dan tambahan).
Kesimpulan
  1. Rezeki Allah terbagi dua umum dan khusus.
  2. Rezeki umum terbagi dua halal dan haram.
Berarti orang kafir atau muslim fasik yang mencari atau memakan rezeki yang haram dikatakan telah terpenuhi jatah rezekinya, namun ia tetap dikatakan berdosa karena mencari atau memakan rezeki yang haram.
  1. Rezeki khusus terbagi dua, rezeki hati (ilmu dan amal) dan badan (rezeki dunia yang halal).
  2. Rezeki hati adalah tujuan terbesar dan yang paling utama, sedangkan rezeki badan adalah sarana menuju tercapainya terbesar tersebut, maka jangan terlena dengan sarana dan lupa tujuan!
  3. Barangsiapa diberi dua macam rezeki khusus sekaligus, berarti kebutuhannya telah tercukupi dengan sempurna, baik kebutuhan beragama Islam maupun kebutuhan jasmaninya. Ia menjadi hamba Allah yang berbahagia di dunia dan akhirat.

Faidah dari mengimani Nama الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq)

Setiap nama dan sifat Allah Ta’ala memiliki tuntutan peribadatan atas seorang hamba.
Seberapa besar ia mengenal nama dan sifat Allah Ta’ala dan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terdapat didalamnya, maka sebesar itu pulalah diperoleh kesempurnaan ‘ubudiyyah (peribadatan)nya kepada Rabb nya. Oleh karena itu Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التى يطلع عليها البشر
“Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah seorang yang beribadah kepada Allah dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam semua nama dan sifat-Nya yang diketahui oleh manusia” (Madarijus Salikin: 1/420).

Maka, di sini akan kami sebutkan beberapa faidah dari mengimani nama الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq), yang hakikatnya ini merupakan tuntutan peribadatan yang terdapat di dalam nama الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) tersebut.
1. Menumbuhkan keyakinan yang kuat
Bahwa semua bentuk rezeki itu milik Allah semata, baik rezeki umum maupun khusus.  Allah memberikan kedua rezeki ini kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah memberi orang ini dan tidak memberi orang itu, menjadikan si A kaya dan si B miskin, semua itu sesuai dengan hikmah-Nya yang agung. Inilah rahasia yang ada dalam firman Allah,

وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (Al-Baqarah: 212).

Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan,

ولما كانت الأرزاق الدنيوية والأخروية, لا تحصل إلا بتقدير الله
ولن تنال إلا بمشيئة الله، قال تعالى: { وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Tatkala rezeki duniawi maupun rezeki akhirat tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan takdir Allah dan tidak bisa didapatkan kecuali dengan kehendak Allah, maka Allah pun berfirman اللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ” (Tafsir As-Sa’di,hal. 95).
2. Menumbuhkan tawakal yang kuat kepada  الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi Rezeki)
Termasuk pelajaran pertama yang bisa dipetik oleh seorang hamba ketika mendengar nama  الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi Rezeki) disebutkan adalah munculnya tawakal kepada الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi Rezeki). Dengan merealisasikan tawakal yang benar, maka ia akan sandarkan hatinya kepada الرَزَّاقُ, gantungkan harapannya kepada Ar-Razzaq dan iringi dengan usaha yang sungguh-sungguh, didasari, dengan keyakinan dalam hatinya bahwa rezekinya telah ditulis sebelum ia terlahir di dunia ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
“Kemudian diutuslah Malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
3. Mengesakan الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) dalam perbuatan-Nya memberi rezeki.
Nama الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) mengandung sifat اَلرَّزْقُ (Ar-Razqu yang bermakna pemberian rezeki) dan sifat ini termasuk sifat Rububiyyah yang selain Ar-Rabb (Allah) tidak boleh disematkan dengan sifat ini. Maka kita harus meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya yang mampu memberi rezeki makhluk-Nya. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۖ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَٰلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Allah-lah yang menciptakan kalian, kemudian memberi kalian rezeki, kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian (kembali). Adakah di antara yang kalian sekutukan dengan Allah itu, yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan” (Ar-Rum: 40).

Dalam firman Allah di atas, Allah meniadakan adanya Sang Pemberi rezeki selain-Nya, ini menunjukkan hanya Allah lah satu-satunya yang mampu memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Allah pun memerintahkan kepada hamba-Nya untuk meminta rezeki hanya kepada-Nya,

إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Sesungguhnya apa yang kalian sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kalian membuat dusta. Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepada kalian; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kalian akan dikembalikan” (Al-‘Ankabuut: 17).

4. Menjadi seorang hamba yang bersyukur kepada الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) dan bertakwa, karena  الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) adalah Dzat yang banyak memberi rezeki kepadanya

Seorang hamba tidaklah bisa terlepas dari membutuhkan rezeki Allah sesaatpun, setiap hari ia mendapatkan rezeki-Nya. Semakin banyak seorang hamba yang shalih mendapatkan rezeki-Nya, maka semakin bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan rezeki-Nya untuk beribadah kepada-Nya saja. Semakin banyak rezeki, semakin banyak pula syukur dan ibadah kepada-Nya. Hal ini karena dia paham bahwa tujuan Allah memberinya rezeki yang halal adalah agar ia gunakan untuk merealisasikan tujuan diciptakannya di muka bumi ini, yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala.
Tipe orang seperti ini bukan hanya akan berhati-hati dalam menggunakan rezeki, namun juga berhati-hati pula dalam mencari rezeki. Dia sangat semangat mencarinya dengan cara yang dicintai oleh Rabb-nya dan bukan dengan cara-cara yang membuat Rabb nya murka. Demikian itu karena cara yang haram bertentangan dengan tujuan Allah memberi rezeki kepadanya.

Ia juga takut seandainya tidak bisa mempertanggungjawabkan di Akhirat kelak tentang darimana dan untuk apa rezeki yang diperolehnya. Dengan taufik Allah kemudian sikap seseorang yang benar ini, maka rezeki yang diperolehnya pun rezeki yang halalan thoyyiba.
5. Berdo’a kepada Allah dengan menyebut nama-Nya الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) dalam memohon rezeki, baik rezeki hati maupun jasmani.
Salah satu tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama  الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) adalah berdo’a kepada Allah dengan menyebut nama-Nya الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) dalam memohon rezeki, baik rezeki hati maupun jasmani. Ini adalah salah satu bentuk pengamalan perintah Allah Ta’ala,

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah lah nama-nama yang terindah, maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” (Al-A’raaf:180).

Misalnya, seseorang berdo’a dengan menyebut nama Ar-Razzaaq,

يَا رَزَّاقُ اُرْزُقْنَا
(“Ya Razzaaqu, urzuqnaa, [wahai Yang Banyak Memberi rezeki, berilah kami rezeki])

Hendaknya menghadirkan permohonan pada Ar-Razzaq berupa rezeki hati maupun rezeki badan di dalam hati saat mengucapkan do’a ini atau do’a yang semakna dengannya. Rezeki hati tersebut dapat berupa ilmu, iman, dan amal salih, sedangkan rezeki badan dapat berupa rezeki yang halalan thayyiba yang akan digunakan untuk taat kepada Rabb-nya.

Baca satu faidah lagi dari pengaruh nama الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq) dalam artikel Mengapa merasa kekurangan rezeki sehingga harus menerjang yang haram padahal rezeki telah dijamin?
***
Referensi:
  1. Al-Haqqul Waadhihul Mubiin, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, PDF
  2. Madarijus Salikin, Imam Ibnul Qoyyim.
  3. Tafsir Abdur Rahman As-Sa’di.
  4. http://www.kalemtayeb.com/index.php/kalem/safahat/item/22527
  5. http://articles.Islamweb.net/Media/index.php?page=article&lang=A&id=175063
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.Or.Id
http://muslim.or.id/aqidah/ar-razzaaq-yang-banyak-memberi-rezeki-3.html

8 Kiat Agar Rezeki Lancar, Halal dan Berkah

Rezeki banyak melimpah tidak sama konsepnya dengan rezeki yang halal dan berkah. Bisa jadi seoserang mempunyai rezeki yang banyak tetapi tidak terdapat keberkahan di dalamnya. Makna kata berkah sendiri berarti al-ziyadah yang artinya bertambah dan al-namaa’ yang artinya tumbuh berkembang.

Menurut Imam Al Baghawy, yang dimaksud dengan barakah adalah tetapnya kebaikan ilahiy dalam sesuatu. Maka di dalam Islam rezeki yang diinginkan adalah rezeki yang bertambah dan mengandung kebaikan di dalamnya. Sehingga bisa kita katakan, kalau seseorang mempunyai rezeki yang berkah, maka rezekinya bertambah-tambah di dalamnya dengan terdapat pula banyak kebaikan yang tiada berkurang.Adapun agar rezeki lancar , barokah dan halal sebagaimana tuntutan Rasulullah SAW Insya Allah sebagai berikut:

1. Menjauhi pekerjaan yang haram dan syubhat.

Dalam arti kata taat kepadanya dan tidak melakukan dosa. Karena dosa menutup pintu rezeki. Rasulullah bersabada: “… dan seorang lelaki akan diharamkan baginya rezeki kerana dosa yang dibuatnya.” (Riwayat at-Tirmizi). Dekatkan diri kepada Allah dengan ibadah ma’dah tambahan seperti sholat Dhuha dan Tahajud

2. Bekerja sungguh-sungguh.

Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hamba-Nya bersusah payah (kelelahan) dalam mencari rizki yang halal.” (HR. Adailami)

3. Mengadukan masalah rezeki ini hanya kepada Allah SWT.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa tertimpa kemiskinan, kemudian ia mengadukannya kepada sesama manusia, maka tidak akan tertutup kemiskinannya itu. Namun, siapa saja yang mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya rizki, baik segera ataupun lambat.”[HR. Abu Dawud dan Turmidziy, Abu 'Isa berkata hadits ini hasan shahih gharib]

4. Banyak membaca istighfar

Rasulullah saw bersabda,” Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah swt akan menjadikan setiap kesulitan kelapangan, dan setiap kesempitan jalan keluar, dan Allah akan memberinya rejeki dari jalan yang tidak pernah disangka-sangkanya.“ [HR. Imam Ahmad dalam Musnad]

5. Sabar dan banyak membaca la hawla wa la quwwata illa billah.

Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwasanya anak laki-laki ‘Auf bin Malik al-Asyja’iy yang bernama Salim, telah ditawan oleh orang-orang musyrik. Kemudian, ia mendatangi Rasulullah saw dan mengadukan kesedihannya kepada Rasulullah, sambil berkata, “Sesungguhnya, musuh telah menawan anaknya, dan ibunya menjadi sangat sedih. Lantas, apa yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah saw menjawab, ” Bertaqwalah kepada Allah, bersabarlah, dan aku anjurkan agar kamu dan isterimu memperbanyak bacaan “La Haulah wa Laa Quwwata Illa bi al-Allah”. Lalu, ia kembali ke rumahnya dan berkata kepada isterinya,”Rasulullah saw telah memerintahkan aku dan kamu untuk memperbanyak bacaan “La Haulah wa Laa Quwwata Illa bi al-Allah”. Isterinya menjawab, “Baiklah.” Keduanya segera melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah saw. Akhirnya, anaknya berhasil meloloskan diri dari musuh, dan menggiring ternak-ternak mereka. Kemudian, ia membawa ternak-ternak itu di hadapan ayahnya. Jumlah ternak itu adalah 4000 ekor kambing, dan Rasulullah saw memberikan ternak itu kepadanya.[Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, surat al-Thalaq:3]

6. Tawwakal sepenuhnya kepada Allah SWT

Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rejeki kepada kalian, sebagaimana Allah telah memberi rejeki kepada burung yang berangkat di pagi buta dengan perut kosong, dan kembali ke sarangnya dengan perut kenyang.”[HR. Bukhari]

7. Bershadaqahlah dan Nafkahkanlah harta tersebut kepada yang berhak.

Rasulullah bersabda ”Ada tiga hal yang aku bersumpah kepadanya dan aku akan menyampaikan suatu berita kepadamu, maka perhatikan benar-benar. Tiadalah akan berkurang harta seseorang karena shadaqah….dan tiadalah seseorang membuka pintu meminta-minta melainkan Allah akan membukakan kepadanya pintu kemiskinan.”[HR. Turmudziyy] “Janganlah kamu menutup-nutupi apa yang kamu miliki, niscaya Allah akan menutupi rizkimu.
Dalam riwayat lain dinyatakan, “Nafkahkanlah hartamu serta jangan kamu menghitung-hitungnya, maka Allah swt akan menghitung-hitungnya untukmu; dan janganlah kamu menakar-nakarnya, niscaya Allah Alah menakar-nakarnya untuk kamu.”[HR. Bukhari dan Muslim]

8. Tolonglah Agama Allah dengan menegakkan Syariat Islam secara kaffah.

Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad ayat 7:” Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu“.

Kiat yang terakhir inilah yang harus diperhatikan dengan serius oleh umat Islam pada saat sekarang ini.

Islam sebagai jalan kehidupan tidak tegak di masyarakat kita pada saat ini dengan tidak adanya Daulah Islam sebagai wadah tegaknya Syariat Islam. Sehingga membuat sistem perekonomian yang dimana umat mencari rezeki pada saat sekarang ini merupakan sistem perekonomian yang tidak mendukung mereka untuk mendapatkan rezeki yang banyak, lancar dan barokah.

Lihatlah bagaimana susahnya sebagian orang hanya untuk mendapatkan sesuap nasi sehari, dan kemudian tidak lepasnya setiap usaha dari riba, sehingga untuk memastikan apakah harta yang kita cari pada saat sekarang ini berkah dan halal, sangatlah susah sekali.

Sebenarnya Allah tidak memerlukan pertolongan karena Allah Maha Kaya, tetapi itulah cara bagi kita untuk menolong diri kita sendiri, mari kita tolong Agama Allah, agar rezeki kita banyak, lancar, halal dan Berkah.

Wallahua’alam Bishawwab

http://almarjan.wordpress.com/2010/04/06/8-kiat-agar-rezeki-lancar-halal-dan-berkah/

Kiat-Kiat Agar Rizki Anda Barokah

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.

Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan, keberkahan dalam umur, keberkahan dalam keluarga, keberkahan dalamm usaha, keberkahan dalam harta benda dll. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya: Apakah sebenarnya keberkahan itu? Dan bagaimana keberkahan dapat diperoleh?

Mungkinkah berkah itu hanya terwujud dalam “berkat” yang berhasil kita bawa pulang setiap kali kita menghadiri suatu pesta atau undangan?

Mungkinkah keberkahan itu hanya milik para kiyai, atau tukang ramal, juru-juru kuncen kuburan, sehingga bila salah seorang dari kita memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-cita kita tercapai?([1])

“Berkah” atau “Al Barokah” bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa arab atau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan bahwa “al Barokah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, “Al Barokah” berartikan : “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan.([2])

Imam An Nawawi berkata: “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.”([3])

Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka “al barokah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “Al Barokah” dalam ilmu bahasa.

Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam Al Qur’an, dan As Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan beberapa dalil berikut:

Dalil Pertama:


]وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ [ ق 9-11

"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa kemanfaatan) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingo-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan." (Surat Qaaf: 9-11)

Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negri yang dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah menjadi negri gemah ripah loh jinawi (kata orang jawa) atau,

]بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ [ سبأ 15.

"(Negrimu adalah) negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun." Saba' 15.

Demikianlah Allah Ta'ala menyimpulkan kisah bangsa Saba', suatu negri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal sholeh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita kaum Saba' tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas dikebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.

Sebagian ulama' lain juga menyebutkan bahwa dahulu di negri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka.([4])

Dalil Kedua :


Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari qiyamat, beliau bersabda:

(يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس). رواه مسلم

Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” Riwayat Imam Muslim

Demikianlah ketika rizqi diberkahi Allah, sehingga rizqi yang sedikit jumlahnya, akan tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.

Ibnu Qayyim berkata: “Tidaklah kelapangan rizqi dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi kelapangan rizqi dan umur diukur dengan keberkahannya.”([5])

Bila ada yang berkata: Itukan kelak tatkala kiyamat telah dekat, sehingga tidak mengherankan, kerana saat itu, banyak terjadi kejadian yang luar biasa, sehingga apa yang disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari hal-hal tersebut.

Ucapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa –walau tidak sebesar yang disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum zaman kita, yaitu pada masa-masa keemasan umat Islam.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: ” Sungguh dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah gandum hasil panenan masa keadilan ditegakkan.”([6])

Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima hanya mencukupi satu orang,.

Dalil Ketiga:

Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan padanya. ” (riwayat Al Bukhory).

عن عُرْوَةَ بن أبي الجعد البارقي t أَنَّ النبي e أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي له بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى له بِهِ شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا له بِالْبَرَكَةِ في بَيْعِهِ. وكان لو اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فيه. رواه البخاري

Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Sebenarnya, masih banyak lagi gambaran tentang peranan keberkahan yang disebutkan dalam Al Qur’an atau hadits, hanya karena tidak ingin terlalu bertele-tele, saya cukupkan dengan tiga dalil di atas sebagai contoh, sedangkan sebagian lainnya akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.

Bila demikian adanya, tentu setiap orang dari kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta kita. Setiap kita pasti bertanya-tanya: bagaimanakah caranya agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?

Sebagaimana peranan keberkahan dalam hidup secara umum, dan dalam usaha serta penghasilan, telah banyak diulas dalam Al Qur’an dan Hadits, demikian juga persyaratan dan metode mendapatkannya. Berikut saya akan sebutkan beberapa persyaratan dan metode tersebut:

1. Iman kepada Allah.


Inilah syarat pertama dan terbesar agar rizqi kita diberkahi Allah, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

]وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ [ الأعراف 96

"Andaikata penduduk negri-negri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." Al A'raf 96.

Demikianlah imbalan Allah kepada orang-orang yang beriman dari hamba-hamba-Nya. Dan sebaliknya, orang yang kufur dengan Allah Ta'ala, niscaya ia tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.

Diantara perwujudan iman kepada Allah Ta'ala yang berkaitan dengan penghasilan ialah dengan senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizqi apapun yang kita peroleh ialah atas karunia dan kemurahan Allah semata, bukan atas jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu karena Allah Ta'ala telah menentukan jatah rizqi setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya.([7])

Bila kita pikirkan diri dan negri kita, niscaya kita dapatkan buktinya, setiap kali kita mendapatkan suatu keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan merasa itu adalah hasil dari kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana kita menuduh alam sebagai dalangnya, dan kita melupakan Allah Ta’ala .

Ketika Aceh ditimpa musibah Sunami, kita menuduh alam sebagai penyebabnya, yaitu dengan mengatakan itu karena akibat dari pergerakan atau benturan antara lempengan bumi ini dengan lempengan bumi itu dst. Ketika musibah lumpur di porong menimpa kita, kita rame-rame menuduh alam dengan mengatakan itu dampak dari gempa yang menimpa wilayah Jogjakarta dan sekitar. Ketika banjir melanda Jakarta, kita rame-rame menuduh alam, dengan berkata: siklus alam, atau yang serupa.

Jarang diantara kita yang mengembalikan semua itu kepada Allah Ta’ala, sebagai teguran atau cobaan atau mungkin juga sebagai azab. Bahkan orang yang berfikir demikian akan dituduh kolot, kampungan tidak ilmiyah, atau malah dianggap sebagai teroris dst.

]ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ [

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah)." (Ar Rum 41)

"Dari sahabat Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kita shalat subuh di Hudaibiyyah dalam keadaan masih basah akibat hujan tadi malam. Seusai beliau shalat, beliau menghadap kepada para sahabatnya, lalu berkata: "Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian? Mereka menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau bersabda: Allah berfirman: Ada sebagian dari hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan kafir. Adapun orang yang berkata: Kita telah dihujani atas karunia dan rahmat Allah, maka itulah orang yang beriman kepada-Ku dan kufur dengan bintang. Dan orang yang berkata: kita dihujani atas pengaruh bintang ini dan itu, maka itulah orang yang kufur dengan-Ku dan beriman dengan bintang." Muttafaqun 'alaih.

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ t أَنَّهُ قَالَ صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ r صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: (هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟) قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ. متفق عليه

Bila demikian adanya, maka mana mungkin Allah akan memberkahi kehidupan kita?! Bukankah pola pikir semacam ini adalah pola pikir yang menyebabkan Qarun diazab dengan ditelan bumi?!

]قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ [ القصص 78

"Qarun berkata: "sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya." (Al Qashas 78)

Diantara perwujudan nyata iman kepada Allah dalam hal rizqi, ialah senantiasa menyebut nama Allah Ta'ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan:

"Dari sahabat 'Aisyah radhiallahu 'anha: bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang arab baduwi, lalu ia menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Basmallah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian." Riwayat Ahmad, An Nasai dan Ibnu Hibban.

عن عَائِشَةَ رضي الله عنها أن النبي e كان يَأْكُلُ طَعَاماً في سِتَّةِ نَفَرٍ من أَصْحَابِهِ فَجَاءَ أعرابي فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ فقال النبي e : (أَمَا إنه لو كان ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ لَكَفَاكُمْ). رواه أحمد والنَّسائي وابن حبان

Pada hadits lain Nabi bersabda:

(أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ.) رواه البخاري

"Ketahuilah bahwa salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata: "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami", kemudia mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut-pen) niscaya anak itu tidak akan diganggu syetan." Riwayat Bukhory.

Demikianlah peranan iman kepada Allah, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan dalam mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.

2. Amal Sholeh.

Yang dimaksud dengan amal sholeh ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syari'at yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketaqwaan yang menjadi persyaratan datangnya keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas. Dan juga ditegaskan pada janji Allah berikut:

]وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan ornag-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An Nur 55)

Tatkala Allah Ta'ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:

]وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُواْ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيهِم مِّن رَّبِّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم [المائدة 66

"Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. " Al Maidah 66.

Ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki" ialah Allah akan melimpahkan kepada mereka rizqi yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih lesu dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidupnya. ([8])

Dan bila kita telah mendapatkan kemudahan hidup dari atas dan bawah kita, niscaya kehidupan kita akan penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan keberhasilan.

]مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ[ النحل 97

"Barang siapa yang beramal sholeh, baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An Nahel 97).

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menyebutkan hadits di atas tentang dikembalikannya keberkahan bumi, beliau menyatakan: "Tidaklah hal itu terjadi melainkan atas keberkahan penerapan syari'at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap kali keadilan ditegakkan, niscaya keberkahan dan kebaikan menjadi melimpah ruah".

Diantara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal sholeh ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh; guna menjaga agar harta warisan yang di miliki oleh dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak nampak dan diambil oleh orang lain. Allah Ta'ala berfirman:

]وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ[ الكهف 82

"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-mu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhan-mu." (Al Kahfi 82.)

Ulama' tafsir menyebutkan bahwa ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang sholeh bukanlah ayah langsung kedua anak tersebut, akan tetapi kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang sholeh akan dijaga, dan keberkahan amal sholehnya akan meliputi mereka di dunia, dan di akhirat. Ia akan memberi syafa'at kepada mereka dan derajatnya akan ditinggikan ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an dan As Sunnah.([9])

Akan tetapi sebaliknya, bila kita enggan untuk beramal sholeh, atau bahkan mengamalkan kemaksiatan, maka yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman:

]وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى[ طه 124

"Dan barang siapa berpaling dari beribadah kepada-Ku / peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiyamat dalam keadaan buta." Thaaha 124.

Ulama' ahli tafsir menyebutkan bahwa orang-orang yang berpaling dari mengingat Allah dengan beribadah kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa dirundung kesedihan dan duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa oleh ambisi menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan rasa takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya ([10]) .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ) رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم

Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizqinya akibat dari dosa yang ia kerjakan.” (riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).

Pada suatu Hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilintasi oleh rombongan pengusung janazah, sepontan berliau bersabda:

Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya? Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang yang beristirahat atau diistirahati darinya? Beliau menjawab: “Seorang hamba yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia, negri, pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya.” Muttafaqun ‘alaih.

مستريح ومستراح منه؟ قالوا: يا رسول الله، ما المستريح والمستراح منه؟ قال : (العبد المؤمن يستريح من نصب الدنيا وأذاها إلى رحمة الله، والعبد الفاجر يستريح منه العباد والبلاد والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه

Ulama’ pensyarah hadits ini menyatakan: “Teristirahatakannya negri dan pepohonan dari orang keji ialah teristirahatkannya itu semua dari dampak kemaksiatan yang ia lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya kekeringan, sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa.

Ibnu Qayyim berkata: “Dan diantara hukuman perbuatan maksiat ialah: kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rizqi, ilmu, amalan, amal ketaatan. Dan secara global kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya tidaklah akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.”([11]

Diantara contoh nyata akibat buruk yang harus diderita oleh manusia dari dicabutnya keberkahan dari kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya makanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau rbersabda:

(لولا بنو إسرائيل لم يخبث الطعام ولم يخنز اللحم). متفق عليه

Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” Muttafaqun ‘alaih.

Para ulama’ menjelaskan bahwa tatkala Bani Isra’il diberi rizqi oleh Allah Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dam mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk.([12])

Al Munawi berkata: “Hadits ini adalah suatu isyarat yang menunjukkan bahwa membusuknya daging merupakan hukuman atas bani Israil, akibat mereka kufur terhadap kenikmatan Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh, sehingga menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu, dan sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk.”([13])

Berikut beberapa amal sholeh yang nyata-nyata mendatangkan keberkahan pada harta:
A. Mensyukuri segala ni’mat.

Tiada kenikmatan -apapun wujudnya- yang dirasakan oleh manusia di dunia ini, melainkan datangnya dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu Allah Ta’ala mewajibkan atas mereka untuk senantiasa bersyukur kepadanya, yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa kenikmatan tersebut datangnya dari Allah, kemudian ia mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya ia menafkahkannya di jalan-jalan yang di ridhoi Allah. Orang yang telah mendapatkan karunia untuk dapat bersyukur demikian ini, akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipat gandakan untuknya kenikmatan:

]وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [ إبراهيم 7

"Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan :"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." ( Ibrahim 7).

Dan pada ayat lain Allah Ta'ala berfirman:

]وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ[ النمل 40

"Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri." (An Namel 40)

Imam Al Qurthuby berkata: "Tidaklah manfaat syukur akan didapat selain oleh pelakunya sendiri, dimana dengannya ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari ni'mat yang ia dapat, dan nikmat tersebut akan kekal dan ditambah. Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai."([14])

Sebagai contoh nyata:

]لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ {15} فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَى أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ [ سبأ 15-16

"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.

(Negrimu) adalah negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara.
" (Surat Saba' 15-16).

Tatkala kaum Saba' masih dalam keadaan makmur dan tentram, Allah Ta'ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan bahwa dengan syukur, mereka dapat menjaga kenikmatan mereka dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.

B. Menunaikan Zakat (Shodaqoh)

Zakat, baik zakat wajib atau sunnah (shodaqoh) adalah salah satu amalan yang menjadi penyebab turunnya keberkahan. Allah Ta'ala berfirman:

]يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ[

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Al Baqarah 276)

Pada ayat lain, Allah berfirman:

]مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [ البقرة 260

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tidap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan bagi orang yang Ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (Al Baqarah 261)

Pada ayat lain Allah berfirman:

]وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ [ البقرة 265

"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimispun (memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." (Al Baqarah 265)

Pada ayat lain, Allah berfirman:

]وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ[ الروم 39

"Dan sesuatu riba yang engkau berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah . Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai Wajah Allah (keridhoan-Nya), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan." (Ar Rum 39)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.) متفق عليه

"Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berucap (berdoa): Ya Allah, berilah orang yang berinfaq pengganti, sedangkan yang lain berdoa : Ya Allah timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfaq) kehancuran." Muttafaqun 'alaih.

Pada hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ) رواه مسلم

"Tidaklah shodakoh itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu'/merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya." (Muslim).

Para ulama' menjelaskan maksud hadits ini dengan menyebutkan dua penafsiran:

1. Maksudnya Allah akan memberkahi hartanya, dan menjaganya dari kerusakan, sehingga kekurangan yang terjadi dapat tertutupi dengan turunnya keberkahan. Hal ini dapat dirasakan langsung dan juga dapat dilihat contohnya di masyarakat.

2. Walaupun secara hitungan harta berkurang, akan tetapi pahala yang berlipat ganda dapat menutupi kekurangan tersebut, bahkan melebihinya.([15])

Makna kedua ini selaras dengan hadits berikut:

Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata : hartaku, hartaku!. Apakah engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)”. Muslim.

يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ رواه مسلم.

Walau demikian, kedua penafsiran di atas sama-sama benar adanya, dan tidak saling bertentengan.

C. Bekerja mencari rizqi dengan hati yang qona’ah tidak dipenuhi oleh ambisi dan keserakahan.

Sifat qonaah dan lapang dada dengan pembagian Allah Ta’ala adalah kekayaan yang tidak ada bandingnya. Dahulu orang berkata:

Bila engkau memiliki hati yang qona’ah, maka engkau dan pemilik dunia (kaya raya) adalah sama”.

إذا كنت ذا قلب قنوع، فأنت وصاحب الدنيا سواء.

Qona’ah adalah harta karun yang tidak akan pernah sirna”.

القناعة كنز لا يفنى

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan keadaan orang yang dikaruniai sifat qonaah dengan sabdanya:

(من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه ؛ فكأنما حيزت له الدنيا بحذافيرها) رواه الترمذي وابن ماجة والطبراني وابن حبان والبيهقي.

Barang siapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.” (riwayat AtTirmizy, Ibnu Majah, At Thobrany, Ibnu Hibban dan Al Baihaqy.

Al Munawi rahimahullah berkata: “Maksud hadits ini, barang siapa yang terkumpul padanya: kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan selamat, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis kenikmatan, yang siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan mendapatkan kecuali hal tersebut.”([16])

Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhoan dengan segala rizqi yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan dianugrahkan kepadanya:

(إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ له ولم يزده على ما كتب له) رواه أحمد والبيهقي وصححه الألباني

Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizqi yang telah Ia berikan kepadanya. Barang siapa yang ridho dengan pembagian Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barang siapa yang tidak ridho (tidak puas), niscaya rizqinya tidak akan diberkahi.” (Riwayat Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Al Albany).

Al Munawi dalam kitab faidhul qadir menyebutkan: “Bahwa penyakit ini, (yaitu: tidak puas dengan apa yang telah Allah karuniakan kepadanya-pen) telah banyak didapatkan pada pemuja dunia, sehingga engkau dapatkan salah seorang dari mereka meremehkan rizqi yang telah dikaruniakan untuknya, merasa hartanya itu sedikit, buruk, serta mengagumi rizqi orang lain dan menggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karenanya ia akan senantiasa banting tulang untuk menambah hartanya, hingga akhirnya habislah umurnya, sirnalah kekuatannya, dan iapun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tergapai dan rasa letih.

Dengan itu ia telah menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal ia tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah Allah tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam keadaan pailit, ia tidak mensyukuri apa yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan.
”([17])

Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan dirinya dalam setiap usaha yang ia tempuh guna mencari rizqi. Sehingga seorang muslim tidak akan menempuh melainkan jalan-jalan yang dihalalkan dan dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.

Dari shabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu,ia mengisahkan: “Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.

Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah. Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: “Kemudian aku berkata: Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia.
” Muttafaqun ‘alaih

عن حكيم بن حزام t قال: سألت رسول الله r فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا) متفق عليه

Hadits ini menunjukkan bahwa sifat qona’ah, peras keringat sendiri untuk memenuhi kebutuhan, serta menempuh jalan yang baik ketika mencari rizqi akan senantiasa diiringi dengan keberkahan. Dan bahwa orang yang mencari harta kekayaan dengan ambisi dan keserakahan, sehingga ia tidak mengumpulkan dengan cara-cara yang dibenarkan, niscaya harta kekayaannya tidak akan pernah diberkahi, bahkan akan dihukumi dengan dihalangi dirinya dari kemanfaatan harta yang telah ia kumpulkan([18]) .

Pada haidts lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh nyata bagi pekerjaan yang terhormat dan tidak merendahkan martabat diri:

Sungguh demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kamu membawa talinya, kemudian ia mencari kayu bakar dan memanggulnya di atas punggunya, lebih baik baginya daripada ia mendatangi orang lain, kemudian meminta-minta kepadanya, baik ia diberi atau tidak.” Riwayat Bukhory.

وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَأَنْ يَأْخُذَ أحدكم حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ على ظَهْرِهِ خَيْرٌ له من أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أو مَنَعَهُ.

Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan wujud lain dari penjagaan terhadap kehormatan diri dan agama seseorang ketika bekerja, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(من طلب حقا فليطلبه في عفاف واف أو غير واف) رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والحاكم

Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.” Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim.

Diantara metode yang diajarkan oleh Islam kepada umatnya agar usahanya diberkahi Allah Ta’ala dan mendatangkan keberhasilan ialah dengan menggunakan modal yang diperoleh dari jalan yang baik, serta diperoleh tanpa ambisi dan keserakahan:

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari hendak memberi umar bin Khatthab radhiallahu 'anhu suatu pemberian, kemudaian Umar berkata kepada beliau: Ya Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada aku. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Ambillah, lalu gunakanlah sebagai modal, atau sedekahkanlah, dan harta yang datang kepadamu sedangkan engkau tidak berambisi mendapatkannya tidak juga memintanya, maka ambillah, dan harta yang tidak datang kepadamu, maka janganlah engkau berambisi untuk memperolehnya.” Oleh karena itu dahulu Abdullah bin Umar tidak pernah meminta kepada seseorang dan tidak pernah menolak sesuatu yang diberikan kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih).

D. Istighfar/Bertaubat dari segala dosa.

عن عبد الله بن عمر t أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ e كان يُعْطِي عُمَرَ بن الْخَطَّابِ t الْعَطَاءَ فيقول له عُمَرُ: أَعْطِهِ يا رَسُولَ اللَّهِ أَفْقَرَ إليه مِنِّي. فقال له رسول اللَّهِ e : خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ أو تَصَدَّقْ بِهِ، وما جَاءَكَ من هذا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ ولا سَائِلٍ، فَخُذْهُ وما لا فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قال سَالِمٌ: فَمِنْ أَجْلِ ذلك كان بن عُمَرَ لَا يَسْأَلُ أَحَدًا شيئا ولا يَرُدُّ شيئا أُعْطِيَهُ. متفق عليه

Sebagaimana halnya perbuatan dosa adalah salah satu penyebab terhalangnya rizqi dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar adalah salah satu penyebab rizqi datang dan diberkahi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh nabi Nuh ‘alaihissalam kepada umatnya:

]فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا {10} يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا {11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا [ نوح 10-12

"Maka aku katakan kepada mereka: "Beristighfarlah kamu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirmkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai." (Surat An Nuh 10-12).

]وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ[ هود 3

"Dan hendaklah kamu beristighfar kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadanya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tia-tiap orang yangmempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (Surat Huud 3).

Berdasarkan ayat ini dan juga lainnya ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa diantara manfaat istighfar dan taubat adalah mendatangkan kelapangan rizki, kebahagian hidup, terhindar dari berbagai bentuk petaka dan azab([19]) .

Pada ayat lain dalam surat yang sama, Allah menceritakan tentang Nabi Hud ‘alaihissalam bersama kaumnya:

]وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ[ هود 52.

"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, beristighfarlah kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Hud 52).

Ulama' ahli tafsir menyebutkan, bahwa akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum 'Aad, mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanitapun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu nabi Huud 'alaihissalam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar, karena dengan keduanya Allah akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan([20]) .

E. Menyambung Tali Silaturrahmi.


Diantara amal sholeh yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita ialah menyambung tali silaturrahim, yaitu menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terjalin antara kita dan mereka hubungan nasab.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ). متفق عليه

Barang siapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim.” (Muttafaqun ‘alaih).

Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk beramal sholeh, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Ta’ala .([21])

Sebagian dari kita -bila mendapatkan keberhasilan dalam usaha, sehingga memiliki rizqi yang berlebih dari kebutuhan- bukannya menyambung tali silaturrahim, akan tetapi malah memutusnya. Banyak dari kita yang siap untuk menjalin hubungan dengan siapapun, terkecuali dengan kerabat sendiri. La haula walaa quwwata illa billah.

F. Mencari Rizqi Dari Jalan Yang Halal.


Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita ialah harta tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal.

Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim

لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك الحرام.

Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk praktek riba:

]يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ[

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Al Baqarah 276)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut."([22])

Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:

(إن الربا وإن كثر، عاقبته تصير إلى قل) رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني

Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany.

Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek-praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Diantara profesi atau pekerjaan yang diharamkan dan menghapuskan keberkahan dari penghasilan kita ialah sumpah palsu ketika bertransaksi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ.) متفق عليه

Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris dan menghapuskan keberkahan.” Muttafaqun ‘alaih

Diantara metode mencari rizqi yang diharamkan dan tidak diberkahi ialah metode minta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut:

Dari shabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu,ia mengisahkan: “Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut.

Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah. Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: “Kemudian aku berkata: Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia.
” Muttafaqun ‘alaih

عن حكيم بن حزام t قال: سألت رسول الله r فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا) متفق عليه

Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dari dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta dengan bersabda:

(ما يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ ليس في وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ). متفق عليه

Tidaklah seseorang terus-menerus meminta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari qiyamat, dalam keadaan tidak sekerat dagingpun melekat di wajahnya. ” Muttafaqun ‘alaih([23]) .

G. Bekerja di waktu pagi.

Diantara metode agar keberkahan dari Allah dapat kita peroleh ialah dengan memupuk subur semangat untuk hidup sehat dan produktif serta menyingkirkan sejauh-jauhnya sifat malas. Yang demikian itu dengan cara memanfaatkan setiap waktu yang Allah karuniakan kepada kita pada hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita. Dan diantara waktu yang paling bagus untuk bekerja dan mencari rizqi ialah waktu pagi, oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(اللهم بارك لأمتي في بكورها) رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجة وصححه الألباني

Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.”. Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasai, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani.

Para pensyarah hadits ini menyatakan bahwa hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, adalah karena waktu pagi adalah waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia, dan padanya seseorang merasakan semangat dan selesai dari beristirahat, oleh karenanya beliau mendoakan keberkahan pada waktu ini agar seluruh umatnya mendapatkan bagian dari doanya.

Sebagai penerapan langsung dari doanya ini, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mengutus pasukan perang, beliau mengutusnya pada pagi hari, sehingga pasukan & dan peperangan tersebut menjadi pasukan dan peperangan yang diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.

Contoh nyata kedua dari keberkahan waktu pagi ialah apa yang dilakukan oleh sahabat Shokher Al Ghomidy, beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah seorang pedagang, setelah ia mendengarkan hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam iapun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya melainkan pada pagi hari, dan benar, keberkahan Allah dapat beliau peroleh, sehingga dinyatakan pada riwayat di atas, bahwa perniagaannyapun berhasil, hartanya melimpah ruah.

Berdasarkan hadits inipula sebagian ulama’ menyatakan bahwa tidur pada pagi hari adalah makruh hukumnya.

Hadits di atas juga merupakan bukti nyata bahwa agam Islam tidak mengajarkan kepada umatnya untuk hidup bermalas-malasan, lemah semangat, dan rendah cita-cita. Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk hidup produktif, bermanfat, baik untuk diri sendiri atau orang lain, dan berjiwa besar dengan mewujudkan cita-citanya walau setinggi langit.

(على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟ قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق. قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يعين ذا الحاجة الملهوف. قال: قيل له: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يأمر بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم يفعل؟ قال: يمسك عن الشر، فإنها صدقة). رواه مسلم

Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah. Dikatakan kepada beliau: Bagaimana bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga bersedekah. Dikatakan lagi kepadanya: Bagaiman abila ia tidak mampu? Beliau menjawab: ia membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan. Dikatakan lagi kepada beliau: Bagaimana bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: Ia memerintahkan dengan yang ma’ruf atau kebaikan. Penanya kembali berkata: Bagaimana bila ia tidak (mampu) melakukannya? Beliau menjawab: Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah.” RIwayat Muslim.

Dan pada hadits lain, beliau bersabda:

(المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير. احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا، لكان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان) رواه مسلم

Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding seorang mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Senantiasa berusahalah untuk melakukan segala yang berguna bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah engkau menjadi lemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat demikian, demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah: Allah telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia lakukan, karena ucapan “seandainya” akan membukakan (pintu) godaan syetan.” Muslim.

Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh. Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pada pemaparan saya di atas ada kesalahan, maka itu adalah dari saya dan syetan, sehingga saya beristighfar kepada Allah, dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas taufiq dan ‘inayah-Nya. Wallahu a’alam bis showaab.

-------------------------

Footnote:
[1] ) Ngalap berkah semacam ini adalah perbuatan yang diharamkan dalam Islam, karena keberkahan itu hanyalah milik Allah Ta’ala. Keberkahan yang terdapat pada selain para Nabi ‘alaihimussalaam adalah keberkahan yang diperoleh karena iman dan amalannya. Dengan demikian setiap orang yang beriman dan beramal sholeh, memiliki keberkahan sebesar iman dan amal sholehnya. Diantara dalil yang menunjukkan akan hal ini, ialah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

Sesungguhnya diantara pepohonan ada pohon yang keberkahannya serupa dengan keberkahan seorang muslim.” (Riwayat Bukhory).

Para ulama’ menjelaskan bahwa keberkahan/kemanfaatan pohon kurma, serupa dengan keberkahan/ kemanfaatan seorang muslim, yaitu bersifat umum, sehingga dapat dirasakan dalam segala situasi dan kondisi dan dimanapun. (Lihat Fathul Bari 1/145-146)

Oleh karena itu metode untuk mendapatkan keberkahan seorang muslim ialah dengan meneladani iman dan amal sholehnya, bukan dengan mencium tangan, atau meminum bekas air minumnya, atau lainnya. Untuk lebih mengetahui tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permaslahan tabarruk, silahkan baca kitab: Taisir Al Aziz Al Hamid, oleh Syeikh Sulaiman bin Abdillah hal 174-186.

[2] ) Al Misbah Al Munir oleh Al Faiyyumy 1/45, Al Qomus Al Muhith oleh Al Fairuz Abadi 2/1236, & Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur 10/395.

[3] ) Syarah Shohih Muslim oleh An Nawawi 1/225.

[4] ) Tafsir Ibnu katsir 3/531.

[5] ) AL Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim 56.

[6] ) Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim 4/363& Musnad Imam Ahmad bin Hambal 2/296.

[7] ) Disebutkan dalam suatu hadits:

Sesungguhnya salah seorang dari kamu disatukan penciptaannya di dalam kandungan ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian berubah menjadi segumpal daging selama itu juga, kemudian Allah akan mengutus seorang malaikat, lalu malaikat itu diperintahkan dengan empat kalimat, dan dikatakan kepadanya: “Tulislah amalannya, rizqinya, ajalnya dan apakah ia sengsara atau bahagia, kemudian ia diperintahkan untuk meniupkan ruh padanya.” Muttafaqun ‘alaih.

[8] ) Baca Tafsir Ibnu Katsir 2/76.

[9] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/99.

[10] ) Baca Adhwa’ul Bayan oleh Syeikh Muhammad Al Amin As Syinqithy 4/197.

[11] ) Al Jawabul Kafi 56.

[12] ) Ma’alim At Tanzil, oleh Al Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh Imam An Nawawi 10/59, & Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 6/411.

[13] ) Faidhul Qadir 5/437.

[14] ) Tafsir Al Qurthuby 13/206.

[15] ) Lihat Syarah Muslim oleh An Nawawi 8/399, dan Faidhul Qadir 5/642.

[16] ) Faidhul Qadir oleh Al Munawi 9/387.

[17] ) Idem 2/236.

[18] ) Syarah Shohih Bukhori oleh Ibn Batthol 3/48.

[19] ) Baca Tafsir Al Qurthuby 9/4, & Adhwaaul Bayan 2/267.

[20] ) Baca Tafsir At Thobary 15/359, dan Tafsir Al Qurthuby 9/51.

[21] ) Syarah Muslim oleh Imam An Nawawi 8/350 & ‘Aunul Ma’bud 4/102.

[23] ) Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan yang lebih luas tentang hukum meminta-meinta, silahkan baca buku: “Haramnya meminta-minta” karya Syeikh Muqbil bin hadi Al Wadi’i rahimahullah.

إنَّ من الشجر لما بركته كبركة المسلم. رواه البخاري إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نطفة ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَبْعَثُ الله مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ له: اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أو سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فيه الرُّوحُ متفق عليه

[22] ) Tafsir Ibnu katsir 1/328.

Sumber: alisamanhasan.blogspot.com via salafiyunpad.wordpress.com

Oleh Al Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA. (Ustadz Pembina PengusahaMuslim.com)
http://pengusahamuslim.com/fatwa-perdagangan/masalah-rezeki/800-kiat-kiat-agar-rizki-anda-barokah.html