Kita
harus bersyukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat dan
hidayah-Nya kepada kita sehingga kita menjadi kaum muslimin. Kita juga
merasa senang dan berbangga dengan nikmat tersebut. Tapi ingat, kita
harus bisa menjaga nikmat yang besar itu jangan sampai hilang pada diri
kita, karena inilah yang terpenting. Dengan cara apa kita menjaganya?
Tentunya dengan kembali mempelajari agama Allah, memahaminya dengan
pemahaman yang benar sebagaimana difahami oleh Rasulullah dan para
shahabatnya, mengamalkannya dan mendakwahkannya serta berdo'a kepada
Allah agar kita istiqomah di Jalan-Nya. Ingatlah sabda Rasulullah:
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan (padanya) niscaya Allah akan
fahamkan dia tentang agamanya." (Muttafaqun 'alaih dari Mu'awiyah bin
Abi Sufyan)
Dan
juga sabdanya: "...Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan,
semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan. Beliau ditanya:
"Siapa dia wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "(golongan) yang berada
di atas apa yang aku dan para shahabatku berada (di atasnya)." (HR.
At-Tirmidzi dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash).
Artinya
kita harus memahami agama Islam sesuai dengan pemahaman Rasulullah dan
para shahabatnya serta 'ulama salaf yang mengikuti Rasululah dan para
shahabatnya. Jangan memahami Islam dengan akal kita atau hawa nafsu kita
atau pendapatnya ahli bid'ah karena nantinya akan masuk ke dalam
golongan yang diancam di neraka sebagaimana dijelaskan dalam hadits
tersebut.
Kalau
kita tidak bisa menjaga nikmat tersebut, dengan kita lalai sehingga
meninggalkan agama kita, tidak mempelajarinya lagi, melupakan Allah,
sibuk dengan urusan dunia sehingga lalai dengan negeri akhirat dan
memahami agama dengan hawa nafsu kita, maka kita akan terjerumus kepada
berbagai kemaksiatan, bid'ah bahkan kesyirikan dan kekufuran.
Wal'iyaadzubillaah (dan kita berlindung kepada Allah dari itu semua).
Ingatlah
selalu firman Allah: "Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman
kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan
sembahan-sembahan lain)." (Yuusuf:106). Al-Haitsamiy menjelaskan ayat
ini: "Banyaknya manusia terjerumus kepada kesyirikan tanpa mereka
sadari."
"Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (At-Tahriim:6).
Untuk
itu adalah kewajiban bagi kita kaum muslimin untuk menjaga diri dan
keluarga kita dari api neraka dengan cara mempelajari agama kita dengan
benar. Dan yang paling pertama kali harus kita pelajari adalah masalah
tauhid dan keimanan.
Dan
tidak akan sempurna mempelajari keimanan kecuali mengetahui lawannya
yaitu kekufuran, karena kalau tidak mengetahuinya maka akan mudah
terjatuh kepadanya.
Di sini, Insya Allah akan dijelaskan tentang macam-macam kufur akbar yang akan mengeluarkan seseorang dari agama Islam.
Pembahasan ini diambil dari kitab "As`ilah wa Ajwibah fil iimaan wal kufr" karya Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdullah Ar-Rajihiy, pertanyaan pertama dan kedua.
Pertanyaan Pertama:
(Macam-macam Kufur Akbar)
Pertanyaan Pertama:
(Macam-macam Kufur Akbar)
Dengan apakah kufur akbar (kekufuran yang besar) atau riddah
(kemurtadan) itu terjadi? Apakah hal itu khusus dengan i'tiqaad
(keyakinan), juhuud (pengingkaran yang disertai pengetahuan terhadap
perkara yang diingkari) dan takdziib (pendustaan) ataukah lebih umum
dari hal itu?
Jawaban:
Sesungguhnya kekufuran dan kemurtadan -wal'iyaadzubillaah- akan terjadi dengan beberapa perkara:
- Bisa terjadi dengan juhuud (pengingkaran) terhadap perkara yang diketahui dari agama dengan dharuurah (kemestian yaitu mau tidak mau kita harus mengetahuinya)
- Bisa terjadi dengan perbuatan kufur
- Dengan ucapan kufur
- Dan dengan meninggalkan serta berpaling dari agama Allah 'Azza wa Jalla.
- Bisa terjadi dengan juhuud (pengingkaran) terhadap perkara yang diketahui dari agama dengan dharuurah (kemestian yaitu mau tidak mau kita harus mengetahuinya)
- Bisa terjadi dengan perbuatan kufur
- Dengan ucapan kufur
- Dan dengan meninggalkan serta berpaling dari agama Allah 'Azza wa Jalla.
Kekufuran dengan Keyakinan
Maka kekufuran bisa terjadi dengan keyakinan sebagaimana seandainya
(seseorang) berkeyakinan (bahwa) Allah memiliki istri atau anak atau
berkeyakinan bahwasanya Allah mempunyai sekutu pada kerajaan(Nya) atau
bahwasanya Allah bersama-Nya ada yang mengatur terhadap alam ini atau
berkeyakinan bahwa seseorang bersekutu dengan Allah dalam nama-nama-Nya
atau sifat-sifat-Nya atau perbuatan-perbuatan-Nya atau berkeyakinan
bahwasanya seseorang selain Allah berhak mendapatkan ibadah atau
berkeyakinan bahwasanya Allah mempunyai sekutu pada rububiyyah(Nya),
maka sesungguhnya dia (menjadi) kafir dengan keyakinan ini dengan
kekufuran yang besar yang mengeluarkan dari agama.
Kekufuran dengan Perbuatan
Dan akan terjadi kekufuran dengan perbuatan sebagaimana seandainya
(seseorang) sujud kepada patung atau melakukan sihir atau melakukan
jenis yang manapun dari jenis-jenis kesyirikan seperti berdo'a kepada
selain Allah atau menyembelih untuk selain Allah atau bernadzar untuk
selain Allah atau thawaf kepada selain Baitullah dalam rangka
mendekatkan diri kepada selain Allah tersebut (maka dia juga kafir
keluar dari Islam dengan perbuatannya tersebut, pent.). Maka kekufuran
itu bisa terjadi dengan perbuatan sebagaimana bisa terjadi dengan
ucapan.
Kekufuran dengan Ucapan
Dan kekufuran bisa terjadi dengan ucapan sebagaimana seandainya (ada
orang yang) mencela Allah atau mencela rasul-Nya shallallahu 'alaihi
wasallam atau mencela agama Islam atau memperolok-olok Allah atau
kitab-Nya atau rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam atau agama-Nya.
Allah Ta'ala berfirman tentang sekelompok orang pada perang Tabuk yang
memperolok-olok Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya:
"Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kalian
selalu berolok-olok. Tidak usah kalian minta maaf karena kalian telah
kafir sesudah beriman." (At-Taubah:65-66).
Maka Allah menetapkan kekufuran kepada mereka setelah mereka beriman,
maka (hal ini) menunjukkan bahwasanya kekufuran itu bisa terjadi dengan
perbuatan sebagaimana bisa terjadi dengan keyakinan dan juga dengan
ucapan sebagaimana telah lewat pada ayat ini bahwasanya sekelompok orang
ini telah kafir dengan ucapan.
Kekufuran dengan Juhuud (Pengingkaran)
Dan kekufuran bisa terjadi dengan pengingkaran dan keyakinan dan
keduanya adalah sesuatu yang satu dan kadang-kadang keduanya ada
perbedaan. Maka (kekufuran dengan) pengingkaran itu (adalah) seperti
mengingkari perkara yang diketahui dari agama dengan kemestian seperti
mengingkari rububiyyahnya Allah atau mengingkari uluhiyyahnya Allah atau
haknya Allah terhadap ibadah atau mengingkari seorang malaikat dari
kalangan para malaikat atau mengingkari seorang rasul dari para rasul
atau sebuah kitab dari kitab-kitab yang telah diturunkan atau
mengingkari (hari) kebangkitan atau surga atau neraka atau pembalasan
atau perhitungan (di hari akhir nanti, pent.) atau mengingkari kewajiban
shalat atau kewajiban zakat atau kewajiban haji atau kewajiban puasa
atau mengingkari kewajiban berbakti kepada kedua orang tua atau
kewajiban menyambung shilaturrahmi atau yang lainnya dari
perkara-perkara yang diketahui dari agama dengan keharusan mengetahuinya
akan kewajibannya.
Atau
mengingkari pengharaman zina atau pengharaman riba atau pengharaman
minum khamr atau pengharaman durhaka kepada kedua orang tua atau
pengharaman memutus shilaturrahmi atau pengharaman suap atau yang
lainnya dari perkara-perkara yang diketahui dari agama dengan keharusan
mengetahuinya akan pengharamannya.
Kekufuran dengan Berpaling dari Agama Allah
Dan kekufuran bisa terjadi dengan berpaling dari agama Allah,
meninggalkan dan menolak terhadap agama Allah seperti menolak agama
Allah dengan berpaling dari agama Allah tidak mempelajarinya dan tidak
pula beribadah kepada Allah, maka dia (menjadi) kafir dengan
berpalingnya tersebut dan meninggalkan (agama Allah). Allah Ta'ala
berfirman: "Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa-apa yang
diperingatkan kepada mereka." (Al-Ahqaaf:3) dan Allah Ta'ala (juga)
berfirman: "Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah
diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya kemudian ia berpaling darinya?
Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang
berdosa." (As-Sajdah:22)
Maka (kesimpulannya) kekufuran itu bisa terjadi dengan keyakinan,
pengingkaran, perbuatan, ucapan dan berpaling, meninggalkan dan menolak
(agama Allah).
Hukum Orang yang Dipaksa untuk Kufur
Dan barangsiapa yang dipaksa mengucapkan kalimat kufur atau melakukan
perbuatan kufur maka sesungguhnya dia dalam keadaan ma'dzuur (dimaafkan)
apabila keadaan pemaksaannya itu benar-benar dalam keadaan dipaksa yang
sangat, seperti dipaksa oleh seseorang yang mampu untuk membunuhnya
lalu orang itu mengeraskan ancamannya tersebut dalam keadaan dia mampu
(untuk membunuh, pent.) atau diletakkan pedang dilehernya maka dia
ma'dzuur dalam keadaan ini apabila melakukan kekufuran atau mengucapkan
kalimat kufur dengan syarat hatinya tetap mantap dengan keimanan, adapun
apabila hatinya mantap dengan kekufuran maka sesungguhnya dia kufur
walaupun dalam keadaan dipaksa, nas`alullaahas salaamah wal 'aafiyah.
Pembagian Orang yang Berbuat Kufur
Maka orang yang melakukan kekufuran mempunyai lima keadaan:
1. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan sungguh-sungguh maka orang ini kafir
2. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan bergurau (atau main-main) maka orang ini (juga) kafir
3. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan takut maka orang ini (juga) kafir
4. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan dipaksa sedangkan hatinya mantap dengan kekufuran maka orang ini (juga) kafir
5. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan dipaksa sedangkan hatinya mantap dengan keimanan maka orang ini tidak kafir berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang (mantap) dengan keimanan (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya 'adzab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih daripada akhirat dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (An-Nahl:106-107)
Pertanyaan Kedua:
(Iman adalah Ucapan, Amalan & Keyakinan)
1. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan sungguh-sungguh maka orang ini kafir
2. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan bergurau (atau main-main) maka orang ini (juga) kafir
3. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan takut maka orang ini (juga) kafir
4. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan dipaksa sedangkan hatinya mantap dengan kekufuran maka orang ini (juga) kafir
5. apabila melakukan kekufuran dalam keadaan dipaksa sedangkan hatinya mantap dengan keimanan maka orang ini tidak kafir berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang (mantap) dengan keimanan (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya 'adzab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih daripada akhirat dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (An-Nahl:106-107)
Pertanyaan Kedua:
(Iman adalah Ucapan, Amalan & Keyakinan)
Di sana ada orang yang mengatakan: "Iman adalah ucapan, amalan dan
keyakinan, akan tetapi amalan adalah syarat kesempurnaan padanya
(iman)", dan dia berkata juga: "Tidak ada kekufuran kecuali dengan
keyakinan", apakah ini dari perkataannya Ahlus Sunnah atau bukan?
Jawaban:
Perkataan ini bukanlah dari perkataannya Ahlus Sunnah, Ahlus Sunnah
mengatakan: "Iman adalah ucapan dengan lisan, ucapan dengan hati, amalan
dengan anggota badan dan amalan dengan hati", dan di antara perkataan
mereka (Ahlus Sunnah): "Iman adalah ucapan dan amalan", dan di antara
perkataan mereka (juga): "Iman adalah ucapan, amalan dan niat" (semua
ungkapan tersebut adalah satu makna, pent.), maka iman itu mesti terdiri
dari empat perkara:
1. Ucapan lisan yaitu mengucapkan dengan lisan
2. Ucapan hati yaitu iqraar (penetapan) dan tashdiiq (pembenaran)
3. Amalan hati yaitu niat dan keikhlashan
4. Amalan anggota badan
1. Ucapan lisan yaitu mengucapkan dengan lisan
2. Ucapan hati yaitu iqraar (penetapan) dan tashdiiq (pembenaran)
3. Amalan hati yaitu niat dan keikhlashan
4. Amalan anggota badan
Amalan Adalah Bagian dari Iman
Maka amalan adalah satu bagian dari bagian-bagian iman yang empat, maka
tidak boleh dikatakan: "Amalan adalah syarat kesempurnaan (iman) atau
bahwasanya amalan adalah kelaziman (keharusan) iman, karena sesungguhnya
ini adalah ucapan-ucapannya murji`ah (yaitu golongan dari kalangan ahli
bid'ah yang mengatakan bahwa iman itu sesuatu yang satu, tidak
bertambah dan tidak berkurang sehingga imannya penduduk bumi sama dengan
imannya penduduk langit dan mengatakan juga bahwa amalan bukan bagian
dari iman, pent.) dan kita tidak mengetahui dari kalangan Ahlus Sunnah
suatu ucapan pun bahwasanya amalan adalah syarat kesempurnaan (iman).
Kekufuran Tidak Mesti Adanya Keyakinan
Dan demikian juga ucapan orang yang mengatakan: "Tidak ada kekufuran
kecuali dengan keyakinan", maka ini adalah ucapannya murji`ah, dan di
antara ucapan mereka (murji`ah): "Amalan-amalan dan ucapan-ucapan adalah
daliil (sesuatu yang menunjukkan) atas apa-apa yang ada di dalam hati
dari keyakinan" dan ini adalah bathil, bahkan ucapan kufur itu sendiri
adalah kekufuran dan amalan kufur itu sendiri (seperti sujud kepada
patung, pent.) adalah kekufuran sebagaimana telah lewat pada firman
Allah Ta'ala: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: Sesungguhnya kami
hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah: Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kalian selalu berolok-olok. Tidak
usah kalian minta maaf karena kalian telah kafir sesudah beriman."
(At-Taubah:65-66), yaitu (mereka telah kafir) dengan ucapan ini (yaitu
memperolok-olok Rasulullah).
Dalam
ayat ini Allah tidak mensyaratkan adanya keyakinan dalam hati ketika
mengucapkan ucapan kufur tersebut, artinya semata-mata dia mengucapkan
ucapan kufur walaupun dengan bersenda gurau atau main-main maka telah
jatuh kepada kekufuran, wal'iyaadzubillaah, pent.
Mudah-mudahan Allah selalu memberikan hidayah kepada kita dan menjaga kita dari terjatuh kepada perbuatan syirik dan kufur.
"Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa ba'da Idz hadaitanaa wa Hablanaa min Ladunka Rahmah Innaka Antal Wahhaab." (Aali 'Imraan:8)
"Allaahumma Innaa Na'uudzubika min An-nusyrika bika Syai`an-na'lamuh wa Nastaghfiruka limaa Laa Na'lam." (Hasan, HR. Ahmad)
Aamiin Yaa Mujiibassaa`iliin. Wallaahu A'lam.
Mudah-mudahan Allah selalu memberikan hidayah kepada kita dan menjaga kita dari terjatuh kepada perbuatan syirik dan kufur.
"Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa ba'da Idz hadaitanaa wa Hablanaa min Ladunka Rahmah Innaka Antal Wahhaab." (Aali 'Imraan:8)
"Allaahumma Innaa Na'uudzubika min An-nusyrika bika Syai`an-na'lamuh wa Nastaghfiruka limaa Laa Na'lam." (Hasan, HR. Ahmad)
Aamiin Yaa Mujiibassaa`iliin. Wallaahu A'lam.
Dari: Buletin Al wala' wal Bara' Edisi ke-26 Tahun ke-2 / 02 Rabi'uts Tsani 1425 H
http://assunnah-qatar.com/artikel/tauhid/695-mewaspadai-kekufuran-yang-selalu-mengintai-kita.html