Termasuk bentuk kesempurnaan penciptaan manusia, keberadaan rambut atau bulu di tubuhnya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala
menciptakannya tidak dengan sia-sia, namun mengandung hikmah atau
manfaat, baik diketahui oleh manusia atau tidak. Rambut atau bulu yang
tumbuh pada jasad manusia ada yang harus dijaga bahkan wajib dibiarkan,
ada juga yang diperintahkan untuk dihilangkan.Dengan demikian, ditinjau
dari hukum Islam (fiqh), hukum rambut atau bulu manusia bisa
diklasifikasikan menjadi tiga bagian:
- Rambut atau bulu yang harus dihilangkan dan tidak boleh dibiarkan.
- Rambut atau bulu yang boleh dihilangkan atau dibiarkan.
- Rambut atau bulu yang wajib dibiarkan dan tidak boleh dihilangkan.
Berikut ini kami jelaskan masing-masing point tersebut di atas.
RAMBUT ATAU BULU YANG HARUS DIHILANGKAN DAN TIDAK BOLEH DIBIARKAN
1. Bulu Ketiak.
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَشْرٌ
مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ
وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ
وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ
زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
الْمَضْمَضَةَ رواه مسلم
"Sepuluh hal yang termasuk fithrah
(kesucian); mencukur kumis, membiarkan lebat jenggot, siwak, istinsyaq
(memasukkan air ke hidung), memotong kuku, mencuci celah jemari,
mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan istinja.” Zakaria
berkata: Mush’ab berkata,”Saya lupa yang kesepuluh, kecuali berkumur." [HR Muslim].
Di antara hikmah diperintahkan menghilangkan bulu ketiak adalah agar
tidak menimbulkan bau yang tidak sedap akibat keringat yang menempel di
dalamnya. Cara menghilangkannya, pada dasarnya dengan dicabut, namun
bila tidak kuat mencabutnya, maka boleh memotongnya dengan gunting,
pisau cukur dan semisalnya, atau menghilangkannya dengan tawas dan
lainnya.[ Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin, Fatwa-Fatwa Terkini,
Jakarta, Darul Haq, 1999, Juz I, hlm. 176.]
2. Bulu Kemaluan.
Bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan laki-laki maupun perempuan
diperintahkan untuk dihilangkan. Demikian ini termasuk sunnah-sunnah
fithrah sebagaimana hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha di atas. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan: وحَلْقُ الْعَانَةِ (mencukur bulu kemaluan).
Perintah menghilangkan bulu kemaluan lebih dianjurkan lagi pada suami
isteri. Imam An Nawawi berkata,"Apabila seorang wanita (isteri) diminta
oleh suaminya untuk menghilangkan bulu kemaluannya, maka ada dua
pendapat, yang paling shahih (benar) adalah wajib (untuk
melakukannya)."[Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarhu
An Nawawi, Kairo, Al Mishriyah, Juz 3, hlm. 150-157]
3. Kumis.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
rahimahullah
berkata,”Menggunting (memendekkan) kumis hukumnya wajib. Akan tetapi,
memotong habis itu lebih lebih utama. Adapun mempertebal kumis atau
membiarkannya panjang begitu saja, maka tidak boleh karena bertentangan
dengan sabda Nabi:[ Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Fatwa-Fatwa
Terkini, Jakarta, Darul Haq, 1999, Juz I hlm. 172. ]
- potonglah kumis قُصُّوا الشَّوَارِبَ ) )
- potonglah kumis sampai habis ( أَحْفُوا الشَّوَارِبَ )
- potonglah kumis (جُزُّوا الشَّوَارِبَ ) .”
Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam
Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ فَلَيْسَ مِنَّا رواه الترمذي
"Barangsiapa yang tidak pernah memotong kumisnya, maka ia bukan termasuk golongan kami". [HR Tirimidzi, no. 2.761, Nasa’i, no. 5.047, sanadnya shahih].
RAMBUT ATAU BULU YANG BOLEH DIHILANGKAN ATAU DIBIARKAN
Ada beberapa jenis rambut atau bulu yang boleh dihilangkan, atau boleh dibiarkan pada badan kita. Di antaranya sebagai berikut:
1. Rambut Kepala.
Rambut yang ada di kepala boleh dibiarkan ataupun dihilangkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, seperti disebutkan oleh Anas bin Malik, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki rambut hingga mencapai setengah telinganya. [HR Muslim].
Bila ingin membiarkan rambut di kepala, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk memuliakannya, sebagaimana sabdanya:
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ رواه أبو داود
"Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya dia memuliakannya". [HR.Abu Dawud dari Abu Huraira.
Imam Al Munawi berkata,"Memuliakan rambut maksudnya merapikannya,
membersihkannya dengan cara membilasnya, memberinya minyak rambut dan
menyisirnya. Jangan membiarkan acak-acakan sehingga kelihatan kusut.
Karena kebersihan dan penampilan yang baik termasuk yang dicintai dan
diperintahkan (oleh agama), selama tidak berlebih-lebihan.”" [Al Allamah
Al Munawi, Faidul Qadir Syarh Al Jami’ush Shagir, Mesir, Mushthafa
Muhammad, 1352, Juz 6, hlm. 208]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi w asallam
dalam kesibukannya sebagai seorang Nabi (Rasul), pemimpin negara
sekaligus pemimpin rumah tangga, senantiasa memperhatikan kerapian
rambutnya. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata:
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ يُكْثِرُ دُهْنَ رَأْسِهِ وَتَسْرِيْحَ لِحْيَتِهِ
وَيُكْثِرُ الْقَنَاعَ حَتَّى كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ
"Rasulullah sering meminyaki
rambutnya dan menyisir jenggotnya dan sering memakai tutup kepala,
hingga bajunya seperti baju penjual minyak". [HR Baihaqi dan Syarhu As Sunnah, no. 3.164].
Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
كُنْتُ أُرَجِّلُ رَأْسَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا حَائِضٌ رواه البخاري و مسلم
"Saya tarjil rambut Rasulullah dan saya sedang haid". [HR Bukhari no. 5.925 dan Muslim no. 297]
Men-tarjil rambut, maksudnya menyisirnya, merapikannya, meluruskannya
dan memberinya minyak rambut. Semua ini bermakna tarjil atau tarajjul. [
Majduddin Abi As Sa’adat yang dikenal dengan Ibnu Al Atsir, An Nihayah
Fi Garib Al Hadits Wal Atsar, Daar Ihyaa’ Al Kutub Al Arabiyah, Juz 2,
hlm. 203 ]
Berdasarkan beberapa hadits di atas, para ulama
menganjurkan untuk merawat rambut dan merapikannya, karena ia termasuk
kebersihan dan kebersihan bagian dari agama.[ Al Hafizh Ahmad bin Ali
bin Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al Bukhari, Kairo, As
Salafiyah, tanpa tahun, Juz 10, hlm. 368 ]
Tidak Boleh Berlebih-Lebihan
Walaupun merawat rambut dianjurkan oleh agama, namun tidak boleh dengan cara berlebih-lebihan. Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu 'anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا رواه النسائ و أبو داود
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk menyisir rambut, kecuali ghibban". [HR Nasa'i dan Abu Dawud].
Ghibban berasal dari kata al ghib, yaitu memberikan minum onta sehari
dan membiarkannya tidak minum sehari. Itulah sebabnya Imam Ahmad
menafsirkan ghibban dengan menyisir sehari dan membiarkannya (tidak
menyisirnya) sehari. Al Hasan mengatakan,"Menyisir rambut sekali
seminggu". Intinya adalah larangan untuk terus menerus menyisir,
merapikan, meluruskan, memakai minyak rambut dan memperindah rambut
setiap saat. Sehingga ia disibukkan dengan rambutnya. Karena yang
demikian termasuk irfah (bermewah-mewahan) yang dilarang, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Fudhalah bin Ubaid Radhiyallahu 'anhu :
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْهَانَا عَنْ كَثِيرٍ مِنْ الْإِرْفَاهِ رواه أبو داود
"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kami untuk banyak bermewah-mewahan". [HR Abu Dawud].[ Abdul Karim Zaidan, Al Mufashshal Fi Ahkam Al Mar’ah, Beirut, Muassasah Ar Risalah, 1413, Juz 3, hlm. 370]
Irfah diambil dari kata al rafhu, yaitu onta mendatangi air kapan saja
dia mau. Dari sana diambil kata al rifahiyah, yang berarti kemewahan dan
kenikmatan.[ Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani, Nailul Authar
Syarah Muntaqa Al Akhbar, Kairo, Utsmaniyah, 1357, Juz 1, hlm. 123-124 ]
Adapun bila menyisir rambut sesekali waktu atau tidak berlebihan, maka
tidaklah dicela bahkan dianjurkan. [Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al
‘Adzim Al Abadi, Aunul Ma’buud Syarah Sunan Abi Dawud, Cetakan Kedua,
Tahun 1389, Juz 11, hlm. 216]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka melihat rambut panjang, acak-acakan dan tidak terurus. Wa’il bin Hijr berkata:
أَتَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِي شَعْرٌ طَوِيلٌ
فَلَمَّا رَآنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
ذُبَابٌ ذُبَابٌ قَالَ فَرَجَعْتُ فَجَزَزْتُهُ ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ
الْغَدِ فَقَالَ إِنِّي لَمْ أَعْنِكَ وَهَذَا أَحْسَنُ رواه أبو داود
"Saya menemui Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan rambut saya panjang. Ketika melihat saya seperti
itu, Beliau bersabda: “Zabaabun (jelek).” Saya pulang dan mencukurnya.
Keesokannya saya kembali menemui Beliau. Beliau bersabda: “Saya bukan
bermaksud (menjelek-jelekan) dirimu, (penampilanmu) ini lebih baik." [HR Abu Dawud].
Rambut di kepala juga boleh dicukur dengan syarat memotong semua bagian-bagiannya. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang bayi yang dicukur sebagian rambutnya dan membiarkan sebagiannya memanjang. Beliau melarangnya dan bersabda:
احْلِقُوْا كُلَّهُ أَوْ اتْرُكُوْا كُلَّهُ رواه أبو داود
"Cukurlah semuanya atau biarkan semuanya". [HR Abu Dawud dengan sanad shahih sesuai dengan syarat Muslim].
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ عَنِ الْقَزَعِ رواه البخاري و مسلم
"Rasulullah melarang dari Qaza". [Bukhari No. 5576 dan Muslim No. 2120]
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan beberapa bentuk qaza’ yang dilarang,
yaitu; mencukur rambutnya di sana sini dari kepalanya, mencukur di
tengahnya dan membiarkan di sampingnya, mencukur di bagian samping dan
membiarkan di bagian tengahnya, mencukur di bagian depan dan membiarkan
di bagian belakang.[ Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar Ibnul Qayyim Al
Jauziyah, Tuhfatul Maudud Bi Ahkam Al Maulud, Beirut, Daar Al Jiil,
1988, hlm. 119]
Ibnu Abdil Baar menyebutkan ijma’ (kesepakatan)
para ulama yang membolehkan untuk mencukur rambut di kepala [ Abu
Muhammad Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Al Mughni, Mesir,
Idaratul Manar, 1367, Juz 1, hlm. 95. ]. Adapun mencukur gundul kepala
selain untuk ibadah haji atau umrah dan kebutuhan lain yang mendesak,
maka dimakruhkan karena bertentangan dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyuruh memuliakan (menjaga) rambut.
Mencukur Rambut Anak Ketika Aqiqah
Ibnu Abdil Barr berkata,”Adapun mencukur rambut bayi ketika aqiqah,
maka para ulama menganjurkannya.” Ibnu Abdil Barr berdalil dengan sabda
Nabi: “Dicukur rambutnya dan diberi nama.”
Ibnul Qayyim, dalam
mengomentari hadits-hadits tentang aqiqah menyebutkan: Sekalipun
sebagiannya lemah, namun semuanya menunjukkan adanya perintah yang asli,
yaitu mencukur rambut, bersedekah seberat rambutnya dengan perak,
dengan tidak menerima tambahan-tambahan yang ada pada setiap hadits.[
Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul Maudud, hlm. 117 ]
Bagaimana Hukumnya Wanita Mencukur Rambutnya?
Secara umum, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita mencukur rambutnya. Diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَحْلِقَ الْمَرْأَةُ رَأْسَهَا رواه و النسائ والترمذي
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita untuk mencukur rambutnya". [HR Nasa’i dan Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syu’aib Al Arna’uth, Riyadhushshalihin, hlm. 486].
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:
لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيرُ رواه أبو داود
"Tidak ada (boleh) bagi wanita mencukur (rambutnya), ia hanya boleh memotongnya (memendekkannya)". [HR Abu Dawud, no. 1.948, marfu’].
Fatwa Ulama Tentang Perempuan Mencukur Rambutnya
Syaikh Muhammab bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
berkata: “Memendekkan rambut wanita itu dilarang oleh para ulama,
kecuali ketika berhaji atau berumrah. Sebagian ulama bahkan ada yang
mengharamkannya, sebagian yang lain membolehkannya dengan syarat tidak
menyerupai wanita-wanita kafir, atau menyerupai kaum lelaki. Karena
wanita menyerupai lelaki itu haram, bahkan termasuk dosa besar. Demikian
juga hukum menyerupai wanita-wanita kafir.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah
berkata: “Sepengetahuan kami, memangkas rambut wanita tidak dilarang.
Yang dilarang ialah menggundul rambut kepala. Seorang wanita tidak
diperbolehkan menggundul kepalanya. Tetapi, kalau sekedar memangkasnya
karena terlalu panjang atau terlalu lebat, menurut kami, tidaklah
mengapa. Tetapi harus dilakukan dengan cara yang baik yang disenangi
oleh dirinya dan oleh suaminya. Dan pemangkasan itu, tidak menyerupai
wanita kafir. Adapun menggundul kepala wanita, tidak diperbolehkan
kecuali karena sakit atau berpenyakit.” [ Lihat Fataawa Islamiyah,
Beirut, Daar Al Qalam, 1408, Juz 3, hlm. 206 ]
Al Atsram
berkata: “Saya pernah mendengar Abu Abdullah (Imam Ahmad) ditanya
tentang wanita yang kepayahan dengan rambutnya dan tidak bisa
mengurusnya, seperti tidak bisa mengkramasinya dan banyak kutunya.
Bolehkah dia mencukurnya? Imam Ahmad menjawab: Apabila karena darurat,
maka saya berharap itu tidak mengapa (boleh).” [ Ibnu Qudamah, Al
Mughni, Juz 1, hlm. 90 ]
Berdasarkan penjelasan para ulama di
atas, menunjukkan secara jelas bahwa memangkas rambut wanita itu
boleh-boleh saja, tetapi dengan beberapa syarat.
- Tidak memangkasnya sampai batas menyerupai kaum lelaki.
- Tidak boleh meniru wanita-wanita kafir atau pelacur.
- Bila sudah menikah, harus dengan ijin suami.
2. Rambut (Bulu) Kumis Atau Jenggot Bagi Wanita.
Bila seorang wanita tumbuh rambut di atas bibirnya (kumis) atau di
bawah bibirnya atau di dagunya (jenggot), maka ia boleh untuk
menghilangkannya.[ Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al
Muhazzab, Kairo, Al ‘Ashimah, Tanpa tahun, Juz 1, hlm. 349-422 ]
3. Rambut Di Tangan, Di Hidung, Di Kaki, Di Betis Dan Di Dada.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri berkata,”Seorang
laki-laki boleh menghilangkan bulu di badannya, seperti bulu di
punggungnya, dadanya, betisnya dan pahanya bila tidak memudharatkan
dirinya dan tidak bermaksud untuk tasyabbuh (menyerupai) wanita.” [
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri, Mukhtashar Al Fiqh Al
Islami, Amman, Baitul Afkar Ad Dauliah, 1423, hlm. 823 ]
Namun
sebaiknya rambut atau bulu di tempat-tempat tersebut dibiarkan saja
karena Allah tidak menjadikannya sia-sia, tetapi memiliki hikmah dan
manfaat yang terkadang kita tidak mengetahuinya.
RAMBUT ATAU BULU YANG WAJIB DIBIARKAN DAN TIDAK BOLEH DIHILANGKAN
1. Jenggot Bagi Laki-Laki
Banyak hadist shahih yang mengharamkan seorang laki-laki mencukur
jenggotnya. Beberapa lafadz yang digunakan Rasulullah dalam
memerintahkan agar laki-laki membiarkan jenggotnya, seperti وَأَعْفُوا
اللِّحَى perbanyaklah/ perteballah jenggot), وَفِّرُوا اللُّحَى
(perbanyaklah jenggot),
أَرْحُوْا اللُّحَ (biarkanlah jenggot
memanjang) ,أَوْفُوْا اللُّحَى (sempurnakan/ biarkan jenggot tumbuh
lebat). Semua lafadz tersebut bermakna perintah untuk membiarkan jenggot
tumbuh dan lebat dan tidak boleh mencukurnya.[ Ibnu Hajar Al Asqalani,
Fathul Baari, Juz 12, hlm. 543]
Berikut ini lafadz-lafadz hadits di dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim yang memerintahkan untuk membiarkan jenggot.
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
"Tipiskanlah kumis dan perbanyaklah (perteballah) jenggot". [HR Bukhari].
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَالِفُوا
الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ
أَخَذَهُ
"Berbedalah dengan orang-orang
musyrik dan perbanyaklah jenggot.” Abdullah bin Umar, apabila melakukan
haji atau umrah, beliau menggenggam jenggotnya, apa yang lebih (dari
genggaman)nya, beliau memotongnya" [HR Bukhari].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
"Potonglah kumis dan biarkan jenggot memanjang. Berbedalah dengan orang Majusi". [HR Muslim].
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
"Berbedalah dengan orang-orang musyrikin. Tipiskan kumis dan biarkan jenggot tumbuh sempurna (panjang)". [HR Muslim].
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata,”Dengan demikian, berdasarkan
beberapa hadits di atas, maka mencukur jenggot dan memotongnya adalah
termasuk perbuatan dosa dan maksiat yang dapat mengurangi iman dan
memperlemahnya, serta dikhawatirkan ditimpakan kemurkaan dan adzab
Allah."
Beliau menekankan: “Di dalam hadits-hadits tersebut di
atas, terdapat petunjuk bahwa memanjangkan kumis dan mencukur jenggot
serta memotongnya, termasuk perbuatan menyerupai orang-orang Majusi dan
orang-orang musyrik. Padahal sudah diketahui, sikap meniru mereka
merupakan perbuatan munkar yang tidak boleh dilakukan. Nabi bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari golongan mereka". [HR Abu Dawud].[Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatwa-Fatwa Terkini : (1/172), Darul Haq Jakarta Th.1999]
2. Rambut Alis Atau Mata.
Mencukur rambut alis atau mata termasuk perbuatan haram. Pelakunya
dilaknat oleh Allah, terlebih lagi bagi wanita. Dari Abdullah,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ
"Allah melaknat wanita yang membuat tato dan yang minta dibuatkan (tato), yang mencukur alis dan yang meminta dicukurkan". [HR Muslim].
Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum
menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami
atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya.
Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah
menciptakannya dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Dan telah datang
ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa
perbuatan tersebut adalah haram.[Syaikh Abdullah bin Jibrin, Fatawa
Islamiyah : (3/200). Dar Al Qalam Beirut, 1408 H]
Adapun bila
bulu alisnya terlalu panjang melebihi keadaan normal, atau ada beberapa
helai yang tidak rata sehingga sangat mengganggu bagi diri wanita, maka
memotongnya atau meratakannya dibolehkan oleh sebagian ulama, seperti
Imam Ahmad dan Hasan Al Bashri. [ Imam An Nawawi, Al Majmu’ : (1:349)]
Sedangkan menghilangkan bulu di wajah (pipi), maka bila dilakukan
dengan namsh yaitu menggunakan minqasy (alat pencungkil) hingga ke
akar-akarnya, maka tidak boleh. Tetapi bila melakukannya dengan al huf,
yaitu menghilangkan dengan silet atau pisau cukur, maka Imam Ahmad
berkata: “Tidak mengapa bagi wanita, dan saya tidak menyukainya
(dilakukan) laki-laki”. [Ibnu Qudamah, Al Mugni, (1/91)]
Imam Al ‘Aini lebih mengkhususkan bagi wanita yang sudah menikah, untuk mempercantik diri kepada suaminya, beliau berkata:
وَلاَ تُمْنَعُ الأَدْوِيَةُ الَّتِي تُزِيْلُ الْكَلْفَ وَتُحْسِنَ الْوَجْهَ لِلزَّوْجِ وَكَذَا أَخْذُ الشَّعْرِ مِنْهُ
"Maka tidak dilarang menggunakan obat
yang bisa menghilangkan bulu dan mempercantik wajah untuk suami, begitu
juga (tidak dilarang) mengambil rambut darinya (wajah)". [
Badruddin Abi Muhammad Mahmud bin Ahmad Al ‘Aini, Umdatul Qari Syarah
Shahih Al Bukhari, (2/193), Ihya’ At Turats Al ‘Arabi Beirut, Tanpa
tahun]
Wanita Memakai Konde
Diharamkan bagi wanita
memakai konde, dengan menyambung rambutnya dengan rambut orang lain
atau rambut palsu. Pelakunya mendapatkan laknat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
"Allah melaknat wanita yang
menyambung rambutnya dan yang minta disambung (dengan rambut lain), yang
membuat tato dan yang minta dibuatkan tato". [HR Muslim].
Sebagian ulama membolehkan wanita menyambung rambutnya dengan selain
rambut manusia. Misalnya, dengan rambut binatang, benang atau dari
serat.
Imam Al Laits bin Sa’id berkata: “Sesungguhnya larangan
menyambung rambut itu khusus menyambung dengan rambut. Tidak mengapa
seorang wanita menyambung rambutnya dengan wol atau kain”.[ Ibnu Hajar
Al Asqalani, Fathul Baari (10/375), Imam An Nawawi, Syarah Shahih
Muslim, (14/104)]
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, beliau berkata:
لاَبَأْسَ بِالْقَرَامِلِ
"Tidak mengapa (menyambung rambut) dengan qaramil (sejenis tumbuhan yang batangnya sangat lunak)".
Fairuz Abadi berkata,"Sa’id bin Jubair berpendapat, yang dilarang ialah
menggunakan rambut manusia. Adapun bila menyambungnya dengan sobekan
kain, atau benang sutera dan lainnya, maka tidak dilarang.” Al
Khaththabi berkata,”Para ulama memberikan keringanan menggunakan
qaramil, karena orang yang melihatnya tidak ragu, bahwa yang demikian
itu palsu (bukan rambutnya yang asli)." [ Fairuz Abadi, ‘Aunul Ma’buud,
(11/228-229)]
Ibnu Qudamah berkata,”Yang diharamkan ialah
menyambung rambut dengan rambut, karena terdapat tadlis (unsur penipuan)
dan menggunakan sesuatu yang masih diperdebatkan kenajisannya. Adapun
selain itu, maka tidak diharamkan, karena tidak mengandung makna ini
(tadlis dan najis), juga adanya maslahah untuk mempercantik diri kepada
suami dengan tidak mendatangkan madharat (bahaya)."[ Ibnu Qudamah, Al
Mughni, (1/94)]
Namun berdasarkan keumuman larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebaiknya seorang wanita tidak melakukan wishal (menyambung rambut). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَصِلَ الْمَرْأَةُ بِرَأْسِهَا شَيْئًا
"Rasulullah melarang wanita menyambung rambutnya dengan sesuatu". [HR Muslim].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ
لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا
لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
"Dua golongan dari ahli neraka yang
tidak pernah aku lihat: seorang yang membawa cemeti seperti ekor sapi
yang dia memukul orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tetapi
telanjang, berlenggok-lenggok, kepalanya bagaikan punuk onta yang
bergoyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan
baunya, sekalipun ia bisa didapatkan sejak perjalanan sekian dan sekian". [HR Muslim].
Imam An Nawawi menukil perkataan Imam Al Qurthubi yang berbunyi:
"Rambut mereka diumpamakan seperti punuk onta, karena mereka mengangkat
sanggul rambutnya ke bagian tengah kepalanya untuk menghias dirinya dan
ia berpura-pura melakukan itu agar dianggap memiliki rambut yang lebat
(panjang)".[Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari (10/375)]
Seorang wanita tidak perlu merasa malu dengan rambutnya yang sedikit
karena itu bagian dari karunia Allah. Ditambah lagi, itu juga tidak ada
yang melihat, karena ia tutup dengan jilbab (hijab)nya. Adapun mengikat
rambut dengan selain rambut, maka itu diperbolehkan.
Al Qadhi
‘Iyadh Al Maliki berkata, "Adapun mengikat rambut dengan sutera yang
diberi warna dan lainnya yang tidak menyerupai rambut, maka tidaklah
dilarang. Karena ia tidak termasuk wishal (menyambung) dan tidak
bertujuan untuk itu. Itu hanya sekedar sebagai penghias." [ Imam An
Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (14/104-105) ] Dan inilah yang dimaksud
dengan menyambung rambut yang dibolehkan oleh para ulama di atas. Wallahu a’lam.
Hukum Menyemir Rambut
Menyemir rambut dibolehkan baik laki-laki maupun perempuan dengan
syarat tidak menggunakan warna hitam. Demikian ini berdasarkan hadits
riwayat dari Jabir bin Abdullah, beliau berkata: Abu Quhafah, ayahnya
Abu Bakar datang saat penaklukan kota Makkah. Rambut dan jenggot beliau
telah memutih. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
"Rubahlah ini dengan sesuatu dan jauhilah warna hitam". [HR Muslim].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
"Sesungguhnya Yahudi dan Nashrani tidak menyemir (rambutnya), maka berbedalah dengan mereka". [HR Muslim].
Anas berkata,"Saya melihat rambut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mahdhuban (disemir)."
Abu Hurairah pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyemir rambutnya? Beliau menjawab,"Ya." [Muhammad bin Isa At
Tirmidzi, Syama’il Al Muhammadiyah hlm. 26-27 Daar Ibn Hazm Beirut, 1418
H.]
Imam An Nawawi berkata,"Madzhab kami ialah dianjurkan untuk
menyemir uban bagi laki-laki dan wanita dengan warna kuning atau merah,
dan tidak menyemirnya dengan warna hitam berdasarkan hadits di atas." [
Imam An Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (14/80)]
Al Hafizh Ibnu
Hajar berkata,”Sebagian ulama ada yang memberikan keringanan (menyemir
dengan hitam) ketika berjihad. Sebagian lagi memberikan keringanan
secara mutlak. Yang lebih utama adalah hukumnya makruh. Bahkan Imam
Nawawi menganggapnya makruh yang lebih dekat dengan haram. Sebagian
ulama salaf memberikan keringanan (menyemir dengan hitam), Misalnya,
seperti Sa’d bin Abi Waqqash, Uqbah bin Amir, Al Hasan, Al Husain,
Jarir, dan lainnya. Inilah yang dipilih Ibnu Abi Ashim. Mereka
membolehkan untuk wanita dan tidak untuk pria, inilah yang dipilih oleh
Al Hulaimi. Ibnu Abi Ashim memahami dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam : ‘Jauhi warna hitam,’ karena menyemir dengan warna hitam
merupakan tradisi mereka." [ Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari,
(10/354-355)]
Imam Ibnul Qayyim berkata,”Larangan menyemir
rambut dengan warna hitam, bila dengan warna hitam pekat. Apabila tidak
hitam pekat seperti mencampur antara katam (semir warna hitam) dengan
hina (warna merah), maka tidak mengapa, karena akan membuat rambut
menjadi merah kehitam-hitaman."
Terkadang menyemir dengan warna
hitam dilarang bila ada unsur tadlis (penipuan), seperti wanita yang
sudah tua menyemir rambutnya agar menarik orang yang meminangnya dan
ingin menikahi dirinya, atau pria yang sudah tua agar tidak kelihatan
ubanan sehingga memikat wanita yang ingin dinikahinya. Semiran semacam
ini termasuk penipuan dan kebohongan yang dilarang. Apabila tidak ada
unsur penipuan dan kedustaan, maka tidak mengapa. Telah ada riwayat
shahih yang menjelaskan bahwa Al Hasan dan Al Husain menyemir rambutnya
dengan warna hitam.[Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri,
Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami’ Tirmidzi, Kairo, Al Madani, Tanpa tahun,
Juz 5, hlm. 442.]
Membaca penjelasan para ulama di atas, maka
menyemir dengan warna hitam dibolehkan dengan syarat, yaitu tidak murni
hitam tapi dicampur dengan warna lain, seperti merah atau kuning. Juga
tidak boleh terdapat unsur penipuan dan pembohongan, agar dianggap lebih
muda dan lainnya. Hukum ini berlaku bagi pria dan wanita, terutama yang
sudah menikah.
Imam Ishaq berkata,"Wanita dibolehkan menyemir
dengan warna hitam untuk mempercantik dirinya untuk suaminya." [ Ibnu
Qudamah, Al Mughni, Juz 1, hlm. 92 ]
Imam Ahmad meriwayatkan
dari ‘Aisyah, beliau berkata: Isteri Utsman bin Mazh’un, dulunya
menyemir (rambutnya) dan memakai wewangian kemudian meninggalkannya. Ia
masuk menemui Aisyah dan ditanya,”Apakah Anda bersama suami atau tidak?”
Ia berkata,”Bersama suami, tapi Utsman tidak menyukai dunia dan
wanita.” Aisyah berkata,”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemuiku, kemudian aku ceritakan semuanya.” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
menemui Utsman dan bersabda,”WahaiUtsman, apakah Anda beriman
sebagaimana kami beriman?” Utsman menjawab,”Ya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Kenapa Anda tidak menjadikan kami sebagai teladan?!"
Asy Syaukani dalam menjelaskan hadits ini berkata: ”Pengingkaran Aisyah
terhadap isteri Utsman yang meninggalkan semir dan parfum menunjukkan,
bahwa wanita yang memiliki suami lebih baik baginya untuk berhias untuk
suaminya dengan menyemir rambutnya dan memakai wewangian.[ Asy Syaukani,
Nailul Authar, Juz 6, hlm. 193-194]
Demikianlah, Allah
menumbuhkan rambut (bulu) di badan manusia. Di antara rambut (bulu)
tersebut ada yang diperintahkan untuk tetap dibiarkan dan dipelihara,
namun ada juga yang diperintahkan untuk dihilangkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memberikan tuntunan dalam menjaga atau menghilangkan rambut bulunya.
Seorang mukmin dituntut untuk bisa mengikuti tuntunan tersebut, baik
dalam membiarkan rambut (bulu)nya, atau ketika mencukur atau
menghilangkannya. Karena ia ittiba’ (mengikuti) tuntunan Rasulullah,
maka tindakannya tersebut bisa bernilai ibadah yang mendapatkan
kecintaan dan ampunan Allah.
Oleh
Ustadz Nurul Mukhlisin Asyrafuddin
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01-02/Tahun IX/1426/2005M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Sumber: http://almanhaj.or.id pada Kategori Risalah : Pakaian, Hiasan
PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH RAMBU
CARA MENGATUR RAMBUT
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : Bagaimana cara mengatur rambut bagi lelaki dan perempuan, adakah suatu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan tentang cara-cara khusus untuk mengatur atau larangan terhadap tata cara tertentu?
Jawaban
Untuk para wanita, hadits riwayat Al-Bukhari menyebutkan dalam bab
“Mengepang rambut wanita menjadi tiga kepang” disebutkan riwayat dengan
sanadnya dari Ummu Athiyah Radhiyallahu anha bahwasanya ia berkata :”Kami mengepang rambut anak perempuan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tiga ikatan”. Waqi berkata, bahwa Sofyan berkata : “Pada ubun-ubunnya dan dua ikatan di samping kiri dan kanan kepala”.
Pekerjaan mengepang rambut diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam Sunan-nya dengan sanad dari Ummu Athiyah, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, mandikanlah ia dengan guyuran ganjil dan kepanglah rambutnya beberapa ikatan”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya dari Ummu Athiyah Radhiyallahu anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandikanlah degan tiga, lima atau tujuh guyuran dan kepanglah rambutnya tiga kepang”.
Dalam kitab Mushannaf Abdur Razzak dengan sanadnya dari Hafshah, ia
berkata, “Kami mengepang dengan tiga kepangan, satu ikat pada ubun-ubun
dan dua ikat di samping kiri dan kanan kepala, dan kepangan itu kami
sampirkan ke belakang”. Ibnu Daqiq Al-Ied berkata, ‘Ini menunjukkan
tatacara menata rambut dan mengepangnya”. Adapun yang diperbuat oleh
sebagian wanita muslimah pada zaman ini yang mengikat rambut pada
samping kepala atau mengikat ke atas kepala sebagaimana dilakukan oleh
wanita Perancis, maka perbuatan ini tidak diperbolehkan, karena
menyerupai adat orang-orang kafir. Imam Ahmad dan Abu Daud telah
meriwayatkan dengan sanadnya masing-masing dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
من تشبه بقوم فهو منهم
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah sebagian dari mereka
[Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hafidz Al-Iraqi. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sanadnya bagus”, Ibnu Hajar Al-Asqalani
berkata tentang sanad hadits ini. “Sanadnya Hasan]
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang panjang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
‘Dua
golongan termasuk ahli Neraka saya belum pernah melihatnya, suatu kaum
yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk mencambuki
manusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, sesat dan
menyesatkan, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak
akan masuk Surga juga tidak akan mencium baunya, sesungguhnya bau Surga
itu tercium dari jarak sekian dan sekian” [HR Muslim]
Sebagian ulama menafsirkan ما ئلات مميلات bahwasanya mereka menyisir
rambut seperti sisiran para pelacur dan menyisir orang lain dengan
sisiran yang sama.
Rambut wanita tidak boleh digundul, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa-i dalam sunan-nya dari Ali Radhiyallahu anhu, dan diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam Musnad-nya dari Utsman Radhiyallahu ‘anhu, diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah Radhiyallahu ‘anhu, mereka berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita menggundul rambutnya”.
Larangan yang datangnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berarti perbuatan itu hukumnya haram selama tidak ada dalil yang
menyelisihinya. Disebutkan dalam Syarah Misykat, “Dilarang menggundul
rambut wanita, karena rambut bagi wanita bagaikan jenggot bagi pria
dalam keindahan dan ciri khas.
Adapun memotong ujung rambut,
disebutkan dalam Shahih Muslim dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia
berkata, “Saya menemui Aisyah Radhiyallahu anha bersama saudara
sesusuannya. Ia bertanya kepada Aisyah tentang cara Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mandi janabat. Kemudian ia mengambil tempat air
sebanyak satu sha’ dan mulai bersuci. Di antara kami dan dia ada
penutup.
Ia menyiram kepalanya tiga kali. Abu Salamah berkata : Para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotong sebagian dari rambut-rambut mereka. An-Nawawi berkata : “Berkata Al-Qadhi Iyadh rahimahullah, telah diketahui bahwasanya para wanita Arab sering membuat gulungan-gulungan dan jambul-jambul. Kemugkinan para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ini setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
karena mereka tidak perlu lagi berhias dan tidak butuh lagi
memanjangkan rambut serta untuk meringankan dalam merawat rambut mereka.
Inilah yag dituturkan oleh Al-Qadhi Iyadh juga pendapat yang lainnya, bahwasanya mereka melakukan setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan di masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal inilah yang diyakini dan diragukan bahwa para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya memangkas (memendekkan) rambut bagi wanita.
An-Nawawi berkata : “Berkata Al-Qadhi Iyadh : Zahir hadits ini,
bahwasanya keduanya (Abu Salamah dan saudara sesusuan Aisyah) melihat
tindakan Aisyah terhadap rambutnya dan bagian-bagian atas tubuhnya
termasuk bagian-bagian atas tubuhnya yang termasuk bagian-bagian yang
halal dilihat oleh mahramnya dari tubuhnya.
Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Maratil Muslimah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 3, Penyusun Amin bin Yahya
Al-Wazan, Penerjemah Ahmad Amin Syihab Lc, Penerbit Darul Haq]
HUKUM MENCABUT UBAN
Pertanyaan.
Apa hukumnya mencabut uban dan hukum mengubah warnanya (menyemirnya)? Apa pula dalilnya ?
Jawaban.
Mencabut uban hukumnya makruh (dibenci). Demikian pula mengubah warnanya (menyemir) dengan warna hitam hukumnya makruh.
Adapun dalil larangan mencabut uban adalah sebuah hadits dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Janganlah
kalian mencabut uban karena uban itu cahaya seorang muslim. Tidaklah
seorang muslim tumbuh ubannya karena (memikirkan) Islam malainkan Allah
tulis untuknya (dengan sebab uban tersebut) satu kebaikan, mengangkatnya
(dengan sebab uban tersebut) satu derajat, dan menghapus darinya
(dengan sebab uban tersebut) satu kesalahan” [Ahmad II/179, 210 –dan ini lafalnya, Abu Dawud No. 4202]
Begitu pula hadits dari Ka’ab bin Murrah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang tumbuh ubannya karena (memikirkan) Islan, maka pada hari kiamat nanti dia akan mendapatkan cahaya”[Tirmidzi No. 1634 –dan ini lafalnya-, dan Nasa’i 3144 dengan tambahan lafal ‘fii sabilillah’]
Adapun dalil kemakruhan mengubah warna uban dengan warna hitam adalah berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Pada hari ditaklukannya kota Mekkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu) dibawa menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang rambut kepalanya putih seperti kapas, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Bawalah dia ke salah seorang isterinya agar mengubah warna rambutnya dengan sesuatu (bahan pewarna) dan jauhilah warna hitam”[Hadits
Riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi] [ Lihat shahih Muslim No.
2102, Sunan Abu Dawud No. 4206, Sunan An-Nasa’i No. 5076 dan 5242,
Sunan Ibnu Majah 3642 dan Musnad Ahmad III/316]
Abu Dawud No. 4212 dan Nasa’i No. 5075 telah meriwayatkan sebuah hadits dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Pada
akhir zaman nanti akan ada suatu kaum yang menyemir dengan warna hitam
seperti arang. Mereka ini tidak akan mencium bau harumnya surga”.
Adapun mengubah (menyemir) rambbut dengan inai dan katam [ Sejenis
tumbuhan yang menghasilkan waran kemerah-merahan atau kekuning-kuningan,
semacam pacar] maka hukumnya sunnah, dan tidak (memyemir) dengan
tumbuhan waros dan za’faron [Sejenis tumbuhan yang menghasilkan waran
kemerahan atau kekuningan]. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya sebaik-baik bahan untuk mengubah (menyemir) uban ini adalah inai dan katam” [Ahmad V/147, 150, 154, 156, 169. Tirmidzi No. 1752. Abu Dawud No. 4205, Nasa’i No. 5062. Ibnu Majah No. 3622]
Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Pernah ada seorang laki-laki melewati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang rambut ubannya disemir dengan inai, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Betapa bagusnya ini”.
Ibnu Abbas berkata, kemudian laki-laki lain lewat sedang rambut ubannya disemir dengan inai dan katam, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Ini lebih baik dari yang tadi”.
Kemudian laki-laki lain lewat sedang rambut ubannya disemir dengan warna kuning, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Ini adalah yang terbaik dari semuanya” [Abu Dawud No. 4211, diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah No. 3627]
[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi
Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa
06/I/rabi’ul Awwal 1424H -2003M oleh novieffendi.com]
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/fiqh/789-hukum-seputar-rambut