Al Qaradhawi: Kapan Ibadah Haji Menjadi Haram?
dakwatuna.com - Kembali cendekiwan muslim dunia, Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi menegaskan bahwa ada sejumlah syarat dan koridor secara syariat yang membatasi pelaksanaan ibadah haji bagi yang sudah melaksanakan sebelumnya, baik haji yang ke dua atau seterusnya.
Di antarannya adalah, bahwa Allah swt. tidak menerima ibadah sunnah –haji kedua dan seterusnya tergolong ibadah sunnah, yang wajib sekali seumur hidup-, jika mengarah pada perbuatan haram. Karena ada kaidah “menghindarr dari terjerumus pada yang haram di dahulukan dari pada meraih pahala sunnah.” Seperti misalnya, jika pengulanngan berangkat haji sunnah justeru menyakiti banyak orang, menyebabkan padat dan sesak sehingga menambah beban berat, tersebarnya suatu penyakit, banyak orang jatuh kurban, berdesak-desakan, tidak bisa maju dan mundur, terinjak-injak kaki dan kondisi bahaya lainnya. Padahal yang wajib adalah meminimalisir kesemrawutan, dan bahaya.
Dr. Al Qaradhawi menjelaskan, bahwa Allah swt. tidak menerima ibadah nafilah –tambahan atau sunnat- sehingga yang wajib ditunaikan dengan baik. Kami melihat bahwa setiap orang yang melaksanakann haji atau umrah sunnah –bukan wajib-, namun ia ternyata pelit mengeluarkan zakat yang wajib, baik zakat secara keseluruhan atau sebagiannya, maka haji dan umrahnya tertolak. Lebih baik baginya untuk menyalurkan biaya haji dan umrah untuk mensucikan dirinya terlebih dahulu dengan menunaikan zakat.
Contoh lain adalah pedagang yang menjalankan transaksinya dengan sistem angsuran atau tempo, namun ia tidak atau belum membayarnya sesuai waktunya. Atau ia menerima suatu hutang dan belum ia bayar sesuai batas waktunya, dalam kondisi demikian tidak diperkenankan baginya menunanikan ibadah haji dan umrah sunnah, sebelum melunasi hutangnya. Beliu mengisyaratkan baginya agar orang yang demikian -ia sudah menunaikan haji, boleh jadi beberapa kali-, hendaknya ia tidak diperkenankan melaksanakan haji lagi, untuk memberi peluang kepada selainnya yang belum menunaikan ibadah haji wajib.
Beliau menjelaskan bahwa mengantisipasi kerusakan didahulukan dari pada mendapatkan kemanfaatan, lebih lagi jika kerusakan itu berdampak pada khalayak umum.
Beliau juga menegaskan bahwa pintu-pintu ibadah sunnah sangatlah banyak dan luas. Allah swt. tidak mempersulit terhadap hambanya-Nya dalam hal ini. Seorang mukmin yang cerdas adalah yang mampu memilih amal ibadah yang sesuai dengan kondisinya, lebih tepat dalam waktunya, dan lingkungannya. Jika melaksanakan haji dan umrah sunnah membawa dampak keburukan, bahaya bagi sebagian umat muslim, maka Allah swt. membuka seluas-luasnya kesempatan yang bisa dilaksanakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, tanpa harus menyakiti dan membahayakan orang lain.
Contohnya, bersedekah bagi yang membutuhkan dan yang papa, terutama bagi kerabat
dan yang punya tali persaudaraan, sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah hadits.
الصدقة على المسكين صدقة، وعلى ذي الرحم ثنتان: صدقة وصلة (رواه أحمد والترمذي والنسائي وابن ماجة والحاكم عن سلمان بن عامر الصيفي بإسناد صحيح)
“Sedekah bagi orang yang miskin bernilai satu sedekah, sedakah terhadap orang yang masih ada hubungan saudara bernilai dua: sedekah dan shilah –pererat hubungan-.” Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim.
Boleh jadi memberi sedekah kepada mereka menjadi sebuah kewajiban, jika mereka dalam kondisi kesulitan. Begitu juga terhadap tetangga yang fakir, karena mereka memiliki hak bertetangga setelah hak Islam, dan bisa jadi bantuan bagi mereka berubah menjadi kewajiban. Rasulullah saw. bersabda:
” ليس بمؤمن من بات شبعان وجاره إلى جنبه جائع”. (رواه الطبراني وأبو يعلي عن ابن عباس ورواه الحاكم عن عائشة والطبراني والبزار عن أنس مع اختلاف في اللفظ).
“Bukanlah termasuk orang yang beriman, orang yang tertidur dalam keadaan kenyang, sedangkann tetangganya kelaparan.” At Thabrani.
Ia juga menambahkan bahwa membantu lembaga-lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, yayasan sosial Islam yang tidak bisa menjalankan kegiatannya dan terancam bubar karena tidak ada dana dan donatur. Padahal lembaga-lembaga misionaris memiliki berjuta dollar yang digunakan untuk misinya, menebar keraguan terhadap Islam, memecah belah persatuan Islam, gerakan pemurtadan.
Beliau menjelaskan bahwa minimnya kegiatan-kegiatan Islam bukan karena sedikitnya harta umat muslim. Di sebagian negara Islam hari ini, ada yanng terhitung paling kaya di dunia. Dan bukannya minimnya orang yang baik dan dermawan. Umat muslim masih sangat banyak yang dermawan, namun masih banyak bantuan, donatur yang didistribusikan bukan pada tempatnya. Seandainya ratusann ribu orang yang berangkat haji dan umrah sunnah, biaya mereka digunakan untuk sebuah proyek Islam, dengan pengelolaan yang bagus, maka proyek dan kegiatan ini akan sangat bermanfaat bagi umat muslim, seperti rumah sakit gratis, sekolah gratis dan lain-lain.
Beliau juga menghimbau bagi para aktivis dakwah Islam untuk profesional dalam mengelola dana-dana umat, agar digunakan untuk mengantisipasi gerakan misionaris, sekular dan komunis dan yang lainnya dari pergerakan misionaris di Barat dan Timur.
Dr. Al Qaradhawi menasehati bagi setiap muslim yang taat beragama, yang bersemangat menjalankan haji dan umrah, hendaknya mencukupkan diri dengan ibadah yang sudah dilaksanakan. Jika mengharuskan menjalankannya lagi, hendaknya setiap lima tahun sekali. Dengan demikian, ia mendapatkan dua manfaat besar yang berpahala: pertama pahala mendistribusikan harta yang hendak digunakan berangkat haji bagi kegiatan dakwah dan sosial. Kedua pahala memberi kesempatan bagi orang lain yang belum berangkat haji untuk menjalankan proses ibadah haji dengan nyaman dan aman.
Inilah langkah cerdas seorang muslim dalam beragama, ia mendekat kepada Tuhannya sesuai dengan amal prioritas dan kondisional. Karena itu baginya pelipatan pahala. “Dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan.”
Allahu a’lam
www.dakwatuna.com
Al Qaradhawi: Berhaji Kurang dari 24 Jam?
dakwatuna.com - Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi menyatakan bahwa seorang muslim bisa menunaikan manasik haji urgen yang tidak boleh digantikan oleh orang lain atau digantikan oleh membayar denda.
Ia bisa menunaikannya sendiri kurang dari 24 jam.
Ia mengungkapkan, seseorang bisa melaksanakan demikian jika ia menunaikan haji pada tanggal 9 Dzulhijjah pagi hari atau waktu dhuha (Hari Arafah), kemudian ia niat haji mufrah atau ifrad atau qiran. Ia mengucapkan: “Labbaikallah Hajjan” jika niat haji ifrad. Atau mengucapkan: “Labbaikallah Hajjan wa ‘Umratan” jika ia niat qiran.
Kemudiann ia menggabungkan antara dua jenis ibadah atau nusuk, yaitu haji dan umrah, namun ia wajib membayar hadyu, yaitu satu ekor domba yang disembelih pada hari itu atau hari Arafah. Pada kesempatan itu tempat thawaf dan tempat sa’i lebih longgar, ia bisa melaksanakan thawaf dan sa’i dengan lebih mudah.
Kemudian ia berangkat ke Arafah, ketika sudah sampai, ia shalat Zhuhur dan Ashar jama’ taqdim jika sampai sebelum ashar, atau jama’ ta’khir jika sampai setelah Ashar. Ia menetap di Arafah untuk memperbanyak dzikir, tasbih, tahmid, takbir, talbiyah, tilawah, do’a yang ia bisa dari do’a-do’a ma’tsurat sampai masuk waktu Maghrib.
Kemudian bersama rombongan haji lainnya menuju Muzdalifah. Sesampainya di sana ia shalat Maghrib dan Isya’ jama’ ta’khir. Selanjutnya menyantap makan malam.
Setelah itu ia boleh langsung meninggalkan Mudzdalifah –menurut madzhab Malik-, namun lebih afdhol ia tetap menetap di sana sampai tengah malam, kemudian meninggalkankan Muzdalifah –sesuai madzhab Hambali- bersama kelompok orang tua, wanita dan anak-anak, menuju Mina untuk melempar Jumrah Aqabah, selanjutnya ia mencukur atau memotong rambut.
Selanjutnya menuju Makkah untuk melaksanakan Thawaf Ifadhah yang merupakan rukun haji. Ia telah menyelesaikan semua rukun-rukun haji dan kewajiban-kewajiban dasar.
Dr. Al Qaradhawi menambahkan dalam situs resminya, setelah itu ia bisa pulang ke tanah airnya.
Adapun kegiatan ibadah haji yang lain bisa digantikan oleh orang lain, dengan membayar dam, yaitu menyembelih domba untuk setiap ibadah, atau sepertujuh sapi disembelih diwakili orang lain.
Juga diwakili orang lain dalam hal lempar jumrah ketiga, pada hari kedua dan hari ketiga, kemudian merayakan Idul Adha.
Ia wajib membayar hadyu jika ia berniat haji qiran –haji sekaligus umrah-, ia membayar hadyu untuk menggantikan bermalam di Mina. Ia juga membayar hadyu untuk menggantikan melempar jumrah. Atau memungkinkan menyembelih sapi untuk menggantikan kegiatan itu semua. Adapun jika ia membayar atau menyembelih lebih dari itu, maka itu menjadi sedekah baginya.
Inilah cara haji paling cepat yang ia bisa kerjakan. Dan proses ibadah seperti ini maqbul, diterima insya Allah, bagi yang membutuhkan proses seperti demikian. Karena Allah swt. tidak menjadikan dalam beragama ini kesulitan, Allah swt. menghendaki kemudahan dalam menjalankan ajaran Islam. Allahu a’lam
www.dakwatuna.com
Al Qaradhawi: Haji Sekali Seumur Hidup, Kenapa?
dakwatuna.com - Syaikh Dr. Yusuf Al Qardhawi menegaskan bahwa ibadah haji adalah bagian ibadah unik dan berbeda, karena merupakan ibadah fisik dan harta sekaligus. Shalat dan shaum adalah dua ibadah fisik. Sedangkan zakat merupakan ibadah harta. Ibadah haji menggabungkan dua hal tersebut. Karena manusia yang berangkat ibadah haji pasti mencurahkan kekuatan fisiknya dan mempersiapkan hartanya, karena orang yang menunaikan ibadah haji pada dasarnya sedang melaksanakan ibadah safar dan rihlah yang pasti membutuhkan biaya-biaya.
Karena itu, kami melihat bahwa haji adalah kewajiban yang disebutkan Allah swt. bagi orang yang mampu.
Beliau dalam fatwanya yang dilansir situs resmi pribadi beliau, “Bahwa setiap manusia mampu untuk melaksanakan sholat dan shaum, dan tidak setiap orang mampu berangkat ke tanah suci. Karena itu, bentuk kasih sayang Allah swt. mewajibkan ibadah haji sekali seumur hidup, Allah swt. tidak memberi beban di luar kemampuan hamba-Nya, tidak menghendaki kesulitan. Allah swt menghendaki kemudahan. Pembebanan dalam Islam sesuai kemampuan.”
“Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.” Al Baqarah: 286.
Karena itu, ketika Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah mewajibkan kalian melaksanakan ibadah haji, maka berhajilah.” Salah seorang sahabat bertanya: “Apakah pelaksanaannya setiap tahun wahai Rasulullah.?” Rasulullah tidak menjawab, sampai pertanyaan diulang tiga kali, baru Rasulullah menjawab: “Seandainya saya menjawab ya, pasti haji menjadi kewajiban setiap tahun sekali, dan kalian tidak mampu melaksanakan.”
Boleh jadi, tidak bisa seseorang melaksanakan haji setiap tahun. Maka Allah swt. menghendaki melaksanakan ibadah haji sekali seumur hidup. Ini bentuk kemudahan dan kasih sayang Allah swt kepada hamba-Nya.
Beliau menambahkan bahwa Allah swt. tidak membebani pelaksanaan ibadah haji kecuali bagi mereka yang “mampu melaksanakannya”. Arti mampu melaksanakan adalah sebagaimana yang disebutkan hadits-hadits yang saling menguatkan adalah: memiliki perbekalan selama melaksanakan haji, sarana transportasi baik lewat jalur, darat, laut atau udara, sehat badan, dan perjalanan yang aman.
Satu lagi beliau menambahkan, yaitu adanya kuota tertentu sesuai jumlah penduduk suatu negara. Sekarang, negara tertentu hanya mendapatkan jatah kuota tertentu, karena proses ibadah haji sangat sesak dan jumlah yang berangkat haji sangat banyak, lebih dari tiga juta. Semua negara harus mematuhi kuota ini, untuk menghindari jatuhnya korban jiwa karena terlalu banyaknya oranng yang melaksanakan ibadah haji, sedangkan tempat-tempat penunaian manasik haji terbatas. Sehingga harus sesuai dengan ketentuan kuota yang telah disepakati. Allahu a’lam
www.dakwatuna.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment