Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah
suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan.
Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada
Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan
kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pokok utama.
Pertama: Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara
perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas.
Kedua: Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut
sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya
bergantung yang pertama.
Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua,
Pertama: Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar.
Kedua: Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi
satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah
SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor
manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi
dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi
110 yang artinya: "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadah kepada Tuhannya."
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu
tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan
faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau.
Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi: "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan
Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari
dan Amru bin Ash.
Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad
Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim
oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya
mereka.
Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin
(pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul
Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah
Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf
yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama
sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW.
Ringkasnya: Aqidah Islamiyah yang
shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode)
dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
Pentingnya Aqidah
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling
penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga
orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor,
pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak
mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding
dengan makhluk / ciptaan lainnya.
Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut
hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya
menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447
dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179).
Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah
para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani
di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang
Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima
disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu
disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para
Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada
bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia
seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi
adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini
menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju
surga.
Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah
Oleh: Farid Achmad Okbah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat
fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai
kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa
arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti.
Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya:
1. Tidak
menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian
dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.
2. Fanatik
kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah
yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan
menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid
buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi
yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan
(ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang
sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau
dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan.
Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara
dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar
dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu
pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan
para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya: "Dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr."
5. Lengah
dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima
tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6. Pendidikan
di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga
anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan
yang artinya: "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua
orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya"
(HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan
dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan
lain sebagainya.
7. Peranan
pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran
agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak
maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya
secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh
negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan
Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai
kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman
dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya:
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka
itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya: "Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan."
Oleh: Farid Achmad Okbah
http://aldakwah.org/mutiara/index.php?/archives/4-Bahaya-Penyimpangan-Pada-Aqidah.html
No comments:
Post a Comment