Islam mekar di Rusia yang menyimpan banyak riwayat tentang para penghapal hadits. Wanginya menggairahkan kebangkitan yang sebelumnya terkungkung ideologi Stalin. Mereka merindu masjid.
Moskow, Jumat (1/12/07) siang hari tanpa matahari. Di antara salju yang menggigit, seorang pria keturunan Arab mengumandangkan adzan. Suaranya menggema ke sela-sela apartemen Soviet dan peninggalan monolitik Olimpiade Moskow tahun 1980.
Tak lama berselang, kaum Muslimin berduyun-duyun mendatangi Masjid Sobornaya, memenuhi seruan sang muadzin. Masjid berdinding biru itu tak mampu menampung ratusan orang yang ingin melakukan shalat.
“Maaf, sudah penuh,” kata seorang lelaki berjanggut dan berkopiah putih yang berdiri menemui jamaah di depan pintu.
Sebentar saja, halaman luar masjid penuh sesak. Mereka memindahkan topi dan sepatu agar bisa shalat. Beberapa terlihat menggelar sajadah. Yang lainnnya bahkan meletakkan sobekan kertas koran. Mereka bersujud ke arah Ka’bah.
Dahi mereka beradu dengan beton.
Tapi, percayakah Anda bahwa ini terjadi di Rusia? Mari kita tengok lebih dekat.
Ada seorang ayah bersama anak laki-lakinya yang berusia delapan tahun. Namanya Zabir Valeev (32). Ia tak dapat menyembunyikan kekesalannya untuk shalat dalam kondisi seperti itu. Di Masjid Sobornaya, kejadian ini berlangsung hampir setiap Jum’at. Dia terpaksa shalat di luar.
“Kami semestinya tidak melaksanakan shalat di luar karena cuaca dingin. Apa yang terjadi menunjukkan kepada anak saya bahwa tidak ada tempat bagi kami untuk beribadah,” kata Valeev.
Masjid Sobornaya adalah satu dari empat masjid yang ada di Ibukota Moskow. Terang saja, bangunan ini tak cukup untuk melayani 2,5 juta umat Islam di Rusia. Kaum Muslimin sebanyak ini merupakan jumlah terbesar di antara kota-kota seantero Eropa.
Repotnya lagi, masjid Sobornaya hanya satu-satunya tempat suci yang dibolehkan untuk menjalankan fungsinya setelah komunis tumbang. Di era Uni Soviet, tak ada kesempatan untuk ke masjid akibat tekanan pemerintah.
Hari-hari belakangan ini, suasana di Masjid Sobornaya sama seperti masjid lainnya. Masjid di Moskow penuh oleh jamaah terutama di hari Jumat dan hari besar Islam. Dewan Kemakmuran Masjid berkali-kali meminta izin dari penguasa kota untuk merenovasi dan membangun lebih banyak masjid. Namun usaha mereka selalu membentur tembok tebal.
Di era Komunis Soviet, kaum Muslimin dilarang untuk melaksanakan ajaran agama mereka. Sekarang, mereka kembali ke pangkuan Islam. “Tapi kami hanya memiliki empat masjid di Moskow. Ini tidak cukup. Kami berhak mendapatkan yang lebih,” kata Ildar Alyautdinov, imam Masjid Sobornaya.
Gelombang perubahan di Rusia memang mengejutkan. Ajaran Islam tumbuh subur di seluruh wilayah negeri. Jika tren ini terus berlangsung, seorang pengamat mengatakan, lebih dari setengah populasi Rusia akan menjadi Muslim pada pertengahan abad ini.
Akan terjadi proses transisi. Bisa jadi, ketegangan akan berlangsung antara etnis Rusia dan kelompok nasionalis di satu sisi dengan komunitas Muslim di sisi lain. Kekerasan di dalam etnis akan meningkat dan kelompok nasional garis keras ikut berperan.
Maka serangan fisik tak ayal terjadi. September lalu, seorang imam di selatan kota Kislovodsk gugur tertembak di depan rumahnya. Sebelumnya, kerusuhan terjadi di bulan Agustus, dimana kerumunan orang yang marah mengusir warga keturunan Chechnya dan imigran lainnya dari wilayah Kaukasus (kulit putih) ke wilayah barat laut kota Kondopoga.
Pemicunya adalah Alexander Belov, pemimpin kharismatik Movement Againts Illegal Immigration (Pergerakan Melawan Imigran Ilegal). Mereka licik memainkan lobi-lobinya. Dalam hitungan bulan, mereka makin kuat. Dalam sebuah wawancara di restoran Chechnya yang terletak di pusat Moskow, Below kembali mencemooh dengan menyebut “islamisasi Rusia”.
“Berdasarkan sejarah, Rusia adalah Slavic, Tanah Kristen Ortodoks. Kita akan meyakinkan akan tetap seperti itu.” Dia mengatakan bertambahnya jumlah penganut Kristen Ortodoks seharusnya melestarikan sebagai agama resmi orang Rusia dan jangan mengubahnya menjadi Muslim.
Islam sekarang diakui sebagai salah satu agama resmi Rusia, selain Kristen Ortodoks, Kristen, Yahudi, dan Budha. Seperti kaum nasionalis lainnya, Belov menyatakan tidak ada perbedaan antara imigran Muslim dan masyarakat Rusia dalam keyakinan ajaran Islam. Dia mengatakan, Muslim—tidak masalah apa warga negaranya—seharusnya dibatasi dari kehidupan “Negeri Tradisional Rusia”.
Di kalangan warga Muslim Rusia, media sering memancing permusuhan, dengan mem-blow up krisis Chechnya, tema pengeboman dan serangan gerilyawan terhadap penduduk sipil. Televisi Rusia sering menayangkan berita dimana Muslim dicitrakan sebagai kriminal atau agama radikal yang mengobarkan jihad melawan Kristen. Salah satu novel terlaris di Rusia yang berjudul The Mosque of Notre Dame de Paris melukiskan pertengahan abad ke-21 di Eropa. Kala itu, Islam menjadi agama negara dan umat Kristiani terpaksa menjadi minoritas.
Kaum Muslimin Moskow mengkhawatirkan keluarganya sepanjang waktu. Seperti kata Timur (44) pebisnis Moskow berusia 44 tahun, setelah shalat di Masjid Sobornaya.
“Saya khawatir jika mereka diserang di jalanan atau di kereta api bawah tanah. Istri saya sekalu menghawatirkan setiap anggota keluarga meninggalkan rumah.”
Setelah shalat Jum’at di masjid, banyak jamaah yang masih tinggal, ngobrol atau berdiskusi dalam kelompok kecil. Ada juga yang melihat lihat stan penjual sajadah, kopiah dan tasbih. Di Indonesia, stan penjual usai shalat Jum’at kita kenal sebagai Sogo Jongkok.
Komunitas Muslim Rusia meningkat jauh melebihi angka kelahiran warga yang menganut agama resmi Kristen Ortodoks. Sebagian mereka adalah imigran dari bekas negara soviet di Asia Tengah. Lainnya, berasal dari kalangan Muslim di negara bagian Rusia pasca runtuhnya ambruknya Uni Soviet.
Secara keseluruhan populasi penduduk Rusia turun 700.000 orang per tahun. Penyebanya adalah masa hidup yang pendek dan angka kelahiran etnis rusia yang tergolong rendah. Berdasarkan analisis CIA World Factbook, secara keseluruhan tingkat kesuburan Rusia 1,28 anak per wanita.
Sementara itu, tingkat kesuburan Muslimah Rusia justru melawan tren. Di beberapa komunitas, rata-rata seorang Muslimah memiliki 10 anak. Komposisi itu bertambah dengan fakta, negara Asia Tengah secara tradisonal mengirim pekerja imigran dalam jumlah besar. Mereka juga memiliki angka kelahiran yang tinggi.
Sejak 1989, populasi Muslim Rusia meningkat 40%. Diperkirakan, angkanya akan 25 juta pada tahun 2015. Karena itu, bukan mustahil jika kelak warga Muslim menjadi mayoritas di Rusia. Jumlah warga Muslim bahkan diperkirakan 5 banding 1 di negeri itu pada 2020.
Analisis ini didukung oleh Paul Goble, ahli Islam di Rusia. Menurutnya, jika tren ini berlangsung sampai 30 tahun ke depan, keturunan masyarakat Muslim akan melebihi etnis Rusia. “Rusia akan terus menjadi negeri yang religius,” kata asosiasi peneliti dari Universitas Tartu, Estonia
“Citra Muslim d media sangat menyimpang,” kata Rusham Abbyasov, juru bicara Dewan Mufti Rusia. Rusham mencontohkan, Ketika orang mendengar Allahu Akbar (Allah Maha Besar) mereka berpikir orang akan menembak atau menyerang mereka.
Secara psikologis keadaan ini memengaruhi pemimpin Rusia. Penguasa Rusia yang bingung berusaha keras memecahkan masalah ini. Pada 15 Empat wilayah di Rusia mengeluarkan perintah harus ada mata pelajaran Kristen Ortodoks di semua sekolah pada 15 November.
Kabinet Rusia mengumumkan hukum baru yang melarang orang asing bekerja di sektor retail dan di pasar-pasar mulai tahun depan. Memang hukum tidak menyebutkan secara spesifik terhadap Islam, tapi semua tahu mayoritas orang yang bekerja di pasar-pasar adalah Muslim, baik imigran maupun penduduk asli Rusia.
Menurut Goble, timbulnya sikap antiislam sebagai ancaman mendorong kaum Muslimin Rusia untuk mencari jalan keluar dan mereka menghindari sikap radikal. Di masa Soviet, agama ditindas. Mereka dipaksa hidup sekular. Mereka menyematkan Islam sebagai identitas budaya. Tapi, perasaan mereka terhadap Islam terus membara. Menurut Gobel semangat ini yang sering dimanfaatkan sehingga mereka terprovokasi.
“Masyarakat yang mengetahui bahwa dirinya Muslim tetapi tidak mengetahui secara kaffah apa yang dimaksud dalam Islam dapat saja berlaku radikal. Apalagi jika mereka merasa bukan bagian dari masyarakat Rusia. Ini adalah ancaman serius,” katanya.
Meski dingin menggigit di Masjid Sobornaya, cahaya Islam datang menghangatkan. Tampak seorang pemuda terdengar berharap kelak, Rusia akan menjadi bagian dari negara Islam. “Ini hanya masalah waktu,” katanya, optimis.
Eman Mulyatman
The Star, Moscow
http://sabili.co.id/index.php/200904051504/Website/Fajar-Islam-Menyingsing-dari-Sobornaya.htm
No comments:
Post a Comment