Membimbing Perilaku Anak

Berikut ini adalah kumpulan dari berbagai metode membimbing perilaku anak yang dipetik dari buku-buku terkenal dimana materi ini dibahas secara lebih mendetil. Insya Alloh masih melanjutkan edisi sebelumnya yang mana telah dibahas tiga cara menumbuhkan dan mempertahankan perilaku baik pada anak yaitu dengan strategi bahasa tubuh dan ekspresi wajah, tehnis memberikan pujian dan mengajarkan sikap empati pada anak.

Pada kesempatan ini juga akan dijelaskan berbagai metode membimbing perilaku anak bagian keempat sampai dengan sembilan.

4. Membuat Peraturan

a) Memberi Penjelasan kepada Anak

Termasuk dalam kiat memberi penjelasan ini adalah berbicara dengan anak, disamping orangtua memperlihatkan contoh berprilaku baiknya dihadapan mereka. Mengapa orangtua harus membuat peraturan kepada anak sejak dini? Jawabnya adalah untuk mencontohkan perilaku dasar (blueprint) yang nantinya bisa dicontoh oleh anak. Sehingga blueprint inilah yang insya Allah akan dengan sendirinya menjadi bagian dari keseharian dan pembawaan anak.

Bagian pertama dari strategi ini adalah menjelaskan kepada anak aturan yang harus dipatuhi. Misalnya saja ketika bayi menjatuhkan benda ke lantai, dia akan 'senang' melihat orangtuanya mau memungut benda tersebut. Orangtua sebaiknya memanfaatkan momen ini untuk mengajari bayi misalnya dengan mengatakan, "Masya Allah…, sendoknya jatuh. Sayang, kalau kita menjatuhkan sesuatu, kita harus memungutnya kembali". Jika orangtua mau menjelaskan kepada anak seperti ini setiap kali mereka menjatuhkan suatu benda, maka ketika anak beranjak semakin besar, mereka akan belajar dan tahu apa yang harus dilakukan setiap kali mereka menjatuhkan sesuatu, baik itu secara sengaja (misalnya sampah) atau secara tidak sengaja (misalnya ketika kejatuhan setumpukan buku).

Orangtua bisa saja beranggapan bahwa anak-anak tidak dapat mengerti apa yang kita katakan kepada mereka. Walaupun ini ada benarnya juga, tetapi setidaknya ada dua manfaat menerapkan strategi ini. Pertama, hasil penelitian membuktikan bahwa jika orangtua selalu berbicara kepada anak-anaknya selagi mereka masih kecil dan terus berlanjut selama masa pertumbuhan mereka, anak-anak ini akan dapat berbicara lebih cepat, memiliki perbendaharaan kata yang lebih banyak, dan mampu menguasai bahasa dengan lebih baik. Kedua, dengan menjelaskan peraturan kepada anak, diharapkan akan membentuk kebiasaan dan bawaan di diri mereka seiiring dengan pertumbuhannya yang merupakan tujuan utama dari pencontohan perilaku dasar ini.

Bagian kedua dari pencontohan tingkah laku adalah dengan cara orangtua memberikan model atau contoh perilaku tersebut. Setelah orangtua menjelaskan peraturan kepada anak, kemudian orangtua sendiri juga harus mencontohkan dan mempraktekkan sendiri apa yang telah mereka jelaskan itu. Pada contoh diatas misalnya, setelah orangtua mengatakan 'kalau kita menjatuhkan sesuatu, kita harus memungutnya kembali', maka orangtua harus memungut sendok yang jatuh itu agar anak bisa melihat dan mencontohnya.

Contoh lain adalah saat di meja makan misalnya ketika anak memukul-mukulkan sendoknya (karena biasanya anak-anak suka mendengar hasil tabuhannya), orangtua bisa menasehatkan, "sendok itu digunakan untuk makan ya nak…," sambil orangtua memperagakan cara memakan pakai sendok.

Dalam masa pertumbuhannya, anak-anak masih suka bereksperimen dan bereksplorasi dengan dunia-nya. Orangtua sebaiknya membiarkan mereka melalukan hal tersebut namun tidak dengan cara mengambil sendok dari tangan si anak dan bilang, "jangan jatuhkan sendok ini!" atau " jangan memukul-mukulkan sendok!". Malah sebaliknya, orangtua harus menjelaskan bagaimana seharusnya si anak menggunakan sendok tersebut sambil orangtuanya memberikan contoh (walaupun sambil membiarkan si buah hatinya meneruskan tabuhan ataupun menjatuhkan sendoknya). Penjelasan dan nasehat dari orangtua ini akan menjadi tuntunan terhadap perilaku si anak berikutnya.

b) Menerapkan Peraturan

Ketika anak tumbuh menjadi lebih besar namun orangtua masih belum mengajari mereka aturan dasar sebagaimana layaknya harus dimulai ketika mereka masih kecil, orangtua masih berkesempatan untuk membuat peraturan itu. Bedanya, disini orangtua harus mengarahkan mereka dengan cara menuntun secara fisik dan membuat peraturan itu berjalan atau terlaksana. Sebagai contoh, jika anak masih mondar-mandir dan masih bermain dengan mainan mereka pada waktunya makan malam, orangtua bisa menegur dengan cara, "ketika saatnya makan, kita harus duduk bareng ya ," kemudian orangtua memberikan kesempatan bagi anak untuk duduk sambil berujar, "duduk disini sayang". Kalau si anak masih juga belum menurut, orangtua terpaksa harus secara fisik membimbingnya duduk di kursinya (misalnya sambil memegang tangannya).

Contoh lain ketika si anak menjatuhkan buku dan membiarkannya begitu saja. Pertama-tama orangtua harus mengatakan kepada si anak, "kalau kita menjatuhkan sesuatu, kita harus memungutnya kembali". Setelah berujar demikian namun si anak masih tidak mendengar, orangtua bisa memungut satu persatu buku-buku tersebut dan memberikan ke tangan si anak sambil mengatakan, "tolong letakkan kembali buku-buku ini di rak buku." Jika si anak masih juga tidak menghiraukannya, taruhlah buku-buku tersebut ditangannya dan bimbinglah mereka membawa dan menaruhnya kembali di rak buku.

Strategi ini mungkin kedengarannya agak keras, namun kebanyakan orangtua biasanya tidak mau ambil pusing lagi setelah menyuruh anak mengerjakan sesuatu namun si anak menolak untuk melakukannya. Ini akan memberi kesan kepada anak bahwa orangtua mereka tidak serius dengan peraturannya, sehingga kalau tidak dilakukanpun tidak apa-apa. Karena alasan inilah, makanya orangtua harus berusaha bagaimana caranya agar peraturan itu berjalan atau dipatuhi oleh anak.

c). Ingatkan Jika Anak Lupa Peraturan


Jika anak lupa pada peraturan, sebagaimana biasa terjadi, mereka cukup diberikan peringatan ringan saja. Misalnya orangtua cukup mengatakan, "Kalau kita mau ... gimana peraturannya ayo…"? atau "Apa yang harus kita lakukan kalau kita mau ….nah sekarang kita buat seperti itu ya!" Tentu saja ini jauh lebih baik daripada kita mengomel "Sudah berapa kali mama bilang, jangan ..." atau " Kamu tidak dengar perintah mama ya! Kenapa kamu tidak mau…" atau "Mama sudah muak bilang yang itu-itu saja".

Ini namanya mengomel. Walaupun ratusan kali kita ulang, dijamin tidak akan berhasil. Mari kita bercermin dengan sifat Nabi Muhammad SAW yang tidak pernah berkata sapatah kata kasarpun kepada orang. Seperti dituturkan oleh Anas, "Aku bersama Nabi selama sepuluh tahun, namun beliau tidak pernah mengatakan sepatah kata kasarpun walaupun itu hanya sekedar 'ah' (kata yang paling kecil sebagai ungkapan ketidaksabaran) dan beliau juga tidak pernah menyalahkanku misalnya dengan mengatakan "mengapa kamu melakukan hal itu atau mengapa kamu tidak melakukannya?" Dikutip dari Sahih Al-Bukhari, hadith 8.64.

5. Berlatih and Role Play (Bermain Peran)

Terkadang anak kita tidak tahu bagaimana harus berbuat atau bersikap dalam situasi tertentu. Terkadang orangtua menegur anaknya meski si anak tidak tahu perbuatan salah apa yang telah mereka perbuat. Sebenarnya orang bertanggung jawab memberikan contoh perilaku baik yang mereka harapkan dipraktekkan oleh anak mereka dan adalah tugas mereka pula untuk sengaja mengajarkannya. Sebenarnya inilah saatnya orangtua mengajarkan anak dengan cara berlatih dan bermain peran. Misalnya saja ketika mengunjungi rumah teman, orangtua mungkin merasa heran melihat anak-anak temannya berlarian kesana kemari, menyentuh dan menarik apa saja yang ada disekitar mereka (untuk anak-anak yang sudah berumur lebih dari 2 tahun). Barangkali perilaku ini disebabkan oleh orangtua mereka yang tidak pernah mengajarkan bagaimana mereka harus bersikap kalau ada tamu dirumah. Orangtua mungkin beranggapan bahwa anak-anak mereka dengan sendirinya tahu bagaimana harus bersikap.

Untuk mengajarkan mereka, dalam hal ini orangtua bisa bermain peran dengan si anak. Orangtua bisa berperan sebagai tamu dan si anak berperan sebagai tuan rumah. Orangtua dapat menunjukkan kepada anak bagaimana seorang tamu harus bersikap. Misalnya, orangtua bisa menjelaskan "Kalau kita bertamu kerumah seseorang dan kita ingin menyentuh atau memegang sesuatu, kita harus minta ijin dulu kepada tuan rumah. Kalau mereka mengijinkan baru kita boleh menyentuh atau memegangnya, tetapi kalau mereka bilang tidak, kita tidak boleh menyentuh atau memegang benda tersebut. OK, sekarang kita latihan ya…". Setelah itu, peran tamu dan tuan rumah diganti sehingga anak akan mendapat kesempatan untuk berlatih cara bersikap yang diinginkan orangtua.

6. Memberikan Peringatan Awal Tentang Perubahan Aktifitas.

Sebagai orang dewasa saja, kita sering merasa terganggu dan jengkel ketika kita sedang mengerjakan sesuatu lalu anak kita (atau siapa saja) menggangu atau mengusik aktifitas kita. Anak-anak juga sama, mereka juga bisa merasa sangat kesal jika permainan atau konsentrasi mereka terganggu dan disuruh menghentikan permainannya atau apa saja yang sedang mereka kerjakan. Orangtua sebaiknya memberitahukan si anak atau memberikan peringatan dini apa yang akan terjadi berikutnya sehingga mereka bisa bersiap-siap dengan perubahan aktifitas mereka. Setidaknya, mereka akan tahu bahwa mereka akan harus segera menghentikan apa yang sedang mereka kerjakan sehingga kalau anak disuruh menghentikan kegiatannya, mereka tidak mengalami perubahan emosi secara tiba-tiba dan menerima kegiatan baru sebagai sebuah kejutan.

Misalnya, jika orangtua akan segera berangkat untuk menepati sebuah janji namun si anak sedang bermain balok, orangtua harus memberi peringatan dini kepada anak mengenai rencana kepergian tersebut, misalnya " Insya Allah, mama akan segera pergi ke dokter, jadi sambil menunggu waktu berangkat, kamu masih boleh bermain. Mama akan kasih tahu lagi kalau hampir berangkat jadi kita bisa beres-beres.". Selama waktu menunggu ini, ingatkan mereka waktu berangkat akan segera tiba, akhirnya sekitar 10 menit sebelum berangkat, katakan kepada mereka, "saatnya kita berangkat, jadi kita bisa beres-bereskan sekarang ya."

Kalau kegiatan si anak setiap harinya berbentuk rutin, orangtua bisa menyiasati jadwalnya. Jika kegiatan rutin hariannya adalah ke playgroup, orangtua bisa membuat jadwal sedari anak bangun tidur, "pertama kita ke kamar mandi ya, terus ke toilet, kemudian mandi, terus kita pakai baju. Kemudian, Insya Allah kita akan naik mobil dan pergi ke sekolah".

7. "Sebab - akibat" Imbalan Tingkah Laku Positif

Strategi ini digunakan agar anak menunjukkan perilaku positifnya sebelum mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Yaitu, orangtua meminta si anak menunjukkan tingkah laku baik yang diinginkan orangtuanya kemudian baru anak mendapatkan benda atau kegiatan yang diinginkan oleh si anak.

Berikut ini adalah beberapa contoh :

Ketika anak ingin makan biskuit sebelum menghabiskan makan malamnya, jelaskan pada mereka: "kalau kamu sudah habiskan makanan ini, baru boleh makan biskuit ya."

Ketika anak ingin bermain diluar rumah, katakan:" Insya Allah, kamu boleh main diluar kalau kamu sudah merapikan mainan ya."

Ketika orangtua meminta anaknya untuk berhenti merengek, katakan," kalau kamu berhenti merengek, Insya Allah kita akan baca buku."

Ketika orangtua meminta anaknya untuk bilang "minta tolong" ketika meminta sesuatu, katakan: "coba bilang minta tolong dulu, nanti Insya Allah mama akan berikan …(benda yang diminta anak)".

8. Memberikan Pilihan

Anak-anak perlu dikontrol dengan apapun yang mereka kerjakan. Memberikan pilihan kepada mereka akan membuat pekerjaan atau tugas terlihat lebih menarik dan kurang membebani mereka. Alasan utama memberikan pilihan ini adalah untuk membatasi jenis dan jumlah pilihan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Untuk anak pra-sekolah, pilihan cukup dibatasi menjadi dua saja, sedangkan untuk anak yang lebih tua bisa diberikan tiga atau empat pilihan.

Misalnya, jika orangtua mengalami kesulitan saat menyuruh anak memakai pakaian yang sesuai dipagi hari, misalnya kalau cuacanya panas, berikan mereka dua pilihan baju. Dengan cara ini, selain si anak dapat mengekspresikan keinginannya yaitu baju mana yang ingin dipakainya pada hari itu, disaat yang sama, si anak masih akan memakai baju yang anda inginkan.

Contoh lain misalnya saat 'snack time' ketika si anak ingin makan biskuit, namun orangtua inginkan dia makan buah. Orangtua sebaiknya menghindari ucapan "Kamu tidak boleh makan biskuit pada saat snack time, kamu harus makan pisang ini,". Sebaiknya orangtua mengatakan, "Kita hanya boleh makan buah pada saat snack time, kamu mau makan pisang atau apel?"

Atau ketika orangtua meminta anaknya mengganti aktifitas bermain dari yang berisik ke sesuatu yang lebih tenang. Sebaiknya orangtua tidak mengatakan "jangan lompat-lompat terus, pergi baca buku sana!". Alangkah lebih baik orangtua mengatakan, "Kita main yang lain aja yuk. Kamu mau baca buku atau menggambar?'

9. Membuat Batasan Waktu

Berpacu dengan Waktu

Agar tugas yang diembankan kepada anak kelihatan lebih menyenangkan, orangtua bisa memberikan batasan waktu yaitu mengerjakan tugas tersebut dalam batas waktu yang telah ditentukan. Orangtua bisa menentukan batas waktu dengan menggunakan jam waker dan memberitahukan kepada anak, "Sekarang kita lihat ya, apa kamu bisa kerjakan ini sebelum jam wakernya berbunyi. Siap, yuk mulai!"

Sebaiknya orangtua memakai jam waker yang berdetak keras sehingga anak bisa mendengar waktu terus berjalan. Biasanya jam jenis egg timer akan lebih efektif digunakan dibandingkan jam biasa atau jam dinding.

Orangtua bisa menggunakan strategi ini misalnya saat menyuruh anak merapikan mainannya, mengakhiri aktifitas, atau menyelesaikan suatu pekerjaan, hampir untuk semua kegiatan, tapi perlu diingat sebaiknya jangan menggunakannya terlalu sering karena nanti keasikannya akan berkurang.

Menghitung Maju/Mundur

Metode ini menyerupai strategi diatas (berpacu dengan waktu), bedanya disini orangtua menghitung maju (1,2,3..) sampai jumlah angka yang ditentukan, kalau anak sudah mengerti konsep penghitungan mundur (10,9,8…) gunakan cara ini.

Jadi, orangtua bisa menggunakan strategi hitungan untuk tiga tujuan:

Sebagai game 'berpacu dengan waktu': "Kita lihat ya apa kamu bisa memasukkan semua sampah ke dalam keranjang setelah mama menghitung sampai 10."

Sebagai panduan untuk 'Sebab-akibat' diatas: "kalau kamu bisa selesai merapikan mainan setelah mama selesai menghitung mundur, kamu akan mama kasih kue."
Sebagai panduan saat memberikan peringatan:" kalau kamu belum juga membereskan mainan setelah mama selesai menghitung sampai 10, mama akan mengambil mainan itu dan kamu tidak akan bisa bermain lagi."

(Sumber asli: Artikel "Guiding Children's Behaviour" ditulis oleh Jameela Ho pada website http://akhwat.kpii.net
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Nana Bakar, pelajar di UNSW.)

http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=1

No comments:

Post a Comment