Nyantri untuk Jadi Pengusaha
Biasanya, pesantren selalu identik dengan kitab kuning, sarung dan kopiah. Tapi pesantren ini beda. Ia mengajarkan kepada santri-santrinya untuk jadi pengusaha
Hari masih pagi ketika para santri itu sibuk menata barang-barang sembako. Bergegas mereka membawanya ke warung-warung di sekitar pesantren mereka.
Ada pula santri yang sibuk membawa pamflet publikasi penjualan hewan Qurban untuk ditempel di kampusnya masing-masing saat kuliah. Maklum, dalam waktu dekat mereka akan membuka stan penjualan kambing. ”Rencananya dibuka tanggal 21, di daerah Timoho dekat kantor Walikota Yogyakarta,” ujar Adi, salah seorang pengurus yang mengelola usaha kambing di pesantren ini.
Slogan Mengaji Menuju Santri Enterpreuner ternyata bukan hanya isapan jempol bagi Pesantren Ekonomi Islam Terpadu Daarul Falah (PEIT DAFA). Pesantren yang baru berumur satu setengah tahun ini membuktikan kerjanya dengan terbentuknya beberapa unit usaha yang berhasil didirikan oleh para santri dan pengelola.
Kini pesantren ini sudah memiliki Baitul Mal wa Tamwil (BMT), balai pengobatan, warung sembako, usaha musiman penjualan hewan Qurban, jasa pengiriman barang dan beberapa unit usaha lainnya segera diwujudkan.
Pesantren yang terletak di Desa Nglaren, Yogyakarta ini menarik untuk ditelusuri, karena memiliki konsep pendidikan yang unik dibanding pesantren pada umumnya. Ide pesantren yang mempunyai visi untuk membentuk para entrepreneur ini lahir dari beberapa alumni pesantren mahasiswa sebelumnya.
“Cita-cita membangun sebuah format baru institusi pendidikan ekonomi Islam dan wirausaha secara terpadu, sudah sangat lama ingin direalisasikan,” tutur Farij, salah seorang alumni Daaru Hira’, cikal bakal PEIT DAFA.
“Tapi yang terjadi adalah wacana yang terbentur kendala-kendala teknis yang kontraproduktif,” tambah Farij.
Namun seiring waktu berjalan, gagasan ini lantas disampaikan ke berbagai pihak. Salah satunya kepada Priyonggo Suseno, alumni Universitas Lougborough, Inggris dan Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Priyonggo sangat senang dengan gagasan cemerlang dari para alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Daaru Hira’–sebelum menjadi Pesantren Darul Falah–untuk memadukan konsep pendidikan Ekonomi Islam dengan penguatan aspek Dirasah Islam dalam sebuah bingkai Pesantren yang secara riil mengajarkan antara sisi teori dan praktik secara langsung.
Dengan demikian, hasil yang diharapkan adalah mencetak sosok alumni santri yang amanah, beretika dalam menjalankan kehidupan berekonomi. Selain kokoh dalam perencanaan dan aktivitas usahanya, dimana terformat sebagai entrepreuner (wirausahawan) sejati dan di samping itu pula berbagai tawaran konsep dan gagasan lainnya.
Menurut Priyonggo, betapa sulit mencari pengusaha-pengusaha yang yakin dengan kejujuran bahwa usahanya akan berhasil. “Dengan latar belakang itulah, kami dan teman-teman memberanikan diri untuk bersama-sama berusaha membangun PEIT DAFA, tepatnya 1 Oktober 2005. Fokus pesantren ini adalah sisi ekonomi Islam dan wirausaha.
Priyonggo melanjutkan, “Implementasi nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek kehidupan semakin mendapat perhatian masyarakat.” Direktur PEIT DAFA yang juga menjabat Ketua Ahli Ikatan Ekonomi Islam Yogyakarta ini menambahkan, kajian dan praktik ekonomi yang berlandaskan syariah Islam sudah menjadi tuntutan sebagian masyarakat yang sudah mulai membaca praktik-praktik ekonomi yang mengabaikan aspek moral.
Andi seorang mahasiswa sebuah Perguruan Tinggi Negeri terkenal di Yogyakarta yang nyantri di pondok ini, sangat antusias. Menurutnya, di Yogyakarta cuma pesantren ini yang punya konsep perpaduan ilmu agama dan ekonomi.
“Sejauh ini para santri juga punya usaha sendiri, karena memang di pesantren ini oleh pengelola di motivasi terus,” tambahnya.
Rijal yang juga santri PEIT DAFA, menuturkan tentang kesuksesan usaha pakaian batiknya. Saat ini ia menangani Bursa Butik Indonesia Timur (BBIT). Rijal menjadi penyuplai batik-batik dari Yogyakarta untuk daerah Indonesia timur.
“Lumayan Mas keuntungannya. Setiap transaksi, saya bisa beli HP baru,” ujar Rijal.
Ia menuturkan, dorongan usaha ini memang berasal dari pesantrennya sekarang. Ia juga mengaku ke depannya akan kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo, sehingga dari sekarang harus belajar usaha.
“Nggak mungkin mengandalkan orang tua saja, biaya di sana kan lumayan mahal,” tambah Rijal.
Selain mendapatkan teori saat mengaji di kelas, santri juga mendapatkan diskusi rutin forum bisnis. Forum tersebut menjadi ajang berbagi ide tentang bisnis. Bahkan, setiap santri diharuskan presentasi tentang Bussines Plan-nya.
“Harapannya forum-forum seperti ini bisa terus memotivasi para santri untuk memiliki usaha yang matang dan terencana,” ujar Farid, pengelola PEIT DAFA.
Sambutan masyarakat terhadap pesantren ini juga sangat baik. Mereka juga menyambut baik sistem ekonomi alternatif yang berbasis pada nilai-nilai Islam, karena lebih adil dan tentram, tutur salah seorang warga yang tinggal di sekitar pondok pesantren.
Usaha sektor riil juga menuju kepada penerapan nilai-nilai Islam. Berkembang beberapa perhotelan yang berbasis nilai Islam, bebas dari minuman keras, prostitusi, dan beretika baik.
Perkembangan bisnis syariah ini jelas memerlukan kesiapan sistem yang kokoh dan sumberdaya manusia yang handal. Saat ini sudah saatnya masyarakat mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap dalam mengarungi bisnis yang semakin kompetitif dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur Islam.
Lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, perlu mempersiapkan sejak dini sumberdaya-sumberdaya manusia yang berkarakter nubuwwah sebagaimana yang diharapkan oleh setiap perekonomian: memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai (fathanah), memiliki integritas terhadap penegakan kebenaran (shiddiq), memiliki kepekaan terhadap perubahan keadaan, informatif dan komunikatif (tabligh) dan memegang teguh komitmen yang telah direncanakan dan disepakati (amanah).
Pesantren yang didukung pula oleh Wakil Bupati Sleman, Sri Purnomo, dimaksudkan untuk membantu masyarakat mempersiapkan sumberdaya mahasiswa yang memiliki keahlian dan komitmen untuk menerapkan ilmunya secara benar, adaptif dan bisa dipercaya umat. Di sela-sela kuliahnya, mahasiswa perlu mendapatkan suntikan ruhani dan keahlian terkait dengan bagaimana mempraktikkan ilmunya dalam masyarakat secara benar.
Tertarik untuk nyantri sekaligus jadi pengusaha?
Datang saja ke pesantren ini.
Edo Segara (Yogyakarta)
http://sabili.co.id/index.php/200903301404/Jaulah/Nyantri-untuk-Jadi-Pengusaha.htm
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment