Cara Manusiawi Nepal Santuni Janda


Memberi insentif khusus pria yang menikahi para janda. Tapi yang ribut malah aktivis perempuan dan kaum liberal

Hidayatullah.com--Berniat mengangkat derajat hidup janda, pemerintah Nepal membagikan BMK (Bantuan Menikahi Janda) kepada pria. Pemerintah Nepal menganggarkan insentif sebesar NPR 50.000 (sekitar Rp 6,5 juta) untuk para pria yang bersedia menikah dengan janda-janda Nepal.

Jumlah insentif itu tercantum dalam anggaran tahunan pemerintah yang dipublikasikan awal pekan ini. Insentif tersebut, rencananya, diberikan dalam bentuk uang tunai kepada para pria Nepal yang bersedia memperistri janda. Dengan demikian, status sosial janda di sana akan meningkat. Maklum, di Nepal, janda menempati strata sosial paling rendah.

Sayangnya, tujuan mulia berupa pembagian insentif itu justru ditentang keras kaum hawa, khususnya aktivis perempuan yang sering berhaluan liberal.

"Kebijakan itu tidak benar," ujar Lily Thapa, pendiri kelompok Women for Human Rights di Nepal seperti dilansir BBC kemarin (16/7). Dia menegaskan, derajat hidup para janda tidak akan meningkat hanya dengan disunting. Sebaliknya, dengan menikah lagi, janda-janda di Nepal akan dihadapkan pada masalah baru. Karena itu, bersama para aktivis perempuan di lembaga yang dia pimpin, Thapa mendesak pemerintah mencabut kebijakan yang dinilainya tidak masuk akal tersebut.

Sejatinya, Thapa mendukung tujuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para janda. Sebab, hidup tanpa suami di negeri yang terlilit berbagai konflik --mulai politik, sosial hingga ekonomi-- tersebut, tidaklah mudah. Apalagi, jika orangtua tunggal itu memiliki anak yang harus dibiayai. Tapi, menurut dia, memberikan insentif kepada calon suami para janda Nepal bukanlah solusi yang tepat. Akan lebih baik jika dana tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan sistem kesehatan dan pendidikan yang lebih "ramah" pada para janda.

Senada dengan Thapa, Nisha Swar juga menolak metode bantuan lewat insentif kepada calon suami para janda Nepal tersebut. Perempuan 29 tahun yang sudah enam tahun hidup sendirian sejak suaminya tewas dalam pertempuran melawan pemberontak Mao itu menyebut sistem insentif itu merupakan bibit diskriminasi.

"Bisa jadi, para pria bersedia menikah dengan kami hanya demi mendapatkan uang insentif tersebut. Ini seperti memberikan label harga di kepala kami. Kami sangat tersinggung dengan semua ini," tandasnya.

Pendapat yang sama dilontarkan rekan jandanya yang lain, Poonam Pathak. "Saya merasa sangat dipermalukan. Sekarang, para pria yang berpapasan dengan saya di jalan bisa berkata, 'Lihat, ada janda! Kita bisa mendapatkan NPR 50.000 jika menikahinya'," ujar perempuan 30 tahun tersebut. Rata-rata, perasaan tersebut dialami oleh seluruh janda Nepal yang berusia relatif muda. Para janda Nepal yang berusia 60 tahun ke atas, sudah sejak lama diberi uang pensiun oleh pemerintah.

Kendati kebijakan pemberian insentif tidak mencakup para janda yang usianya lebih dari 60 tahun, Women for Human Rights juga mendesak pemerintah menghapus uang pensiun bagi mereka. Intinya, seluruh bantuan berwujud uang dari pemerintah harus dihapuskan. "Hasil riset kami menyebutkan bahwa sebagian besar janda di negeri ini masih muda. Bantuan yang mereka butuhkan adalah dana pendidikan dan kesehatan," paparnya sambil menegaskan bahwa dana itu tidak perlu berwujud uang. [bbc/jp/www.hidayatullah.com]

http://www.hidayatullah.com/berita/internasional/8785-2009-07-18-13-49-12.html

No comments:

Post a Comment