Perpustakaan Masjid Perlu Tenaga Profesional
YOGYAKARTA -- Perpustakaan masjid di Indonesia tidak mempunyai tenaga profesional sehingga buku-buku yang dimiliki tidak terawat dengan baik. Padahal buku literatur tersebut merupakan sumber ilmu.
Permasalahan tersebut terungkap dalam 'Workshop Peningkatan Kualitas Pengelola Literatur Masjid' di Yogyakarta, Selasa-Jumat (21-24/7). Workshop diikuti 70 orang pengelola perpustakaan masjid dari seluruh Indonesia.
''Paling banyak literatur yang dimiliki masjid Alquran dan Kitab Tafsir. Kemudian disusul Kitab Hadits, Kitab Fikih, Kitab Tauhid. Sedang buku-buku umum sangat minim,'' kata Prof Dr H Maidir Harun, Kepala Pulitbang Lektur Keagamaan Depag di Yogyakarta, Jumat (24/7).
Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI menggelar workshop dengan harapan, perpustaan masjid di Indonesia bisa lebih baik.
Maidir Harun, juga mengharapkan agar melalui workshop ditemukan solusi terbaik untuk memperbaiki perpustakaan masjid di Indonesia. Sekaligus melalui perpustakaan masjid bisa menumbuhkan minat baca masyarakat. ''Minat baca masyarakat juga merupakan persoalan tersendiri,'' kata Maidir.
Masyarakat, kata Maidir, masih lebih suka mendapatkan dakwah bil lisan. Karena itu, melalui perpustakaan wawasan masyarakat bisa lebih meningkat yaitu mendapatkan ilmu agama dari dakwah bil qiroah.
Untuk menuju ke tingkat dakwah bil qiroah, perpustakaan masjid tidak hanya dikelola oleh tenaga profesional, tetapi juga dilengkapi dengan buku-buku yang dibutuhkan masyarakat sekitar masjid. Sehingga para pengunjung perpustakaan dapat menemukan buku-buku yang diinginkan.
Kata Maidir, untuk menambah koleksi buku, masing-masing pengelola diminta untuk kreatif mencari donaturnya. Sehingga perpustakaan masjid tidak bisa tergantung pada Depag saja.
Sementara Prof Dr Nazaruddin Umar, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, mengatakan bahwa masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja. Di zaman Rasullah, masjid juga berfungsi untuk berkesenian, rumah sakit, pengadilan, pengumuman penting, latihan perang, tempat tahanan perang, kegiatan ekonomi dan lain-lain.
Namun masjid yang ada saat ini lebih banyak sebagai tempat ibadah saja. Karena itu, Dirjen sangat mendukung upaya untuk menggalakan perpustakaan masjid di Indonesia. Ia mengharapkan agar masjid bisa berfungsi sebagai kegiatan masyarakat seperti di zaman Rasullah.
Untuk bisa menghidupkan atau memberdayakan masjid, kata Nazaruddin, takmir harus bekerjasama dengan pihak lain. Seperti sebagian lahan masjid digunakan untuk membangun pertokoan. Sehingga di sini akan ada dinamika perekonomian dan masyarakat bisa belajar menjadi entreperenur atau wirausaha. ''Untuk ini dibutuhkan manajer,'' katanya.
Namun Nazaruddin juga mengingatkan agar dalam memilih partner kerjasama harus hati-hati, sebab saat ini banyak orang yang ingin mengelola masjid. Karena itu, takmir masjid harus memilih orang yang tepat untuk ikut mengelola masjid. hep/taq
http://www.republika.co.id/berita/64677/Perpustakaan_Masjid_Perlu_Tenaga_Profesional
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment