Geliat Islam di Selandia Baru


Agama Islam merupakan salah satu kelompok minoritas yang terus berkembang di New Zealand.

Dibandingkan negara-negara lainnya yang ada di benua Australia, New Zealand (Selandia Baru) baru mendapatkan ajaran Islam setelah kedatangan para penambang emas dari Cina yang bekerja di pertambangan emas Otago, sekitar tahun 1870-an (abad ke-19).

Kemudian, disusul oleh kedatangan tiga keluarga Muslim asal Gujarat, India. Para Muslim pendatang ini kemudian membentuk organisasi Islam pertama di Selandia Baru bernama Asosiasi Muslim Selandia Baru (New Zealand Muslim Association/NZMA) di Auckland pada 1950.

Gelombang kedua imigran Muslim ke negara anggota Persemakmuran Britania (Commonwealth Realm) ini terjadi tahun 1951 saat kedatangan para perompak laut yang membawa lebih dari 60 Muslim dari Eropa Timur. Di dalam rombongan ini, ada Mazhar Krasniqi. Gencarnya perjuangan yang dilakukan Mazhar, membuat dirinya dipilih menjadi presiden NZMA selama dua periode.

Keberadaan pendatang Muslim (dari Gujarat, Cina, dan imigran Eropa) ini melakukan kerja sama dengan membeli sebuah rumah yang selanjutnya dijadikan Islamic Centre pada tahun 1959. Pada tahun berikutnya, datanglah seorang ulama Islam dari Gujarat yang bernama Maulana Said Musa Patel. Patel menjadi imam pertama di Selandia Baru.

Peran mahasiswa

Tak hanya oleh para imigran ini, keberadaan para mahasiswa dari Asia Selatan dan Asia Tenggara yang sedang menempuh pendidikan di Selandia Baru turut berperan dalam penyebaran agama Islam. Mereka membantu mendirikan tempat-tempat peribadatan dan pusat-pusat kegiatan Islam lainnya di berbagai tempat sampai era 1960-an. Hal itu terus berjalan meskipun populasi Muslim di Selandia Baru merupakan kaum minoritas di negeri itu.

Migrasi Muslim dalam skala besar terjadi pada era 1970-an yang ditandai dengan migrasi para pekerja Fiji-India. Arus migrasi semakin deras seiring dengan kekacauan yang terjadi di Fiji pada tahun 1987. Ada juga sejumlah kecil komunitas Muslim yang berasal dari Turki, sebagian wilayah Pakistan, India, dan Bangladesh serta Asia Tenggara.

Para imigran ini terkonsentrasi di kota-kota besar, seperti Auckland, Hamilton, Wellington, dan Christchurch. Beberapa tahun belakangan ini, arus masuk para pelajar asing dari Malaysia dan Singapura turut meningkatkan jumlah kaum Muslim di negeri itu.

Walaupun dalam jumlah yang kecil, populasi Muslim di Selandia Baru juga turut dipengaruhi oleh perpindahan agama kaum Kiwi (sebutan internasional untuk penduduk asli Selandia Baru--Red). Ada juga pergerakan Muslim Maori yang dinamakan Aotearoa Maori Muslim Association (AMMA) yang berpusat di Provinsi Hawkes Bay.

Sensus penduduk pada tahun 2001 menunjukkan, terdapat 700 orang Maori dan tiga ribu orang Eropa yang terdaftar sebagai Muslim. Saat ini, terdapat sejumlah masjid di pusat-pusat kota Selandia Baru dan dua sekolah Islam, yaitu Al Madinah and Zayed College (khusus sekolah Muslimah).

Selandia Baru memiliki populasi sekitar 4 juta. Sekitar 80 persen dari populasinya adalah turunan Eropa. Suku Maori adalah grup etnik kedua terbesar (14,7 persen). Sementara itu, jumlah orang Asia yang bermukim di Selandia Baru mencapai 6,6 persen, melewati jumlah orang dari Kepulauan Pasifik (6,5 persen).

Kristen adalah agama dominan di Selandia Baru meskipun hampir 40 persen populasinya tidak memiliki agama. Menurut hasil sensus, agama minoritas lain adalah Hindu, Buddha, dan Islam. Diperkirakan, saat ini terdapat lebih dari 36 ribu Muslim di Selandia Baru walaupun harus diakui sangat sulit untuk mendapatkan angka yang akurat tentang jumlah Muslim di sana karena pemerintah setempat lebih mengutamakan kategori penduduk berdasarkan etnisitas daripada agama. Muslim Selandia Baru berasal dari 42 negara berbeda yang hidup membaur secara harmonis bersama komunitas lainnya di negeri itu.

Untuk mewadahi kepentingan para Muslim yang tersebar di berbagai kota di Selandia Baru, Mazhar Krasniqi kemudian menggabungkan tiga organisasi Islam di Canterbury, Wellington, dan Auckland ke dalam satu wadah organisasi Islam berskala nasional yang kemudian diberi nama Federation of Islamic Associations of New Zealand (FIANZ) pada April 1979. Atas upayanya ini, Krasniqi memperoleh penghargaan Queens Service Medal dari Pemerintah Selandia Baru pada tahun 2002.

Pekan Pemahaman Islam

Kaum Muslim di Selandia Baru kini mulai menyadari pentingnya mempromosikan ide tentang keanekaragaman di negara barat daya Pasifik tersebut. Melalui kegiataan bertajuk Pekan Pemahaman Islam, mereka mencoba memberi pemahaman bahwa Islam adalah agama yang menghargai keberagaman. Juga, meluruskan kesalahpahaman terhadap keimanan yang dimiliki umat Islam.

Pasalnya, usai peristiwa September 2001 di Menara WTC Amerika Serikat (AS), stigma terhadap orang Islam semakin memburuk. Media-media Barat mengindentikkan Islam dengan terorisme. Padahal, Islam tidak seperti itu.

''Dengan adanya Pekan Pemahaman Islam, diharapkan stigma negatif terhadap Islam bisa dihapuskan,'' kata Presiden Federation of Islamic Associations New Zealand (FIANZ), Anwarul Ghani, seperti dikutip NZPA, awal Agustus lalu.

Kegiatan yang sudah berjalan enam tahun terakhir ini memang dimaksudkan agar publik Selandia Baru makin memahami keyakinan Islam yang luhur dan bebas dari stigma terorisme. Melalui kegiatan ini, diharapkan penduduk Selandia Baru bisa belajar dan menghargai kepercayaan, nilai, dan praktik ibadah Muslim di sekitar mereka.

Pada tahun lalu, kegiatan ini mengusung tema Persatuan dalam Keberagaman . Sementara itu, tema pada tahun ini adalah Al-Mizan yang berarti keseimbangan hidup. ''Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, baik dari segi ekonomi, lingkungan, politik, etnis, keluarga, maupun gender,'' tutur Ghani.

Pekan Pemahaman Islam menyuguhkan sejumlah kegiatan, mulai dari pemutaran film, talkshow, pameran hasil kesenian dan kerajinan Muslim, pameran makanan Islami, hingga pembagian bahan-bahan bacaan secara cuma-cuma. Hampir seluruh masjid dan Islamic Centre yang tersebar di Selandia Baru akan menggelar acara itu. Selama ajang ini berlangsung, masjid-masjid di seluruh kota di Selandia Baru akan membuka pintunya sepanjang hari untuk dikunjungi non-Muslim yang mau belajar tentang agama Islam.

Kehidupan antarumat beragama di Selandia Baru amat damai dan hampir tidak ada konflik. Tidak seperti kaum minoritas Muslim di Eropa yang kerap menghadapi diskriminasi, isu tersebut relatif tak ditemukan di Selandia Baru. Umat Muslim di Selandia Baru mendapatkan hak yang sama. Di bidang ekonomi, sosial, dan politik, tidak ada yang membedakan umat Muslim dengan agama lainnya. dia/berbagai sumber

http://www.republika.co.id/berita/76366/Geliat_Islam_di_Selandia_Baru

No comments:

Post a Comment