Doa dan Kebiasaan Orang Arab di Pesisir Teluk Persia

Salah satu kebiasaan orang Arab di Pesisir Teluk Persia adalah saat mereka saling bertemu satu sama lain, juga ketika mereka mengawali pembicaraan di telepon atau bertatap muka langsung kata-kata pembuka yang mereka lontarkan begitu hangat dan manis sekali di dengar. Bukan hanya itu, mereka pun saling melemparkan doa kepada lawan bicaranya dan dibalas dengan hal yang sama.

Saya kadang suka iri dengan kebiasaan mereka. Diawali dengan salam, doa keselamatan mereka menanyakan kabar lawan bicaranya. Setelah dijawab dengan tahmid, pujian kepada Sang khalik yang telah memberikan nikmat. Mereka seperti berbalas pantun dengan mendoakan panjang umur (Hayyakallah -Allah yuhayyik), diberi keselamatan (Allah ya Sallim), dilimpahi keberkahan (barakallah-Allahyubaarik fik), dimaafkan segala kesalahan (allah ya'fiik), dan masih banyak lagi. Kata-kata pembuka ini bukan sekedar basa-basi tapi memang benar-benar serius diucapkan dengan senyuman, intonasi suara yang renyah terdengar.

Ungkapan-ungkapan lainnya adalah kata-kata penyambutan ketika seseorang datang menemui teman atau kerabatnya. Jika di Indonesia, cukup dengan selamat datang itupun di tempat-tempat formal saja disampaikan. Bahkan cukup sekedar "hai..!", tetapi di Teluk berbeda. Ungkapan penyambutan begitu beraneka dan memiliki bobot masing-masing. Misalnya; Marhaban milyoon (sejuta selamat atas kedatanganmu), ada juga Marhabassa' (your are most welcome, anda paling atau sangat dinanti), Marhaban bik..!, marhaban laayiin, dan lain sebagainya. Semuanya begitu diungkapkan dengan semangat seperti baru pertama kali bertemu setelah sekian tahun tidak pernah bersua.

Sampai saat ini saya belum menemukan ungkapan yang sepadan atau cara kita dalam menyambut, bertemu teman atau kerabat seperti para penghuni teluk. Saya membayangkan jika kita bertemu, setelah ucapan salam atau selamat pagi kemudian kita melanjutkan dengan menanyakan kabar lawan bicara kita dan menyampaikan doa untuknya. "Semoga kamu selalu dipanjangkan umur". Dibalas " begitupun dengan mu, senantiasa panjang umur dan sehat senantiasa. Dilanjutkan, "Semoga keberkahan dan keselamatan untukmu dan sekeluarga". Dijawab, "amien, begitu juga untukmu sahabat..semga Allah mema'afkan kehilafanmu dan menempatkanmu dalam kemulyaan". Sahabatnya berkata lagi," Bagaimana dengan keluargamu? putra-putrimu" semoga mereka dijadikan anak yang shalih dan shalihah, mutiara kehidupan dan mendapatkan derajat yang tinggi". Dijawab,"segala puji bagi-Nya yang memberikan perlindungan. Aku pun berdoa untuk putra-putri dan keluarga agar mereka senantiasa ada dalam kebaikan, cahaya kehidupan dan pemimpin hamba-hamba-Nya yang bertakwa".

Dan mungkin masih banyak lagi yang bisa diungkapkan, setelah itu dilanjutkan dengan pembicaraan inti. Kebiasaan ini akan membantu kita melenyapkan iri, dengki, hasad, dan turunnya rahmat Allah dengan dikabulkannya doa dari kedua pihak. Bukankah doa yang diungkapkan dari hati yang tulus dan tidak tulus akan mudah dibedakan oleh kuping yang mendengarnya? Jika ada kekurangsukaan akan membantu si pemilik hati dan lawan bicaranya menjadi luluh karena doa-doa yang disampaikan. Terkadang manusia seringkali selalu mendahulukan praduga dan sakwasangka namun setelah disapa suasana menjadi cair. Dan menebarkan doa bukan sesuatu yang sulit ia teramat mudah namun perlu hati yang ringan dalam membawakannya.

Saya jadi teringat pada sebuah kisah tentang Fatimah Az-Zahra, putri dari Muhammad SAW-pembawa risalah terakhir kenabian bersama putranya Hasan dan Husain. Satu ketika, Fatimah sedang berdoa dan doanya terdengar oleh kedua putranya. Mereka mendengar lantunan doa Fatimah hingga selesai dan ada satu hal yang mengherankan keduanya. Dalam doa Fatimah nama Hasan dan Husain tidak pernah disebut sama sekali. Lantas salah satu dari keduanya menanyakan perihal tersebut pada ibunda Fatimah. "Bunda, saya mendengar doa yang bunda lantunkan namun ananda sama sekali tidak mendengar bunda mendoakan kami berdua. Bunda hanya mendoakan kaum muslimin saja". Begitu putranya merajuk. Fatimah menjelaskan, bahwa ia sesungguhnya mendoakan kedua putranya. Bukankah mereka berdua adalah bagian dari kaum muslimin. Fatimah ingin berbagi dengan doa-doanya yang yang makbul bukan untuk kepentingan diri dan keluarganya saja tetapi juga untuk kemaslahatan umat muslim.

Seringkali tanpa kita sadari kita dirundung rasa takut dan khawatir bahwa mendoakan jamaah/umum atau umat Islam tidak seampuh jika mendoakan nama yang bersangkutan secara langsung. Dalam doa saja kita sering bakhil bagaimana soal harta? Jika seperti ini bagaimana keberkahan akan melingkupi kita?. Seorang shalih mengibaratkan bahwa doa-doa yang dipanjatkani akan kembali kepada si empunya. Seperti ada lapisan di atas langit kita yang memantulkannya kembali kepada pemliknya saat kita mendoakan saudara seakidah di belahan bumi lain. Dan mendoakan bisa dimulai kapan saja tidak harus dalam waktu khusus atau selepas solat fardhu atau sunnah. Di awal pembicaraan saat berjumpa di kantor, di pasar, di sekolah, dimanaaaa saja tebarkanlah doa. Jika tebar hewan qurban tidak mampu, apalagi tebar duit bukan seorang milyuner maka doa saja kita bagi-bagi secara gratis. Insya Allah semua akan kembali pada si pemilik empunya. Nah, kapan kita bisa mencobanya..?


oleh Lawang Bagja
http://www.eramuslim.com/oase-iman/doa-dan-kebiasaan-orang-arab-di-pesisir-teluk-persia.htm

No comments:

Post a Comment