21.521 Pesantren Masih Terapkan Kurikulum Sendiri
JAKARTA--Sebanyak 21.521 pondok pesantren yang tersebar di Indonesia, hingga kini masih menerapkan pembelajaran atau kurikulum sendiri, sesuai dengan kehendak pendiri atau ustadznya. Pola seperti ini, akan menghasilkan lulusan pesantren yang beragam jenis kemampuan.
"Dari semua pesantren yang terdaftar tahun 2008, pola pembelajarannya sendiri-sendiri, sesuai dengan pemilik atau kiyai pesantren tersebut. Sehingga hal tersebut tidak akan terarah," kata Direktur Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Departemen Agama (Depag), Choirul Fuad Yusuf, di Jakarta, Senin (7/12).
Dari 21.521 pesantren baik yang sudah berkualifikasi maupun belum, masing-masing menjalankan penyelenggaraan pendidikan agamanya berdasarkan kehendak pemilik atau kiyai panutannya. Menurut Fuad, beragamnya jenis pengajaran di berbagai pesantren karena keberadaan pesantren sendiri baru diakui sejak tahun 2003, setelah keluar Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Ia menyebutkan setiap pesantren memiliki variasi pembelajaran keagamaannya berdasarkan refrensi yang dimiliki dan dikuasai pemilik, ustadz dan kiyainya. Kondisi seperti ini, ungkap dia, akan menyulitkan para santri setelah selesai mondok di pesantren tersebut dalam menghadapi lingkungan masyarakat. "Kalau ia lulusan Mesin pasti bukunya yang dipelajari, begitu juga Madinah dan pesantren lainnya," ujarnya.
Padahal, ungkap dia, keberadaan pesantren di Indonesia dapat menjadi kekuatan yang nyata bagi bangsa dan negara dalam mengatasi persoalan umat di negeri ini. Pasalnya, keberadaan pesantren di Tanah Air sebenarnya sudah ada sejak 700 tahun silam (abad ke-13), dan sangat mengakar di masyarakat berbagai daerah. "Tapi, ironisnya baru 2003 kemarin diakui, belum lagi bicara kompetensi dan prasarana lainnya," jelasnya.
Untuk itu, ujar dia, Depag akan mulai menata kembali manajerial pesantren tersebut agar lebih terarah tujuan yang diharapkannya. Setidaknya, setiap pesantren maupun yang baru berdiri dapat berpedoman pada ketentuan yang akan diterbitkan Depag dalam waktu dekat.
Ke depan, Depag mulai memosisikan pesantren sebagai sarana belajar mendalami ilmu agama Islam (tafaqquh fiddiin) dan sebagai agen perubahan masyarakat (agent of community development). Ia mengharapkan dua sasaran ini akan terlaksana, sehingga pesantren tidak lagi dipandang sebelah mata, karena ia dapat mengembangkan potensinya di masyarakat, dan tidak menginginkan kekerasan dalam menerapkan ilmunya. mur/taq
http://www.republika.co.id/berita/94080/21_521_Pesantren_Masih_Terapkan_Kurikulum_Sendiri
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment