Dugsi: Sekolah Tradisional Quran di Kenya
Dari jantung sebuah desa di kota Wajir Kenya yang merupakan wilayah yang didominasi oleh umat Islam, suara-suara para siswa Al-Quran melantunkan ayat-ayat suci - bergema di seluruh pemukiman.
"Ini sistem tradisional pendidikan Islam yang kembali ke zaman Nabi yang kita cintai (SAW)," kata guru Moalim Nur Osman kepada IslamOnline.net.
"Kami merasa hal ini telah memainkan prestasi luar biasa dalam me-mentoring pemuda Muslim untuk menentukan takdir mereka dan untuk ambil bagian dalam penyebaran Islam."
Sekolah Al-Quran, yang dikenal sebagai Dugsi, kebanyakan ditempatkan di bawah struktur dan para siswa mendalami Al-quran dalam lingkaran studi yang sangat populer di masjid-masjid.
Bahan untuk belajar terbuat dari produk yang tersedia. Arang misalnya - dihancurkan untuk dijadikan tinta hitam yang dipakai untuk menulis.
Ketika IOL mengunjungi Dugsi, Ustadz Osman duduk di kursi tradisional kecil dengan lebih dari 70 siswa yang belajar dalam kelompok - untuk mendorong interaksi dan hubungan interpersonal diantara mereka.
"Selama bertahun-tahun, Dugsi tetap berjalan dengan cara yang sederhana namun telah membentuk sebuah lingkungan yang sangat antusias untuk menghafal Al-Quran, yang merupakan landasan bagi pendidikan Islam," kata Osman.
"Kegiatan ini akan memakan waktu minimal tiga tahun bagi seorang anak untuk menyelesaikan menghafal seluruh Quran, hal ini akan membentuk kehidupan para siswa di masa mendatang, mereka akan menjadi orang yang lebih relijius dan taat dalam beragama."
Sekolahnya telah berjalan lebih dari 30 tahun dan telah membentuk banyak anak-anak di desa untuk mempelajari dasar-dasar Islam.
Para siswa baik anak laki-laki maupun perempuan dengan bermandikan keringat yang turun dari dahi mereka tetap semangat belajar untuk menghafal Al-quran selama empat jam - dengan membaca ayat-ayat suci Al-quran yang tertulis di sebuah papan kayu yang bertulis ayat-ayat Quran.
"Perjuangan di sini adalah untuk pertama kali mempelajari Kitab Suci Al-quran," kata Ahmed Ali, 13, salah seorang siswa.
"Kami mengambil pelajaran Al-Quran dua kali sehari."
Dugsi adalah fondasi dari sistem pendidikan Islam yang berkembang di banyak bagian Timur Laut Kenya yang sebagian besar dihuni oleh umat Islam Sunni Somalia.
Sejarawan Islam mengatakan sekolah-sekolah khas Somali Dugsi sudah ada di Timur Tengah dan Afrika sejak abad ke-7 Masehi.
Dan ini berasal dari akar sejarah yang dapat ditelusuri kembali ke Saudi Arabia dan praktik pendidikan Nabi Muhammad (SAW).
Mengisi Kesenjangan
Dalam ketiadaan dana negara untuk mendukung pendidikan Islam, masyarakat Somali di sini mengambil peran untuk mendidik anak-anak mereka sendiri.
"Dugsi adalah cara informal yang paling dapat diandalkan untuk mengajarkan agama Islam di kalangan masyarakat miskin," kata Syaikh Abdulwahab Syaikh Issack, seorang pejabat dari Dewan Imam dan Da'i Kenya, kepada IOL.
"Dugsi menawarkan akses yang lebih murah untuk pendidikan, khususnya untuk belajar Islam."
Sekolah Quran telah membentuk sebuah ceruk untuk dirinya sendiri dalam pemetaan nilai-nilai Islam.
Selain menawarkan pengajaran yang mendasar dan efisien, baik pelajaran Al-Quran dan bahasa Arab, sekolah ini juga sebagai elemen kritis untuk mentransfer nilai dan sosialisasi Islam.
Dugsi menyediakan pendidikan Islam bagi anak-anak, sehingga dapat mengisi pemahaman keagamaan yang jelas dan peran sosial mereka dalam masyarakat, dan selanjutnya mereka akan bertindak sebagai agen dan pelestarian perubahan.
"Tujuannya jelas adalah untuk mengatasi kekurangan dalam pelajaran agama," kata Osman, yang juga seorang guru.
Dan bahkan sebagai bentuk baru dari menyebarkan pengetahuan Islam - Dugsi mendapatkan momentum dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pendidikan yang lebih formal seperti Madarasas, yang tetap menaruh Dugsi sebagai bagian dari sistem pendidikan.
"Kami mengantisipasi bahwa sistem Dugsi akan berada di sini selama-lamanya," kata Sheikh Mohamed Abdi, seorang guru Dugsi lain.
Dia mengutip dukungan masyarakat untuk sekolah-sekolah tradisional dengan guru-guru Dugsi yang bekerja sepenuhnya secara gratis atau kadang-kadang memungut sedikit biaya per siswa.
Dengan jumlah yang sangat banyak bagi orang Somalia yang mampu membaca dan menjadi hafizh quran 30 juz adalah merupakan kesaksian tentang keberhasilan pendidikan model Dugsi.
"Kita bisa menghubungkan peran Dugsi ini karena setiap anak di masyarakat kami harus melewati dan belajar di Dugsi, ini adalah tahap pertama yang akan dialami setiap anak disini," kata Shaikh Issack.
Bagi para siswa, Dugsi adalah batu loncatan untuk lebih lanjut memperdalam pengetahuan Islam yang akan memberi mereka kesempatan untuk membentuk karier Islam mereka.
"Saya ingin menjadi seorang Qadhi," kata seorang Mohamed Ali (13 tahun).
"Saya harus belajar Quran itu sebabnya saya harus tetap menghadiri pendidikan di Dugsi di sini."(fq/iol)
http://eramuslim.com/berita/dunia/dugsi-sekolah-tradisional-quran-di-kenya.htm
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment