Nuaim bin Mas'ud menarik napas panjang. Pasukan Ahzab terlalu kuat bagi kaum Muslimin untuk dihadapi secara frontal. Saat itu, lebih dari 10 ribu orang gabungan dari beberapa kelompok tengah mengepung Madinah. “Seandainya pasukan besar itu bisa menyerbu Madinah, mungkin saja mampu membinasakan kaum Muslimin sampai ke akar-akarnya,” tulis Shafiyur Rahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahiqul Makhtum-nya.
Meski benteng Khandaq sudah lebih dari separuh mengelilingi Madinah, tapi sampai kapan kaum Muslimin bisa bertahan. Bahaya orang-orang Yahudi dan munafik yang membaur bersama mereka dalam kota Madinah, ibarat bom waktu yang bisa meledak kapan saja tanpa bisa diprediksi. Untuk itu, harus ada cara bagi kaum Muslimin agar bisa keluar sebagai pemenang.
Sejenak Nuaim tersenyum. Sebuah ide cerdas menyeruak di benaknya. Buru-buru ia menemui Rasulullah saw dan mengemukakan rencananya. Rasulullah tersenyum lalu menjawab, “Usahakan agar musuh segera meninggalkan medan peperangan. Berbuatlah semampumu. Perang itu tipu daya." Begitu mendapat restu, Nuaim segera beraksi. Pertama-tama ia mendatangi Bani Quraizhah yang telah membuat kesepakatan dengan kafir Quraisy untuk memerangi kaum Muslimin. Di kalangan mereka, Nuaim termasuk tokoh berpengaruh. Mereka tidak mengetahui bahwa Nuaim telah memeluk Islam. Nuaim membujuk mereka agar melepaskan ikatan persekutuan dengan kafir Quraisy. “Janganlah kalian turut berperang sebelum mereka memberikan orang sebagai jaminan pada kalian,” tambah Nuaim.
Setelah berhasil meyakinkan Bani Quraizhah, secara diam-diam Nuaim menemui pasukan Quraisy. Kepada mereka, Nuaim mengatakan bahwa Bani Quraizhah meminta jaminan yang akan diberikan kepada Muhammad saw. Nuaim terus membujuk agar kafir Quraisy tidak memercayai Bani Quraizhah.
Ketika tiba saatnya penyerangan, Bani Quraizhah meminta jaminan kepada kafir Quraisy seperti disarankan Nuaim. Sebaliknya, kafir Quraisy merasa apa yang dikatakan Nuaim benar. Mereka tak mau menuruti permintaan Bani Quraizhah. Demikianlah, Nuaim akhirnya berhasil memecah belah pasukan Ahzab.
Tindakan Nuaim bin Mas'ud itu merupakan strategi jitu untuk mengalahkan musuh. Dalam bentangan zaman, taktik ini tetap sering dipergunakan. Di Indonesia, strategi ini menjadi senjata andalan Penjajah Belanda untuk mengabadikan cengkeraman jajahannya di Tanah Air. Devide et impera. Pecah belah dan jajahlah atau adu domba dan kuasailah, demikian slogan mereka.
Tentu saja tindakan Nuaim bin Mas’ud dalam peristiwa Perang Ahzab itu tak bisa disamakan dengan taktik licik Penjajah Belanda. Apa yang dilakukan Nuaim benar-benar strategi cerdas tapi tetap memerhatikan adab-adab perang. Sebaliknya, Penjajah Belanda selalu menggunakan cara-cara licik yang menghalalkan segala cara. Mereka tak segan-segan mengadu domba antara anak dan ayah sehingga terjadi pertumpahan darah.
Kini untuk menghalau gerakan Islam, taktik licik itu kembali dipergunakan. Dalam skala internasional, mereka memecah belah wilayah Islam menjadi beberapa negara. Lalu, masing-masing negara itu diadu domba. Pada awal 1991 Kuwait dan Irak diadu domba sehingga terjadi peperangan. Pada dekade sebelumnya, Iran dan Irak “digosok-gosok” agar mau saling serang. Begitulah strategi mereka. Strategi belah bambu. Satu diangkat yang lain diinjak.
Dalam skala nasional, hal yang sama menimpa umat Islam. Politik pecah belah tak hanya dilakukan antar partai atau lembaga Islam. Tapi, mereka juga melakukan politik adu domba dalam satu partai yang sama. Ini yang menimpa sebagian partai Islam sehingga beberapa partai Islam mengalami perpecahan.
Kasus teranyar adalah yang menimpa Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Mereka sengaja menyusupkan informan ke tubuh dua lembaga Islam itu. Selain mencari informasi untuk ‘dijual’ ke pihak asing, informan itu juga dimanfaatkan untuk memecah belah umat Islam, baik perpecahan dalam tubuh lembaga itu sendiri maupun pertentangan antar lembaga.
Realitas ini seharusnya menyadarkan kita. Bahwa, memang ada usaha untuk membuat gerakan Islam tidak bersatu. Untuk itu, dibutuhkan kelegowoan masing-masing tokoh partai atau organisasi Islam untuk menerima perbedaan. Teramat banyak persamaan yang bisa kita bangun dan sinergikan secara bersama.
Sebaliknya, teramat mudah—kalau kita mau—melupakan perbedaan di antara kita.
Karenanya, adanya wacana dari beberapa lembaga Islam—misalnya—untuk mendirikan partai baru pada Pemilu mendatang, mungkin harus dikaji ulang. Sebab, bisa jadi hal itu hanya akan membuat umat bingung dan berujung pada perpecahan. Mengapa tidak membenahi partai yang ada? Kekurangan dan kelemahan dalam tubuh partai Islam yang ada merupakan tugas umat Islam untuk meluruskan: mengritik dengan cara yang bijak dan penuh rasa persaudaraan. Bukan sebaliknya, saling menyalahkan dan menganggap kelompoknya yang paling benar sendiri. Sebaliknya, berdirinya partai baru bisa jadi akan menggembosi suara partai Islam.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan, persaudaraan antar kaum Muslimin didasari landasan agama dan kehormatan, bukan nasab (keturunan). Persaudaraan dalam agama jauh lebih kokoh dibandingkan dengan persaudaraan nasab. Sebab, persaudaraan nasab dapat terputus dengan perbedaan agama, sedangkan persaudaraan dalam agama tidak pernah terputus dengan perbedaan nasab. Lebih tegas Allah SWT menyatakan, “Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai,” (QS Ali Imran: 103).
Tegas sekali, ayat ini memerintahkan kaum Mukminin untuk bersatu atas dasar Islam dan untuk menegakkan Islam, dengan menjadikan syariah sebagai tolok ukurnya. Sebaliknya, bukan bersatu demi kelompok, partai, figur, atau fanatisme masing-masing. Sebab, al-Qur’an sebagai tali kemenangan memang diturunkan Allah SWT sebagai metode kehidupan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, kehinaan, keterbelakangan dan keterpecahbelahan.
Jelaslah bahwa Islam merupakan penyatu kaum Muslimin. Sebaliknya, semangat golongan, kesukuan dan kebangsaan adalah semangat jahiliah yang tak layak dijadikan pegangan. Apalagi hal itu dilakukan untuk berseteru dengan sesama Muslim.
Untuk itu, setiap Muslim harus segera meninggalkan segala bentuk pemikiran dan ikatan kufur dan beralih pada ikatan Islam. Dengan demikian, setiap upaya untuk menjadikan sesama Muslim saling berhadapan dalam bentrokan fisik, wajib dihancurkan.
Wahai umat Islam, jangan mau diadu domba!
Oleh Hepi Andi
http://sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1452:wahai-umat-islam-jangan-mau-diadu-domba&catid=45:tafakur&Itemid=163
No comments:
Post a Comment