Jangan mendekati zina, mendekati saja tidak boleh lebih-lebih melakukan, kata mendekati mencakup segala perkara yang mengantarkan kepada zina, dalam konteks kehidupan bermasyarakat, zina terbukti menjadi salah satu sendi perusak ketenangannya, penghancur nilai keluhurannya, masyarakat yang binasa akibat penyakit ini bukan satu dua, dan dalam konteks keluarga, keadaannya tidak berbeda, ia merusak dan menghancurkan.
Islam merupakan agama yang memiliki tatanan dan aturan yang terbaik termasuk dalam masalah hubungan laki-laki dengan perempuan. Islam meletakkan kode etika yang beradab dalam hal ini yang tidak dimiliki oleh aturan dan tatanan manapun di dunia ini. Semua itu demi kebaikan dan kesucian masyarakat termasuk rumah tangga. Di antara tindak preventif Islam untuk menangkal penyakit ini adalah dengan meletakkan hukuman-hukuman atas pelakunya di dunia dan di akhirat.
HUKUM DI DUNIA
1- Had Syar’i
Jika pezina seorang jejaka atau gadis, maka dia didera seratus kali dan diasingkan selama setahun. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” (QS. an-Nur: 2).
Dari Ubadah bin ash-Shamit radiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ambillah dariku. Ambillah dariku. Allah telah meletakkan jalan untuk mereka. Jejaka dengan gadis cambuk seratus kali dan pengasingan selama setahun. Laki-laki yang sudah menikah dengan wanita yang sudah menikah adalah rajam.” (HR. Muslim).
Jika pezina sudah menikah, maka hadnya adalah rajam, dari Abdullah bin Abbas radiyallaahu ‘anhuma berkata, Umar bin al-Khatthab radiyallaahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran dan menurunkan kitab kepadanya, di antara apa yang Allah Subahanhu waTa’ala turunkan kepadanya adalah ayat rajam, kami membacanya, menghafalnya dan memahaminya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah merajam dan kami pun melakukannya setelah beliau, saya khawatir seiring dengan berjalannya masa ada seseorang yang berkata, ‘Kami tidak menemukan ayat rajam di dalam kitab Allah Subhanahu waTa’ala.’ Akibatnya mereka tersesat karena meninggalkan sebuah kewajiban yang diturunkan oleh Allah Subhanahu waTa’ala. Sesungguhnya rajam di dalam kitab Allah Subhanahu waTa’ala adalah haq atas orang yang berzina jika dia muhshan dari kaum laki-laki maupun wanita, bukti-bukti telah tegak atau adanya kehamilan atau pengakuan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
2- Dicabutnya iman dari pezina sehingga dia bertaubat
Dari Abu Hurairah radiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang pezina tidak berzina ketika dia berzina sementara dia dalam keadaan mukmin.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dalam sebuah riwayat al-Bukhari, “Dan taubat tetap terbuka setelahnya.”
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang laki-laki berzina maka iman yang ada pada dirinya keluar darinya seperti bayangan, jika dia berhenti maka iman kembali kepadanya.” (HR. Abu Dawud dan al-Hakim). Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim di atas syarat asy-Syaikhain dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Hafizh Ibnu Hajar menshahihkannya dalam Fathul Bari 12/61.
3- Pezina tidak menikah kecuali dengan yang sepertinya
Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS. an-Nur: 3).
Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. an-Nur: 26).
Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Martsad bin Abu Martsad meminta izin kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk menikahi seorang wanita pezina, “Ya Rasulullah, saya menikahi Anak?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam diam tidak menjawab apa pun, sehingga turun, “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS. an-Nur: 3).
Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Wahai Martsad, laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Oleh karena itu jangan menikahinya.” (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud dan an-Nasa`i).
4- Pezina kehilangan nasab anaknya
Dari Abu Hurairah radiyallaahu ‘anhu berkata Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Anak adalah milik ranjang (suami) dan pezina mendapatkan batu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
5- Kesaksian dan riwayat pezina ditolak
Hal itu karena yang bersangkutan bukan muslim yang adil padahal Allah Subhanahu waTa’ala telah meletakkan syarat adalah bagi para saksi di beberapa ayat.
Dia Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Dan persaksikanlah dengan dua saksi yang adil.”(QS. ath-Thalaq: 2).
Dia Subhanahu waTa’ala berfirman tentang hukuman membunuh binatang buruan pada saat ihram, “Menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu.” (QS. al-Maidah: 95).
Dari Aisyah radiyallaahu ‘anhaa bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ibnu Hibban dan al-Baihaqi, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7557).
Tentang syarat diterimanya berita atau riwayat Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti.” (QS. al-Hujurat: 6).
Para ulama hadits sepakat meletakkan syarat adalah bagi rawi yang riwayatnya diterima, rawi yang fasik karena melakukan dosa besar, salah satunya adalah zina, tidak diterima riwayatnya.
6- Pezina berpeluang besar kehilangan rasa cemburu
Karena ketika dia berzina, rasa cemburu tersebut berkurang atau menghilang, seandainya dia mempunyai rasa cemburu niscaya dia tidak berzina, bukankah wanita yang dizinahinya itu adalah anak atau ibu atau bibi atau saudara bagi seseorang? Kalau dia mempunyai rasa cemburu niscaya dia akan berpikir, bagaimana jika orang lain melakukannya terhadap anakku atau ibuku atau bibiku atau saudaraku? Ini artinya ketika dia rela melakukan zina dengan anak atau ibu orang lain, dia pun rela zina itu dilakukan terhadap anak atau ibunya sendiri. Hilanglah rasa cemburu sebagai dasar menjaga diri dan keluarga dari perbuatan nista.
Wallahu a’lam.
(Oleh: Ust. Izzudin Karimi, Lc).
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=569
No comments:
Post a Comment