Masyarakat Muslim Azerbaijan selama berdoa bersama di salah satu Masjid negara tersebut. Wilayah Baku, Azerbaijan, merupakan salah satu wilayah yang disebut sebagi Ibukota Budaya Islam. (Foto: National Geographic)
BAKU (SuaraMedia News) – Mahkamah Agung Azerbaijan menunda keputusan tentang apakah penutupan sebuah Masjid di Baku akan dilanjutkan, saat ratusan pemrotes berkumpul di luar pengadilan.
Di tengah pengamanan yang ketat, ratusan orang berkumpul di luar pengadilan pada hari Rabu (21/4) untuk mengecam kebijakan pemerintah Baku yang akan menutup dan menghancurkan sejumlah Masjid.
Mahkamah Agung dijadwalkan akan mengeluarkan sebuah putusan tentang kasus Masjid Fatima Zahra, tapi keputusan itu ditunda hingga tanggal 28 April, kantor berita Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) melaporkan.
Pada bulan Agustus 2009, pengadilan memutuskan bahwa Masjid Fatima Zahra di distrik Yeni-Guneshli, Baku, tidak memiliki dokumen dan registrasi yang diperlukan.
Pengadilan banding menunda keputusan itu di bulan November 2009, mendorong pengurus Masjid untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung, yang meninjau kasus itu pada tanggal 14 April.
”Kami membeli tanahnya secara resmi pada tahun 1996 dan mulai membangun Masjid pada tahun 1998,” ujar Tofig Razizade, pemimpin komunitas Masjid Fatima Zahra.
”Kami terdaftar pada tahun 1995 dan mendaftarkan ulang di tahun 1997,” tambahnya.
Tahun lalu warga Azerbaijan menggelar dua demonstrasi besar-besaran di luar kantor walikota Baku dan Masjid Fatima Zahra, menuntut keputusan itu dibatalkan.
Masjid Fatima Zahra, satu-satunya Masjid di sebuah distrik perumahan dengan 70,000 penduduk, adalah salah satu dari beberapa Masjid yang akan ditutup oleh pemerintah di Azerbaijan dengan berbagai dalih di tahun 2009. Dua dari Masjid-Masjid itu telah dihancurkan. Kebanyakan Masjid yang ditutup dan dihancurkan adalah milik kelompok Sunni, meskipun Razizade mengatakan bahwa Masjid Fatima Zahra melayani baik Syiah maupun Sunni.
Penutupan dan penghancuran Masjid dilakukan sementara Baku adalah salah satu dari empat Ibukota Budaya Islam di tahun 2009, sebutan yang diberikan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmiah, dan Kebudayaan Islam.
Mendukung upaya komunitas untuk membuka kembali Masjid Fatima Zahra adalah Dewan Muslim Kaukasia. ”Selama bandingnya berjalan, masih ada harapan,” ujar juru bicara Dewan, Rahima Rahimova, pada tanggal 21 Desember. ”Kami mempertahankan bahwa apa yang dibangun untuk Allah harus tetap bersama Allah. Yang terpenting adalah Masjid itu tidak dihancurkan.” Ia bersikukuh bahwa Masjid itu harus disahkan dan bahwa semua dokumen harus disesuaikan dengan hukum. ”Bagaimana untuk menyelesaikan ini tergantung pada negara.”
Masjid Fatima Zahra telah lama berdiri tak terselesaikan pembangunannya, dengan lantai bawah telah selesai dan dapat digunakan untuk sholat namun bagian luarnya masih belum selesai. Razizade mengatakan bahwa setelah sholat berjamaah rutin digelar di bangunan itu pada tahun 2000, jumlah kehadiran jamaah meningkat hingga 1,000 pada hari Jumat.
Ia mengatakan bahwa komunitas telah mendaftarkan Masjid itu ke Kementerian Kehakiman pada tahun 1990an, namun tidak dapat mendaftar ke Komite Negara Bagian ketika sistemnya diubah menyusul revisi Hukum Agama tahun 2001. ”Komite Negara Bagian mengatakan kepada kami bahwa nama komunitas harus diubah, tanpa menjelaskan alasannya,” ujar Razazide. ”Tapi apa yang salah dengan sebuah Masjid yang diberi nama setelah putri Nabi?”
Walikota Baku saat itu memberikan lahan seluas 30.6 hektar kepada komunitas Fatima Zahra di tahun 1996 dan pembangunan pun dimulai pada tahun 1998. Namun, di tahun 2002 walikota yang baru memutuskan untuk mengambil kembali lahan itu, mengeluhkan bahwa pembangunan Masjid belum juga selesai dan memerintahkan lokasi itu digunakan untuk membangun komplek olahraga. Namun, setelah muncul protes keputusan itu dibatalkan secara verbal dan komunitas diijinkan untuk tetap memiliki lahan tersebut dan melanjutkan pembangunan Masjid.
Awal tahun 2009, otoritas Distrik Surakhani mengajukan tuntutan untuk mengembalikan lahan dan menghancurkan Masjid. Petugas menutup Masjid di pertengahan bulan Juni. ”Waktu bagi komunitas untuk menyelesaikan pembangunan telah berakhir,” ujar kepala polisi setempat Jovdat Mamedov pada saat itu.
Pengadilan Ekonomi Baku no. 2 memutuskan pada tanggal 31 Agustus bahwa Masjid itu akan dihancurkan, komunitasnya akan diusir dari lokasi, dan lahannya akan dikembalikan ke otoritas Distrik Surakhani.
Komunitas Masjid kemudian melawan keputusan itu di Pengadilan Banding Baku. Namun, pada tanggal 25 November Hakim Vakif Mursakulov dan dua koleganya di Seksi Sengketa Ekonomi pengadilan memperkuat keputusan dari pengadilan rendah. (rin/id/org) www.suaramedia.com
No comments:
Post a Comment