Telah jauh-jauh hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan bahaya yang akan mengancam dunia dengan membudayanya riba, baik dengan kedok bunga, uang lelah, bagi hasil, atau istilah yang lain. Yang jadi tolak ukur dalam masalah ini adalah hakikatnya, bukan istilah yang dipakai.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tujuh perkara tersebut?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh tanpa alasan yang bisa dibenarkan, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita baik-baik berzina.” (Hr. Bukhari, no 6465; Muslim no. 272)
Hadits ini menunjukkan bahwa pelaku akan mengalami kehancuran di dunia dan di akhirat.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْظَلَةَ غَسِيلِ الْمَلاَئِكَةِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: دِرْهَمُ رِباً يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً
Dari Abdullah bin Hanzhalah --seseorang yang jenazahnya dimandikan oleh para malaikat--, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam kondisi dia tahu bahwa itu adalah riba, dosanya lebih berat dibandingkan berzina sebanyak tiga puluh enam kali.” (Hr. Ahmad, no 22007; dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 3375)
Alangkah dahsyat hadits yang menakutkan ini. Jika satu dirham uang riba itu lebih parah daripada dosa zina --yang bukan hanya sekali, bahkan tiga puluh enam kali-- lalu bagaimana lagi dengan orang yang memakan jutaan riba!
Hadits ini juga menunjukkan bahwa tidak ada beda antara riba yang sedikit dengan riba dalam nominal yang besar. Sungguh keliru orang yang beranggapan bahwa jika riba cuma kecil. karena hanya satu atau dua persen, maka dibolehkan. Adapun riba yang terlarang, adalah jika ribanya dalam nominal yang besar.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir, beliau mengatakan, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, korban riba, pencatat, dan saksinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Mereka itu dosanya sama.'” (Hr. Muslim, no. 4177)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat semua pihak yang terlibat dalam transaksi riba. Bahkan, beliau tegaskan bahwa mereka semua itu menanggung dosa yang sama. Jika pencatat transaksi dan saksi dalam transaksi riba dosanya sama dengan dosa pemakan riba, lalu bagaimana lagi dengan orang yang mengurusi kegiatan riba, atau bahkan dengan sengaja menyebarkan dan memasang iklan di berbagai media untuk mengajak orang agar melakukan riba!
Yang dimaksud dengan pencatat riba dalam hadits di atas, adalah pencatatan ketika transaksi riba terjadi dan pencatatan setelah terjadinya transaksi.
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ تَشْتَرِيَ الثَّمْرَةَ حَتَّى تَطْعَمَ وَ قَالَ: إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَ الرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membeli buah-buahan hingga layak untuk dikomsumsi, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika zina dan riba telah dilakukan secara terang-terangan di suatu daerah, maka pada hakikatnya, penduduk daerah tersebut telah meminta agar Allah menyiksa mereka.” (Hr. Hakim, no. 2261, diiringi komentar, “Ini adalah hadits yang shahih.” Pernyataan beliau ini disetujui oleh adz-Dzahabi dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 679)
Jika kita lihat sekeliling kita, maka kita akan menyaksikan bahwa zina dan riba telah menyebar dan dilakukan secara terang-terangan, dengan nama riba atau pun lokalisasi. Semoga kita terlindung dari siksa-Nya.
Di antara bentuk siksa Allah adalah matinya hati kita, dengan menganggap dosa tidak lagi sebagai dosa, karena kita telah terbiasa dengannya.
عَنْ مَسْرُوْقٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اَلرِّبَا ثَلاَثَةُ وَ سَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ
Dari Masruq dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu. Riba yang paling ringan itu, dosanya semisal dosa orang yang menyetubuhi ibu kandungnya sendiri.” (Hr. Hakim, no. 2259, diiringi komentar, “Shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim,” dan pernyataan beliau ini disetujui oleh adz-Dzahabi, serta dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 5852)
Jika pintu riba yang paling ringan dosanya adalah semisal dosa orang yang menyetubuhi ibu kandungnya sendiri, lalu bagaimanakah dengan pintu riba yang lebih besar lagi!
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : اَلرِّبَا وَ إِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتُهُ تَصِيْرُ إِلَى قِلٍّ
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Uang riba, meski berjumlah banyak, namun kesudahannya pasti akan menjadi sedikit.” (Hr. Hakim, no. 2262, diiringi komentar, “Ini adalah hadits yang sanadnya shahih.” Komentar beliau ini disetujui oleh adz-Dzahabi, dan al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 3542)
Kandungan hadits ini sejalan dengan firman Allah,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (Qs. al-Baqarah: 276)
Ini adalah peringatan bagi para pelaku riba, bahwa harta riba meski pada awalnya berjumlah banyak, namun pada suatu hari nanti pasti akan hancur. Hal ini pun telah terbukti di dunia nyata. Para pelaku riba akan selalu diberi cobaan dari Allah, dengan jalan Allah tidak memberkahi harta yang mereka peroleh.
Allah uji mereka dengan musibah, penyakit, dan kecelakaan, sehingga habislah uang mereka untuk keperluan ini. Mereka tidaklah merasakan nikmat dengan harta tersebut, atau bahkan bisnis mereka mengalami kerugian. Namun, juga tidak menutup kemungkinan, jika Allah menunda itu semua hingga hari kiamat tiba, dan ini lebih dahsyat lagi.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، قَالَ : الرِّبَا بِضْعٌ وَسَبْعُونَ بَابًا وَالشِّرْكُ مِثْلُ ذَلِكَ
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu memiliki tujuh puluh sekian pintu, dan kesyirikan juga semisal itu.” (Hr. Bazzar, no. 1935; dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 3540)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan riba dan syirik dalam satu hadits, serta menghubungkan dua dosa tersebut dengan kata-kata “dan”, yang menunjukkan kesejajaran. Ini menunjukkan betapa besarnya bahaya riba.
عَنِ بْنِ مَسْعُوْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ بَيْنَ يَدَيْ اَلسَّاعَةِ يُظْهَرُ الرِّبَا وَالزِّنَا وَالْخَمْرُ
Dari Ibnu Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebelum kiamat terjadi, maka riba, perzinaan, dan minum khamr akan dilakukan secara terang-terangan.” (Hr. Thabrani dalam Mu’jam Ausath, no. 7695; dinilai sebagai hadits yang shahih li ghairihi oleh al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib, no. 1861)
Jadi, di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah muncul dan tersebarnya praktik riba di tengah-tengah masyarakat.
Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: www.pengusahamuslim.com
Akan Datang Riba Di Suatu Masa
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِdatang-riba
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan terkena debunya.” (Hr. Nasa`i, no. 4455, namun dinilai dhaif oleh al-Albani)
Meski secara sanad, hadits di atas adalah hadits yang lemah, namun makna yang terkandung di dalamnya adalah benar, dan zaman tersebut pun telah tiba. Betapa riba dengan berbagai kedoknya saat ini telah menjadi konsumsi publik, bahkan menjadi suatu hal yang mendarah daging di tengah banyak kalangan. Padahal, ancaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang riba sungguh mengerikan, bagi orang yang masih memiliki iman kepada Allah dan hari akhir.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِيَّاكَ وَالذُّنُوبَ الَّتِي لا تُغْفَرُ: الْغُلُولُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئًا أَتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَآكِلُ الرِّبَا فَمَنْ أَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا يَتَخَبَّطُ
Dari Auf bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hati-hatilah dengan dosa-dosa yang tidak akan diampuni. Ghulul (korupsi). Barangsiapa yang mengambil harta melalui jalan khianat, maka harta tersebut akan didatangkan pada hari kiamat nanti. Demikian pula pemakan harta riba. Barangsiapa yang memakan harta riba, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan berjalan sempoyongan.” (Hr. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 110; dinilai hasan li ghairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 1862)
Berdasarkan hadits tersebut, maka pelaku riba itu telah menghalangi dirinya sendiri dari ampunan Allah.
Makna hadits di atas bukanlah menunjukkan bahwa meski orang yang memakan riba sudah bertobat, dia tetap tidak akan diampuni oleh Allah. Akan tetapi, maksudnya adalah menunjukkan tentang betapa besar dan mengerikannya dosa memakan riba.
Umat Islam bersepakat berdasarkan berbagai dalil dari al-Quran dan sunnah, bahwa orang yang bertobat dari dosa, maka Allah akan menerima tobatnya, baik dosa tersebut adalah dosa kecil maupun dosa besar.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَيَبِيْتَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى أَشَرٍ وَبَطَرٍ وَلَعِبٍ وَلَهْوٍ فَيُصْبِحُوا قِرَدَةً وَخَنَازِيْرَ بِاسْتِحْلاَلِهِمُ الْمَحَارِمَ وَاتِّخَاذِهِمُ الْقَيْنَاتِ وَشُرْبِهِمُ الْخَمْرَ وَأَكْلِهِمُ الرِّبَا وَلُبْسِهِمُ الْحَرِيرَ
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh ada sejumlah orang dari umatku yang menghabiskan waktu malamnya dengan pesta pora dengan penuh kesombongan, permainan yang melalaikan, lalu pagi harinya mereka telah berubah menjadi kera dan babi. Hal ini disebabkan mereka menghalalkan berbagai hal yang haram, mendengarkan para penyanyi, meminum khamr, memakan riba, dan memakai sutra.” (Hr. Abdullah bin Imam Ahmad, dalam Zawa`id al-Musnad [Musnad Imam Ahmad, no. 23483], dinilai hasan li ghairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 1864)
Pada saat haji wada`, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ كُلُّ شَىْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَىَّ مَوْضُوعٌ وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي بَنيى سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ
“Ingatlah, segala perkara jahiliah itu terletak di bawah kedua telapak kakiku. Semua kasus pembunuhan di masa jahiliah itu sudah dihapuskan. Kasus pembunuhan yang pertama kali kuhapus adalah pembunuhan terhadap Ibnu Rabi’ah bin al Harits. Dulu, dia disusui oleh salah seorang dari Bani Sa’ad, lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba jahiliah juga telah dihapus. Riba yang pertama kali kuhapus adalah riba yang dilakukan oleh Abbas bin Abdil Muthallib. Sungguh, semuanya telah dihapus.” (Hr. Muslim, no. 3009; dari Jabir bin Abdillah)
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa riba itu berada di bawah telapak kaki beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menunjukkan betapa rendah dan hinanya pelaku riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menilai riba sebagai perkara jahiliah.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي ، فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ ، فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ ، وَعَلَى وَسَطِ النَّهْرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ ، فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِى فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِى فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ ، فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ ، فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِي رَأَيْتَهُ فِى النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا
Dari Samurah bin Jundab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semalam aku bermimpi, bahwa ada dua orang yang datang, lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah tanah yang suci. Kami berangkat, sehingga kami sampai di sebuah sungai berisi darah. Di tepi sungai tersebut terdapat seseorang yang berdiri. Di hadapannya terdapat batu. Di tengah sungai, ada seseorang yang sedang berenang. Orang yang berada di tepi sungai memandangi orang yang berenang di sungai. Jika orang yang berenang tersebut ingin keluar, maka orang yang berada di tepi sungai melemparkan batu ke arah mulutnya.
Akhirnya, orang tersebut kembali ke posisinya semula. Setiap kali orang tersebut ingin keluar dari sungai, maka orang yang di tepi sungai melemparkan batu ke arah mulutnya sehingga dia kembali ke posisinya semula di tengah sungai. Kukatakan, ‘Siapakah orang tersebut?’ Salah satu malaikat menjawab, ‘Yang kau lihat berada di tengah sungai adalah pemakan riba.’” (Hr. Bukhari, no. 1979)
Dalam hadits di atas, tampak jelas sekali tentang betapa kerasnya hukuman bagi pemakan riba, sementara ketika di dunia dia mengira bahwa dirinya bergelimang kenikmatan.
Akhirnya, seluruh umat Islam beserta segenap ulamanya, baik yang terdahulu ataupun yang datang kemudian, telah sepakat bahwa riba adalah haram. Mereka juga menegaskan bahwa bunga bank dan yang semisal dengannya adalah haram.
Mereka juga sepakat bahwa siapa saja yang menghalalkan riba, maka dia kafir. Serta, siapa saja yang melakukan transaksi riba, namun masih memiliki keyakinan bahwa riba itu haram, maka dia telah melakukan dosa besar, tergolong sebagai orang yang fasik dan berani memerangi Allah dan rasul-Nya.
Para ulama telah menetapkan haramnya bunga yang telah dipatok di awal transaksi, misalnya 3%, 5%, dan seterusnya. Para ulama telah membantah orang-orang yang menghalalkan bunga bank dan merontokkan argumen-argumen mereka secara total. Tidak ada perbedaan antara bunga pinjaman, baik dalam jumlah kecil atau pun dalam jumlah besar. Semuanya adalah riba yang diharamkan.
Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: www.pengusahamuslim.com
No comments:
Post a Comment