Adab-Adab Ketika Tidur

Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:
“Dan termasuk dari ayat-ayat Kami (yaitu) waktu  tidur kalian di malam hari  dan waktu kalian mengusahakan (mencari) karunia (rizki)-Nya di siang hari. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekusaan-Nya bagi kaum yang mereka mau mendengar.” (Ar Ruum: 23)
- Allah Subhanahu wa Ta`ala juga berfirman:
“Dan Kami jadikan tidur kalian sebagai istirahat” (An-Naba`: 9)
- Berkata Al-Barra` bin Azib Radhiallahu ‘anhu: Bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
“Jika engkau mendatangi tempat tidurmu maka hendaklah berwudhu sebagaimana wudhumu ketika hendak shalat, kemudian tidurlah di atas rusuk sebelah kanan kalian, kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu dan aku kembalikan urusan-urusanku kepada-Mu…al-hadits.”[1]
Di antara adab-adab ketika hendak tidur yaitu:

1. Menutup pintu dan mematikan api serta lampu sebelum tidur.
2. Berwudhu sebelum tidur.
3. Membersihkan tempat tidur sebelum merebahkan diri diatasnya.
4. Tidur menghadap sebelah kanan dan meletakkan pipinya di atas tangan kanannya.

5. Membaca sebuah surat dari surat-surat dalam Al-Qur`an.
6. Membaca doa-doa dan berdzikir.
7. Ketika bermimpi, apa yang sebaiknya diucapkannya dan apa yang sebaiknya dilakukannya jika yang dilihatnya dalam mimpi menyenangkan atau menakutkan.
8. Makruh tidur dengan tengkurap.
9. Dibencinya tidur di atas teras bagian atas rumah tanpa adanya batu pembatas.
10. Doa-doa ketika bangun dari tidur.
-     Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:
“Dan termasuk dari ayat-ayat Kami (yaitu) waktu  tidur kalian di malam hari  dan waktu kalian mengusahakan (mencari) karunia (rizki)-Nya di siang hari. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekusaan-Nya bagi kaum yang mereka mau mendengar.” (Ar Ruum: 23)
- Allah Subhanahu wa Ta`ala juga berfirman:
“Dan Kami jadikan tidur kalian sebagai istirahat” (An-Naba`: 9)
- Berkata Al-Barra` bin Azib Radhiallahu ‘anhu: Bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
“Jika engkau mendatangi tempat tidurmu maka hendaklah berwudhu sebagaimana wudhumu ketika hendak shalat, kemudian tidurlah di atas rusuk sebelah kanan kalian, kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu dan aku kembalikan urusan-urusanku kepada-Mu…al-hadits.”[2]
Di antara adab-adab ketika hendak tidur yaitu:
  1. Menutup pintu dan mematikan api serta lampu sebelum tidur.

Diriwayatkan dari hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Matikanlah lampu-lampu pada malam hari ketika engkau hendak tidur dan tutuplah pintu-pintu,…”[3] Dan dalam satu riwayat: “Tutuplah pintu-pintu dan matikanlah lampu-lampu, karena sesungguhnya al-fuwaisaqah – tikus- bisa jadi akan mneyenggol sumbu lampu yang masih menyala dan membakar rumah  penghuninya.”[4]
Dan diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan biarkan api masih menyala dalam rumahmu ketika engkau beranjak tidur”[5]
Dalam atsar sebelumnya telah disebutkan tentang perintah untuk mematikan lampu serta api yang menyala dan menutup pintu. Kemudian apakah perintah tersebut sifatnya wajib atau sekedar sunnah atau sekedar pengarahan saja. Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam hal ini.
Sebab perintah mematikan api dan lampu tiada lain karena khawatir api itu bisa menyebar dan akan dapat membakar penghuninya.  Sebab ini dijelaskan dalam sebuah hadits , dimana  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Karena bisa jadi al-fuwaisaqah – yaitu tikus -  akan menyenggol sumbu lampu yang  tetap menyala dan membakar rumahnya.”
Berkata Al-Qurthubi -rahimahullah- : “Di dalam hadits-hadits ini bahwa salah seorang jika tidur di rumahnya sendirian dan terdapat api yang masih menyala maka hendaklah ia mematikannya terlebih dahulu sebelum ia tidur, atau melakukan sesuatu yang memberi jaminan bahwa nyala api tidak membakarnya, demikian juga apabila di rumah tersebut terdapat banyak orang, maka sebagian diantara mereka menjadi wajib untuk mematikan lampu tersebut ketika hendak tidur, ataukah yang palingberhak untuk mematikannya adalah yang paling akhir tidur. Maka barang siapa yang lalai dalam perkara ini maka dia telah menyelisihi sunnah dan bisa dianggap sebagai orang yang telah meninggalkan sunnah.[6]
Adapun tentang perintah menutup pintu-pintu sebelum tidur, maka terdapat dalam riwayat Muslim dari hadits Jabir Radhiallahu ‘anhu:
“Dan tutuplah pintu-pintu, dan sebutlah nama Allah, karena sesungguhnya syaithan tidak akan bisa membuka pintu yang telah tertutup.”[7]
Berkata Ibnu Daqiiq Al-‘Ied –rahimahullah- : Perintah menutup pintu ini terdapat maslahat baik secara sya`ri maupun secara duniawiyah di antaranya adalah menjaga diri dan hartanya dari orang-orang yang berkelakuan buruk dan dari pelaku kejahatan. Terlebih lagi dari gangguan syaithan. Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Karena sesungguhnya  syaithan tidak akan bisa membuka pintu yang telah tertutup.”
Menyiratkan bahwa perintah untuk menutup pintu terdapat maslahat yaitu menjauhkan syaithan agar tidak bercampur baur dengan kaum manusia. Dan secara khusus adalah sebagai bentuk kehati-hatian karena takut terhadap apa-apa yang tidak tampak baginya, kecuali dari tuntuanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam …[8]
Masalah: Jika api telah diamankan dan telah dilakukan segala sebab untuk  menghindari  agar tidak terjadi kebakaran. Maka apakah boleh dikatakan untuk meninggalkan api serta lampu-lampu  tanpa mematikannya?
Jawab: Jika telah aman dari hal seperti itu…, maka tidak mengapa untuk tidak mematikannya. Karena  sebab perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mematikan api serta lampu dalam hadits diatas karena al-fuwaisaqah – tikus – akan menyebabkan nyala api membakar rumah sipemilik, namun apabila sebab tersebut telah hilang maka larangan tersebut juga telah tertiadakan. Demikian  yang dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi –rahimahullah-.[9]
  1. Berwudhu sebelum tidur

Al-Barra` bin Azib radhiallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika engkau hendak mendatangi tempat tidurmu maka hendaklah engkau berwudhu sebagaimana wudhumu untuk shalat…al-hadits.”[10]
Wudhu yang diperintahkan disini tidak menunjukkan suatu  kewajiban akan tetapi hanyalah menunjukkan suatu amalan yang  sunnah saja bagi siapa saja yang hendak tidur. Salah satu riwayat Ahmad menguatkan akan hal itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Jika engkau mendatangi tempat tidurmudalam keadaan yang suci….”[11]
Maka jika telah  berwudhu dan maka telah cukup baginya karena maksud wudhu tersebut adalah agar selama tidurnya dalam keadaan suci dikarenakan khawatir apabila ia meninggal dunia dimalam itu dan agar dijadikan pada mimpinya kebaikan dan agar dijauhkan dari godaan dan gangguan syaithan didalam tidurnya. Demikian perkataan Al-Imam An-Nawawi –rahimahullah-.[12]
  1. Membersihkan tempat tidur sebelum merebahkan diri diatasnya

Termasuk dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak tidur adalah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkan tempat tidurnya dengan sarungnya tiga kali sebelum beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merebahkan diri diatas pembaringannya. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian hendak ke tempat tidurnya, maka hendaklah ia membersihkan tempat tidurnya dengan bagian dalam sarungnya,[13] karena ia tidaklah tahu apa yang terjadi setelah ia tertidur… al-hadits.”
Dalam satu riwayat:
”Jika salah seorang dari kalian mendatangi tempat tidurnya, maka hendaklah ia mengibaskan tempat tidurnya dengan ujung  kain bajunya sebanyak tiga kali… al-hadits.”
Dalam riwayat Muslim
“Maka hendaklah ia mengambil sarungnya dan membersihkan tempat tidur dengan sarungnya tersebut dan hendaklah ia menyebut nama Allah, karena sesungguhnya ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya.”
Dalam riwayat At-Tirmidzi:
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tempat tidurnya kemudian kembali hendak tidur maka hendaklah ia membersihkan … al-hadits.”[14]
Dari beberapa hadits tersebut terdapat faedah, di antaranya:
- Disunnahkannya membersihkan tempat tidurnya sebelum tidur.
- Disunnahkannya membersihkannya sebanyak tiga kali sapuan.
- Menyebut nama Allah ketika akan beranjak tidur.
- Bahwa siapa saja yang bangun dari tidurnya kemudian hendak tidur lagi,maka disunnahkan baginya untuk membersihkan tempat tidurnya kembali dengan sekali kibasan.
Sebab hal itu, sebagaimana penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Karena ia tidaklah tahu apa yang terjadi di tempat tidurnya setelah ia tidur.”
Di antara  hikmah membersihkan dengan mengkhususkan bagian dalam sarungnya bukanlah sebab yang terjangkau oleh pengetahuan kita. Para Ulama berselisih pendapat pada sekian banyak pendapat. Mengamalkan sunnah ini tidaklah dibatasi dengan mengetahui hikmah dari amalan tersebut, melainkan kapan suatu hadits telah shahih mestilah untuk diamalkan, walau hikmahnya tidak diketahui. Dan kembalian dari itu semua adalah kepada ketundukan dan penyerahan diri. Ini adalah dasar yang sangat agung yang anda mesti pegang teguh.
  1. Tidur menghadap sebelah kanan dan meletakkan pipinya di atas tangan kanannya

Terdapat hadits dari Al-Barra` bin Azib -radhiallahu ‘anhu- beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika engkau hendak mendatangi tempat tidurmu maka hendaklah engkau berwudhu sebagaimana wudhumu untuk shalat kemudian berbaringlah di atas rusuk sebelah kanan…al-hadits.”[15]
Demikian juga dalam hadits Hudzaifah -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata:
“Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat tidurnya di malam hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di bawah pipinya… al-hadits.”
Dalam riwayat Ahmad rahimahullah:
“Jika seorang datang ke tempat tidurnya, letakkanlah tangannya yang kanan di bawah pipinya….”[16]
Tidur dengan berbaring menghadap sebelah kanan mengandung beberapa faedah, di antaranya:
- Dengan posisi seperti itu akan membuatnya mudah bangun.
- Agar jantung menggantung di sebelah kanan, dengan demikian tidak akan menyulitkan (sirkulasi darah) untuk tidur.
- Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi -rahimahullah-: “Posisi tidur yang demikian ini , mneurutanalisa para ahli kedokteran lebih baik bagi badan.” Para ahli kedokteran mengatakan: “Memulai tidur dengan menghadap sisi kanan kemudian setelah itu boleh untuk berbalik ke sisi kiri.”[17]
Bersambung ke Bagian 2…
Sumber : 

[1] . HR. Al-Bukhari, no.  247 dan Muslim, no.  2710.
[2] . HR. Al-Bukhari, no.  247 dan Muslim, no.  2710.
[3] . HR. Al-Bukhari, no. 6292, Muslim, no. 6012, Ahmad, no. 13816, At-Tirmidzi, no. 1816, Abu Daud, no. 3731, dan Malik, no. 1767.
[4] . Terdapat pada Shahih Al-Bukhari dalam Kitab Al-Isti`dzan no. hadits: 6259.
[5] HR. Al-Bukhari, no. 6293, Muslim, no. 6293, Ahmad, no. 3501, At-Tirmidzi, no. 1813, Abu Daud no. 5246, dan Ibnu Majah, no. 3769.
[6] . Fathul Bari (11/89).
[7] . Lihat pada jilid yang keenam (13/155)  no. 2012.
[8] . Fathul Bari (11/90).
[9] . Syarh Muslim. Jilid 6 (13/156) no hadits. 2015.
[10] . HR. Al-Bukhari, no. 247, Muslim, no. 2710, Ahmad, no. 18114, At-Tirmidzi, no. 3574, dan Abu Daud, no. 5046.
[11] No.  (18089).
[12] . Syarh Shahih Muslim (17/29).
[13] .  Dengan sarungnya maknanya yaitu mengibaskan ujung sarungnya yang berada setelah tubuhnya, dan yang berada pada bagian kanannya apabila dia mengenakan sarung. Karena seseorang yang mengenakan sarung, memulia lipatan sarungnya dari bagian kanan, olehnya itu, bagian inilah yang bersinggungan langsung dengan tubuhnya. Demikian disebutkan didalam Al-Lisaan (11/240) pada bahasan: دخل.
Dan yang semisalnya: (صنفة الثوب) “ bagian dalam pakaiannya “ pada riwayat berikutnya. Maka (صنفة الثوب) yaitu kain yang menempel pada kulit (Lihat Fathul Bari, 11/130)
[14] . HR. Al-Bukhari, no. 6320, 7393, Muslim, no. 2714, Ahmad, no. 7752, At-Tirmidzi, no. 3401, Abu Daud, no. 5050, Ibnu Majah, no. 3784, dan Ad-Darimi, no. 2684.
[15] . Takhrij hadits ini telah disebutkan sebelumnya.
[16]. HR. Al-Bukhari, no. 6314, Ahmad, no. 22733, dan selain mereka berdua hanya saja tanpa menyebutkan “tangan”.
[17] . Fathul Bari (11/113).
Penulis Al-Ustadz Abu Muawiah

Membaca sebuah surat dari surat-surat dalam Al-Qur`an.

Termasuk petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau tidak tidur sampai beliau membaca sebuah ayat dari Al-Qur`an. Bacaan Al-Qur`an sebelum tidur perumpakan penjagaan bagi seorang Muslim godaan syaithan dalam tidurnya, dan syaithan tidak akan menemani dalam mimpinya.
Ada banyak atsar yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkaitan dengan bab pembahasan ini dan juga sangat beragama lafazhnya. Di sini akan kami sebutkan beberapa yang dapt kami kumpulkan.
  • Membaca ayat kursi.
Dalam hal ini terdapat kisah dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ketika ia bersama dengan orang yang mencuri dari perbendaharaan zakat. Ketika Abu Hurairah radhiallahh ‘anhu berkeninginan untuk melaporkannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang tersebut berkata: “ Lepskanlah aku, maukah aku ajarkan satu kalimat yang niscaya Allah akan memberikan manfaat bagimu dengannya?” Aku berkata: “Kalimat apakah itu?” Ia berkata: ”Jika engkau mendatangi tempat tidurmu untuk tidur, maka bacalah ayat kursi,yakni :
Allahu Laa Ilaha illa Huwal Hayyul Qaayum “
Sampai selesai ayat tersebut, maka sungguh Allah senantiasa akan menjagamu dan syaithan tidak akan bisa mendekatimu sampai datangnya waktu subuh.
[Berkata Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-] maka ia pun aku lepaskan. Dan keesokan paginya, RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku: “Apa yang terjadidengantahanan engkau semalam?” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, dia meyakinkanku bahwa dia telah mengajariku beberapa kalimat yang Allah akan memberi manfaat bagiku dengannya, maka akupun melepaskannya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Kalimat apakah itu?”
Aku berkata: “ Ia berkata kepadaku, jika engkau mendatangi tempat tidurmu, maka bacalah ayat kursi dari awal sampai akhir ayat, yakni :
“ Allahu Laa Ilaha illa Huwal Hayyul Qaayum ”, dan ia berkata kepadaku bahwa Allah senantiasa akan menjagaku dan syaithan tidak akan bisa untuk mendekatimu sampai datang waktu shubuh . – dan mereka – yatu para sahabat adalah kaum yang paling bersemangat dalam hal-hal kebaikan-. Maka bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Adapun ia, sesungguhnya perkataannya adalah benar namun ia adalah pendusta. Tahukah engkau, siapa yang telah engkau ajak berbincang selama tiga malam itu wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab: “Tidak”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ia adalah syaithan.”[1]
  • Membaca surat Al-Ikhlas, dan Al-Mu`awidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) kemudian meniup[2] dengan tangannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca surat Al-Ikhlas dan Al-Mu`awidzatain dan meniupnya di tangannya kemudian mengusapkannya ke seluruh badan yang mampu dijangkau dengan tangan beliau.
Berkata Ummul Mu`minin Aisyah -radhiyallahu ‘anha-:
“Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak beristirahat di tempat tidurnya pada setiap malamnya beliau menyatukan dua telapak tangannya kemudian meniup kedua te;apak tangannya yang dilanjutkan dengan membaca padanya ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan ‘Qul A`udzu birabbil falaq’ serta ‘Qul A`udzu birabbinnas’, kemudian mengusapkan tangannya ke seluruh tubuh beliau yang sanggup beliau jangkau, dimulai dari bagian kepala kemudian wajah kemudian bagian tubuh yang paling dekat dijangkau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya tiga kali.”[3]
Dari hadits di atas dapat diambil faedah bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melakukannya pada setiap hendak tidur, sebagaimana diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Aisyah -radhiyallahu ‘anha-: “Pada setiap malam.”
Adapun tata caranya adalah dengan meniup kedua telapak tangannya, kemudian mengusapkan dengannya ke seluruh badan yang mampu dijangkau, dimulai dari kepala dan wajah kemudian yang terdekat dari badan.
Faedah lainnya dari hadits ini juga bahwa meniupnya adalah dengan tiga kali tiupan. Kemudian faedah meniup tersebut dimaksudkan untuk mencari barakah dengan hawa basah, dan hawa yang bersinggungan langsung dengan telapak tangan, sebagai bentuk ruqyah dan bagian dari dzikir-dzikir yang baik. Demikian yang diterangkan oleh Al-QadhiRahimahullah.[4]
Faedah: Meniup tangan disertai bacaan Al-Ikhlas dan Al-Mu`awidzatain, tidaklah dikhususkan ketika hendak tidur saja bahkan hal itu disunnahkan bagi orang yang merasakan sakit, agar ia meniup kedua telapak tangannya tiga kali kemudian mengusapkan ke tubuhnya. Al-Bukhari meriwayatkan dari hadits Aisyah -radhiyallahu anha-:
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika merasakan sakit beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meniup tangannya kemudian membaca Al-Mu`awidzat kemudian mengusapkan dengannya ke tubuhnya. Maka tatkala beliau dalam keadaan sakit yang sangat. Beliau mulai dengan menyatukan kedua telapak tangan beliau kemudian membaca Al-Mu`awidzat[5] yang kemudian meniupnya dan mengusapkannya ke seluruh tubuh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[6]
  • Membaca surat (Al-Kafirun) sebagai bentuk berlepas diri terhadap kesyirikan.
Dari Farwah bin Naufal dari bapaknya -radhiallahu ‘anhu-: Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Naufal:
“Bacalah ‘Qul Yaa Ayyuhal kaafiruun’ kemudian tidurlah setelah selesai membacanya karena itu merupakan bentuk berlepas diri dari kesyirikan.”[7]
  • Membaca surat (Tabarak/ Al-Mulk) dan (Alif Lam Mim Tanzil As-Sajdah).
Berdasarkan hadits Jabir -Radhiallahu ‘anhu-:
“Rasulullah belum akan tidur sampai beliau membaca ‘Alif Lam Mim Tanzil As-Sajdah’ dan ‘Tabarakalladzi biyadihil mulk’.”[8]
Faedah: Tentang surat Tabarak terdapat atsar bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi untuk selalu membacanya. Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Satu surat dari Al-Qur`an yang tiga puluh ayatnya dapat memberi syafaat bagi yang membacanya sehingga akan diampuni baginya dosa-dosanya yaitu ‘Tabarakalladzi biyadihil mulk’.”[9]
  • Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah.
Berdasar hadits Abu Mas`ud Al-Badri -Radhiallahu ‘anhu-: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah, siapa saja yang membacanya pada malam hari telah cukuplah dua ayat tersebut baginya.”[10]
Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “ telah cukuplah dua ayat tersebut baginya “An-Nawawi -Rahimahullah- mengatakan: “Dikatakan bahwa makna “telah cukuplah dua ayat tersebut baginya” sebagai pengganti shalat al-lail. Ada yang berpendapat telah cukup sebagai penjaga dari syaithan. Ada yang berpendapat sebagai penjaga dari suatu yang membahayakan, dan semua makna tersebut saling menguatkan.”[11]

Membaca doa-doa dan berdzikir

Termasuk petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak tidur adalah beliau beerdoa lebih dahulu di malam sebelum tidur. Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang hendak tidur di tempat tidurnya tanpa berdzikir kepada Allah -Subhanahu wa Ta`ala- maka Allah -Subhanahu wa Ta`ala- akan menjauh darinya di hari kiamat.Dan barang siapa yang duduk pada suatu tempat duduk, dan tidak berdzikir kepada Allah ‘aza wajalla , kecuali Allah akan menjauh darinya pada hari kiamat”[12]
Siapa saja yang memperhatikan doa-doa yang diucapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu hendak tidurnya, tercakup di sana makna-makna yang agung dan mulia, di sana pula tercakup tentang tauhid dan jenis-jenisnya, tercakup pula bentuk kelemahan kefakiran kita di hadapan Allah -Subhanahu wa Ta`ala-, terdapat juga permohonan ampun, taubat, inabah dan membentengi diri dari adzab di hari akhirat. Terkandung juga permohonan untuk meminta perlindungan kepada Allah -Subhanahu wa Ta`ala- dari godaan hawa nafsu dan syaithan. Terkandung juga pujian kepada Allah -Subhanahu wa Ta`ala- atas nikmat-nikmat-Nya, dan kandungan-kandungan lain maknanya sangatlah luas dan tiada batasnya dimana tempat ini tidak memungkinkan untuk disebutkan semuanya.
Nantinya akan kami sebutkan sebagian doa-doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak tidur agar kita semua dapat mengambil faedah darinya dengan mengharapkan tambahan amal kebaikan. Sesungguhnya orang yangmendapatkan taufik Allah adalah yang berlomba mengerjakan amal-amal kebaikan.
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu, dari adzabMu di hari Engkau bangkitkan hamba-hamba-Mu.”
Dari Hadits Hafshah -radhiyallahu ‘anha- (istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah setiap hendak tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipinya, kemudian membaca doa: ‘Allahumma qinni adzabaka yauma tab`atsu ibaadaka’(Ya Allah, aku berlindung kepadaMu, dari adzabMu di hari Engkau bangkitkan hamba-hamba-Mu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya tiga kali.”[13]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dengan nama-Mu Ya Allah aku mati dan aku hidup kembali.”
Dari hadits Hudzaifah bin Al-Yaman -radhiallahu ‘anhu- berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap hendak menuju tempat tidurnya berdoa:‘Bismika Allahumma amuutu wa ahyaa…’ (Dengan nama-Mu Ya Allah aku mati dan aku hidup kembali).[14]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ya Allah, Engkaulah yang menghidupkan diriku dan Engkaulah Dzat yang akan mematikan aku (kelak).”
Dari hadits Abdullah bin Umar -Radhiallahu ‘anhuma-, bahwa Ibnu Umar -Radhiallahu ‘anhuma- menyuruh seorang laki-laki yang hendak mendatangi tempat tidurnya untuk berdoa: “Állahumma khalaqta nafsi wa anta tawaffaha, laka mamatuha wa mahyaha, in ahyataha fahfadh-ha, wa in amataha faghfir laha, Allahumma inni as`alukal `afiyah.” (Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang telah menciptakan diriku dan Engkaulah yang akan mematikan aku. Engkau memiliki hak menghidupkan dan mematikan. Jika Engkau menghidupkan diriku, maka peliharalah ia, dan jika Engkau mematikannya, ampunilah ia. Ya Allah aku memohon keselamatan kepadaMu). Maka berkata kepadanya seorang laki-laki: “Apakah engkau mendengarnya dari Umar?” Ia berkata: “Dari orang yang lebih baik dari Umar -radhiallahu ‘anhu- dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[15]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dengan nama-Mu Ya Rabbi, kuletakkan tubuh ini, dan dengan pertolongan-Mu aku mengangkatnya….”
Dari hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian hendak beriustirahat di tempat tidurnya, maka hendaklah ia mengebutkan (menyapu) tempat tidurnya dengan kain sarung, karena sungguh ia tidak tahu lagi apa yang terjadi di tempat tidur tersebut setelahnya. Kemudian hendaklah ia tidur menghadap kearah kanan, kemudian hendaklah ia membaca doa:“Bismika Rabbi wadha`tu janbi, wa bika arfa`ahu, in amsakta nafsi farhamha, wa in arsaltaha, fahfadh-ha bima tahfadhu bihi `ibaadakash shalihiin.”(Dengan menyebut nama-Mu, Ya Rabbi, kuletakkan tubuh ini, dengan pertolonganMu aku mengangkatnya. Kalau Engkau mematikan aku, maka berikan rahmatMu kepadanya, jika Engkau membiarkannya hidup, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih).[16]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ya Allah, Penguasa langit, Penguasa bumi dan yang memiliki Arsy yang agung….”
Dari Hadits Abu Hurairah -Radhiallahu ‘anhu- berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami jika kami menuju tempat tidur kami untuk berdoa: ‘Allahumma, Rabbas-samawati, wa rabbal-ardli, wa rabbal `arsyil `adhiim, rabbana wa rabba kulli syai`in, faaliqul-habbi wan-nawa, wa manzilat-taurata wal-injila wal –furqan, a`udzubika minn syarri kulli syai`in, anta aakhidun binashiyatiha, Allahumma anta al-awwalu fa laisa qablaka sya`iun, wa antal-akhiru falaisa ba`daka sya`iun, wa antadh-dhahiru falaisa fauqaka sya`iun, wa antal bathinu falaisa duunika sya`iun iqdli `annad-daina wa aghnina minal faqr’. (Ya Allah, Rabb langit dan Rabb bumi dan Rabb Arsy yang agung, Wahai Rabb kami, Rabb segala sesuatu, yang menciptakan biji-bijian dan benih tanaman,. Yang menurunkan Taurat dan Injil serta Al-Furqan (Al-Qur`an), aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu yang mana Engkau-lah yang memegang ubun-ubunnya. Engkau adalah Al-Awwal, yang tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu, dan Engkau adalah Al-Akhir, yang tidak ada sesuatu pun setelah-Mu. Engkau adalah Adh-Dhahir, yang tidak ada sesuatu pun di atas-Mu. Dan Engkau adalah Al-Bathin, yang tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu. Berilah kami kemampuan untuk melunasi hutang dan bebaskanlah kami dari kefakiran‘).”[17]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ya Allah, Pencipta langit dan bumi….”
Dari hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwa Abu Bakr Ash-Shiddiq -radhiallahu ‘anhu- berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada kami satu kalimat untuk kami ucapkan pada pagi dan sore hari.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ucapkanlah: ‘Allahumma faatiras samaawati wal ardli, aalimal ghaibi wasy syahaadati, Rabba kulli syaiin wa maliikahu, Asyhadu alla ilaha illa Anta, audzubika min syarri nafsii wasy syarrisy syaithaani wa syirkihi’. (Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui yang ghaib dan semua yang tak terlihat, aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar selain Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan diriku sendiri dan dari kejelekan syaithan dan campur tangannya).
Kemudian sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga:
“Ucapkan itu pada pagi hari, pada sore hari dan pada waktu engkau hendak tidur.”[18]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum, memberi kami kecukupan dan memberikan kepada kami tempat tinggal….”
Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu- meriwayatkan, beliau berkata: “ Bahwa apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat tidurnya, maka ucapkanlah:“Alhamdulillahilladzi ath`amanaa wa saqanaa, wa kafaanaa, wa aawanaa, fa kam mimman laa kaafiya lahu walaa mu`wiya”. (Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum, memberi kami kecukupan dan memberi kepada kami tempat tinggal. Karena banyak orang yang tidak memiliki kecukupan dan tempat tinggal).[19]
  • Tasbih dan Tahmid dibaca tiga puluh tiga kali (33 X) dan takbir dibaca tiga puluh empat kali (34 X).
Ali -Radhiallahu ‘anhu- meriwayatkan bahwa ketika itu Fathimah -radhiyallahu ‘anha- sedang melingkarkan tangannya, tiba-tiba datanglah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tentang pembantunya, karena beliau tidak menemukannya. Maka aku sebutkan demikian kepada Aisyah -radhiyallahu ‘anha-. Ketika datang beritanya, dia berkata: Lalu beliau mendatangi kami sedangkan kami telah mendatangi tempat tidur kami. Lalu sayapun bangung, kemudian beliau berkata: Tetaplah ditempatmu. Lalu beliau duduk diantara kami, hingga saya merasakan dinginnya kedua kaki beliau didadaku.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah, aku akan menunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu, yaitu jika kalian berdua mendatangi tempat tidur kalian atau kalian hendak tidur padanya, maka bertakbirlah tiga puluh tiga kali, bertasbih tiga puluh tiga kali, dan bertahmid tiga puluh tiga kali. Maka ini yang demikian adalah lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.”[20]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dengan menyebut nama Allah, aku meletakkan tubuh ini, Ya Allah, berilah ampunan bagiku atas dosa-dosaku….”
Dari Abu Zubair Al-Anmaari -radhiallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seseorang hendak ke tempat tidurnya pada malam hari, ucapkanlah:‘Bismillahi wadha`tu jambii, Allahummagh firlii dzambii, wa akhsaa syaithanii wa fakka rahaanii, waj`alnii fin nadyil a`la’. (Dengan menyebut nama Allah, aku meletakkan tubuh ini, Ya Allah, berilah ampunan bagiku atas dosa-dosaku, usirlah syaithan dari diriku, bebaskan apa yang masih tergadai dariku, jadikanlah aku dalam tempat yang paling Tinggi).”[21]
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Aku berlindung dengan firman-firman Allah yang sempurna, dari kemarahan dan siksa-Nya….” Bagi orang yang terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk.
Dari Amr bin Syu`aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya: “Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan mereka (para sahabat) doa-doa ketika terbangun dari tidur di malam hari: ‘A`udzu bikalimaatillahit tammati min ghadhabihi wa `iqaabihi, wa syarri `ibaadihi, wa min hamazaatisy syaithaan wa an yahdluruun’. (Aku berlindung dengan firman-firman Allah yang sempurna, dari kemarahan dan siksa-Nya, dari makhluk ciptaan-Nya dan dari godaan syaithan ketika datang mengganggu).”
Dalam riwayat Al-Imam Ahmad dengan lafazh:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami doa-doa yang kami ucapkan ketika tidur dan ketika terbangun di malam hari: ‘Bismillahi a`udzu bikalimaatillahit tammati….[22] al-hadits.
  • Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu dan aku hadapkan wajahku kepada-Mu….”
Dari Al-Barra` bin ‘Azib -radhiallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila engkau hendak tidur maka berwudlulah seperti wudlumu untuk shalat, kemudian berbaringlah di atas sisi kananmu lalu ucapkanlah: ‘Allahumma aslamtu wajhii ilaika wa fawwadl-tuamrii ilaika, wa alja`tu dhahrii ilaika, raghbatan wa rahbatan ilaika, laa malja`a wa laa manjaa`a minka illa ilaika, Allahumma aamanta bikitaabikal ladzii arsalta, fa in mutta minlailatika fa anta `alal fithrah, waj`alahunna aakhir maa tatakallamu bihi’. (Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu, aku hadapkan wajahku kepada-Mu, aku letakkan urusan-urusanku kepada-Mu, kusandarkan punggungku kepada-Mu, seraya berharap rahmat-Mu dan takut akan siksa-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tidak ada tempat menyelamatkan diri dari siksa-Mu melainkan kepada-Mu, Ya Allah, aku beriman kepada Kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang engkau utus, jika aku Engkau cabut nyawaku malam ini maka matikanlah aku dalam keadaan fithrah (Islam) dan jadikanlah kalimat tauhid –syahadatain- sebagai akhir ucapanku…)[23].”
Faedah : Dari Syadad bin Aus -Radhiallahu ‘anhu- dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Sayyidul Istighfar (tuannya dari doa-doa) adalah engkau mengucapkan: ’Allahumma anta Rabbii, laa ilaha illa anta khalaqtani wa ana abduka wa ana `ala `ahdika wa wa`dika mas tatha`ta, a`udzubika min syarri ma shana`ta, abuu`un laka bini`matika `alayya, wa abuu`un bi dzambii faghfirlii fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta’. (Ya Allah, Engkaulah Rabbku yang tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau, engkaulah yang telah menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu, aku selalu berada dalam janji-Mu dan ketetapan-Mu sebatas yang aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang ku perbuat, aku mempersaksikan dan mengetahui atas nikmat-nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku, akupun mempersaksikan dan mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang akan mengampuni dosa-dosa selain Engkau). Siapa saja yang mengucapkannya di siang hari kemudian ia meninggal sebelum sore hari maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa yang mengucapkannya di malam hari kemudian meninggal sebelum shubuh tiba maka dia termasuk penghuni surga.”[24]
Merupakan anugerah dari Allah -Subhanahu wa Ta`ala- kepada para hamba-Nya yang beriman, yaitu adanya amalan yang ringan tapi sangat besar pahalanya. Oleh sebab ini maka sepantasnya bagi seorang Muslim untuk tidak melalaikan berdoa dengan doa ini pada siang maupun malam harinya. Dan hendaklah ia menekuninya bersama dengan menghadirkan syarat-syaratnya. Sehingga akan bisa berhasil meraih surga-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar aku menjadi penghuni surga-Mu, yang mereka para penghuni surga adalah orang-orang yang Engkau ridhai dan mereka pun ridha kepada Engkau. Amin.

Ketika bermimpi, apa yang sebaiknya diucapkannya dan apa yang sebaiknya dilakukannya jika yang dilihatnya dalam mimpi menyenangkan atau menakutkan.

Apa-apa yang dilihat oleh orang yang tidur itu bisa jadi itu adalah mimpi biasa, dan bisa jadi itu merupakan ru’ya / ilham, adapun ar-ru’ya ini datangnya dari Allah, sedangkan mimpi bisa jadi datangnya dari syaithan.
Dari Abu Qatadah, beliau berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Mimpi yang baik- ar-ru’ya ash-shalihah itu asalnya dari Allah sedangkan mimpi biasa itu datangnya dari syaithan. Maka salah seorang dari kalian bermimpi yang menakutkan maka hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya, dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejelekan-kejelekannya, sehingga tidak akan dapat memudharatkanmu.”[25]
Dalam Shahih Al-Bukhari dari jalan yang lain:
“Barangsiapa yang bermimpi sesuatu yang ia membencinya, maka hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya tiga kali, dan hendaklah ia berlindung dari godaan syaithan.”
Dalam riwayat Muslim:
“Mimpi yang baik itu asalnya dari Allah, sedangkan mimpi yang buruk itu datangnya dari syaithan, maka barangsiapa yang bermimpi tentang sesuatu sedangkan ia tidak menyukainya. Maka hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya dan berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang memudlaratkan dan janganlah ia menceritakan kepada siapapun. Karena sesungguhnya mimpi itu, jika mimpi yang baik, maka itu adalah merupakan kabar gembira, dan jangan menceritakan tentang mimpi tersebut kecuali pada orang yang ia cintai.”
Dalam riwayat Muslim juga dari Jabir -radhiallahu ‘anhu-:
“Maka hendaklah ia meludah meludah ke sebelah kirinya tiga kali, dan hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaithan tiga kali, serta hendaklah ia berpindah posisi tidurnya dari posisi sebelumnya.”[26]
Dalam riwayat Muslim juga dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-:
“Maka jika seseorang bermimpi yang ia tidak menyukainya maka hendaklah ia bangun kemudian shalat dan janganlah ia menceritakan tentang mimpinya itu kepada siapapun.”[27]
Hadits di atas dengan sekian banyak jalur periwayatannya mengandung beberapa faedah, diantaranya bahwa mimpi itu bisa jadi adalah mimpi yang baik dan bisa jadi merupakan mimpi yang jelek. Mimpi yang baik berasal dari Allah sementara mimpi yang buruk berasal dari syaithan yang dinamakan dengan al-hilm.
Diantara faedahnya pula: Bahwa barang siapa yang bermimpi dengan mimpi yang baik maka hendaklah mengabarkannya dan kemudian hendaklah ia mengharapkan kebaikan. Dan janganlah mengabarkan tentang mimpinya kecuali kepada orang yang dicintainya. Karena itu merupakan kabar gembira dari Allah. Dalam riwayat Al-Imam Ahmad disebutkan:“Barangsiapa yang bermimpi dengan mimpi yang menakjubkannya, maka hendaklah ia menceritakannya, karena mimpi itu merupakan kabar gembira yang datangnya dari Allah ‘azza wajalla.”
Diantaranya: Bahwa barangsiapa yang melihat menakutkannya, maka disukai baginya untuk meludah ke sebelah kirinya sebanyak tiga kali, kemudian memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk atau dari kejelekannya, dan jika ia mengulanginya sebanyak tiga kali maka itu lebih utama, kemudian hendaklah ia berpindah posisi dari posisi tidurnya semula, kemudian jika ia bangun untuk shalat maka itu lebih utama lagi. Jika ia melakukan yang demikian itu atau sebagiannya saja yang ia lakukan –sebagaimana datang dalam hadits-hadits di atas- maka sungguh tidak akan memudharatkannya serta janganlah ia menceritakan tentang mimpinya tersebut kepada siapapun.
Bersambung ke Bagian 3…
Sumber :

[1] . HR Al-Bukhari dalam Kitab Al-Wikaalah, Bab Idza wakala rajulan fatarakal wakiilu syai`a, fa ajawazul muwakkal fahuwa jaiz… kemudian menyampaikan hadits secara mu`allaq. Hadits tersebut diriwayatkan secara maushul pada riwayat An-Nasa`i dan Al-Isma’ili dan Abu Nu`aim… (lihat kitab Fathul Bari, 4/569).
[2] . Meniup maksudnya adalah sesuatu yang lebih ringan dari meludah
[3] . HR. Al-Bukhari, no. 5017.
[4] . Syarh Shahih Muslim Al-Imam An-Nawawi, jilid keenam (14/150)
[5] . Masuk padanya pada keumuman tersebut surat Al-Ikhlas. (Lihat Fathul Bari, 8/680).
[6] . HR. Al-Bukhari, no. 4439), Muslim, no. 2192, Ahmad, no. 24310, Abu Daud, no. 3902, Ibnu Majah, no. 3529, dan Malik, no. 1855.
[7] . HR. Abu Daud, no. 5055 dan hadits ini adalah lafazhnya. Dishahihkan oleh Al-Albani -rahimahullah-, Ahmad, no. 23295, At-Tirmidzi, no. 3403, dan Ad-Darimi, no. 3427.
[8] . HR. Al-Bukhari dalam Kitab Al-Adab Al-Mufrad (1027). Berkata Al-Albani -Rahimahullah-: “Shahih Lighairihi” (917).
[9] .HR. Abu Daud, no. 1400, dan dihasankan oleh Al-Albani -Rahimahullah-. Ahmad, no. 7910, At-Tirmidzi, no. 2891, dan Ibnu Majah, no. 3782.
[10] . HR. Al-Bukhari, no. 4008, Muslim, no. 8*7, Ahmad, no. 16620, At-Tirmidzi, no. 2881, Abu Daud, no. 1397, Ibnu Majah, no. 1368, dan Ad-Darimi, no. 1487.
[11] . Syarh shahih Muslim jilid ketiga (6/76).
[12] .HR. Abu Daud, no. 5059 dan dishahihkan oleh Al-Albani Rahimahullah.
[13] . HR. Ahmad, no. 25926, Abu Daud, no. 5045, dan hadits ini adalah lafazhnya. Dishahihkan oleh Al-Albani -Rahimahullah- namun tanpa lafazh ‘tiga kali’. At-Tirmidzi, no. 3398, Ahmad, no. 22733 dari hadits Hudzaifah bin Al-Yaman -Radhiallahu ‘anhu-.
[14] . HR. Al-Bukhari (
[15] . HR. Muslim (2712) dan Ahmad (5478).
[16] . HR. Al-Bukhari, no. 6330, Muslim, no. 2714, Ahmad, no. 7313, At-Tirmidzi, no. 3401, Abu Daud, no. 5050 dan lafazh ini adalah lafazh riwayat beliau. Ibnu Majah, no. 3874, dan Ad-Darimi, no. 2684.
[17] . HR. Muslim, no. 2713, Ahmad, no. 8737, At-Tirmidzi, no. 3400, Abu Daud, no. 5051, dan Ibnu Majah, no. 3831.
[18] . HR. Abu Daud, no. 5067, dan di shahihkan oleh Al-Albani. Ahmad, no. 7901, At-Tirmidzi no. 3396, dan Ad-Darimi, no. 2689.
[19] . HR. Muslim, no. 2715, Ahmad, no. 12142, At-Tirmidzi, no. 3396, dan Abu Daud, no. 5053.
[20] . HR. Al-Bukhari, no. 6318, Muslim, no. 2727, Ahmad, no. 605, At-Tirmidzi, no. 3408, Abu Daud, no. 2988, dan Ad-Darimi, no. 2685.
[21] . HR. Abu Daud, no. 5054, dan dishahihkan oleh Al-Albani Rahimahullah..
[22] . HR. Abu Daud, no. 3893, dan dihasankan oleh Al-Albani Rahimahullah.Ahmad no. 6657, dan At-Tirmidzi, no. 3528.
[23] . HR Al-Bukhari no. 247, Muslim, no. 2710, Ahmad, no. 18044, At-Tirmidzi, no. 3394, Abu Daud, no. 5046, Ibnu Majah, no. 3876, dan Ad-Darimi, no. 2673.
[24] . HR. Al-Bukhari, no. 6306, Ahmad, no. 16662, At-Tirmidzi, no. 3393, dan An-Nasa`i, no. 5522.
[25] . HR. Al-Bukhari, no. 3292, 6995, Muslim, no. 2261, 2262, 2263, Ahmad, no. 22129, At-Tirmidzi, no. 2277, Abu Daud, no. 5021, Ibnu Majah, no. 3909, Malik, no. 1784, dan Ad-Darimi, no. 2141.
[26] . HR. Al-Bukhari, no. 3292, 6995, Muslim, no. 2261, 2262, 2263, Ahmad, no. 22129, At-Tirmidzi, no. 2277, Abu Daud, no. 5021, Ibnu Majah, no. 3909, Malik, no. 1784, dan Ad-Darimi, no. 2141.
[27] . HR. Muslim, no. 2262.

Makruh tidur dengan tengkurap

Dari Thakhfah Al-Ghifari -radhiallahu ‘anhu-, salah seorang diantara ashhabush shuffah (para sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi) berkata: “Aku tidur di masjid pada akhir malam, kemudian ada orang yang mendatangiku sedangkan aku tidur dengan posisi tengkurap. Kemudian ia menggerakkanku dengan kakinya, dan berkata: “ Bangunlah dari tengkurapmu, karena tidur yang demikian adalah tidurnya orang-orang yang dimurkai Allah.”
Kemudian aku angkat kepalaku, maka ketika kulihat ia adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akupun kemudian bangkit.”[1]
Dalam riwayat Ibnu Majah dengan lafazh:
“Ada apa denganmu sehingga tidur dengan posisi seperti ini (tengkurap), tidur seperti ini adalah tidurnya orang yang dibenci atau dimurkai Allah -Subhanahu wa Ta`ala-.”
Hadits ini jelas merupakan larangan untuk tidur dengan tengkurap. Dan Allah -Subhanahu wa Ta`ala- sangat membencinya, dan setiap perbuatan yang Allah -Subhanahu wa Ta`ala- membencinya maka hendaklah sesuatu itu ditinggalkan. Adapun sebab dibencinya tidur tengkurap ini diterangkan dalam hadits dari Abu Dzar -radhiallahu ‘anhu-, ia berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di sisiku sementara aku sedang tidur tengkurap, maka beliau kemudian menggerakkan badanku dengan kaki beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersabda: ‘Wahai Junaidab, sesungguhnya hanyalah tidur seperti ini adalah tidurnya penghuni neraka’.”[2]
Dengan hadits ini pula semakin jelas bahwa sebab dibencinya tidur tengkurap adalah karena menyerupai tidurnya para penghuni neraka. Wallahu a`lam.

Dibencinya tidur diatas teras atas rumah tanpa adanya batu pembatas

Dalam hal ini diterangkan pada hadits dari Ali bin Syaiban radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang tidur dengan atas rumahnya tanpa pembatas[3], maka lepaslah penjagaan atasnya.”
Dalam riwayat Ahmad disebutkan:
“Barang siapa yang tidur dengan tanpa sesuatu pembatas (penutup) pun, lepaslah penjagaan atasnya….”[4]
Berkata Fadhlullah Al-Jailani : … bahwasanya diharuskan bagi manusia agar tidak melalaikan dalam memberi perhatian terhadap sebab-sebab yang umum untuk memberi manfaat baginya dan menghalau segala sesuatu yang membahayakannya. Hadits ini merupakan dalil akan ulasan itu. Jadi siapa saja yang tidur diatas teras atas rumahnya tanpa penghalang berarti dia telah melalaikan dalam memberi perhatian terhadap sebab-sebab yang telah umum tersebut untuk menghindari segala macam hal yang membahayakan. Orang yang tidur kadang berbalik dalam tidurnya dan terkadang bangun dan pengaruh tidur masih dominan pada dirinya, lalu kemudian dia hendak berjalan keselain jalan yang semestinya sehingga menyebabkan dia terjatuh.
Maka sepantasnya baginya untuk menjaga diri dari sebab-sebab yang telah berlaku umum, agar tidak tidur pada tempat yang demikian. Ketika telah tidur maka sesungguhnya dia telah menyodorkan dirinya sendiri untuk terjungkal jatuh, hingga diapaun terjatuh. Maka barangsiapa yang menjalankan sebab-sebab umum tadi lalu menyebut nama Allah dan kemudian berbaring maka dia telah ada dalam penjagaan Allah -Subhanahu wa Ta`ala-, bisa jadi Allah -Subhanahu wa Ta`ala- akan menjaganya dan bisa jadi Allah -Subhanahu wa Ta`ala- akan memberi pahala keadanya dengan terhadap kesalahan-kesalahannya atau untuk mengangkat derajatnya. Apabila dia tertimpa dengan suatu musibah yang menyebabkan kebinasaannya setelah ia melaksanakan sebab-sebabnya maka dia tergolong mati syahid. Sebagaimana didapatkan ia mati tertimpa bangunan atau tenggelam dan yang semisal dengan keduanya.
Sementara siapa saja yang melalaikan hal tersebut setelah diberi kelapangan untuk mengupayakannya maka dia tidak berada dalam penjagaan Allah ‘azza wajalla. Apabila Allah -Subhanahu wa Ta`ala- menimpakan musibah baginya dia tidak mendapat pahala, dan jika dia celaka dan meninggal dia juga tidak menjadi mati syahid. Bahkan ditakutkan ia dimasukkan dalam kategori bunuh diri. Wallahu A`lamu bish-shawaab.[5]

Doa-doa ketika bangun dari tidur.

Disyariatkan ketika terbangun dari tidur untuk berdoa dan membaca ayat-ayat dari Al-Qur`an. Dan kami akan persembahkan kepada anda beberapa doa, di antaranya:
  • Barangsiapa yang terbangun di waktu malam, maka hendaklah ia mengucapkan:
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan benar selain Allah. Tidak ada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kekuasaan dan segala puji hanya bagi Allah….”
Dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit -radhiallahu ‘anhu- dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang terbangun[6] dari tidurnya di malam hari, ucapkanlah:
‘Tidak ada Illah yang berhak di sembah dengan benar selain Allah. Tidak ada sekutu baginya dan Dialah yang memiliki kekuasaan dan pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah. Maha Suci Allah, Tidak ada Illah yang berhak disembah dengan benar selain Allah. Allah Maha Besar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah -Subhanahu wa Ta`ala-.” Kemudian berdoalah: ‘ Ya Allah, ampunilah aku.” Atau berdoa. niscaya Allah akan kabulkan baginya, maka jika ia berwudhu kemudian shalat, maka akan diterima shalatnya saat itu.”[7]
  • Membaca sepuluh ayat terakhir dari Surat Ali Imran.
Diterangkan didalam hadits dari Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- berkaitan ketika beliau bermalam dirumah bibinya Maimunah. Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- berkata: “Sampai ketika pada pertengahan malam atau sebelumnya sedikit atau sesudahnya sedikit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun dan duduk kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap wajahnya dan tangannya kemudian beliau membaca sepuluh ayat terakhir dari Surat Ali Imran, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan beranjak ke tempat wudhunya dilanjutkan dengan melaksanakan shalat… al-hadits.[8]
  • Membaca doa
“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menghidupkan aku setelah mematikannya dan kepadaNya lah kami akan dibangkitkan.”
Datang dari hadits Hudzaifah bin Al-Yaman -Radhiallahu ‘anhu-, berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak beristirahat di tempat tidurnya beliau berdoa:
‘Dengan nama-Mu Ya Allah aku mati dan dengan nama-Mu pula aku hidup.’ Dan jika beliau bangun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menghidupkan aku setelah mematikannya dan kepadaNya lah kami akan dibangkitkan.”[9]
***
Sumber :

[1] . HR. Al-Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 1187, dishahihkan Al-Albani -Rahimahullah-, no. 905, Ibnu Majah, no. 3723, dan dalam Ahmad, no. 7981, dan At-Tirmidzi, no. 2768 dari hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-.
[2] . Hr. Ibnu Majah, no. 3724 dan dishahihkan oleh Al-Albani -Rahimahullah-, no 3017.
[3] . Dalam satu riwayat: “Dengan tanpa pembatas” semuanya bermakna sama, yaitu bermakna penutup, pembatas. Seperti tembok pembatas maupun selainnya yang menghalanginya dari terjatuh. Lihat Syarh Al-Adab Al-Mufrad (2/601).
[4] . HR. Al-Bukhari, dalam kitab Al-Adab Al-mufrad, no. 1192, dan dishahihkan oleh Al-Albani -Rahimahullah-, dengan no. 908, Ahmad, no. 20225, dan Abu Daud, no. 5041.
[5] . Syarh Al-Adab Al-Mufrad, 1/601.
[6] . Dlam kamus Al-Lisaan: Ibnul Atsir menyebutkan dalam Kitab An-Nihayah, (terbangun) beliau berkata: maksudnya: (ta’arra)barangsiapa yang terbangun dari tidurnya atau terbangun. (4/92). Dalam bahasan: تعر
[7] . HR. Al-Bukhari, no. 1154, At-Tirmidzi, no. 3414, Abu Daud, no. 5060, Ibnu Majah, no. 3878, dan Ad-Darimi no. 2687.
[8] . HR. Al-Bukhari, no.183, Muslim, no. 723, Ahmad, no. 6125, An-Nasa`i no. 1620, Abu Daud, no. 58, dan Malik no. 627.
[9] . HR. Al-Bukhari, no. 6312, Ahmad, no. 22760, At-Tirmidzi, no. 2417, dengan lafadh: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan jiwaku.” Abu Daud, no. 5049, Ibnu Majah, no. 3880, dan Ad-Darimi, no. 2686.




No comments:

Post a Comment