Tanya:
Assalamu alaikum wr.wb.
Ust. saya pernah meninggalkan salat tiga kali berturut-turut. Apa yang wajib dilakukan karena ada hadis yang mengganggap bahwa yang demikian itu telah menjadikan kafir? Atas jawabannya kami ucapkan terima kasih.
A.R, Surabaya.
Jawab:
Waalaikum salam wr.wb
Saudaraku seiman, setiap anak Adam potensial berbuat dosa, tetapi sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah orang yang selalu segera bertaubat. Demikianlah Rasulullah s.a.w. memberitahukan kepada kita sebagaimana diriwayatkan oleh al-Turmudzi (No: 2499). Kesalahan itu bisa berupa dua hal, yaitu meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan. Melihat kasus yang saudara sampaikan berarti itu termasuk dalam kelompok pertama.
Mengukur dan menilai sebuah perbuatan –apalagi ibadah-- tidak cukup hanya melihat yang tampak saja. Tetapi lebih jauh dari itu, yakni latar belakang suatu perbuatan, juga sangat menentukan, baik itu pengetahuan maupun niat yang menjadi dasarnya.
Begitu pula meninggalkan salat fardhu, sebagaimana yang Anda lakukan, setidaknya ada tiga kemungkinan:
Pertama, meninggalkan karena udzur, lupa misalnya, maka dia tidak berdosa dan harus melakukan salat tatkala mengingatnya.
Kedua, karena sengaja didasari dengan pengingkaran akan kewajibannya. Untuk ini ulama sepakat, bahwa ia telah keluar dari Islam alias kafir.
Ketiga, meninggalkan salat dengan sengaja, tetapi disebabkan kemalasan tanpa mengingkari akan kewajibannya, maka dalam hal ini ulama sepakat pula bahwa itu merupakan dosa besar. Dan secara dzahir dari kebanyakan hadis yang terkait dengan itu menyatakan bahwa pelakunya termasuk kafir.
Sebagaimana sabda Nabi: "Pembatas antara seseorang (muslim) dan kekufuran adalah meninggalkan salat (fardhu)." (H.R. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, al-Turmudzi dan Ibn Majah). Artinya bila seseorang telah memasuki batas berupa meninggalkan salat berarti telah kafir.
Hanya saja, ulama berbeda pendapat dalam memahami predikat kafir tersebut. Ada yang memahami menurut dzahirnya. Di antaranya adalah Umar Ibn al-Khattab, Ibn 'Abbas, dan Ahmad Ibn Hanbal (Nail al-Authar : II,257). Sebagian lain memahami bahwa makna hadis itu adalah orang yang melanggar itu telah melakukan perbuatan, sebagaimana perbuatan orang kafir atau berhak mendapat hukuman seperti hukuman orang kafir, yaitu dibunuh. Atau pula dipahami bahwa predikat "kafir" itu hanya bagi orang yang menganggap halal meninggalkan salat. Sedangkan status orang tersebut tetap mukmin tetapi fasik (pelaku dosa besar), andaikan orang meninggal dalam kondisi demikian, maka ia mati su'ul khatimah, alias dijamin masuk neraka.
Anda harus bersyukur kepada Allah sebanyak-banyaknya, karena Ia masih memberi kesempatan besar untuk menjadi hamba yang dikasihinya. Hal yang harus Anda lakukan dalam kondisi bersalah seperti ini, –sebagaimana petunjuk hadis yang pertama di atas- adalah bertaubat.
Yaitu dengan cara,
pertama, menyesali sedalam-dalamnya atas pelanggaran tersebut.
Kedua, meminta ampun kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Ketiga, mengqada' salat yang yang Anda tinggalkan. Keempat, harus bertekad bulat tidak mengulangi perbuatan tersebut (Riyad al-Shalihin :33).
Dengan demikian, yakinlah Allah mengampuni Anda, sebab Ia akan mengampuni segala dosa selain dosa syirik yang dibawa mati. Ia telah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (al-Nisa':48).
Ia bahkan melarang hambanya berputus asa dari ampunannya dengan berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Zumar: 53).
Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, agar mudah istikamah dalam iman dan takwa. Amin. Wallahu a'lam.
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7402:meninggalkan-salat-kafir&catid=112:abdul-choliq-lc&Itemid=79
No comments:
Post a Comment