Sejarah Islam di Kota Bangkok
Negeri yang dikenal dengan wisata pantai dan gemerlap dunia hiburannya ini menyimpan keindahan lain. Di Bangkok, geliat dakwah Islam bermula dari Kaewnimitr.
Kota Bangkok adalah ibukota Thailand dengan penduduknya yang multikultur dan agama. Penduduk asli Bangkok sekitar 8 jutaan sensus pada tahun 2007, dan sekitar 10 persennya adalah umat. Sebuah jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit. Dan semakin lama umat Islam di kota Bangkok ini berkembang sangat cepat, berbanding lurus juga dengan aktualisasi mereka sebagai seorang Muslim yang menjalankan aktivitas Islam dengan konsisten dan istiqamah.
Salah satu komunitas Islam yang paling tinggi aktivitas keislamannya adalah komunitas Muslim Kaewnimitr. Dalam bahasa Thailand, Kaewnimit bisa disebut dengan istilah nikmat kebaikan dari Allah SWT, ’nimit’ asal kata atau istilah ’nikmah’.
Kaewnimitr adalah masyarakat Muslim yang bermigrasi dari Patani, telah hidup hampir 200 tahunan di urban Kota Bangkok Thailand, tepatnya di sub distrik Suanprickthai. Daerah ini adalah penghasil lada terbesar. Kemudian komunitas ini bertebaran di kota Bangkok, Nonthaburi dan Ayuthaya
Komunitas Muslim ini selalu berkumpul di masjid mereka yang mereka beri nama Jumrotul Islam untuk shalat Jumat. Namun daerah ini sering terkena musibah banjir karena memang berada di aliran sungai Saen Sep. Dan ketika perang dunia kedua terjadi, mereka tidak dapat melaksanakan shalat jumat berjamaah kembali.
Setelah itu mereka berpindah dan langsung membuat basis masjid kembali yang mereka namakan sesuai dgn nama komunitas mereka Masjid Kaewnimitr, tepatnya didirikan di Moo4, Klong Nueng, Klong Luang, Pathumthani. Masjid di sini mempunyai pengurs lengkap, Haji Lyrang sebagai Imam, Haji Daphu sebagai Khatib dan Bapak NavaVee seabagai bilal ketika itu. Masjid ini berbentuk masjid kecil yang terbuat dari kayu biasa dari kayu jati pilihan berukuran 8 x 12 meter yang tidak cukup menampung jamaah masjid yang kemudian terus bertambah
Pada tahun 1957 masjid asli dirubah menjadi masjid 2 lantai dengan lantai marmer berukuran 18 x 30 meter dan tidak mengalami perubahan hingga sekarang dan dapat menampung sampai 1000 jamaah atau sekitar 600-650 keluarga Muslim.
Pembangunan masjid hingga sebesar ini, berasal dari infaq masyarakat di sekitarnya atau komunitas. Pemerintah menyediakan fasiltas umum dan fasilitas sosial seperti sekolah publik atau negeri setingkat SD sampai SMP milik kerajaan yang biasa disebut Saman. Komunitas Muslim Kaewnimitr bisa melakukan kegiatan ibadah dan keislaman dengan baik selama ini, tanpa mendapat halangan apapun.
Kegiatan masjid ini sangat ramai baik hari biasa maupun hari besar Islam. Di bawah masjid terdapat kegiatan madrasah, mengajarkan Qur’an dan fiqh setiap hari untuk sekitar 300 anak. Jamaah dewasa yang ikut belajar sekitar 50 hingga 100-an orang.
Seperti laiknya kegiatan masjid pada bulan Ramadhan, mereka mengadakan kegiatan lomba hafidz Qur’an bagi anak-anak dan pemuda, juga mengajarkan mereka untuk memimpin imam tarawih secara bergantian tiap malam. Tidak lupa komunitas Muslim di Kaewnimitr juga selalu mengarahkan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik di dalam kota Bangkok maupun luar negeri Thailand.
Tantangan terbesar bagi umat Islam di kota Bangkok dan Thailand secara umum adalah peningkatan kualitas hidup yang berkenaan dengan intelektualitas. Hal ini sangat penting agar mereka dapat memahami kewajibannya sebagai Muslim sesungguhnya dan menjalankan nilai-nilai Islam, cerdas dan dapat menyiasati hidup mereka untuk kemudian secara mandiri hidup sebagai layaknya warganegara lain tanpa dibedakan.
Komunitas Muslim di sekitar masjid Kaewnimitr ini cukup unik karena di antara keluarga inti Muslimnya memberlakukan pemakaian bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Melayu asli. Hampir di setiap pojok pembicaraan warga Muslim di sini terdengar percakapan khas Melayu seperti layaknya di negeri Malaysia atau Indonesia
Mesjid Kaewnimitr ini sangat terkenal di kalangan umat Islam di Asia Tenggara. Banyak dari mereka yang berkunjung dan shalat di masjid ini. Mereka berasal dari berbagai negara seperti Kamboja, Brunei, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Filipina bahkan dari luar Asia. Biasa mereka juga melakukan silaturahim dan bertatap muka antar sesama saudara seakidahnya
Bahasa Melayu yang dipakai di komunitas ini mempermudah akses sesama Muslim untuk berinteraksi lebih jauh dan lebih dekat sebagai saudara seiman. Tidaklah jika berlebihan apabila wilayah ini dikatakan sebagai ’Makkah-nya” Asia Tenggara.
Pemerintah Kerajaan Thailand memahami bahwa bahasa Melayu ini bukan bahasa ’politik’ tapi, bahasa ynag menghubungkan sebagian dari ikatan akidah umat Islam se-Asia Tenggara. Bahasa yang juga untuk pengajaran pendidikan Islam serta interaksi sosial yang menjaga nilai-nilai syara' dalam Islam
Bahkan saking begitu banyaknya Muslim yang datang ke masjid ini, pernah di suatu khutbah Jumat, khatibnya menyampaikan khutbahnya dalam 4 bahasa sekaligus; bahasa Arab, Thailand, Melayu dan Inggris. Sebuah kekayaan akidah yang luar biasa kuat dan kokoh ikatannya dari sebuah masjid dan komunitasnya, yang hidup ditengah-tengah mayoritas non-Muslim di Thailand.
Oleh Abu Dulakhir
http://sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=375:sejarah-islam-di-kota-bangkok&catid=85:lintas-dunia&Itemid=284
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment