Partai Allah vs Partai Setan
Hiruk pikuk kampanye puluhan partai peserta Pemilu legislatif 2009 sudah berakhir. Tak kurang dari 200 trilityun rupiah sudah dihamburkan. Berbagai acara untuk menarik dan merayu para calon pemilih sudah pula di lakukan.
Sejak dari pemasangan jutaan spanduk, kaos, brosur, baliho, iklan media cetak dan elektronik dan bahkan menampilkan penyanyi-penyanyi wanita erotis setengah telanjang di hadapan ribuan simpatisan. Seakan semua cara sudah dihalalkan.
Yang lebih ironis lagi, partai-partai yang berbau Islampun tak terlepas dari acara hura-hura dan maksiat itu. Hampir tidak ada partai yang tidak menampilkan musik dangdut atau grup band dalam acara kampanye, khususnya kampanye terbuka, termasuk partai yang menamakan dirinya partai dakwah sekalipun.
Dalam peristiwa Pemilu 2009 kali ini yang mereka namakan dengan Pesta Demokrasi, sebanyak 1.624.324 caleg untuk DPR, DPD, Provinsi dan Kabupaten/Kota bersaing merebutkan 18.480 kursi yang tersedia. Artinya, hanya 1.13 % dari mereka yang akan menjadi anggota legislatif periode 2009 – 2014. Sisanya, 98,87 % atau sekitar 1.605.844 orang dipastikan gagal menduduki kursi-kursi empuk tersebut.
Melihat dahsyatnya persaingan di antara mereka dan besarnya jumlah dana yang telah mereka habiskan dan bahkan ada yang menjual rumah dan sebagainya, ditambah lagi dengan besarnya gejolak syahwat kekuasaan yang mendorong sebagaian besar mereka untuk menduduki kursi Dewan, maka berdasarkan nasehat para ahli jiwa, berbagai RS Jiwa telah menyiapkan diri untuk menerima limpahan pasien pasca Pemilu 2009 pada 9 April yang akan datang. Jika prediksi para ahli jiwa tersebut benar-benar terjadi, barangkali ini adalah peristiwa korban demokrasi pertama di dunia yang paling besar.
Sebelum acara pesta demokrasi (maksiat) tersebut dimulai, umat Islam Indonesia dihebohkan pula oleh fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) terkait haramnya golput (golongan putih alias tidak ikut pemilu). Fatwa tersebut juga telah menimbulkan prokontra di kalangan umat Islam Indonesia. Semoga prokontra tersebut tidak menambah perpecahan dalam tubuh umat Islam yang sudah terpecah belah menjadi berbagai kelompok (jamaah), aliran dan partai sejak lebih dari 50 tahun lalu.
Tulisan ini tidak fokus mengomentari Pemilu dan fatwa MUI tersebut. Namun akan membahas sebuah tema yang lebih besar dan lebih fundamental dari masalah Pemilu dan fatwa MUI itu, yakni masalah Partai dan hal-hal yang terkait dengannya. Pemilu hanya salah satu aktivitas utama sebuah partai. Tanpa partai-partai Pemilu dalam pengertian di atas tidak akan ada. Pemilu itu hanya sebuah aksi atau aktivitas yang dilakukan oleh partai-partai. Sama halnya dengan shalat jamaah, kalau bisa dimisalkan. Shalat jamaah adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh para pelakunya di sebuah tempat bernama masjid, mushalla, atau tempat lainnya.
Membahas masalah shalat berjamaah tidak banyak manfaatnya jika sebelumnya tidak membahas masalah tempat shalatnya dan para jamaah yang melaksanakannya. Sebab, bagaimanapun ramai dan khusyuknya shalat jamaah jika tempat shalatnya tidak suci dari najis dan para jamaah yang shalat tidak suci dari hadats dan najis serta tidak menghadap kiblat, tidak menutup aurat dan sebagainya maka shalat jamaah tersebut tidak akan bernilai di mata Allah. Sebab itu, mendiskusikan masalah partai jauh lebih penting dan lebih utama sebelum membahas masalah Pemilu itu sendiri.
Manhaj Tafkir Islami
Dalam Manhaj Tafkir Islami (Metodologi Berfikir Islam), bahwa setiap amal perbuatan yang baik, betapapun besar nilainya, seperti rukun Islam yang lima dan Jihad fi sabilillah dan betapapun besar peranannya dalam kehidupan, seperti pemerintahan dan kepemimpinan, ia harus memenuhi syarat dan rukunnya. Para ulama Fiqih (Hukum Islam) mendefinisikan syarat ialah sesuatu yang menjadikan suatu perbuatan/amal itu sah, tapi ia (sayarat) itu bukan bagian dari perbuatan tersebut. Wudhuk misalnya, ia bukan bagian dari shalat, akan tetapi tanpa wudhuk, shalat tidak akan sah. Adapun rukun ialah, tanpa ia suatu perbuatan itu tidak sah, sedangkan rukun itu bagian dari perbuatan itu sendirinya. Rukuk misalnya, ia adalah rukun shalat dan sekaligus rukuk itu bagian dari shalat itu sendiri. Hal tersebut juga berlaku bagi sebuah aktivitas yang benama Pemilu yang dilaksanakan atau diikuti oleh suatu partai dan para anggotanya.
Bagi seorang Muslim, apapun bentuk aktivitas dan amal perbuatannya harus dilandasi oleh cara pandang Islam atau dengan kata lain, haruslah sesuai dengan konsep Islam. Untuk menilai sesuatu itu sesuai atau tidak dengan konsep Islam, maka metodologi Islam terkait ketentuan syarat dan rukun harus diterapkan. Syarat dan rukun itu harus pula mengacu kepada sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qu’an, dan Sunnah Rasul Saw. Kalau tidak, hanya akan menjadi amal perbuatan yang laghwi (sia-sia), dan bahkan bisa menjadi maksiat (dosa) yang akan menyebabkan pelakunya masuk neraka, jika dia menyandarkan sesuatu amal atau perkatanannya atau pendapatnya kepada Allah dan Rasul-Nya yang tidak pernah dikatakan atau dianjurkan Allah dan Rasul-Nya, seperti yang dijelaskan Nabi Muhmmad saw dalam hadist berikut :
مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut ditolak” (HR. Muslim)
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Siapa yang mengada-ada terhadap saya dengan sengaja, maka berarti dia dengan sengaja menyiapkan tempat tinggalnya di neraka”. (HR. Muslim)
Hal penting lain yang dapat dipahami dari kedua hadits Rasul Saw di atas, bahwa tidak ada satupun perbuatan, termasuk pendapat dan perkataan seorang Muslim, demikian juga manusia lain, yang terlepas dari pertanggung jawaban akhirat. Oleh sebab itu, mengetahui sah atau tidaknya dan benar atau salahnya suatu perbuatan menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan suatu keniscayaan.
Partai dalam Al-Qur’an
Dalam bahasa Arab, partai adalah Hizb (حزب). Dalam Al-Qur’an kata Hizb terdapat tujuh kali dalam bentuk tunggal (حزب), yakni dalam surat Al-Maidah : 56, Al-Mukminun : 53, Ar-Rum : 32 dan Al-Mujadilah : 19 (dua kali) dan 21 (dua kali). Sepuluh kali dalam bentuk jamak; Ahzab (أحزاب), yakni surat Hud : 17, Ar-Ro’du : 36, Mayam : 37, Al-Ahzab : 20 (dua kali) dan 22, Shad : 11 dan 12, Ghafir : 30 dan Az-Zukhruf : 65.
Yang menarik ialah, dari sepuluh kali sebutan kata Ahzab (الأحزاب) / partai-partai semua konotasinya negatif. Dalam surat Hud : 17, kata الأحزاب berarti al-milal (agama-agama/aliran-aliran sesat). Dalam surat Ar-Ro’du : 36 berarti thawa-if (kelompok-kelompok pembangkang). Dalam surat Al-Ahzab : 20 dan 22 berarti pasukan kafir multi nasional yang hendak menyerang Rasulullah dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam surat Shad : 11, berarti para pemilik kekuatan, harta dan anak / pengikut yang banyak yang membangkang kepada Allah. Sedangkan dalam surat Az-Zukhruf : 65 الأحزاب berarti kelompok-kelompok sempalan. (Tafsir Ibnu Katsir).
Yang lebih menarik lagi untuk dicermati secara mendalam ialah kata حزب dalam bentuk tunggal dalam Al-Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan terdapat tujuh kali sebutan Hizb / حزب (dalam bentuk tunggal). Dari ketujuh kali sebutan tersebut terdapat dua kali dalam bentuk nakirah (umum/tidak definitif), yakni dalam surat Al-Mukminun : 53 dan Ar-Rum : 32. Keduanya berkonotasi negatif, yakni memecah belah agama menjadi beberapa pecahan seperti beriman sebagain dan kafir pada sebagian lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Adapun selain yang disebutkan di atas, terdapat lima kali sebutan حزب (dalam bentuk tunggal) yang diidhofatkan (menjadi kata majemuk). Dua kali diidhofatkan kepada Setan, Hizbusy-Syaithan (حزب الشيطان), yakni dalam surat Al-Mujadilah : 19. Sedangkan tiga sebutan lainnya diidhoftkan dengan kata Allah, yakni Hizbullah (حزب الله) seperti yang terdapat pada surat Al-Maidah : 56 dan surat Al-Mujadilah ayat 22.
Dari uraian dan penelusuran terhadap ayat-ayat yang bebicara terkait kata Hizb / partai, baik dalam bentuk tunggal, jamak, umum (nakirah) maupun yang diidhofatkan sehingga menjadi ma’rifah (defenitif), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semu pembicaraan Allah dalam Al-Qur;an yang terkait dengan Hizb dalam bentuk jamak (الأحزاب ) adalah berkonotasi negatif.
2. Semua ayat yang membahas masalah Hizb dalam bentuk tunggal yang umum dan yang definitive adalah negatif, kecuali yang diidhofatkan kepada Allah (حزب الله) .
3. Setiap kata Hizb yang diidhofatkan hanya bermakan dua; Hizbullah (حزب الله) atau Hizbusy-syaithan (حزب الشيطان).
4. Berdasarkan keterangan ayat-ayat yang disebutkan di atas, maka pada hakikatnya partai itu hanya terbagi dua; Partai Allah dan Partai Setan.
Kriteria Partai Allah
Bicara masalah kriteria Partai tidak bisa terlepas dari pembicaraan kriteria para pemimpin, anggota dan aktivis partai itu sendiri yang menjadi aktor di dalamnya. Demikian juga dengan Partai Allah dan Partai Setan harus terkait dengan kriteria para pemimpin dan dan pengikutnya. Kriterianya banyak sekali dan tidak mungkin dibahas dalam tulisan pendek ini. Dalam kesempatan ini, pembahasan kriteria Partai Allah yang mencakup kriteria orang-orang yang terlibat di dalamnya, khususnya para pemimpin dan anggotanya, terfokus kepada ayat-ayat yang terkait langsung dengan kata Hizbullah (حزب الله) dalam Al-Qur’an. Di antaranya dalam urat Al-Maidah ayat 54 – 57 dan surat Al-Mujadilah ayat 22. Di antara kriteria Partai Allah adalah :
* Mendapat kasih sayang Allah
* Mencintai Allah
* Low profile terhadak kaum Mukminin
* Berani bersikap tegas terhadap orang-orang kafir
* Berjihad (dengan harta dan jiwa) di jalan Allah
* Tidak takut celaan orang-orang yang mencela atau berani menyuarakan dan mengatakan al-haq (kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, apapun resikonya. (Ibnu Katsir) termasuk di hadapan penguasa yang zalim.
* Memberikan loyalitas penuh hanya kepada Allah, Rasul Muhammad Saw dan kaum Mukminin.
* Tidak mengangkat pemimpin orang-orang yang memperolok-olokan dan memermainkan agama Allah dari kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang kafir lainnya.
* Bertaqwa kepada Allah dengan mengerjakan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
* Tidak berkasih sayang apalagi berkolaborasi atau musyarokah dengan orang-orang yang menentang (hukum) Allah dan Rasul-Nya, kendati mereka adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara kandung dan keluarga mereka sendiri.
* Memfokuskan aktivitas dan kehidupan untuk meraih kemenangan akhirat, yaitu kerdhaan Allah dan masuk syuga Allah.
Yang menarik perhatian kita dari beberapa ayat yang terkait langsung dengan kriteria Partai Allah di atas ialah bahwa Allah terlibat langsung memantapkan keimanan mereka, menolong merkea di dunia lewat para malaikatnya dan memastikan mereka masuk syurga serta meraih keridhaan-Nya. Itulah yang dianggap Allah sebagai kemenangan hakiki.
Kriteria Partai Setan
Kriteria Partai Setan, para pemimpin dan pengikutnya juga cukup banyak. Dalam kesempatan ini, hanya akan diuraikan berdasarkan ayat-ayat yang terkait dengan partai berkonotasi negatif dan setan. Di antaranya seperti yang disebutkan Allah dal surat Al-Mukminun : 53-56, Ar-Rum : 29 - 32 dan Al-Mujadilah : 14 – 20. Di antara krteria Partai Setan itu ialah :
* Memecah belah agama Alah dengan cara mengimani sebagian dan mengingkari sebagian lain atau memecah belah umat dengan berkelompok-kelompok atau berpartai partai dan setiap kelompk/partai bangga dengan kelompok/partai masing-masing.
* Tertipu diri dan bangga dengan harta dan anak-anak (pengikut).
* Mengikuti hawa nafsu sehingga hawa nafsu yang dijadikan petunjuk hidup.
* Tidak mengikuti fitrah yang pada dasarnya cenderung kepada agama Allah.
* Tidak mau mempelajari dan menerapkan agama Allah (Islam) dalam kehidupan.
* Tidak mau kemabali kepada Allah dan tidak bertaqwa kepada-Nya serta melaliakan salat.
* Mengangkat pemimpin orang-orang yang dimurkai Allah.
* Suka bersumpah atau bersaksi dengan bohong dan suka berbuat kejahatan, termasuk KKN.
* Menjadikan sumpah sebagai tameng.
* Melarang manusia dari jalan Allah dan menerapkan hukum Allah.
* Mereka menduga dengan harta yang melimpah dan anak yang banyak akan mampu menghalang mereka dari azab Allah, khususnya azab neraka.
* Mereka menduga berada pada jalan yang benar.
* Tergoda oleh setan sehingga lupa mengingat Allah.
* Suka menantang ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Dari beberapa ayat yang terkait dengan kriteria Partai Setan tersebut ada hal yang sangat menarik yakni, Allah menjamin para pengikutnya, baik pemimpin maupun anggota dan simpatisannya akan medapatkan kehinaan di dunia dan azab Allah di akhirat kelak.
Kesimpulan
Dari pemaparan beberapa ayat tersebut di atas yang terkait dengan Hizb (حزب) baik dalam bentuk tunggal, jamak, nakirah (tidak definitif) maupun ma’rifah (definitif) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam Al-Qur’an, masalah partai adalah masalah besar dan fundamental. Sebab itu aktivitas partai, termasuk mengikuti Pemilu baik dalam memilih para anggota legislatif maupun pemimpin suatu negara (presiden) atau kepala daerah (gubernur dan wakikota/bupati) hanya akan bermanfaat jika masalah partai terlebih dulu dapat diselesaikan. Kalau tidak, hanya akan menjadi hal yang sia-sia dan bahkan bisa menjadi maksiat yang akan menyebabkan Allah murka dan memasukkan para pelakunya ke dalam neraka.
2. Partai yang memenuhi kriteria Hizbullah disebut dengan Partai Allah atau Partai Islam, kendatipun tidak menamakannya dengan Hizbullah. Sedangkan partai yang memenuhi kriteria Hizbusyyaithan, berarti partai tersebut bukan Parati Allah atau Partai Islam kendatipun namanya Hizbullah atau partai Islam dan kendatipun para pemimpin dan pengikutnya mengklaim Partai Islam atau partai Dakwah Islam.
3. Sebab itu, dimata Allah, partai itu hanya dua, yakni Partai Allah dan Partai Setan.
4. Partai Allah atau Partai Islam ialah yang melandasi semua aktivitasnya berdasarkan ajaran Islam secara komprehensif, bukan hanya politik praktis, dapat diuji kebenarannya melalu metodolgi Islam yang benar, bukan hanya klaim belaka, tanpa takut dan khawatir akan bebagai tantangan dan resiko yang harus dihadapi dan tidak meniru cara-cara atau langkah-langkah setan dalam menjalankan semua aktivitasnya. Tujuannyapun jelas, yakni menggapai ridha dan syurga Allah, bukan kekuasaan di dunia, apalagi dalam kondisi pendukungnya masih sedikit dan SDM-nya dalam berbagai lapangan masih lemah. Kemenangan dunia dalam bentuk kekuasaan tidak ada kaitannya dengan kemenangan dakwah jika hukum yang dipakai dan ditegakkan dalam pemerintahan masih saja hukum jahiliyah, mayoritas masyarakatnya masih anti terhadap Islam, dan keadilan Islam belum bisa ditegakkan. Kalau ada yang mengklaim hal tersebut, ketahuilah itu adalah sebuah propaganda kebohongan para pemabuk kekuasaan serta kenikmatan dunia yang sedikit dan menipu itu. Selain dari Partai Allah itu adalah Partai Setan, apapun bentuk dan namanya serta siapapun pemimpin dan pengikutnya.
5. Partai Allah adalah partai yang menyadari ghoyah / tujuan keberadaannya adalah ibadah kepada Allah. Sebab itu urusannya akan terangkat ke ufuk yang lebih tinggi yang penuh cahaya. Demikian pula halnya dengan intelektualitasnya, perasaannya, dan semua aktivitasnya bersih dari berbagai kekotoran yang dilakukan oleh Partai Setan. Karena semua aktivitasnya diharapkan bernilai ibadah dengan menjaga eksistensinya sebagai khalifah Allah dan berkeinginan kuat menegakkan manhaj Allah di muka bumi, maka labih aula baginya untuk tidak melakukan keobohongan, tipuan, kemungkaran, laghwi, kesombongan serta tidak meggunakan cara-cara dan alat yang kotor, rendahan dan najis sebagaimana yang dilakukan oleh Partai Setan.
6. Partai Allah adalah partai yang tidak isti’jal (tergesa-gesa) ingin memetik buah sebelum waktunya, tidak menciptakan jalan sulit dan mendaki untuk dirinya. Yang terpenting tujuan ibadah dengan berbagai aktivitasnya yang diklaksanakan secara kontinyu tercapai dan dilakuakn dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah beradasarkan kapasitas dan daya dukung yang ada agar terhindar dari kondisi besar pasak dari tiang dan nafsu besar tenaga kurang. Untuk mencapai kondisi seperti itu, nafsu syahwat terhadap harta dan kedudukan harus mampu dikerangkeng kuat-kuat. Rasa takut dan khawatir harus bisa dibuang jauh-jauh dari dalam diri dalam semua marhalah yang harus dilewati. Kenapa harus rakus dan tamak terhadap dunia? Kenapa harus khawatir dan paranoid dalam menjalankan ibadah kepada Allah? Padahal setiap detik dan waktu merasakan rengkuhan tangan dan kasih sayang Allah.
7. Partai Allah adalah yang memahami sunnatullah dalam perubahan sosial, di samping memahami syariat Allah dan sunnah Rasulullah yang tertulis dan menjadi acuan moral dan teknis operasional kehidupan. Itu yang dilakukan Rasulullah Saw. Rasulullah sadar betul bahwa perubahan sosial itu tidak akan pernah terjadi hanya dengan menguasai pucuk kepemimpinan suatu masyarakat atau negara sekalipun, jika masyarakatnya belum bisa menerima kehadiran manhaj Allah dalam mengatur aturan main kehidupan dengan segala tingkatannya. Negosiasi para petinggi Partai Setan di Makkah agar Rasulullah menerima kepemimpinan tertinggi, harta yang melimpah dan istri yang paling cantik saat itu ditolak mentah-mentah oleh Beliau sambil berkata : Demi Allah, jika kalian mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalkan urusan (dakwah) ini. Demikian pula halnya bahwa perubahan sosial itu tidak akan pernaha terjadi hanya dengan mengejar kuatntitas dan bukan kualitas.
8. Sebab itu, Partai Islam adalah partai yang mencontoh Rasul Saw di mana dakwah dengan pengertian yang benar dan disertai dengan aktivitas yang komprehensif yang menjadi panglima. Bukan politik praktis yang menjadi panglima dan menjadi segala tumpuan harapan. Apalagi politik praktis itu dijadikan jalan tol pragmatisme para elitnya. Jika hal tersebut yang terjadi, ketahuilah partai tersebut sedang menuju kehancuran dan sedang menggali lubang kuburnya sendiri karena sudah dapat dipastikan akan melanggar, meninggalkan dan meremehkan berbagai ajaran Islam yang fundamental alias mengikuti langkah-langkah setan. Karena dalam hidup ini Allah telah gariskan hanya ada dua jalan, jalan Allah/ Islam atau jalan setan.
9. Partai Islam adalah partai yang menjadikan ikatan akidah atau iman sebagai ikatan utama dan terutama, tanpa melihat warna kulit, status sosial, kontribusi harta, keturunan, bahasa dan suku. Semua kerjasama (taawun) yang dibangun dengan siapaun dan kelompok manapun harus mengacu kepada pakem akidah dan aturan main Islam, apalagi dalam memilih pemimpin negara dan pemerintahan lainnya. Lain halnya dengan Partai Setan, akidah, syariaah dan akhlak tidak menjadi ketentuan. Yang penting baginya adalah kepentingan. Warna warni ideologi tidak menjadi perkara selama menguntungkan elite dan grupnya dari sisi dunia.
10. Partai Islam adalah partai yang memiliki visi dan misi seperti yang diucapkan salah seorang sahabat bernama Rib’i ibnu ‘Amir saat berhadap-hadapan dan bernegosiasi dengan penguasa Persia yang bernama Rustum. Saat menuju ruang kerja (duduk-duduk) sang penguasa, yang dihampari karpet merah yang berkualitas terbaik di dunia saat itu, Rib’i merobek-robek dengan pedangnya sehingga membuat murka prajurit yang sedang bertugas menjaga sang penguasa. Saat ditanya siapa yang mengutus pasukan Islam ke sana dan apa tujuannya, Rib’i menjelaskannya dengan enteng dan terus terang : “Kami diutus Allah kemari dengan misi : - Membebaskan manusia dari mengabdi kepada sesama manusia dan hanya mengabdi kepada Allah Ta’ala. - Menyelamatkan mereka dari kejahatan berbagai ideologi, pemikiran dan konsep dengan keadilan Islam. - Menyelamatkan manusia dari kesempitan (teritorial dan kehdupan) dunia kepada kelapangan dunia dan kelapangan akhirat (masuk syurga).
11. Sebab itu, partai Allah tidak akan pernah dapat bekerjasama dengan Partai Setan dalam menegakkan hukum dan ajaran Allah. Hal tersebut disebabkan visi dan misi yang berseberangan 180 derajat. Partai Allah menuju keridhaan dan syurga-Nya. Sedangkan Partai Setan menjemput murka dan neraka Allah. Lalu bagaimana jika di antara keduanya bergandeng tangan, apalagi dengan agenda-agenda yang tidak sesuai dengan tujuan Islam, baik yang tersembunyi mapun yang terang-terangan, ketahuilah telah terjadi pencampuran antara Al-Haq dengan Al-Bathil yanag sangat dilarang Allah. Sebab itu, harus segera ditinggalkan, jika nasehat dan peringatan sudah diabaikan.
Saudaraku yang dirahmati Allah. Sebelum melangkah dan berbuat lebih jauh, fikirkanlah masak-masak apakah langkah dan perbuatan itu akan membawa kita bergabung ke dalam Partai Allah atau justru ke dalam Partai Setan. Semoga Allah selalu mejaga kita dari godaan dan tipu daya setan, la’natullahi ‘alih, baik dari kalangan jin maupun manusia. Amin. Wallahu a’lamu bish-showab.
Fathuddin Jafar, MA
http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/partai-allah-vs-partai-setan-dalam-al-qur-an.htm
Partai Allah VS Partai Setan (bagian ke-2)
Dalam tulisan lalu kita sudah membahas berbagai masalah terkait partai dalam Al-Qur’an. Di antaranya, kriteria Partai Allah dan Partai Setan. Pembahasan-pembahasan berikutnya adalah topik-topik yang terkait langsung dengan Partai Allah VS Partai Setan agar gambarannya menjadi utuh dan jelas.
Di antara topik tersebut ialah, Kemenangan Versi Partai Allah dan Partai Setan, Orientasi Partai Allah dan Partai Setan, Strategi Partai Allah dan Partai Setan, Aktivitas Partai Allah dan Partai Setan, Langkah-Langkah Partai Allah dan Partai Setan, Hakikat Konflik Antara Partai Allah VS Partai Setan dan banyak lagi topik lain yang relevan.
Sebelum membahas topik-topik di atas dan agar memudahkan kita mencerna tema tulisan ini dengan baik, kita perlu membangun landasan berfikir dengan bangunan yang kokoh dan kuat, agar paradigma dan filosofi berpikir kita menjadi lurus dan sesuai dengan fitrah manusia yang telah Allah ciptakan. Kemudian, tujuannya juga harus jelas, agar kita terhindar dari ketersesatan berfikir dan bertingkah laku di tengah jalan.
Adapun landasan berfikirnya ialah firman Allah surat Al-Baqarah ayat 208 dan 209. Sedangkan tujuan kita membahas Partai Allah vs Partai Setan dengan segala permasalahannya tidak lain adalah mencari kebenaran agar kita dapat selalu berada dalam shaf Partai Allah dan terhindar dari bergabung dengan Partai Setan. Pemahaman tersebut haruslah didasari ilmu yang benar, bukan hanya sekedar klaim atau akuan belaka (amaniy). Dengan demikian Insya Allah kita bisa selamat di dunia dan mencapai kemenangan besar di akhirat, yakni masuk Syurga Allah.
Memahami landasan berfikir dan tujuan pembahasan masalah Partai Allah VS Partai Setan tersebut juga sangat penting agar kita terhindar dari debat kusir yang tidak berguna dan bahkan bisa menyimpangkan kita dari pembahasan yang sebenarnya. Pada akhirnya kita akan sulit keluar dari berbagai jebakan setan yang sesungguhnya, baik dari kalangan jin maupun manusia.
Di antara jebakan setan yang paling ampuh adalah membangun perasaan dan klaim berada dalam kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, namun tidak didukung oleh dalil-dalil yang benar-benar dari Allah dan Rasul-Nya dan atau tidak pula bisa dibuktikan dalam amal perbuatan. Jadilah kita seperti yang dilukiskan Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 103-104 :
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ﴿١٠٣﴾ الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ﴿١٠٤﴾
“Katakan (wahai Muhammad), maukah kamu sekalian Kami beritakan akan orang-orang yang paling merugi amal perbuatan (mereka)? Mereka adalah orang-orang yang tersesat usaha (amal perbuatan) nya semasa hidup di dunia sedangkan mereka mengira bahwa mereka berbuat baik”. (Q.S. Al-Kahfi : 103 – 104)
Landasan Berfikir.
Seperti yang disinggung di atas, bahwa landasan berfikir dalam membahas Partai Allah VS Partai Setan adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208 dan 209 berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (209)
“Wahai orang-orang beriman! Masuklah kamu sekalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan sekali-kali jangan kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia (setan itu) bagi kamu adalah musuh yang nyata. Jika kamu tergelincir (dari jalan Islam dan pasti meniti jalan setan) setelah datang kepadamu penjelasan-penjelesan (Al-Qur’an) maka ketahuilah bahwa sesungguhnhya Allah itu Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” (Q.S. Al-Baqarah : 208 - 209)
Dari dua ayat tersebut di atas dapat kita petik sepuluh hal penting berikut :
1. Yang memanggil atau menyeru ialah Allah, Tuhan Pencipta manusia dan alam semesta yang telah menurunkan wahyu Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup dan mengutus Muhammad Saw sebagai Rasul yang harus ditaati dan diteladani dalam memanage (mengelola) semua sapek kehidupan. Sedangkan yang diseru atau dipanggil adalah orang-orang beriman yang telah mengakui Allah sebagai Tuhan mereka dan Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasul Allah terakhir.
2. Inti seruan Allah adalah sebuah perintah agar orang-orang beriman masuk ke dalam Islam atau menerima ajaran Islam secara utuh atau secara keseluruhan.
3. Sebaliknya, pada waktu yang sama Allah melarang orang-orang beriman agar tidak mengikuti langkah-langkah setan.
4. Dalam larangan tersebut juga dapat dipahami agar orang-orang beriman waspada dan setiap saat menyadari bahwa setan itu adalah musuh mereka yang nyata.
5. Jalan hidup itu hanya dua; jalan Islam (Allah) atau jalan setan.
6. Ayat tersebut juga mengisyaratkan, seorang Muslim, jamaah Islam atau negara Islam sangat mungkin – inilah fakta sepanjang sejarah setelah masa Khulafaurrasyidin berakhir sampai hari ini - meniti sebagian jalan Islam dan sebagian lain adalah jalan setan sebagai akibat dari kebodohan, lupa (tidak sadar) atau disebabkan godaan setan yang amat menggiurkan terhadap mereka.
7. Allah tidak mengharapkan sama sekali orang-orang beriman tergelincir dari jalan Islam sehingga meniti jalan setan, kendati hanya sebagian.
8. Jika kasus tersebut terjadi, Allah akan melihat kasus tersebut sebagai murni karena kelemahan manusia atau karena sengaja dan tergoda oleh setan dan kemudian tidak mau kembali kepada jalan Islam dan bahkan dengan mencari-cari legalitasnya dari Islam. Jika murni karena kelemahan / kebodohan atau tergelincir karena godaan setan namun mau kembali ke jalan Islam dengan bertaubat, maka Allah Maha Bijaksana dan akan mengampuninya dan menunjukinya selalu di jalan yang lurus, seperti yang terjadi pada manusia pertama, bapak semua manusia, yakni Adam alaihissalam. Namun jika tergelincir karena menikmati penyimpangan atau maksiat seperti berbagai prilaku Bani Israel atau karena kesombongan dan gengsi seperti yang terjadi pada Iblis, maka Allah akan memperlihatkan Kemahaperkasaan-Nya dengan membiarkan mereka yang tergelincir tersebut tetap berada dalam ketergelincirannya dan tidak akan memberi mereka petunjuk ke jalan Islam yang lurus.
9. Sebab itu, Allah menyeru orang-orang beriman dengan seruan penuh kasih sayang, namun tegas dan keras, agar selalu berada pada jalan Islam secara total dan menghindari jalan setan secara total pula, baik sebagai individu, jamaah, partai ataupun negara.
10. Seruan masuk kepada Islam secara total dan meninggalkan semua langkah setan mengisyaratkan sebuah tema yang amat besar, yakni percaturan antara Islam dengan jahiliyah dengan segala warna warninya. Sebab itu, tema tersebut mencakup semua umat manusia yang hidup sejak risalah Nabi Muhammad Saw diturunkan, atau persisnya sejak kedua ayat tersebut diturunkan sampai hari kiamat nanti. Sebab itu, tema tersebut bukan hanya menyangkut kelompok, jamaah atau partai-partai yang ada, melainkan untuk seluruh manusia di atas bumi ini.
Untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang landasan berfikir yang harus kita bangun, alangkah baiknya kita meyimak uraian Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an tentang ayat 208 dan 209 surat Al-Baqarah di atas sebagai berikut :
“Sesungguhnya itu adalah seruan untuk oarng-orang Mukmin dengan dasar keimanan. Mereka diseru dengan sifat/karakter yang amat mereka cintai dan sifat itu yang membuat mereka istimewa serta menyebabkan mereka tersambung dengan Allah, Dzat yang menyeru mereka. Sebuah seruan untuk orang-orang beriman agar mereka masuk Islam secara total”.
Pemahaman dasar Dakwah (Islam) ini ialah bahwa kaum Mukmin itu harus mampu menyerahkan diri kepada Allah dengan segala yang mereka miliki; diri mereka; dalam urusan kecil maupun besar. Mereka harus menyerahkannya dengan bulat sehingga tidak ada lagi, setelah penyerahan itu, sisa-sisa konsepsi atau perasaan, niat atau perbuatan, keinginan atau kebencian yang tidak tunduk kepada Allah dan tidak ridha (puas) terhadap hukum dan keputusan-Nya.
Penyerahan ketaatan yang penuh tsiqah (percaya), yang tenang dan ridha. Penyerahan itu kepada Tangan yang menggiring langkah mereka sedangkan mereka sangat percaya bahwa Tangan tersebut menginginkan kebaikan, nasehat dan jalan lurus bagi mereka. Mereka merasakan ketenangan dalam perjalanan di dunia ini yang sedang menuju tempat kembali di akhirat kelak.
Diarahkannya seruan tersebut kepada orang-orang beriman saat itu, menunjukkan bahwa saat itu masih ada jiwa-jiwa yang dihinggapi keragu-raguan dalam ketaatan mutlak dalam kondisi sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Merupakan suatu fenomena umum atau alami bahwa terdapat dalam Jama’ah Rasullah (jiwa-jiwa yang belum bisa taat mutlak) di samping jiwa-jiwa yang sudah tenang, percaya dan ridha. Karena ia adalah seruan yang diarahkan setiap saat kepada orang-orang beriman agar mereka ikhlas dan totalitas. Langkah-langkah dan orientasi mereka selaras dengan apa yang dimaui Allah bagi mereka serta sejalan pula dengan arah yang dibimbing oleh nabi dan agama mereka, tanpa mencla-mencle, ragu-ragu dan lirik sana-lirik sini.
Saat seorang Muslim menerima seruan itu dengan sepenuh hati, maka ia akan masuk ke dalam dunia ini semuanya ketentraman dan semuanya keselamatan. Sebuah dunia yang semuanya tsiqah (trust) dan ketenangan. Semuanya ridha dan ketenangan di mana tidak ada lagi kebingungan dan kegelisahan… Tidak ada lagi keterusiran/marginal dan ketersesatan… Kedamaian bersama diri dan hati….Kedamaian bersama akal dan logika… Kedamaian bersama manusia dan semua mahkluk hidup… Kedamaian bersama alam semesta dan semua yang ada di dalamnya…. Kedamaian yang berkibar di lubuk hati yang dalam… Kedamaian yang menaungi kehidupan dan masyarakat dan kedamaian di bumi dan di langit.
Pertama kali yang dilimpahkan oleh kedamaian itu ke dalam hati ialah limpahan kebenaran konsepsi/gambaran terhadap Allah, Tuhan Penciptanya. Sebuah konsepsi yang cemerlang dan sederhana. Sesungguhnya Ia adalah Tuhan yang Esa di mana seorang Muslim berorientasi hanya kepada-Nya saja, yang akan membuat hatinya tenang. Sebab itu, ia tidak akan menempuh lagi jalan-jalan lain selain jalan-Nya. Tidak pula memiliki kiblat (direction) yang beragam. Tidak juga terlempar dari satu tuhan kepada tuhan-tuhan lain yang datang dari sana atau sini – sebagaimana halnya kehidupan manusia di zaman jahiliyah -. Sesungguhnya hanya Tuhan yang Esa yang menjadi tujuannya dengan penuh kepercayaan, ketenangan, kecemerlangan dan penuh kejelasan.
Ialah Tuhan yang Maha Adil dan Bijaksana. Kekuatan dan Kehendak-Nya cukup sebagai garansi dari menghadapi kezaliman, jebakan hawa nafsu dan kerugian. Bukah seperti tuhan-tuhan berhala jahiliyah yang memiliki dorongan ego dan syahwat. Sebab itu, seorang Muslim berlindung kepada Tuhan-nya dengan sandaran yanag amat kuat dimana ia mendapat keadilan, perawatan dan keamanan. Ialah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Pemberi nikmat, Pengampun dosa dan Penerima taubat. Setiap saat memperkenankan permintaan (doa) orang-orang yang tertindas dan melepaskan mereka dari keburukan. Seorang Muslim harus dapat merasakan rasa aman yang ramah dalam pangkuan-Nya. Merasa selamat, beruntung dan dikasihi bila ia lemah dan diampuni saat ia bertaubat.
Demikianlah seorang Muslim berjalan bersama sifat-sifat Tuhannya yang diperkenalkan Islam kepadanya. Sebab itu, ia menemukan pada semua sifat Allah tersebut apa yang membuat hatinya dan jiwanya tenang serta jaminan meraih pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang, kemuliaan, imunitas, ketenangan dan ketentraman. Demikianlah hati seorang Muslim mendapatkan limpahan ketentraman dari kebenaran konsepsi hubungan antara hamba dengan Tuhan Penciptanya.”
Kemudian Sayyid Qutub menjelaskan : “ Keyakinan/ Iman pada akhirat memiliki peranan utama dalam melimpahkan ketentraman pada jiwa seorang Mukmin dan dunianya. Ia juga mampu mengusir kegelisahan, kemurkaan dan putus asa.
Sesungguhnya perhitungan akhir bukanlah di atas bumi (dunia) ini dan balasan yang sempurna bukan pula dalam kehidupan yang fana ini. Sesungguhnya perhitungan akhir adalah di sana (akhirat). Keadilan mutlak akan terjamin dalam perhitungan akhir itu. Sebab itu, tidak ada tempat menyesali kebaikan (dakwah) dan jihad di jalan-Nya jika tidak terealisasi dan tidak memperoleh imbalannya di atas bumi ini. Tidak perlu gelisah terhadap imbalan yang berdasarkan standar manusia jika tidak terpenuhi dalam kehidupan dunia fana ini. Sebab nanti akan disempurnakan dalam timbangan Allah. Tidak ada tempat putus asa terhadap keadilan bila keadilan itu telah dibagi-bagi ke dalam berbagai kepentingan dalam kehidupan yang fana ini. Keadilan itu pasti terlaksana dan Allah sama sekali tidak menghendaki keazaliman bagi hamba-Nya.
Keyakinan pada akhirat juga akan menjadi benteng penghalang bagi terjadinya percaturan/persaingan gila jahiliyah yang menginjak-injak nilai dan kehormatan, tanpa sedikitpun rasa malu. Di sana ada akhirat yang penuh pemberian dan kecukupan. Di sana ada ganti bagi apa yang luput semasa di dunia. Konsepsi ini dengan sendirinya melimpahkan rasa ketentraman dan keselamatan dalam perlombaan dan berkompetisi dan akan mencabut basa basi / performance / jaim terhadap gerakan para competitors serta akan meringankan beban biaya yang muncul dari perasaan yang mengira bahwa satru-satunya kesempatan yang ada hanyalah saat menjalani hidup yang pendek ini.
Pengetahuan seorang Mukmin akan tujuan keberadaan manusia ini adalah ibadah dan ia diciptakan agar mengabdi hanya kepada Allah, maka tidak diragukan dengan sendirinya akan mengangkatnya ke ufuk yang penuh cahaya. Mengangkat perasaan dan hatinya. Mengangkat semua aktivitas dan amalnya dan membersihkan sarana dan prasarananya. Karena ia menginginkan ibadah dengan aktivitas, amal, kerja dan infaknya serta menginginkan ibadah dengan khilafahnya di muka bumi untuk merealisasikan manhaj Allah di atasnya, maka ia akan mengutamakan untuk tidak berkhianat, tidak berbuat maksiat, tidak menipu, memanipulasi, tidak melampaui batas, tidak berlaku sombong dan tidak menggunakan sarana dan prasarana yang kotor dan rendahan.
Demikian juga ia akan mengutamakan untuk tidak isti’jal (tergesa-gesa) dalam setiap marhalah (dakwah), tidak akan membuat jalan pintas, tidak akan melewati masalah sulit yang diciptakan sendiri. Ia akan mencapai tujuan ibadahnya dengan niat yang ikhlas dan ativitas yang serius dan kontinyu dalam batas-batas kemampuan. Kondisi sepeti ini mengharuskan jiwanya tidak ditimpa gejolak ketakutan yang berlebihan (paranoid) dan kerakusan (pada dunia) serta tidak dikuasai oleh kegelisahan dalam setiap marhalah (periode) perjalanannya. Yang demikian itu karena ia mengabdi pada Allah dalam setiap langkah. Ia merealisasikan tujuan keberadaannya dalam setiap lintasan pikiran dan hatinya dan ia menanjak ke arah yang tinggi menuju Allah dalam setiap aktivitas dan lapangan.
Perasaan seorang Mukmin bawa ia sedang berjalan bersama kekuasaan Allah dalam mentaati Allah untuk merealisasikan kehendak Allah… Yang ia peroleh dari perasaan tersebut dalam jiwanya ialah ketenangan dan ketentraman dalam meniti jalan (dakwah), tanpa ada kebingungan, kegelisahan dan sumpah serapah dalam menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan, tanpa putus asa dari pertolongan Alah dan bantuan-Nya dan tanpa takut terhadap melencengnya tujuan atau hilangnya balasan. Karena itu, ia merasakan ketentraman dalam jiwanya, bahkan dalam memerangi musuh-musuh Allah dan musuh-musuhnya, karena ia tidak memerangi mereka melainkan karena Allah, di jalan Allah, untuk meninggikan kalimat Allah dan bukan berperang karena kedudukan/pangkat, harta, nasionalisme, atau tujuan apa saja dalam bentuk tujuan duniawi lainnya.
Demikian pula ia merasakan bahwa ia berjalan berdasarkan sunnah (sistem) Allah bersama alam semesta. Kanun (aturan main) alam semesta juga kanunnya dan orientasi alam semesta juga orientasinya. Sebab itu dalam perjalanannya tidak berbenturan dan tidak pula bermusuhan dengan alam semesta. Tidak pula terjadi penghamburan dan pemborosan tenaga. Kekuatan alam semesta berhimpun dengan kekuatannya dan menggiringnya kepada cahaya yang dijadikannya pelita kehidupan. Orientasinya hanya kepada Allah bersama orientasi alam semesta menuju Allah.
Adapun biaya dan beban yang diwajibkan Islam terhadap seorang Muslim semuanya sesuai fitrah dan untuk membenahi fitrah (yang menyimpang). Biaya dan beban tersebut tidak akan pernah melebihi kekuatan dan potensi manusia dan tidak pula melupakan karakter manusia dan konstruksi tubuhnya. Tidak satupun kekuatan dari kekuatan manusia yang diabaikan yang tidak digunakan untuk bekerja, membangun dan meciptakan pertumbuhan. Tidak ada pula satupun kebutuhan manusia yang dilupakan baik kebutuhan jasmani maupun kebutuha ruhani. Tidak ada pula yang tidak dapat dipenuhi dalam kemudahan, tolerasni dan kemakmuran. Karena itu, ia tidak akan pernah bingung dan tidak pula gelisah dalam mengemban beban dan biaya itu. Ia akan memikul apa yang dipikulkan kepadanya dan meniti jalan menuju Allah dalam keadaan tenang, penuh spirit dan ketentraman.
Kemudian Sayyid Qutub melanjutkan : “ Inilah sebagian dari makna-makna “as-silm” (ketenangan dan keselamatan Islam) yang diisyaratkan ayat yang menyeru orang-orang beriman untuk masuk ke dalamnya secara total, agar mereka menyerahkan diri mereka secara total pula kepada Allah. Oleh sebab itu, tidak ada yang harus diharapkan kembali (imbalan) kepada diri mereka sedikitpun. Tidak ada jatah atau imbalan yang perlu kembali untuk kepentingan diri mereka. Semua dikembalikan kepada Allah dalam keadaan suka, tunduk dan penuh kepasrahan.
Makna “as-silm” seperti ini tidak akan dipahami dengan benar-benar paham oleh orang yang tidak mengerti bagaimana ia membuang kebingungan dan menghapus kegelisahan dalam diri yang tidak merasa tenang dengan iman (kepada Allah) dalam masyarakat yang tidak mengenal Islam, atau boleh jadi mereka mengenalnya akan tetapi kemudian mereka mengingkarinya dan kembali (murtad) kepada jahiliyah di bawah berbagai tema/simbol sepanjang masa. Masyarakat seperti ini adalah masyarakat yang sengsara dan bingung, kendati di tengah kebutuhan materi yang melimpah dan kemajuan peradaban materialismenya, serta memiliki semua faktor-faktor kemajuan dalam standar jahiliyah yang memiliki konsepsi yang sesat dan beragam.
Cukup bagi kita Swedia satu contoh dari apa yang terjadi di negara-negra Eropa sebagai negara yang diklaim sebagai negara maju di mana setiap individu mendapatkan sekitan 500 pound setiap tahun yang dianggarkan dari APBN. Setiap individu memperoleh jatah asuransi kesehatan yang dibayarkan dengan tunai dan pengobatan gratis yang diperoileh dari rumah sakit-rumah sakit pemerintah. Demikian pula dengan pendidikan yang gratis dalam semua tingkatannya bersama bantuan pakaian dan pinjaman bagi pelajar dan mahasiswa berprestasi. Ada lagi bantuan negara sekitar 300 pound sebagai bantuan pernikahan dalam rangka menjaga kelestarian berumah tangga. Dan banyak lagi yang lain berupa bukti kemakmuran ekonomi atau materi dan peradaban yang luar biasa…. Akan tetapi, apa yang terjadi di balik kemakmuran materi dan peradaban yang hatinya tercerabut dari iman kepada Allah?
Sesungguhnya masyarakat Swedia dan juga negeri Eropa lainnya adalah masyarakat yang terancam kepunahan. Keturunan semakin hari semakin berkurang disebabkan kekacauaan pergaulan antar jenis. Perceraian tercatat satu dari enam pernikahan disebabkan bebasnya berhubungan seks tanpa nikah, penampilan wanita yang seronok dan kebebasan pergaulan pria wanita. Generasi muda menyimpang karena mereka pencandu alkohol dan narkoba sebagai ganti dari spiritualitas, iman, ketenangan hati dengan akidah. Berbagai penyakit jiwa, saraf dan penyakit aneh lainnya sedang menerkam puluhan ribu jiwa manusia… Kemudian bunuh diri (tidak terhitung jumlahnya). Kondisi seperti ini juga sedang menimpa Amerika. Bahkan Rusia jauh lebih mengerikan.
Sesungguhnya itu adalah bentuk kesengsaraan yang ditetapkan (Allah) terhadap setiap hati yang terlepas kemanisan iman dan ketenangan akidah. Sebab itu, hati tersebut tidak merasakan rasa ketenangan Islam yang mana kaum Mukmin dipanggil untuk memasukinya secara total dan utuh agar mereka di dalamnya menikmati keamanan, naungan dan ketenangan. “Wahai orang-orang beriman! Masuklah kamu ke dalam ketenangan Islam secara total dan jangan sekali-kali kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu bagi kamu adalh musuh yang nyata”.
Mengapa Allah menyeru kaum Mukmin agar mereka memasuki Islam denga total? Pada waktu yang sama mengingatkan mereka agar tidak mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya tidak ada (dalam kehidupan ini) kecuali hanya dua orientasi; Masuk ke dalam Islam secara total, atau mengikuti langkah-langkah setan. Petunjuk atau kesesatan. Islam atau jahiliyah. Jalan Allah atau jalan setan. Petunjuk Allah atau tipudaya setan…
Dengan penjelasan yang tegas ini, seorang Muslim hendaklah menyadari sikap yang ia bangun. Oleh sebab itu jangalah mencla mencle dan jangan pula ragu serta kebingungan di antara jalan-jalan dan berbagai orientasi yang ada.
Sesungguhnya di sana tidak ada beberapa manhaj (the ways of life) bagi seorang Mukmin yang ia dapat memilih salah satu darinya, atau ia campur adukkan salah satunya dengan yang lain. Sungguh tidak…. Sesugguhnya orang yang tidak masuk ke dalam Islam dengan segala ajarannya, tidak bisa menyerahkan dirinya secara ikhlas kepada Allah dan syari’at-Nya, maka ia tidak akan bisa terlepas dari konsepsi lain atau manhaj lain atau sitem lain (selain konsepsi, manhaj dan sistem Allah). Ingatlah ia sedang meniti jalan setan dan bahkan bisa semua langkah setan.
Di sana tidak ada solusi (jalan) tengah. Tidak ada pula manhaj baina-baina (manhaj setengah hati/kemunafikan). Tidak pula strategi yang diambil setengah dari sini dan setengahnya dari sana. Sesungguhnya di sana hanya ada Hak atau Bathil, petunjuk atau kesesatan, Islam atau jahiliyah dan manhaj Allah atau tipudaya setan.
Allah menyeru kaum Mukmin sejak pertama kali agar masuk ke dalam Islam secara total dan mengingatkan mereka untuk kali berikutnya agar tidak mengikuti langkah-langkah setan. Seruan tersebut menggerakkan hati dan perasaan mereka dan melahirkan kewaspadaan - melalui peringatan Allah kepada mereka - terhadap permusuhan setan kepada mereka. Itulah permusuhan yang jelas dan nyata yang tidak mungkin dilupakan kecuali oleh orang yang lalai. Sedangkan kelalaian itu tidak mungkin ada bersama iman.”
Pembaca yang dirahmati Allah. Melalui uraian Sayyid Qutub di atas jelaslah bagi kita bahwa dalam kehidupan ini, khususnya kehidupan dakwah dan jihad dalam menuju Allah hanya ada dua manhaj dan jalan; manhaj dan jalan Allah atau manhaj dan jalan setan. Hanya ada dua cara dan strategi; cara dan strategi Allah atau cara dan strategi setan. Inilah landasan membangun pemikiran dalam tataran konsepsi, agar paradigma dan filosofi berfikir kita selalu berada dalam hidayah Allah yang lurus yang akan terefleksi selalu dalam sikap dan tingkah laku. Pada waktu yang sama kita terhindar dari tipu daya setan yang menyengsarakan dan mencelakakan kita di dunia dan di akhirat kelak. Wallahu A’lamu bish-shawab.
Fathuddin Jafar, MA
http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/partai-allah-vs-partai-setan-arti-kemenangan-dan-kekalahan-episode-ke-2.htm
Partai Allah Vs Partai Setan (bagian ke 3)
Sesungguhnya jalan hidup ini hanya ada dua, yakni jalan Allah atau jalan setan, karena yang mencampuradukkan al-Haq dengan al-Bathil masih tergolong jalan setan.
Kemenangan Versi Partai Allah dan Partai Setan
Sungguh kemenangan memang sebuah kata yang indah didengar dan dilantunkan baik dengan suara rendah, apalagi dengan suara keras yang penuh semangat dan heroik saat memotivasi banyak orang untuk tujuan mencapai kemenangan. Kemenangan telah menjadi buah bibir, cita-cita dan angan-angan manusia, apapun profesi, latar belakang dan agamanya.
Bahkan dalam dunia iblis dan setanpun dikenal arti kemenangan, yakni bilamana mereka berhasil menyesatkan manusia dari jalan Allah atau Islam sehingga meniti dan meniru jalan mereka (setan) atau jahiliyah berarti setan dan iblis juga disebut telah meraih kemenangan.
Hakikat Kemenangan
Dalam dunia iblis/setan, manusia, dan hewan serta berbagai aktivitas kehidupan lainnya yang dilandasi hukum rimba, materialisme dan jahiliyah, amat mudah memahami hakikat kemenangan.
Karena target dan tujuannnya sederhana, jelas dan jangka pendek, yakni semua yang terkait dengan dunia dan kesenangannya serta tidak peduli terhadap petunjuk Allah Tuhan Pencipta manusia dan alam semesta. Untuk mencapai target dan tujuanpun tidak perlu ada aturan dari Allah.
Kalaupun ada aturan yang mereka ciptakan, biasanya tidak jelas standar dan ukurannya, sehingga mudah untuk mengakali atau melanggarnya.
Demikian juga dengan masalah perang. Amerika dalam perang di Irak dan Afghanistan dan Yahudi di Palestina, misalnya. Tidak ada aturan main perang yang dirancang di Genewa dan di mana saja di dunia ini yang ditaati Amerika dan kaum Yahudi. Semuanya dilanggar. Peraturan atau undang-undang dibuat untuk dilanggar. Ini fakta kehidupan di dunia jahiliyah yang tidak dapat dipungkiri.
Dalam dunia percaturan setan dengan manusia demikian juga dengan dunia hewan misalnya, aturannya hanya satu, yang kuat dengan segala bentuk kekuatan fisik dan materi serta tipu muslihat, dialah yang akan meraih kemenangan.
Dalam dunia bisnis dan politik, apalagi di Indonesia tidak ada aturan mainnya yang berdasarkan aturan Allah, kendati mayoritas penduduknya Muslim. Lucunya lagi, sering dikatakan undang-undang (aturan main) dibuat untuk dilanggar.
Kita juga sering mendengar ungkapan: selama bisa dipersulit kenapa harus dipermudah, aji mumpung dan apa yang disebut dengan KKN, sehingga terkenallah Indonesia sebagai negara terkorup di dunia, terjelek manajemen pemerintahannya, terendah indeks SDM-nya dan seterusnya dan seterusnya.
Gambaran di atas mengisyaratkan kepada kita dengan kuat bahwa di dunia saat ini, apalagi di Indonesia, khususnya di dunia bisnis, politik dan kehidupan sosial lainnya, sistem yang mendominasi adalah sistem rimba dan sistem setan. Kemenangan berdasarkan kekuatan, KKN, risywah (money politics), kekuatan materi, baik ekonomi (uang), pendukung dan semua atribut material lainnya.
Tujuannyapun selalu bersifat materi seperti, harta, tahta, harga diri, ta’as-shub (fanatik buta) dan berbagai atribut jahiliyah lainnya, kendati mengatasnamakan rakyat, negara, bangsa dan bahkan untuk kemenangan agama. Sebab itu, tidaklah mengherankan jika aturan mainnya terlepas dari aturan main Allah sebagai Tuhan Pencipta manusia dan alam semesta.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kita umat Islam wajib mencermati kata kemenangan yang setiap saat dilantunkan, khususnya kemenangan yang dikaitkan dengan Islam, kaum Muslimin atau yang sering dikaitkan dengan kemenangan dakwah.
Jika kemenangan itu dikaitkan dengan Islam, umat Islam dan dakwah Islam, maka kemenangan tersebut akan berbeda 180 derajat dengan kemenangan apapun yang ada di dunia ini. Sebab itu, kemenangan versi Islam perlu diuraikan dengan jelas dan rinci serta harus terikat pada dhawabith syar’iyyah (patokan-patokan syar’i) agar terhindar dari kemenangan versi binatang, setan, materialisme dan jahiliyah lainya.
Di samping itu, untuk mengukur sebuah kemenangan dalam Islam, baik pada level individu, rumah-tangga, kelompok/jamaah, partai dan bahkan negara/khilafah amat terkait dengan pemenuhan syarat dan rukunnya, seperti format, ghoyah (tujuan), ahdaf (target-target), wasail (sarana-sarana), khith-thah (strategi) dan sebagainya.
Sebab itu, merumuskan dan merealisasikan kemenangan dakwah tidaklah semudah merumuskan dan merealisasikan kemenangan versi binatang, iblis, materialisme dan jahiliyah lainnya yang tidak perlu banyak aturan. Kalaupun ada, tidak harus dari Allah dan Rasul-Nya dan tidak perlu mengacu kepada keridhaan atau kemurkaan Allah serta tidak pula harus berpatokan pada keteladanan Rasul Muhammad Saw.
Dalam perspektif Al-Qur’an, seperti yang dijelaskan dalam tulisan sebelumnya dalam surat Al-Baqarah : 208 - 209, bahwa jalan hidup ini hanya dua; jalan Allah atau jalan setan. Al-Haq atau al-Bathil. Jalan Islam atau jalan Jahiliyah.
Fakta sejarah manusia membuktikan para Nabi dan Rasul dan para umatnya yang kosisten di jalan Allah, mereka hanya memilih jalan Allah. Di samping itu, ada lagi fakta lain di mana Fir’aun, Qarun, Samiri, Namrud, anak dan istri Nabi Nuh, istri nabi Luth, ayah Ibrahim, Abu Jahal, Abu Lahab dan kebanyakan manusia sepanjang sejarah, mereka lebih suka memilih jalan setan.
Tapi ada fakta lain yang ketiga yakni mencampur adukkan antara jalan Allah (al-Haq) dengan jalan setan (al-Bathil) seperti yang dilakukan oleh Bani Israel (Ahlul Kitab), seperti yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 71 :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai Ahlul Kitab! Mengapa kalian mencampur adukkan antara Al-Haq (yang datang dari Allah) dengan Al-Bathil (yang datang dari setan), dan kamu sekalian menyembunyikan Al-Haq itu sedangkan kamu mengetahuinya”. (Q.S. Ali Imran : 71)
Sesungguhnya jalan hidup ini hanya ada dua, yakni jalan Allah atau jalan setan, karena yang mencampur adukkan al-Haq dengan al-Bathil masih tergolong jalan setan. Berarti, manusia hanya bisa memilih salah satu dari dua jalan itu. Jalan Allah atau jalan setan. Sebab itu, kemenangan juga hanya terbagi dua; kemenangan versi Allah dan kemenangan versi setan. Pertanyaan berikutnya ialah : Apa hakikat kemenangan versi Partai Allah dan apa pula hakikat kemenangan versi Partai Setan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, paling tidak ada sebelas kata yang harus kita telusuri dalam Al-Qur’an :
1. Kata “al-fath” (الفتح) ( kemenangan)
2. Kata “al-muflih ” ( (المفلح(orang yang beruntung)
3. Kata “an-nashr” (النصر) (pertolongan)
4. Kata “ annajat (النجاة) (keselamatan /terhindar)
5. Kata “ al-fadhl” (الفضل) (karunia)
6. Kata “ al-maghfirah” ( المغفرة ) (ampunan)
7. Kata “ ar-ridhwan “ ) ( الرضوان (keridhaan)
8. Kata “ al-fauz” (لفوز (ا(sukses / kemenangan)
9. Kata “ al-ajr “ (الأجر)(pahala / balasan)
10. Kata “ al-jaza’” ( الجزاء )(balasan)
11. Kata “ ar-rizq “ (الرزق) (rezki)
Kita akan telusuri dan tadabburkan kesebelas kata tersebut dalam Al-Qur’an agar kita mendapat gambaran utuh tentang hakikat kemenangan dalam Islam.
Tadabbur kata-kata tersebut adalah berdasarkan konteks pembicaraan ayat-ayat yang terkait dengannya dan ditambah dengan penjelasan hadits Rasul Saw, jika diperlukan.
Metode ini disebut dengan tafsir Qur’an dengan Qur’an dan tafsir Qur’an dengan Hadits. Inilah metode tafsir yang terbaik yang disepakati oleh Ulama Islam sepanjang masa. Dengan demikian kita akan memahaminya secara orisinil dan komprehensif serta sekaligus terhindar dari penafsiran yang tidak kontekstual atau yang menyimpang, atau tidak sesuai dengan maksud sebenarnya. (Bersambung)
Fathuddin Jafar, MA
http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/partai-allah-vs-partai-setan-3.htm
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment