Tinggalkan perkara yang bisa meruntuhkan persaudaraan antarsesama muslim, ujar Syeikh Sholeh Al Husain
Hidayatullah.com—Ta’asub (fanatik) adalah salah satu perkara paling berbahaya dalam usaha persatuan umat (umatan wahidah). Meski demikan, ta’asub masih bisa diminimalkan.Hal ini disampaikan oleh Syeikh Sholeh al Husain, penanggungjawab Masjidil Haram, Mekah Al Mukaramah, saat silaturahmi dengan rombongan asal Indonesia di rumahnya, di kawasan Mekah, dekat kampus Umum Quro.
Dalam pesan-pesannya mengawali acara ramah tamah, Syeikh Sholeh, memberikan pesan bahwa selain masalah tauhid, yang tak kalah penting dalam kehidupan ini adalah menjaga persatuan umat.
“Salah satu sumber utama perpecahan adalah sikap ta’asub,“ ujarnya. “Ta’asub tak hanya kepada kelompok, bahkan pada persoalan partai. “
Hanya saja, menurut beliau, hubungan persaudaraan itu hanya bisa lekat dengan ikatan iman. Dua hal itu (masalah tauhid dan persatuan, red) sudah ditunjukkan saat haji dan umrah.
Katanya, saat haji dan umrah, semua orang berthawaf mengeliling Ka’bah. Sebenarnya itu adalah sekedar pesan bahwa setiap amal dan apapun usaha kita, hanya kita tujukan kepada Allah. Sementara di pihak lain, saat haji atau umrah, kita ditunjukkan persaudaraan tanpa batas.
Menurutnya, untuk mencegah ta’asub, di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi sendiri telah dicoba diterapkan. Di antaranya adalah tak mempersoalkan siapa yang menjadi imam. Apakah ia bermahzab Syafii, Hambali, atau Maliki.
Ia menyebut contoh Syeikh Abdul Majid Hasan kelahiran Ethiopia yang bermahzab Syafii.
Di Masjidil Haram sendiri telah dibuka berbagai halaqah dan mulazamah yang diisi oleh para ulama antarmahzab, termasuk Syeikh Al-Mandili, ulama asal Mandailing, Sumatera, dengan santri-santri asal Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Filipina.
“Di antara mereka tak banyak yang bertanya, apa mahzab mereka,“ ujarnya.
Karena itu, Syeikh Sholeh yang saat itu ditemani Imam Masjid Haram, Dr. Mahir al Mu’aqiliy, berharap, agar ta’asub ini menjadi bagian yang harus dihindari agar persatuan umat Islam ini terus terjaga.
Ikut di antara rombongan Indonesia yang bersilaturrahmi dengan Syeikh Sholeh adalah; Prof Didin Hafiduddin, Dr. Syafii Anthonio, Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, mantan Kedubes Qatar, Abdul Wahid Maktum, mantan Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja, dan wartawan hidayatullah.com. [cha/www.hidayatullah.com]
Dalam pesan-pesannya mengawali acara ramah tamah, Syeikh Sholeh, memberikan pesan bahwa selain masalah tauhid, yang tak kalah penting dalam kehidupan ini adalah menjaga persatuan umat.
“Salah satu sumber utama perpecahan adalah sikap ta’asub,“ ujarnya. “Ta’asub tak hanya kepada kelompok, bahkan pada persoalan partai. “
Hanya saja, menurut beliau, hubungan persaudaraan itu hanya bisa lekat dengan ikatan iman. Dua hal itu (masalah tauhid dan persatuan, red) sudah ditunjukkan saat haji dan umrah.
Katanya, saat haji dan umrah, semua orang berthawaf mengeliling Ka’bah. Sebenarnya itu adalah sekedar pesan bahwa setiap amal dan apapun usaha kita, hanya kita tujukan kepada Allah. Sementara di pihak lain, saat haji atau umrah, kita ditunjukkan persaudaraan tanpa batas.
Menurutnya, untuk mencegah ta’asub, di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi sendiri telah dicoba diterapkan. Di antaranya adalah tak mempersoalkan siapa yang menjadi imam. Apakah ia bermahzab Syafii, Hambali, atau Maliki.
Ia menyebut contoh Syeikh Abdul Majid Hasan kelahiran Ethiopia yang bermahzab Syafii.
Di Masjidil Haram sendiri telah dibuka berbagai halaqah dan mulazamah yang diisi oleh para ulama antarmahzab, termasuk Syeikh Al-Mandili, ulama asal Mandailing, Sumatera, dengan santri-santri asal Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Filipina.
“Di antara mereka tak banyak yang bertanya, apa mahzab mereka,“ ujarnya.
Karena itu, Syeikh Sholeh yang saat itu ditemani Imam Masjid Haram, Dr. Mahir al Mu’aqiliy, berharap, agar ta’asub ini menjadi bagian yang harus dihindari agar persatuan umat Islam ini terus terjaga.
Ikut di antara rombongan Indonesia yang bersilaturrahmi dengan Syeikh Sholeh adalah; Prof Didin Hafiduddin, Dr. Syafii Anthonio, Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, mantan Kedubes Qatar, Abdul Wahid Maktum, mantan Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja, dan wartawan hidayatullah.com. [cha/www.hidayatullah.com]
No comments:
Post a Comment