Dunia masa depan adalah dunia yang penuh dengan harta berlimpah. Dunia ke depan, bukan dunia kemiskinan. Ketika itu harta berlimpah. Berlimpah karena banyaknya para al-muhtakir (penimbun harta). Harta beredar hanya di kalangan tertentu. Harta berlimpah karena begitu mudahnya mendapatkan harta, dari yang halal sampai menghalalkan segala cara. Namun sayang, di zaman itu pemikiran manusia jungkir-balik, kaedah agama disungsang. Harta haram dihalalkan dengan berbagai cara demi mencari keuntungan duniawi. Demikian isyarat hadits akhir zaman.
Menyimak peta harta yang berlimpah tersebut, badan-badan pengelola infaq-sedekah harus berbenah diri. Bagaimana managemen pengelolaan harta yang memberikan faedah dan kemashlahatan yang luas bagi ummat. Infaq-sedekah harus dijadikan alat da'wah, kas ummat, media perekat ukhuwah, menjadi obat penawar, menjadi kunuzul-birri; gudang-gudang kebajikan, bahkan kanzul jannah; simpanan syurgawi yang pahalanya terus mengalir. Itulah al-Baqiyat as-Shalihat, amal permanen (Qs.18:46; 19:76).
Di hadapan Allah Ta`ala, semua amal akan berbicara dan saling berbangga. Tiba giliran infaq, dia mengatakan: "akulah yang terbaik." (Shahîh Targhîb al-Mundziri takhrij Syeikh Albâni). Dalam konteks al-Baqiyat as-Shalihat, sedekah bisa dijadikan amal lintas-zaman oleh ahli waris sebagai wujud birrul-walidein anak terhadap orang tua, walaupun sudah meninggal dunia.
BEDA SEDEKAH DENGAN INFAQ.
Ada sebagian orang yang masih bingung membedakan; mana infaq mana sedekah. Sebelum sholat Jum'at dimulai, pengurus Masjid sering mengumumkan infaq jama'ah. Ini tradisi sekaligus bagian dari transparansi keuangan. Lalu ada jama'ah yang bertanya, apa sih beda infaq dengan sedekah, apa pula persamaannya. Tulisan berikut ini akan menjelaskannya.
DARI SISI WAKTUNYA: Infaq itu terus-menerus (suluk mutawâshil) selama hayat dikandung badan, sedekah itu sewaktu-waktu selagi ada kelebihan atau kesempatan. Infaq itu dari orang hidup pada orang hidup, bukan dari orang hidup untuk orang mati. Sedang sedekah boleh dari orang hidup pada orang mati. Karena itu tak ada istilah infaq almarhum atau orang yang sudah mati dari harta peninggalannya atau harta anak cucunya. Sementara sedekah jariyah atau as-shadaqah 'ani'l-mayyit masyhur; tidak saja dalam kitab Fikih tapi juga di kitab Hadits. Ketika menjelaskan hadits apabila anak cucu Adam meninggal dunia terputuslah semua amalnya kecuali tiga; oleh Imam Abu Dawud (no.2880) dan Imam Tirmidzi (no.664) diberinya nama Bab; "as-shadaqah 'ani'l-mayyit." Imam Muslim membuat bab "sampainya pahala sedekah terhadap mayit; wushulu'ts-tsawab as-shadaqah 'ani'l-mayyit ilayhi," di nomor hadits:1004
DARI SISI TANGGUNGJAWAB: Infaq itu mesti diusahakan, ini yang dinamakan al-infâq al-ilzâmî, karena bagian dari kewajiban, dari satu sisi; dan tuntutan atau merupakan hak orang yang berada dalam tanggungjawabnya, pada sisi lain. Imam As-Suddi (w.127 H), mengatakan, "syai'un wâjibun fi'l-mâli; infaq itu sesuatu yang mesti dikeluarkan sebagai tuntutan harta . Karena itu infaq oleh Al-Qur'an diurai dengan kalimat alladzîna yunfiqûna fi's-sarraâ'i wa'dh-dharrâ'i; yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit (Qs.3:134). alladzîna yunfiqûna bi'l-layli wa'n-nahâr sirran wa'alâniyah; yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan. (Qs.2:274). Sedang sedekah; yang penting ada, seberapa pun ikhlasnya
DARI SISI BENDANYA/APA YANG DIPERSEMBAHKAN.
Infaq itu dari benda yang bernilai, punya harga, bisa dimanfaatkan; tidak masalah dari sisi sedikit atau banyaknya. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(Qs.2:267). Sedang shadaqah apa saja yang ma'ruf (kullu ma'rûfin shadaqah), perhatikanlah hadits berikut; Abu Dzarr Al-Ghifari meriwayatkan, Rasulullah ? bersabda: "Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau berbuat ma'ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah." Imam Al Bukhari, Adabul Mufrad (891); Imam Tirmidzi (1956); As-Shahihah Syeikh Albani (572)
DARI SISI JALAN PERUNTUKANNYA:
Infaq itu tidak selalu di jalan kebenaran atau kebajikan, sedang sedekah selalu di jalan yang benar dan mashlahat, karena itu disebut shadaqah jariyah. Untuk infaq, orang kafir pun Qur'an sebut sebagai orang yang yang menginfaqkan hartanya. "Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. (Qs.8:36)
Infaq orang kafir, boleh. Tapi sedekah orang kafir, tidak boleh dan tak pernah ada istilah sedekah orang kafir. Para ahlul-'ilmi menyimpulkan, "walâ yusta'malu's-shadaqah illâ fî khairin," sedekah itu tidak digunakan kecuali di jalan-jalan kebaikan.
Infaq orang kafir, boleh. Tapi sedekah orang kafir, tidak boleh dan tak pernah ada istilah sedekah orang kafir. Para ahlul-'ilmi menyimpulkan, "walâ yusta'malu's-shadaqah illâ fî khairin," sedekah itu tidak digunakan kecuali di jalan-jalan kebaikan.
DARI SISI JUMLAHNYA.
Infaq itu umumnya dalam jumlah memadai, seperlunya atau secukupnya. Sedang sedekah berapa saja, seadanya. Al-Qur'an mengatakan, walâ yunfiqûna nafaqatan shaghîratan walâ kabîratan; dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak pula yang besar…" (Qs.9:121).
Ada sebagian Sahabat yang karena infaqnya tidak mencukupi untuk berangkat perang bersama Nabi SAW akhirnya menangis, lantaran infaqnya yang belum mencukupi saat itu. Al-Qur'an melukiskan, dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (Qs.9:92)
PENUTUP.
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash RA dari Rasulullah SAW beliau bersabda: "barangsiapa yang mengirimkan nafkah di jalan Allah Ta`ala meskipun ia tinggal di rumahnya, maka baginya pahala 700 dirham untuk satu dirham uang. Siapa yang ikut langsung berperang di jalan Allah Ta`ala dan ikut berinfaq di jalan Allah Ta`ala, maka baginya pahala 700.000 dirham untuk setiap dirhamnya, lalu Nabi SAW membacakan ayat "Dan Allah Ta`ala melipatgandakan pahala untuk siapa yang Ia kehendaki,al-Baqarah:261." HR.Ibnu Majah [2761] Tuhfatul Asyraf [2227,4855,6690].
Semoga, penjelasan ini bermanfaat.
Abu Taw Jieh Rabbani
No comments:
Post a Comment