Sudah Hilangkah Kesabaran Itu?

Ummu Al-Ala’, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembira-kanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagai-mana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”. (HR. Abu Daud).

Saudaraku…
Sangat jelas… engkau akan menghadapi cobaan dalam kehidupan dunia ini. Entah itu menimpa langsung pada dirimu, istrimu, suamimu atau anakmu dan mungkin anggota keluarga yang lain. Namun justru karena itulah kadar imanmu akan nampak. Allah menurunkan cobaan padamu, untuk menguji imanmu, apakah engkau akan bersabar atau mungkin engkau akan keluh atas semua itu.

Inilah wasiat yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan padanya, bahwa seorang mukmin diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.

Cermatilah kandungan Kitab Allah Ta’ala… Tentu, engkau akan mendapatkan, bahwa yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar.

“Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur”. (QS. Asy-Syura : 32-33)

Engkau juga akan mendapati, bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka.

“Dan, orang-orang yang sabar dalam ke-sempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah : 177).

Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah Ta’ala.
”Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali Imran : 146).

Engkau juga akan mendapati, bahwa Allah memberi balasan kepada mereka yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung.

“Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan” (QS. An-Nahl : 96).

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar : 10).

Bahkan engkau akan mengetahui, bahwa keberuntungan di hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik mereka yang sabar.

“Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :’Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” (QS. Ar-Ra’d: 23-24).

Benar… Semuanya adalah balasan bagi mereka yang sabar dalam menghadapi segalanya. Mengapa tidak? Bukankah keadaan seorang mukmin adalah baik disetiap waktu?!

Dari Shuhaib radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila ia mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ia ditimpa kesempitan, maka dia ber-sabar, dan itu kebaikan baginya”. (HR. Muslim)

Saudaraku….
Tidaklah Allah Ta’ala mengujimu melainkan sesuai dengan kualitas iman yang engkau miliki. Apabila kadar imanmu tinggi, Allah akan memberikan cobaan yang lebih berat. Namun jika ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikannya-pun  juga lebih ringan.

“Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya? Beliau menjawab: Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya  juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”. (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ad-Darimy & Ahmad)

“Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata. ‘Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata: ‘Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya? Beliau menjawab. ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab. ‘Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan”. (HR. Ibnu Majah)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:“Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. (HR.  At-Tirmidzy)

Mungkin engkau akan bertanya: “Mengapa orang mukmin tidak terbebas dari ujian dan cobaan, karena mereka memiliki keutamaan di sisi Rabb-nya?

Rabb kita hendak membersihan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya hingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummul ‘Ala dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata. “Aku memasuki tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata. ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau menderita demam yang sangat tinggi”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata. “Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam”.

Abdullah bin Mas’ud berkata. “Dengan begitu, berarti ada dua pahala bagi engkau?”
Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata. “Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya” (HR. Al-Bukhari &  Muslim)

Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata. “Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”. (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Sabar menghadapi sakit, menahan diri karena khawatir dan emosi, menjaga lidah untuk tidak mengeluh adalah bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Karenanya sabar termasuk sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita me-ngetahuinya dengan berbekal kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau mampu bersabar dalam menghadapi sakit.

“Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata. “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. ‘Maukah kutunjukkan kepadamu  seorang wanita peng-huni surga? Aku menjawab. ‘Ya’. Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit hitam itu pernah men-datangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata. ‘Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata. ‘Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah surga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu kesembuhan’. Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut”. (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Perhatikanlah, ternyata wanita itu lebih memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya daripada kesembuhan dan dia pun masuk surga. Demikianlah semestinya yang seharusnya engkau pahami, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan surga.

Dari Anas bin Malik, dia berkata. “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
 
“Sesungguhnya Allah berfirman. ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku (dengan kebutaan) pada kedua matanya, lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan surga”. (HR. Al-Bukhari), dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang dan tidak dapat melihat keburukan se-hingga dia bisa menghindarinya).

Maka berusahalah untuk menahan diri tatkala sakit menimpa dan menyembunyikan cobaan menimpamu itu dari pengetahuan manusia. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya.”Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu?”
Sebagian Salafus shalih berkata: “Barang-siapa yang mengadukan musibah yang me-nimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”.

Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.

Para Salafus shalih juga pernah berkata. “Empat hal termasuk simpanan surga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan (merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”.

Saudaraku…
Cermatilah perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy: “Asy-Syaibany pernah ber-kata.’Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.’Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata. ‘Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini, ‘sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf): ”Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”. (Al-Aqdud-Farid, 2/282).

Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu takdir, maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai takdir-Nya”. (Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125).

(Dari Berbagai Sumber)

No comments:

Post a Comment