AL-JAMA’AH


al-jama'ah


 


Semua orang yang berakal pasti sepakat bahwa persatuan itu sangat penting dan dibutuhkan oleh umat yang menginginkan kemenangan. Sungguh, syari'at telah memperhatikan hal itu dan bagaimana menjaganya.Pada akhir-akhir ini, berbagai perselisihan silih berganti. Perselisihan memang sudah kepastian yang akan terjadi pada umat. Tapi, perselisihan yang terjadi sekarang ini sudah melampaui batas sehingga perlu adanya wasiat dan pencerahan terhadap makna persatuan.
Di antara dalil-dalil yang menjelaskan akan pentingnya menyatukan barisan adalah sebagai berikut.

1. Nash-Nash dari Al-Qur'an

"Jikalau Tuhan-mu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu, dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhan-mu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya." (Hud: 118-119).

Maksud dari firman Allah Ta’ala "Untuk Itulah Allah menciptakan mereka" adalah sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ibnu Jarir, orang yang mendapatkan rahmat Allah Ta’ala tidak akan berselisih pada perselisihan yang membahayakan (tafsir Ibnu Jarir, 12/34). Ibnu Abbas RA. menjelaskan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan mereka menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang dirahmati Allah Ta’ala (tidak akan berselisih), dan kelompok yang tidak dirahmati Allah Ta’ala (akan berselisih). Sehingga, ada di antara mereka yang celaka dan bahagia. (Tafsir Ibnu Jarir, 12/34).

Menyatukan Barisan adalah Salah Satu Tujuan Allah Ta’ala Mengutus Para Nabi-Nya. Para nabi adalah utusan Allah Ta’ala yang menyerukan untuk menyatukan barisan dengan satu kalimat. Imam Baghawi mengatakan, "Allah Ta’ala telah mengutus para nabi untuk menegakkan agama, menyatukan umat, dan meninggalkan perpecahan serta perselisihan." (Ma'alim At-Tanzil, Ibnu Jarir Ath-Thabari, hal. 4/122).

2. Nash-Nash dari As-Sunnah

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menyatukan barisan dan melarang dari perpecahan dan perselisihan. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta’ala ridha terhadap kalian pada tiga hal, dan membenci kalian pada tiga hal. Yaitu, engkau menyembah-Nya dan tidak menyekutukannya, engkau berpegang teguh pada tali Allah Ta’ala dan jangan kalian berpecah-belah. Dan membenci ucapan katanya, banyak ucapan, dan menyia-nyiakan harta." (HR Muslim [1715]).

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan Yahya bin Zakariya dengan lima kalimat untuk melaksanakannyadan memerintahkan Bani Isra'il supaya mereka mengerjakannya." Lalu Nabi SAW bersabda: "Saya perintahkan kepada kalian dengan lima hal yang Allah Ta’ala memerintahkanku dengannya, yaitu untuk mendengar, taat, jihad, hijrah, dan berjama'ah. Karena orang yang menyelisihi jama'ah sejengkal saja, maka dia telah melepas tali Islam dari punggungnya, kecuali bila ia kembai." (HR Ahmad [16178] dan Tirmidzi [2863]).

3. Sejarah Para Sahabat RA

Perbedaan pendapat sering kali terjadi di kalangan para sahabat, tapi hati dan jiwa mereka tetap bersih. Di dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar pernah mengutip penjelasan Al-Qurtubi, orang yang memperhatikan dan mengkaji perselisihan yang terjadi antara Abu Bakar RA dan Ali RA dengan adil, maka dia akan mengetahui bahwa mereka saling mengakui keutamaannya masing-masing, dan hati mereka tetap terbangun untuk saling menghormati dan mencintai. Dari Hisyam bin 'Urwah, dari ayahnya berkata, saya pernah mencela Hasan RA di depan 'Aisyah RA, maka dia berkata, "Jangan kamu mencelanya, karena dia telah mendapatkan bau harum dari Rasulullah RA." (HR Bukhari [6150]).

4. Jama'ah

Di antara nama lain Ahlus Sunnah adalah jama'ah. Mereka sangat bersungguh-sungguh menyerukan kepada persatuan. Bagaimana tidak, mereka adalah jama'ah dan kelompok sawadul a'zham (kelompok mayoritas). At-ThahawiRahimahullah mengatakan, "Kami berpendapat bahwa jama'ah adalah kebenaran, sedangkan perpecahan adalah kesesatan dan azab." Imam Nawawi mengomentari hadits berikut, "Dan janganlah kalian berpecah belah," hadits tersebut merupakan perintah untuk melazimi jama'ah kaum muslimin dan saling lemah lembut antara satu dengan lainnya. Hal ini merupakan salah satu kaedah dalam Islam. (Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, Imam an-Nawawi, hal. 11/12).

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Kebaikan adalah semua kebaikan yang mengikuti salafus shaleh (orang-orangterdahulu), memperbanyak pengetahuan terhadap hadits Rasulullah SAW, mendalaminya, berpegang teguh dengan tali Allah? Ta’ala, melazimi jama'ah, dan menjauhi segala sesuatu yang dapat menyebabkan kepada perselisihan dan perpecahan. Kecuali, bila perkara tersebut jelas-jelas diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Sedangkan, bila perkara tersebut masih samar, apakah perkataan dan perbuatan ini dapat menyebabkan pelakunya kepada perselisihan atau perpecahan, maka wajib untuk meninggalkannya." (Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah, hal. 6/505).

5.Maslahat Jama'ah Tidak Sebanding dengan Mafsadat (Kerusakan) dari Perpecahan

Banyak sekali orang yang ingin mencapai suatu maslahat (manfaat) tetapi dengan melaksanakan mafsadah yang dapat menimbulkan perselisihan dan perpecahan. Padahal, kemanfaatan dalam berjama'ah itu sama sekali tidak sebanding dengan kerusakan yang menyebabkan kepada perpecahan dan perselisihan.

An-Nu'man bin Basyir RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Membicarakan nikmat Allah Ta’ala adalah syukur dan meninggalkannya adalah kufur (ingkar). Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka dia pun tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang banyak. Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak akan bisa bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan, jama'ah adalah barokah sedangkan perpecahan adalah adzab." (HR Al-Baihaqi dan dihasankan oleh Al-Bani dalam Shahihil Jami' [3014]).

6. Kebangkitan Islam Membutuhkan Penyatuan Barisan

Kalaulah perkara jama'ah dan penyatuan barisan merupakan perkara yang sangat penting, maka tentunya hal itu sekarang lebih dibutuhkan untuk mewujudkan kebangkitan Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Perpecahan yang terjadi pada umat Islam, para ulama, dan para syaikhnya, serta para pemimpin dan pembesarnya sangat disukai oleh musuh-musuh Islam. Dan, hal itu bisa terjadi lantaran mereka meninggalkan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Tatkala orang meninggalkan apa-apa yang telah Allah Ta’ala perintahkan kepada mereka, pasti akan terjadi permusuhan dan kebencian di antara mereka. Bila suatu kaum sudah berpecah-belah, pasti mereka akan rusak dan hancur; bila berjama'ah, mereka akan mendapatkan kebaikan. Karena, jama'ah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab (siksa)." (Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah, hal. 3/421).

Sarana Penyatuan Jamaa’ah

Di antara sarana untuk menyatukan barisan adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui pentingnya penyatuan barisan.
2. Menguatkan tali hubungan.
3. Menimbang perkataan yang benar.
4. Hendaknya kebenarannya benar-benar jelas dan nyata.
5. Hendaknya kebenaran tersebut disertai dengan penjelasan dan ilmu.
6. Hendaknya menjelaskan kebenaran dengan metode yang sesuai.
7. Hendaknya dalam menjelaskan kebenaran dilakukan oleh orang yang pantas.
8. Setelah sempurnanya penjelasan kebenaran, hendaknya tidak terburu-buru menjelaskan hal yang dapat menimbulkan perselisihan.
9. Adil dalam menghukumi kesalahan.
10. Hendaknya tidak disibukkan mencari-cari kesalahan manusia.
11. Menjauhi perselisihan.

Perselisihan biasanya berawal dari kesalahan, peremehan, hawa nafsu, dan sifat berlebih-lebihan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, "Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dijaga, di antaranya orang yang diam sama sekali pada permasalahan ini-apakah orang kafir melihat Tuhan mereka-… Oleh sebab itu, tidak sepantasnya bagi orang berilmu menjadikan permasalahan ini sebagai tameng untuk mengutamakan saudara-saudaranya yang ia sukai dan memojokkan kaum muslimin lainnya yang tidak ia sukai. Karena, yang seperti inilah yang dibenci oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Dan, hendaknya jangan membawa permasalahan ini kepada kaum muslimin yang masih awam, dikhawatirkan akan muncul fitnah di antara mereka. Kecuali, kalau ada seseorang yang bertanya, maka jawablah sesuai dengan kadar ilmu yang kamu miliki." (Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah, hal. 6/503-504).

Hidayatullah

No comments:

Post a Comment