Pertanyaan
Assalamualaikum, pak ustaz.
Saya ingin bertanya 2 soalan kepada ustaz,
1) Adakah diharuskan mencampur mazhab sebagaimana dilakukan sebahagian orang kerana ada ustaz mengatakan ianya haram?
2) Bagaimana jika kita tidak ikut mana mana mazhab dan hanya mengikut hadis yang sohih sebagaimana dilakukan oleh Imam Bukhari? Ibnu Qayyim al-Jauzi juga ada menulis banyak keburukan jika meninggalkan hadis dan hanya ikut mazhab kerana ada juga fatwa imam Syafie yang bercanggah dengan hadis sohih dan yang mana perlu didahulukan, ajaran mazhab atau hadis sohih?
Salafi
Jawaban
Assalamu 'aaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Seringkali orang salah persepsi dalam memandang mazhab fiqih. Seolah mazhab-mazhab itu pecahan umat untuk saling bertentangan dalam segala hal.
Padahal sesungguhnya munculnya mazhab itu boleh dibilang justru sebagai sarana untuk memudahkan umat dalam memahami nash-nash syariah. Sebab tidak semua orang mampu menarik kesimpulan hukum. Tidak semua orang mampu untuk berijtihad sesuai dengan kaidahnya.
Bukhori Bermazhab Juga
Jangan dikira bahwa mazhab itu hanya untuk orang-orang awam saja, bahkan para ulama besar pun juga bermazhab. Di dalam kitab Al-Imam Asy-Syafi'i bainal mazhabaihil Qadim wal Jadid, Dr. Nahrawi Abdussalam menuliskan bahwa di antara para pengikut mazhab Syafi'i adalah Al-Imam Al-Bukhari, seorang tokoh ahli hadits yang kitabnya tershahih di dunia setelah Al-Quran.
Al-Bukhari memang tokoh ahli hadits dan paling kritis dalam menyeleksi hadits. Namun beliau bukan ahli ijtihad yang mengistimbath hukum sendiri sampai setingkat mujtahid mutlak. Dalam masalah menarik kesimpulan hukum, beliau menggunakan metodologi yang digunakan dalam mazhab Syafi'i. Dengan demikian beliau adalah salah satu ulama besar yang bermazhab, yaitu mazhab Syafi'i.
Ada juga di antara murid mazhab As-Syafi'i yang kemudian naik derajatnya sampai mampu menciptakan metodologi istimbath sendiri, sehingga beliau kemudian mendirikan sendiri mazhabnya, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Marahkah As-Syafi'i mengetahui muridnya mendirikan mazhab sendiri? Beliau berkomentar, "Aku tinggalkan Baghdad dan tidak ada orang yang lebih faqih dari Imam Ahmad bin Hanbal."
Kalau saja jumlah nash-nash syariah itu hanya 6.000-an ayat Quran plus 5.000-an hadits shahih Bukhari, tentu saja mudah sekali buat setiap orang untuk beragama. Tetapi ketahuilah bahwa bahwa nash-nash syariat jauh lebih banyak dari semua itu. Al-Quran memang hanya 6.000-an ayat saja, tapi bagaimana dengan hadits nabawi? Apakah hadits itu hanya shahih bila Bukhari saja yang mengatakannya? Tentu saja tidak, sebab imam Bukhari itu hanya satu dari sekian ratus atau sekian ribu muhaddits yang ada di dunia ini. Salah besar bila kita beranggapan hanya hadits Bukhari saja yang benar dan semua hadits selain yang terdapat dalam kitab shahihnya harus ditolak.
Ini baru dari sisi jumlah sumber nash syariah, padahal masalah hukum agama ini tidak semata-mata ditentukan oleh nash-nash saja, namun lebih jauh dari itu, setiap nash itu masih harus diteliti kekuatan derajatnya, lalu dikomparasikan antara satu dengan lainnya.
Mengapa harus demikian?
Sebab begitu banyak nash-nash syariah itu yang sekilas antara satu dengan yang lain saling berbeda, bukan hanya redaksinya tetapi sampai pada masalah esensinya. Bayangkan, ada dua nash yang sama-sama shahih, keduanya tercantum di dalam kitab Shahih Bukhari, tapi yang satu mengatakan haram dan yang lain bilang halal. Kalau sudah demikian, kita akan bilang apa?
Tentu perlu sebuah kajian mendalam dari segala sisi, serta kemampuan khusus dalam melakukannya. Minimal orang yang melakukan kajian ini punya kemampuan untuk berijtihad sampai pada tingkat tertentu. Dan harus ada logika yang kuat untuk bisa mengatakan kesimpulan akhirnya, apakah hukukmnya halal atau haram.
Lalu kepada siapakah kita menyerahkan masalah ini? Adakah suatu dewan pakar yang mau mengerjakanannya dengan teliti, cermat dan lengkap?
Jawabnya, para ulama mazhab-mazhab itulah yang telah berjasa besar untuk melakukan 'mega proyek' itu. Dan mereka -alhamdulillah- adalah orang-orang yang shalih, pakar, ahli, jenius serta ikhlas, karena tidak pernah minta bayaran.
Masa perkembangan mazhab-mazhab besar dunia fiqih dimulai pada kira-kira setengah abad setelah kepergian nabi SAW, yaitu sejak tahun 97 Hijriyah. Ditandai dengan kelahiran Imam Mazhab pertama yaitu Abu Hanifah rahimahullah, yang telah berhasil memadukan antara dalil nash Quran dan sunnah sesuai dengan logika nalar hukum. Kemudian diikuti oleh Imam Malik, Imam As-syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah. Mereka semua adalah guru dari umat Islam, karena merekalah yang telah berjasa melakukan isitmbath hukum dari Al-Quran dan Sunnah,sehingga bisa menguraikan hukum-hukum Islam secara detail, rinci, lengkap, bahkan meliputi semua aspek kehidupan.
Bahkan mereka telah meletakkan dasar-dasar istimbath hukum, yang kemudian menjadi modal sekaligus model bagi seluruh ulama di dunia untuk melakukannya. Nyaris boleh dibilang bahwa tidak ada ulama yang mampu melakukan istimbath hukum yang berbeda, kecuali menggunakan salah satu metode yang telah mereka rintis.
Karena itulah keempat mazhab mereka tetap bertahan sampai ribuan tahun, bahkan berhasil menjadi sebuah disiplin ilmu yang abadi sepanjang zaman.
Perbedaan Mazhab
Namun yang menarik, meski masing-masing punya metode istimbath hukum yang terkadang berbeda, tetapi sebenarnya hubungan anterpersonal di antara mereka sangat dekat. Jauh dari gambaran sekte-sekte agama Kristen yang justru saling berbunuhan. Mereka justru saling berguru dan saling membangkan guru dan muridnya. Dan yang terpenting, tidak ada satu pun yang melecehkan pendapat guru ata muridnya. Semua sangat menghormati bukan sekedar basa-basi, tapi langsung dari hati.
Adapun perbedaan pendapat di antara mereka memang sangat mungkin terjadi. Bukankah dahulu di masa nabi SAW sekalipun, seringkali para shahabat saling berbeda pendapat dalam menarik kesimpulan hukum. Kurang apa shalihnya para shahabat itu? Tapi urusan berpendapat dalam masalah ijtihad, seorang Umar ra bisa saja tidak sependapat dengan ijtihad nabi Muhammad SAW, kecuali bila wahy yang turun.
Bahkan para nabi utusan Allah, tidak luput dari perbedaan pandangan dalam masalah hukum. Mereka acap kali punya sudut pandang yang brbeda, meski sama-sama menerima wahyu dari Allah.
Termasuk juga para malaikat yang maksum itu, banyak diriwayatkan mereka pun suka berbeda pendapat. Misalnya dalam kasus masuk surganya seorang penjahat yang telah membunuh 100 nyawa. Malaikat Rahman ingin membawanya ke surga, tapi malaikat azab ingin membawanya ke neraka. Malaikat pun bisa berbeda pendapat sesama mereka.
Maka kalau para shahabat mungkin berbeda pendapat, para nabi sering berbeda pendapat, bahkan para malaikat dimungkinkan berbeda pendapat, sangat manusiawi bila para imam mazhab masing-masing punya keistimewaan khas dalam menarik kesimpulan hukum atas jutaan butir nash-nash syariah.
Semua sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan para imam itu, termasuk sosio-kultural mereka, kebiasaan, ketersediaan bahan baku, bahkan hasil-hasil temuan di bidang iptek.
Tidak Ada yang Paling Shohih
Mungkin akan muncul pertanyaan, kalau mazhab-mazhab itu ada dan diakui keberadaannya, lalu manakah yang paling shahih?
Jawabnya kesemuanya shahih, dalam arti kesemuanya merupakan hasil-hasil ijtihad luar biasa para ulama, yang sudah dijamin keabasahannya. Boleh dibilang kesemuanya shohih dan kesemuanya benar. Siapa pun muslim berhak bermazhab dengan salah satu dari mazhab itu, atau mengambil satu pendapat dari sekian banyak pendapat dari masing-masing mazhab.
Kita ibarat masuk ke sebuah Hypermarket raksasa, di mana di dalamnya dipenuhi dengan beragam barang kebutuhan yang tentunya sudah diseleksi. Ada berbagai macam barang dengan berbagai macam merek dan vendor yang tersedia. Tentu saja semua sudah lulus seleksi dan uji coba. Masing-masing tentu dengan ciri dan keistimewaan masing-masing. Tinggal selera kita saja yang menentukannya. Dan tidak perlu kita memaksakan selera pribadi kepada orang lain. Sebab lidah tiap orang tidak sama, demikian juga kebutuhan masing-masing juga tidak sama.
Tapi bagaimana kalau ada mazhab yang kurang shahih atau malah sesat?
Tentu saja secara alami akan tersingkir dari panggung sejarah. Dahulu sebenarnya bukan hanya ada 4 mazhab itu saja, tapi puluhan bahkan lebih banyak lagi. Tapi secara seleksi alam, yang berhasil bertahan hanya 4 mazhab itu saja.
Kalau kita ibaratkan dengan hypermarket tadi, kira-kira konsumen sudah tahu mana produk yang berkualitas dan mana yang hanya 'ecek-ecek' saja. Segera barang yang kurang berkualitas akan tidak laku di pasaran dan akhirnya tidak diproduksi lagi.
Tapi Bolehkah Kita Gonta-ganti Mazhab Atau Mengambil Pendapat Secara Acak?
Sebenarnya Rasulullah SAW tidak pernah menetapkan kepada kita bahwa kalau sudah bertanya kepada si A, maka jangan lagi bertanya kepada si B. Perintah beliau adalah bertanyalah kepada orang yang sesuai dengan keahliannya. Meski orang itu ada banyak, tidak jadi soal. Bahkan semakin banyak alternatif jawabannya, semakin baik. Karena kita bisa melakukan perbandingan atas semua jawaban itu.
Dengan logika hypermart di atas, sangat dibolehkan kita membeli barang dari produsen yang berbeda, yang penting sesuai dengan kebutuhan kita. Tidak ada kewajiban untuk hanya membeli dari satu produsen saja.
Meski juga tidak ada larangan bisa seseorang merasa cocok dengan satu merek dan tidak mau menggantinya dengan merek lain. Maka mulai dari pakaian, kendaraan, makanan, termasuk alat elektronik miliknya, berasal dari satu produsen yang sama.
Maka Islam membolehkan seseorang berpegang pada satu mazhab saja, kalau memang dia rela dan menginginkannya. Tapi jangan sampai selera pribadinya itu dipaksakan kepada orang lain.
Bukankah perbedaan mazhab ini sering jadi faktor pemicu perpecahan?
Alih-alih meributkan perbedaan pandangan antar mazhab, kita justru sangat berbahagia dan sangat diuntungkan dengan adanya perbedaan pandangan dari berbagai mazhab.
Sebab dunia Islam itu sangat luas, membentang dari ujung barat Maroko sampai ujung Timur Marauke, pastilah muncul berbagai macam perbedaan keadaan masyarakat. Dan semua itu pasti membutuhkan jawaban syariah yang tepat.
Dengan kekayaan khazanah intelektual warisan dari para pendiri mazhab itu, kita dengan mudah bisa menyelesaikan banyak persoalan. Kesemuanya sah dan benar, tinggal menyesaikannya dengan beragam tipe masalah.
Hanya mereka yang terlalu awam dan kurang punya wawasan yang baik, yang mau-maunya berantem dengan sesama muslim hanya lantaran perbedaan mazhab. Memang sangat kita sayangkan masih adanya kalangan yang demikian. Misalnya, begitu dia melihat saudaranya shalat tidak sama dengan cara shalatnya, langsung dicaci dan dimakinya, bahkan tudingan ahli bid'ah pun bertubi-tubi dilontarkan kepadanya. Padahal ilmu yang dimiliki hanya terbatas pada satu dua rujukan saja, namun lagak dan gayanya seperti mufti kerajaan. Nauzu billahi min zalik.
Padahal meski seandainya di dunia ini hanya ada satu sumber nash syariah saja, misalnya hanya ada Al-Quran saja, pastilah umat Islam tetap berbeda pendapat dalam menarik kesimpulan hukum.
Padahal kita punya jutaan sumber nash syariah, dengan beragam kemungkinan nilai derajat keshahihannya, dengan beragama esensi kandungan materinya, dengan beragam redaksinya, semuanya hanya akan sampai kepada satu titik, yaitu perbedaan pendapat.
Kalau setiap perbedaan pendapat harus ditanggapi dengan cacian, makian, tuduhan ahli bid'ah dan seterusnya, ketahuilah bahwa semua itu justru mencerminkan kedangkalan ilmu para pelakunya. Sama sekali tidak menggambarkan keulamaannya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
www.warnaislam.com
Sejarah Islam di Kota Bangkok
Negeri yang dikenal dengan wisata pantai dan gemerlap dunia hiburannya ini menyimpan keindahan lain. Di Bangkok, geliat dakwah Islam bermula dari Kaewnimitr.
Kota Bangkok adalah ibukota Thailand dengan penduduknya yang multikultur dan agama. Penduduk asli Bangkok sekitar 8 jutaan sensus pada tahun 2007, dan sekitar 10 persennya adalah umat. Sebuah jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit. Dan semakin lama umat Islam di kota Bangkok ini berkembang sangat cepat, berbanding lurus juga dengan aktualisasi mereka sebagai seorang Muslim yang menjalankan aktivitas Islam dengan konsisten dan istiqamah.
Salah satu komunitas Islam yang paling tinggi aktivitas keislamannya adalah komunitas Muslim Kaewnimitr. Dalam bahasa Thailand, Kaewnimit bisa disebut dengan istilah nikmat kebaikan dari Allah SWT, ’nimit’ asal kata atau istilah ’nikmah’.
Kaewnimitr adalah masyarakat Muslim yang bermigrasi dari Patani, telah hidup hampir 200 tahunan di urban Kota Bangkok Thailand, tepatnya di sub distrik Suanprickthai. Daerah ini adalah penghasil lada terbesar. Kemudian komunitas ini bertebaran di kota Bangkok, Nonthaburi dan Ayuthaya
Komunitas Muslim ini selalu berkumpul di masjid mereka yang mereka beri nama Jumrotul Islam untuk shalat Jumat. Namun daerah ini sering terkena musibah banjir karena memang berada di aliran sungai Saen Sep. Dan ketika perang dunia kedua terjadi, mereka tidak dapat melaksanakan shalat jumat berjamaah kembali.
Setelah itu mereka berpindah dan langsung membuat basis masjid kembali yang mereka namakan sesuai dgn nama komunitas mereka Masjid Kaewnimitr, tepatnya didirikan di Moo4, Klong Nueng, Klong Luang, Pathumthani. Masjid di sini mempunyai pengurs lengkap, Haji Lyrang sebagai Imam, Haji Daphu sebagai Khatib dan Bapak NavaVee seabagai bilal ketika itu. Masjid ini berbentuk masjid kecil yang terbuat dari kayu biasa dari kayu jati pilihan berukuran 8 x 12 meter yang tidak cukup menampung jamaah masjid yang kemudian terus bertambah
Pada tahun 1957 masjid asli dirubah menjadi masjid 2 lantai dengan lantai marmer berukuran 18 x 30 meter dan tidak mengalami perubahan hingga sekarang dan dapat menampung sampai 1000 jamaah atau sekitar 600-650 keluarga Muslim.
Pembangunan masjid hingga sebesar ini, berasal dari infaq masyarakat di sekitarnya atau komunitas. Pemerintah menyediakan fasiltas umum dan fasilitas sosial seperti sekolah publik atau negeri setingkat SD sampai SMP milik kerajaan yang biasa disebut Saman. Komunitas Muslim Kaewnimitr bisa melakukan kegiatan ibadah dan keislaman dengan baik selama ini, tanpa mendapat halangan apapun.
Kegiatan masjid ini sangat ramai baik hari biasa maupun hari besar Islam. Di bawah masjid terdapat kegiatan madrasah, mengajarkan Qur’an dan fiqh setiap hari untuk sekitar 300 anak. Jamaah dewasa yang ikut belajar sekitar 50 hingga 100-an orang.
Seperti laiknya kegiatan masjid pada bulan Ramadhan, mereka mengadakan kegiatan lomba hafidz Qur’an bagi anak-anak dan pemuda, juga mengajarkan mereka untuk memimpin imam tarawih secara bergantian tiap malam. Tidak lupa komunitas Muslim di Kaewnimitr juga selalu mengarahkan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik di dalam kota Bangkok maupun luar negeri Thailand.
Tantangan terbesar bagi umat Islam di kota Bangkok dan Thailand secara umum adalah peningkatan kualitas hidup yang berkenaan dengan intelektualitas. Hal ini sangat penting agar mereka dapat memahami kewajibannya sebagai Muslim sesungguhnya dan menjalankan nilai-nilai Islam, cerdas dan dapat menyiasati hidup mereka untuk kemudian secara mandiri hidup sebagai layaknya warganegara lain tanpa dibedakan.
Komunitas Muslim di sekitar masjid Kaewnimitr ini cukup unik karena di antara keluarga inti Muslimnya memberlakukan pemakaian bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Melayu asli. Hampir di setiap pojok pembicaraan warga Muslim di sini terdengar percakapan khas Melayu seperti layaknya di negeri Malaysia atau Indonesia
Mesjid Kaewnimitr ini sangat terkenal di kalangan umat Islam di Asia Tenggara. Banyak dari mereka yang berkunjung dan shalat di masjid ini. Mereka berasal dari berbagai negara seperti Kamboja, Brunei, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Filipina bahkan dari luar Asia. Biasa mereka juga melakukan silaturahim dan bertatap muka antar sesama saudara seakidahnya
Bahasa Melayu yang dipakai di komunitas ini mempermudah akses sesama Muslim untuk berinteraksi lebih jauh dan lebih dekat sebagai saudara seiman. Tidaklah jika berlebihan apabila wilayah ini dikatakan sebagai ’Makkah-nya” Asia Tenggara.
Pemerintah Kerajaan Thailand memahami bahwa bahasa Melayu ini bukan bahasa ’politik’ tapi, bahasa ynag menghubungkan sebagian dari ikatan akidah umat Islam se-Asia Tenggara. Bahasa yang juga untuk pengajaran pendidikan Islam serta interaksi sosial yang menjaga nilai-nilai syara' dalam Islam
Bahkan saking begitu banyaknya Muslim yang datang ke masjid ini, pernah di suatu khutbah Jumat, khatibnya menyampaikan khutbahnya dalam 4 bahasa sekaligus; bahasa Arab, Thailand, Melayu dan Inggris. Sebuah kekayaan akidah yang luar biasa kuat dan kokoh ikatannya dari sebuah masjid dan komunitasnya, yang hidup ditengah-tengah mayoritas non-Muslim di Thailand.
Oleh Abu Dulakhir
http://sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=375:sejarah-islam-di-kota-bangkok&catid=85:lintas-dunia&Itemid=284
Aqiqah Tidak Menyembelih Tapi Beli Jadi
Pertanyaan
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bolehkah Aqiqah Tersebut tidak dengan memotong sendiri hewan nya melainkan dengan Jasa pelayanan Aqiqah (Beli Jadi) ... ?
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Abdul muiz
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertanyaan ini sangat menarik untuk dibahas. Meski babnya tentang aqiqah, namun sesungguhnya lebih kental babnya tentang akad atau muamalah dan niat.
Kenapa saya katakan demikian?
Karena kalau kita kembalikan kepada dasar hukumnya, ibadah aqiqah pada hakikatnya adalah ibadah ritual yang berbentuk penyembelihan hewan. Core-nya bukan pada makan-makan dan ngumpul, tapi justru pada penyembelihannya itu sendiri.
Dahulu ketika Rasululllah SAW mengaqiqahi kedua cucunya, Hasan dan Husein, ritual aqiqahnya berbentuk penyembelihan dengan kedua tangan beliau sendiri. Meski bukan berarti syarat sah aqiqah, tetapi bila dilakukan langsung oleh orang tua bayi yang diaqiqahi, tentu jauh lebih afdhal.
Memang benar bahwa penyembelihan itu boleh saja diwakilkan kepada orang lain. Sebagaimana dalam hal jual beli, akad nikah dan juga haji untuk kasus tertentu. Tapi tidak ada yang menampik bila penyembelihan langsung dikerjakan oleh yang bersangkutan.
Kalau pun ritual penyembelihan itu mau dilakukan oleh orang lain, harus jelas akadnya, yaitu pihak pertama mewakilkan pekerjaan itu kepada pihak kedua. Jadi dalam hal ini, orang tua yang mau mengaqiqahkan bayinya, mewakilkan ritual itu kepada pihak penguasa kambing aqiqah, untuk melakukan penyembelihan atas nama dirinya.
Dan harus dihindari akad dalam bentuk jual beli daging aqiqah dalam bentuk sudah matang siap santap. Jual belinya hanya sampai batas jual beli kambingnya. Selebihnya hanyalah jasa-jasa. Maksudnya jasa penyembelihan, jasa pengolahan daging mentah menjadi masakah siap santap, bahkan termasuk jasa pengepakan ke dalam kotak makanan.
Sehingga dengan demikian, tetap ada beda antara menyembelih hewan aqiqah plus mewakilkan urusan pengolahannya lewat jasa-jasa, dengan membeli daging matang untuk aqiqah.
Semoga penjelasan ini tidak malah semakin membingungkan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
www.warnaislam.com
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bolehkah Aqiqah Tersebut tidak dengan memotong sendiri hewan nya melainkan dengan Jasa pelayanan Aqiqah (Beli Jadi) ... ?
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Abdul muiz
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertanyaan ini sangat menarik untuk dibahas. Meski babnya tentang aqiqah, namun sesungguhnya lebih kental babnya tentang akad atau muamalah dan niat.
Kenapa saya katakan demikian?
Karena kalau kita kembalikan kepada dasar hukumnya, ibadah aqiqah pada hakikatnya adalah ibadah ritual yang berbentuk penyembelihan hewan. Core-nya bukan pada makan-makan dan ngumpul, tapi justru pada penyembelihannya itu sendiri.
Dahulu ketika Rasululllah SAW mengaqiqahi kedua cucunya, Hasan dan Husein, ritual aqiqahnya berbentuk penyembelihan dengan kedua tangan beliau sendiri. Meski bukan berarti syarat sah aqiqah, tetapi bila dilakukan langsung oleh orang tua bayi yang diaqiqahi, tentu jauh lebih afdhal.
Memang benar bahwa penyembelihan itu boleh saja diwakilkan kepada orang lain. Sebagaimana dalam hal jual beli, akad nikah dan juga haji untuk kasus tertentu. Tapi tidak ada yang menampik bila penyembelihan langsung dikerjakan oleh yang bersangkutan.
Kalau pun ritual penyembelihan itu mau dilakukan oleh orang lain, harus jelas akadnya, yaitu pihak pertama mewakilkan pekerjaan itu kepada pihak kedua. Jadi dalam hal ini, orang tua yang mau mengaqiqahkan bayinya, mewakilkan ritual itu kepada pihak penguasa kambing aqiqah, untuk melakukan penyembelihan atas nama dirinya.
Dan harus dihindari akad dalam bentuk jual beli daging aqiqah dalam bentuk sudah matang siap santap. Jual belinya hanya sampai batas jual beli kambingnya. Selebihnya hanyalah jasa-jasa. Maksudnya jasa penyembelihan, jasa pengolahan daging mentah menjadi masakah siap santap, bahkan termasuk jasa pengepakan ke dalam kotak makanan.
Sehingga dengan demikian, tetap ada beda antara menyembelih hewan aqiqah plus mewakilkan urusan pengolahannya lewat jasa-jasa, dengan membeli daging matang untuk aqiqah.
Semoga penjelasan ini tidak malah semakin membingungkan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
www.warnaislam.com
Anak Harus Paham, Ada Agama Selain Islam
Jika anak tak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka akan mengalami kebingungan, mengapa hanya Islam diridhai Allah
www.hidayatullah.com--Ada seorang kepala sekolah, kepada murid-muridnya selalu menunjukkan bahwa di dunia ini hanya ada satu agama. Hal yang sama juga dilakukan kepada anaknya sendiri. Setiap kali ada hari libur keagamaan non-Islam, sekolah tetap masuk dan guru tidak boleh menginformasikan yang sesungguhnya. Guru hanya boleh menginformasikan kepada murid dengan satu ungkapan: "hari libur nasional". Apa pun liburnya! Sungguh, sebuah usaha yang serius!
Hasilnya, anak-anak tidak mengenal perbedaan semenjak awal. Dan inilah awal persoalan itu. Suatu ketika anaknya bertemu dengan anak rekannya yang non- Muslim. Begitu tahu anak itu bukan Muslim, anaknya segera bertindak agresif. Anaknya menyerang dengan kata-kata yang tidak patut sehingga anak rekannya menangis. Peristiwa ini menyebabkan ia merasa risau, apa betul sikap anaknya yang seperti itu.
Tetapi ini belum seberapa. Ada peristiwa lain yang lebih memilukan. Suatu hari salah seorang muridnya mengalami peristiwa "mencengangkan". Ia berjumpa seorang non-Muslim, yang akhlaknya sangat baik. Sesuatu yang tak pernah terduga sebelumnya, sehingga menimbulkan kesan mendalam bahwa ada agama selain Islam dan agama itu baik karena orangnya sangat baik.
Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini? Semangat saja tidak cukup. Mendidik tanpa semangat memang membuat ucapan-ucapan kita kering tanpa makna. Tetapi keinginan besar menjaga akidah anak tanpa memahami bagaimana seharusnya melakukan tarbiyah, justru bisa membahayakan. Alih-alih menumbuhkan kecintaan pada agama, justru membuat anak terperangah ketika mendapati pengalaman yang berbeda. Beruntung kalau anak mengkomunikasikan, kita bisa meluruskan segera. Kalau tidak? Kekeliruan berpikir itu bisa terbawa ke masa-masa berikutnya, hingga ia dewasa. Na'udzubillahi min dzaalik.
Hanya Islam yang Allah Ridhai
Apa yang harus kita lakukan agar anak-anak bangga dengan agamanya, sehingga ia akan belajar meyakini dengan sungguh-sungguh? Tunjukkan kepadanya kesempurnaan agama ini. Yakinkan kepada mereka bahwa inilah agama yang paling benar melalui pembuktian yang cerdas. Sesudah melakukan pembuktian, kita ajarkan kepada mereka untuk percaya pada yang ghaib dan menggerakkan jiwa mereka untuk berbuat baik. Hanya dengan meyakini bahwa agamanya yang benar, mereka akan belajar bertoleransi secara tepat terhadap pemeluk agama lain. Tentang ini, silakan baca kembali kolom parenting bertajuk Ajarkan Jihad Sejak Dini di majalah Suara Hidayatullah kita ini.
Dalam urusan akidah, ajarkan dengan penuh percaya diri firman Allah Ta'ala: "... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. " (Al-Maa'idah [5]: 3).
Melalui penjelasan yang terang dan mantap, anak mengetahui bahwa agama di dunia ini banyak jumlahnya, tapi hanya satu yang Allah Ta'ala ridhai. Baik orangtua maupun guru perlu menunjukkan kepada anak sejarah agama-agama sehingga anak bisa memahami mengapa hanya Islam yang layak diyakini dan tidak ada keraguan di dalamnya. Jika anak tidak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka dapat mengalami kebingungan mengapa hanya Islam yang Allah ridhai.
Pada gilirannya, ini bisa menggiring anak-anak secara perlahan menganggap semua agama benar. Apalagi jika orangtua atau guru salah menerjemahkan. Beberapa kali saya mendengar penjelasan yang mengatakan Islam sebagai agama yang paling diridhai Allah. Maksudnya baik, ingin menunjukkan bahwa Islam yang paling sempurna, tetapi berbahaya bagi persepsi dan pemahaman anak. Jika Islam yang paling diridhai Allah, maka ada agama lain yang diridhai dengan tingkat keridhaan yang berbeda-beda. Ini efek yang bisa muncul pada persepsi anak.
Kita perlu memperlihatkan pluralitas pada anak bahwa memang banyak agama di dunia ini, sehingga kita bisa menunjukkan betapa sempurnanya Islam. Mereka menerima pluralitas (kemajemukan) agama dan bersikap secara tepat, sebagaimana tuntunan Rasulullah. Tetapi bukan pluralisme yang memandang semua agama sama.
Berislam dengan Bangga
Setelah anak meyakini bahwa Islam agama yang sempurna dan satu-satunya yang diridhai Allah 'Azza wa Jalla, kita perlu menguatkan mereka dengan beberapa hal.
Pertama, kita bangkitkan kebanggaan menjadi Muslim di dada mereka. Sejak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan harga diri sebagai seorang Muslim, sehingga mereka memiliki kebanggaan yang besar terhadap agamanya. Mereka berani menunjukkan identitasnya sebagai seorang Muslim dengan penuh percaya diri, "Isyhadu bi anna muslimun.” Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim!
Kedua, kita biasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya sebagai Muslim, baik yang bersifat fisik, mental dan cara berpikir. Inilah yang sekarang ini rasanya perlu kita gali lebih jauh dari khazanah Islam; bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi untuk menemukan apa yang sudah ada pada generasi terdahulu yang berasal dari didikan Rasulullah Saw dan sekarang nyaris tak kita temukan pada sosok kaum Muslimin di zaman ini.
Ketiga, kita bangkitkan pada diri mereka al wala' wal bara' sehingga memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, ajarkanlah untuk tidak menepi dan menyingkir karena grogi hanya karena berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain. Bukan berarti arogan. Kita hanya menunjukkan percaya diri kita, sehingga tidak menyingkir karena gemetar. Sikap ini sangat perlu kita tumbuhkan agar kelak mereka sanggup bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Ta'ala pada Surat Al-Maa'idah ayat 54. "... bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.”
Berislam dengan Ihsan
Jika percaya diri sudah tumbuh, kita ajarkan kepada mereka sikap ihsan. Kita tunjukkan kepada anak-anak itu bagaimana seorang Mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada saat untuk tegas, ada saat untuk menyejukkan. Bukan untuk menyenangkan hati orang-orang kafir karena hati yang lemah dan diri yang tak berdaya, tetapi karena memuliakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Bukankah Rasulullah berdiri menghormat ketika jenazah orang kafir diantar ke tanah pekuburan? Bukankah Shalahuddin Al-Ayyubi, salah seorang panglima yang disegani dalam sejarah Islam, memperlakukan musuh-musuhnya dengan baik dan penuh kasih sayang ketika musuh sudah tidak berdaya?
Dorongan untuk Berdakwah
Agar anak-anak itu memiliki percaya diri yang lebih kuat sebagai seorang Muslim, kita perlu tanamkan dorongan untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syariat. Tidak jarang anak mempertanyakan, bahkan mengenai sesama Muslim yang tidak melaksanakan sebagai syariat Islam. Misalnya mengapa ada yang tidak pakai jilbab.
Melalui dorongan agar mereka menjadi penyampai kebenaran, insya Allah kebingungan itu hilang dan berubah menjadi kemantapan serta percaya diri yang tinggi. Pada diri mereka ada semacam perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Ini sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak, dan pada gilirannya mempengaruhi konsep diri, penerimaan diri, percaya diri dan orientasi hidup.
*Wallahu a'lam bish-shawab. [Sahid/www.hidayatullah.com]
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
http://hidayatullah.com/kolom/sekolah-revolusioner/8895-anak-harus-paham-ada-agama-selain-islam.html
www.hidayatullah.com--Ada seorang kepala sekolah, kepada murid-muridnya selalu menunjukkan bahwa di dunia ini hanya ada satu agama. Hal yang sama juga dilakukan kepada anaknya sendiri. Setiap kali ada hari libur keagamaan non-Islam, sekolah tetap masuk dan guru tidak boleh menginformasikan yang sesungguhnya. Guru hanya boleh menginformasikan kepada murid dengan satu ungkapan: "hari libur nasional". Apa pun liburnya! Sungguh, sebuah usaha yang serius!
Hasilnya, anak-anak tidak mengenal perbedaan semenjak awal. Dan inilah awal persoalan itu. Suatu ketika anaknya bertemu dengan anak rekannya yang non- Muslim. Begitu tahu anak itu bukan Muslim, anaknya segera bertindak agresif. Anaknya menyerang dengan kata-kata yang tidak patut sehingga anak rekannya menangis. Peristiwa ini menyebabkan ia merasa risau, apa betul sikap anaknya yang seperti itu.
Tetapi ini belum seberapa. Ada peristiwa lain yang lebih memilukan. Suatu hari salah seorang muridnya mengalami peristiwa "mencengangkan". Ia berjumpa seorang non-Muslim, yang akhlaknya sangat baik. Sesuatu yang tak pernah terduga sebelumnya, sehingga menimbulkan kesan mendalam bahwa ada agama selain Islam dan agama itu baik karena orangnya sangat baik.
Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini? Semangat saja tidak cukup. Mendidik tanpa semangat memang membuat ucapan-ucapan kita kering tanpa makna. Tetapi keinginan besar menjaga akidah anak tanpa memahami bagaimana seharusnya melakukan tarbiyah, justru bisa membahayakan. Alih-alih menumbuhkan kecintaan pada agama, justru membuat anak terperangah ketika mendapati pengalaman yang berbeda. Beruntung kalau anak mengkomunikasikan, kita bisa meluruskan segera. Kalau tidak? Kekeliruan berpikir itu bisa terbawa ke masa-masa berikutnya, hingga ia dewasa. Na'udzubillahi min dzaalik.
Hanya Islam yang Allah Ridhai
Apa yang harus kita lakukan agar anak-anak bangga dengan agamanya, sehingga ia akan belajar meyakini dengan sungguh-sungguh? Tunjukkan kepadanya kesempurnaan agama ini. Yakinkan kepada mereka bahwa inilah agama yang paling benar melalui pembuktian yang cerdas. Sesudah melakukan pembuktian, kita ajarkan kepada mereka untuk percaya pada yang ghaib dan menggerakkan jiwa mereka untuk berbuat baik. Hanya dengan meyakini bahwa agamanya yang benar, mereka akan belajar bertoleransi secara tepat terhadap pemeluk agama lain. Tentang ini, silakan baca kembali kolom parenting bertajuk Ajarkan Jihad Sejak Dini di majalah Suara Hidayatullah kita ini.
Dalam urusan akidah, ajarkan dengan penuh percaya diri firman Allah Ta'ala: "... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. " (Al-Maa'idah [5]: 3).
Melalui penjelasan yang terang dan mantap, anak mengetahui bahwa agama di dunia ini banyak jumlahnya, tapi hanya satu yang Allah Ta'ala ridhai. Baik orangtua maupun guru perlu menunjukkan kepada anak sejarah agama-agama sehingga anak bisa memahami mengapa hanya Islam yang layak diyakini dan tidak ada keraguan di dalamnya. Jika anak tidak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka dapat mengalami kebingungan mengapa hanya Islam yang Allah ridhai.
Pada gilirannya, ini bisa menggiring anak-anak secara perlahan menganggap semua agama benar. Apalagi jika orangtua atau guru salah menerjemahkan. Beberapa kali saya mendengar penjelasan yang mengatakan Islam sebagai agama yang paling diridhai Allah. Maksudnya baik, ingin menunjukkan bahwa Islam yang paling sempurna, tetapi berbahaya bagi persepsi dan pemahaman anak. Jika Islam yang paling diridhai Allah, maka ada agama lain yang diridhai dengan tingkat keridhaan yang berbeda-beda. Ini efek yang bisa muncul pada persepsi anak.
Kita perlu memperlihatkan pluralitas pada anak bahwa memang banyak agama di dunia ini, sehingga kita bisa menunjukkan betapa sempurnanya Islam. Mereka menerima pluralitas (kemajemukan) agama dan bersikap secara tepat, sebagaimana tuntunan Rasulullah. Tetapi bukan pluralisme yang memandang semua agama sama.
Berislam dengan Bangga
Setelah anak meyakini bahwa Islam agama yang sempurna dan satu-satunya yang diridhai Allah 'Azza wa Jalla, kita perlu menguatkan mereka dengan beberapa hal.
Pertama, kita bangkitkan kebanggaan menjadi Muslim di dada mereka. Sejak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan harga diri sebagai seorang Muslim, sehingga mereka memiliki kebanggaan yang besar terhadap agamanya. Mereka berani menunjukkan identitasnya sebagai seorang Muslim dengan penuh percaya diri, "Isyhadu bi anna muslimun.” Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim!
Kedua, kita biasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya sebagai Muslim, baik yang bersifat fisik, mental dan cara berpikir. Inilah yang sekarang ini rasanya perlu kita gali lebih jauh dari khazanah Islam; bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi untuk menemukan apa yang sudah ada pada generasi terdahulu yang berasal dari didikan Rasulullah Saw dan sekarang nyaris tak kita temukan pada sosok kaum Muslimin di zaman ini.
Ketiga, kita bangkitkan pada diri mereka al wala' wal bara' sehingga memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, ajarkanlah untuk tidak menepi dan menyingkir karena grogi hanya karena berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain. Bukan berarti arogan. Kita hanya menunjukkan percaya diri kita, sehingga tidak menyingkir karena gemetar. Sikap ini sangat perlu kita tumbuhkan agar kelak mereka sanggup bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Ta'ala pada Surat Al-Maa'idah ayat 54. "... bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.”
Berislam dengan Ihsan
Jika percaya diri sudah tumbuh, kita ajarkan kepada mereka sikap ihsan. Kita tunjukkan kepada anak-anak itu bagaimana seorang Mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada saat untuk tegas, ada saat untuk menyejukkan. Bukan untuk menyenangkan hati orang-orang kafir karena hati yang lemah dan diri yang tak berdaya, tetapi karena memuliakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Bukankah Rasulullah berdiri menghormat ketika jenazah orang kafir diantar ke tanah pekuburan? Bukankah Shalahuddin Al-Ayyubi, salah seorang panglima yang disegani dalam sejarah Islam, memperlakukan musuh-musuhnya dengan baik dan penuh kasih sayang ketika musuh sudah tidak berdaya?
Dorongan untuk Berdakwah
Agar anak-anak itu memiliki percaya diri yang lebih kuat sebagai seorang Muslim, kita perlu tanamkan dorongan untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syariat. Tidak jarang anak mempertanyakan, bahkan mengenai sesama Muslim yang tidak melaksanakan sebagai syariat Islam. Misalnya mengapa ada yang tidak pakai jilbab.
Melalui dorongan agar mereka menjadi penyampai kebenaran, insya Allah kebingungan itu hilang dan berubah menjadi kemantapan serta percaya diri yang tinggi. Pada diri mereka ada semacam perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Ini sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak, dan pada gilirannya mempengaruhi konsep diri, penerimaan diri, percaya diri dan orientasi hidup.
*Wallahu a'lam bish-shawab. [Sahid/www.hidayatullah.com]
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
http://hidayatullah.com/kolom/sekolah-revolusioner/8895-anak-harus-paham-ada-agama-selain-islam.html
Masya Allah, Apa yang Ditonton Anak-Anak Kita?
Huuuu…dasar…salah sendiri, udah punya isteri dua masih pacaran lagi! Saya tidak mempercayai pendengaran saya bahwa kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang anak berumur dua belas tahun. Masya Allah….apa yang terjadi dengan anak-anak kita, mengapa kata-kata yang tidak pantas itu keluar dari bibir-bibir mungil mereka.
Akhir-akhir ini setiap kali membuka televisi, kita disuguhi tontonan-tontonan yang membuat hati ini kecut dan jengah. Tengoklah sebuah acara yang dipromosikan sebagai sarana curahan hati bagi orang-orang yang memiliki problem dalam rumah tangga nya.
Orang-orang yang terlibat dikumpulkan dalam suatu forum dan mereka diberi kesempatan untuk berbicara atau berdebat mengenai masalah yang mereka hadapi. Biasanya perdebatan akan berakhir ricuh dan saling serang dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas didengar, bahkan tak jarang sampai terlibat perkelahian fisik seperti pemukulan, menjambak rambut sambil mengeluarkan sumpah serapah…..masya Allah.
Masalah yang diperdebatkan juga bukan suatu yang bisa ditauladani. Suami nikah lagi dan punya simpanan pula, isteri berselingkuh dengan teman kantor, mertua yang mata duitan, anak yang ternyata berprofesi sebagai wanita panggilan, dan banyak lagi yang aneh-aneh.
Kemudian reality show lain menyuguhkan acara yang konsepnya sama tetapi memakai beberapa pengamat yang berfungsi sebagai komentator terhadap masalah yang dihadapi.
Mereka terdiri dari psikolog dan penasehat perkawinan, yang diakhir acara nanti akan mengambil kesimpulan apakah pasangan suami isteri ini masih saling mencintai satu sama lain atau tidak. Acara ini memang disajikan sedikit lebih elegan dibandingkan yang lain, tetapi tetap saja menampilkan konflik rumah tangga yang sebenarnya tabu untuk ditayangkan secara umum.
Ada juga acara yang sangat digemari bahkan pernah mendapat penghargaan yaitu reality show yang menampilkan pencarian terhadap orang-orang yang terlibat dalam konflik keluarga. Kasusnya beragam seperti mencari suami yang sudah lama menghilang tanpa kabar berita, atau anak yang dibawa lari oleh salah satu pasangan suami isteri yang sudah bercerai, bahkan anak hilang yang lari dari rumah dan menjadi anak jalanan. Awalnya acara ini masih wajar tetapi entah kenapa lama kelamaan menjadi tidak masuk diakal. Tidak jelas apakah karena pihak stasiun televisi lebih mementingkan segi komersil saja tanpa mempedulikan segi edukasinya, wallahualam.
Acara yang termasuk masih gres dan banyak peminatnya bahkan anak-anak kecil yaitu memilih pasangan yang dilakukan seperti pelelangan…..ya….pelelangan manusia!! Apabila sesuai dengan selera, maka mereka bersaing untuk merebut hati sang pria agar pria tersebut memilih salah satu dari wanita yang ada untuk menjadi pasangannya. Komentar-komentar yang dikeluarkan oleh peserta terkadang jauh dari kalimat-kalimat yang santun. Begitu pula adab berpakaian dari peserta wanitanya yang menganut paham semakin terbuka semakin cantik seorang wanita dipandang.
Itulah beberapa contoh tayangan televisi yang ditonton anak-anak kita sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri, banyak anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan televisi tanpa bimbingan orangtua. Tidak jarang bahkan orangtua malah asyik menonton tayangan-tayangan tersebut bersama anak-anaknya. Sadarkah kita bahwa adegan demi adegan di televisi itu melekat di memori anak-anak kita bagaikan pelajaran yang secara kontinyu disuguhkan oleh guru-guru di sekolah. Semua kejadian, dibawah sadar, akan diserap oleh otak anak-anak kita tanpa ada filter. Lebih parah lagi apabila tidak ada bimbingan dari orangtua untuk memilah-milah mana yang pantas dan mana yang tidak.
Memori ini yang ikut tumbuh bersama anak-anak kita hingga mereka dewasa. Coba bayangkan apa yang mungkin bisa terjadi jika nilai-nilai yang terekam di memori itu mereka terapkan dalam kehidupan mereka? Mereka mungkin beranggapan sah-sah saja memiliki selingkuhan, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau kehidupan lesbian dan homoseksual adalah hal yang normal, atau lari dari rumah adalah satu-satunya solusi apabila orangtua tidak memenuhi keinginan mereka.
Naudzubillahiminzalik…..
Siapa yang paling bertanggung jawab dengan keadaan ini? Orangtua, stasiun televisi, guru, pemerintah, atau masyarakat? Bukan tidak ada protes yang diajukan sehubungan dengan penayangan acara-acara tidak mendidik di televisi, tapi semuanya berlalu bagaikan angin. Semua pihak yang berwenang seolah-olah menutup mata. Ironisnya tayangan-tayangan seperti itu malah tumbuh subur tidak terkontrol.
Setelah melihat kondisi sekarang ini, rasanya kita tidak bisa berharap banyak dari pihak-pihak lain untuk ikut memikirkan dan bertanggung jawab atas nasib anak-anak kita.
Usaha yang paling ampuh untuk membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk tayangan televisi adalah bimbingan dan didikan kita sebagai orangtua. Sejak dini usahakanlah untuk mengatur jadwal menonton anak dan konsisten dengan peraturan yang dibuat. Jangan sampai kita melarang anak untuk menonton tetapi kita sendiri sebagai orangtua malah asyik dengan tontonan tersebut. Hal ini akan membuat anak-anak berusaha mencuri kesempatan untuk menonton karena melihat orangtuanya asyik menonton sementara mereka dilarang, maka timbul keingintahuan dalam diri mereka.
Selanjutnya, ada baiknya pihak sekolah bekerja sama dengan orangtua murid yang tergabung dalam wadah Persatuan Orangtua Murid untuk lebih serius mengangkat masalah ini untuk didiskusikan dan dipikirkan bersama bagaimana langkah-langkah yang harus diambil.
Marilah para orangtua jangan terlena dan menganggap remeh masalah ini. Kita harus bertanggungjawab terhadap masa depan anak-anak kita. Karena kalau tidak, bayangkanlah…...generasi seperti apa yang menghuni Negara ini di masa yang akan datang. Wallahualam.
Juli 2009
durrah.sulayman@yahoo.com
http://eramuslim.com/oase-iman/masya-allah-apa-yang-ditonton-anak-anak-kita.htm
Akhir-akhir ini setiap kali membuka televisi, kita disuguhi tontonan-tontonan yang membuat hati ini kecut dan jengah. Tengoklah sebuah acara yang dipromosikan sebagai sarana curahan hati bagi orang-orang yang memiliki problem dalam rumah tangga nya.
Orang-orang yang terlibat dikumpulkan dalam suatu forum dan mereka diberi kesempatan untuk berbicara atau berdebat mengenai masalah yang mereka hadapi. Biasanya perdebatan akan berakhir ricuh dan saling serang dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas didengar, bahkan tak jarang sampai terlibat perkelahian fisik seperti pemukulan, menjambak rambut sambil mengeluarkan sumpah serapah…..masya Allah.
Masalah yang diperdebatkan juga bukan suatu yang bisa ditauladani. Suami nikah lagi dan punya simpanan pula, isteri berselingkuh dengan teman kantor, mertua yang mata duitan, anak yang ternyata berprofesi sebagai wanita panggilan, dan banyak lagi yang aneh-aneh.
Kemudian reality show lain menyuguhkan acara yang konsepnya sama tetapi memakai beberapa pengamat yang berfungsi sebagai komentator terhadap masalah yang dihadapi.
Mereka terdiri dari psikolog dan penasehat perkawinan, yang diakhir acara nanti akan mengambil kesimpulan apakah pasangan suami isteri ini masih saling mencintai satu sama lain atau tidak. Acara ini memang disajikan sedikit lebih elegan dibandingkan yang lain, tetapi tetap saja menampilkan konflik rumah tangga yang sebenarnya tabu untuk ditayangkan secara umum.
Ada juga acara yang sangat digemari bahkan pernah mendapat penghargaan yaitu reality show yang menampilkan pencarian terhadap orang-orang yang terlibat dalam konflik keluarga. Kasusnya beragam seperti mencari suami yang sudah lama menghilang tanpa kabar berita, atau anak yang dibawa lari oleh salah satu pasangan suami isteri yang sudah bercerai, bahkan anak hilang yang lari dari rumah dan menjadi anak jalanan. Awalnya acara ini masih wajar tetapi entah kenapa lama kelamaan menjadi tidak masuk diakal. Tidak jelas apakah karena pihak stasiun televisi lebih mementingkan segi komersil saja tanpa mempedulikan segi edukasinya, wallahualam.
Acara yang termasuk masih gres dan banyak peminatnya bahkan anak-anak kecil yaitu memilih pasangan yang dilakukan seperti pelelangan…..ya….pelelangan manusia!! Apabila sesuai dengan selera, maka mereka bersaing untuk merebut hati sang pria agar pria tersebut memilih salah satu dari wanita yang ada untuk menjadi pasangannya. Komentar-komentar yang dikeluarkan oleh peserta terkadang jauh dari kalimat-kalimat yang santun. Begitu pula adab berpakaian dari peserta wanitanya yang menganut paham semakin terbuka semakin cantik seorang wanita dipandang.
Itulah beberapa contoh tayangan televisi yang ditonton anak-anak kita sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri, banyak anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan televisi tanpa bimbingan orangtua. Tidak jarang bahkan orangtua malah asyik menonton tayangan-tayangan tersebut bersama anak-anaknya. Sadarkah kita bahwa adegan demi adegan di televisi itu melekat di memori anak-anak kita bagaikan pelajaran yang secara kontinyu disuguhkan oleh guru-guru di sekolah. Semua kejadian, dibawah sadar, akan diserap oleh otak anak-anak kita tanpa ada filter. Lebih parah lagi apabila tidak ada bimbingan dari orangtua untuk memilah-milah mana yang pantas dan mana yang tidak.
Memori ini yang ikut tumbuh bersama anak-anak kita hingga mereka dewasa. Coba bayangkan apa yang mungkin bisa terjadi jika nilai-nilai yang terekam di memori itu mereka terapkan dalam kehidupan mereka? Mereka mungkin beranggapan sah-sah saja memiliki selingkuhan, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau kehidupan lesbian dan homoseksual adalah hal yang normal, atau lari dari rumah adalah satu-satunya solusi apabila orangtua tidak memenuhi keinginan mereka.
Naudzubillahiminzalik…..
Siapa yang paling bertanggung jawab dengan keadaan ini? Orangtua, stasiun televisi, guru, pemerintah, atau masyarakat? Bukan tidak ada protes yang diajukan sehubungan dengan penayangan acara-acara tidak mendidik di televisi, tapi semuanya berlalu bagaikan angin. Semua pihak yang berwenang seolah-olah menutup mata. Ironisnya tayangan-tayangan seperti itu malah tumbuh subur tidak terkontrol.
Setelah melihat kondisi sekarang ini, rasanya kita tidak bisa berharap banyak dari pihak-pihak lain untuk ikut memikirkan dan bertanggung jawab atas nasib anak-anak kita.
Usaha yang paling ampuh untuk membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk tayangan televisi adalah bimbingan dan didikan kita sebagai orangtua. Sejak dini usahakanlah untuk mengatur jadwal menonton anak dan konsisten dengan peraturan yang dibuat. Jangan sampai kita melarang anak untuk menonton tetapi kita sendiri sebagai orangtua malah asyik dengan tontonan tersebut. Hal ini akan membuat anak-anak berusaha mencuri kesempatan untuk menonton karena melihat orangtuanya asyik menonton sementara mereka dilarang, maka timbul keingintahuan dalam diri mereka.
Selanjutnya, ada baiknya pihak sekolah bekerja sama dengan orangtua murid yang tergabung dalam wadah Persatuan Orangtua Murid untuk lebih serius mengangkat masalah ini untuk didiskusikan dan dipikirkan bersama bagaimana langkah-langkah yang harus diambil.
Marilah para orangtua jangan terlena dan menganggap remeh masalah ini. Kita harus bertanggungjawab terhadap masa depan anak-anak kita. Karena kalau tidak, bayangkanlah…...generasi seperti apa yang menghuni Negara ini di masa yang akan datang. Wallahualam.
Juli 2009
durrah.sulayman@yahoo.com
http://eramuslim.com/oase-iman/masya-allah-apa-yang-ditonton-anak-anak-kita.htm
UU Anti-Pelecehan Agama, Angin Segar Bagi Muslim Irlandia
Majlis Fatwa Muslim Eropa yang berkedudukan di Irlandia berharap, pihak-pihak yang phobia terhadap Islam bisa lebih mengenal Islam lebih dekat lagi
Hidayatullah.com--Baru-baru ini pemerintahan Irlandia mengesahkan Undang-Undang Anti-Pelecehan dan Penghinaan Agama. Negara akan memvonis hukuman berat dan mengenakan denda sebesar 25 ribu Euro bagi siapa saja yang melanggar UU baru ini.
Hampir semua kalangan umat beragama menyambut baik disahkannya UU ini, khususnya umat Muslim, pada negara yang bertetangga dengan Inggris itu.
"Umat Muslim Irlandia merasa senang dengan disahkannya UU Anti-pelecehan agama ini. Mudah-mudahan UU ini bisa berjalan dan diterapkan secara maksimal," tutur William Mujahid, salah seorang aktivis Muslim Irlandia.
Meski demikian, UU ini j uga justru dikhawatirkan akan menjadi buah simalakama bagi umat Muslim itu sendiri, jika mereka membela agama mereka di hadapan para atheis dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan UU yang berlaku.
Di sisi yang lain, terdapat pula kalangan yang menentang diberlakukannya UU ini, yaitu dari kalangan sekuleris konservatif yang tak beragama. Michael Nougeant, salah seorang ketua organisasi sayap sekuler Irlandia, menyatakan UU ini bisa membahayakan kehidupan di negaranya.
Sementara itu, salah seorang anggota Majlis Fatwa Muslim Eropa yang berkedudukan di Irlandia, Syaikh Rasyid al-Ghanusi, menyatakan, pihak-pihak yang phobia terhadap Islam seharusnya lebih mengenal Islam lebih dekat lagi.
"Islam adalah agama yang memuliakan kehidupan, menghormati para pemeluk agama lain," terang al-Ghanusi. [atj/jzr/www.hidayatullah.com]
http://hidayatullah.com/berita/internasional/8893-uu-anti-pelecehan-agama-angin-segar-bagi-muslim-irlandia.html
Matinya Perjuangan
Sering orangtua mendidik anak mereka hari ini bukan untuk mempersiapkan menantang masa depan. Akibatnya sering digilas masa depan
Sejarah peradaban besar pada dasarnya adalah perjalanan hidup seorang manusia besar. Ia menciptakan perubahan bukan karena banyaknya harta yang dimiliki, atau kuatnya kekuasaan yang ia genggam. Tetapi ia menciptakan perubahan yang menggerakkan orang-orang di sekelilingnya oleh kuatnya jiwa, tajamnya pikiran, kokohnya hati, dan tingginya daya tahan berjuang dikarenakan besarnya cita-cita. Kerapkali, cita-cita besar itu bukan digerakkan oleh gemerlapnya dunia yang sekejap, tetapi oleh keyakinan yang menjadi ideologi perjuangan.
Orang-orang yang merintis jalan perjuangan, adalah mereka yang merelakan kenikmatan hidup demi meraih apa yang menjadi keyakinannya. Bukan karena mereka tidak pernah berhasrat pada kenikmatan, tetapi karena kenikmatan itu menjadi kecil dan tidak ada artinya dibanding cita-cita besar yang terpendam dalam jiwa.
Demi memperjuangkan keyakinan, mereka bersedia memilih jalan hidup yang tidak populer; mengawali perjuangan dengan menghadapi senyum sinis dan bahkan bila perlu–seperti halnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam—dianggap gila dalam arti yang sebenarnya. Sedemikian kuatnya tudingan itu, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Nuun, demi qalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila." (Al-Qalam: 1-6).
Orang-orang yang merintis jalan adalah mereka yang memiliki kelapangan hati untuk belajar, meski kepada yang lebih muda dan masih amat hijau. Mereka inilah yang memenuhi dadanya dengan kelapangan dan sekaligus kepedihan tatkala melihat saudaranya berkubang dalam keburukan.
Ketegaran jiwanya bertemu dengan kelembutan yang penuh kesantunan. Kematangan ilmunya bertemu dengan kehausan untuk belajar dan kesediaan untuk mendengar. Mereka ingin sekali mencicipkan kebenaran, bahkan kepada orang yang telah terjerumus dalam kesesatan.
Inilah yang menggerakkan para pendurhaka mendatangi majelis-majelisnya, dan bahkan mendatangi lututnya untuk bersimpuh. Inilah yang menyebabkan orang-orang yang keras hati menjadi luluh dan bahkan berbalik menjadi sahabat dalam berjuang dan penderitaan. Inilah yang membangkitkan semangat untuk berbenah sesudah mereka berputus asa atas banyaknya keburukan yang telah mereka perbuat. Ini pula yang menyebabkan satu negeri, satu kawasan, atau sekurangnya satu kampung mendapat kucuran barakah dari Allah; baik yang Ia turunkan dari langit maupun yang Ia munculkan dari bumi.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, "Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Al-A’raaf: 96).
Maka bertebaranlah kebaikan di dalamnya. Setiap yang masuk di tempat itu akan merasakan kebaikan yang merata. Hingga zaman bertukar, masa berganti. Para perintis telah beranjak tua dan sesudah itu pergi. Sementara yang dulu menyertai perjuangan di samping kiri, kanan, atau belakang, kini telah menjadi yang dituakan. Anak-anak yang dulu bermain-main lucu, sekarang sedang menentukan warna zamannya. Atau…, mereka ditentukan oleh semangat zaman yang melingkupinya.
Inilah titik krusial yang kerapkali menjadi awal terhentinya perjuangan. Banyak jebakan pada masa ini. Peralihan dari generasi perintis kepada generasi kedua, tepatnya generasi yang menyertai pahit getirnya perintisan ketika sudah mulai berjalan, jika tidak berhati-hati bisa terjatuh pada tafrith atau ifrath (kebablasan). Bisa terjebak pada tasahhul (menggampangkan) yang berlebihan atau sebaliknya tasyaddud (mempersulit) yang melampaui batas. Bisa terperangkap pada sikap jumud yang anti perubahan dan sulit menerima masukan, atau sebaliknya berlebihan dalam menanggapi perubahan dan bahkan tercebur dalam arus perubahan itu sendiri.
Sikap jumud membuat kita sulit menerima nasihat yang disampaikan dengan penuh kasih sayang sekalipun (tawashau bil-marhamah). Dalam keadaan seperti ini, amar ma’ruf nahi munkar bisa terhenti karena yang tua tidak bisa mendengar suara yang muda. Jika yang muda memiliki sikap takzim kepada yang tua, kebaikan insya Allah masih bertebaran di dalamnya.
Tetapi jika tidak segera disadari, situasi seperti ini dapat menyebabkan hilangnya sikap hormat dari yang muda kepada yang tua pada generasi berikutnya, yakni kelak ketika generasi ketiga memasuki masa dewasa, sementara generasi kedua menjalankan pola yang sama seperti yang pernah mereka jumpai. Mereka menjalankan pola yang sama, tetapi dengan penghayatan yang rendah atas apa yang seharusnya menjadi ruh perjuangan. Pada titik ini, generasi ketiga bisa berbalik menjadi berlebihan dalam menerima apapun yang datang dari luar, bahkan yang nyata-nyata bertentangan dengan nash Kitabullah. Alhasil, generasi ketiga justru menjadi perusak perjuangan generasi pertama. Na’udzubillahi min dzalik.
Apa yang salah sebenarnya? Banyak sebab yang bisa kita runut dan catat. Salah satunya adalah karena kita terjebak pada bentuk, lupa kepada yang prinsip. Atau sebaliknya, menyibukkan diri dengan prinsip tetapi mengabaikan bentuk. Kita tidak belajar secara utuh atas generasi terdahulu, sehingga lupa menyiapkan anak-anak memasuki masa depan. Bisa terjadi, kita bahkan tidak dapat membaca masa depan. Kita sibuk menjadi manusia masa lalu dan memaksa anak-anak untuk menjadi manusia masa lalu. Padahal ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu mengingatkan agar kita mendidik anak-anak untuk sebuah zaman yang bukan zaman kita. Kata ‘Ali, "Jangan paksakan anakmu untuk menjadi seperti kamu, karena dia diciptakan bukan untuk zamanmu."
Di antara bentuk-bentuk pemaksaan adalah hilangnya kesediaan kita memahami anak-anak. Setiap kali ada masalah, kita rujukkan pada masa lalu, "Dulu bapak begini juga bisa." Atau, "Ah, dulu orangtua kita tidak pakai macam-macam juga bisa berhasil."
Kita lupa bahwa sekalipun prinsip-prinsip yang berjalan pada suatu zaman selalu sama, tetapi bentuknya bisa berubah. Kalau tidak disiapkan untuk menghadapi bentuk tantangan yang sesuai dengan zamannya, mereka bisa gagap mengantisipasi perubahan. Akibat berikutnya bisa tragis; mereka menjadi manusia kolot yang tidak memahami prinsip dengan baik dan tidak mampu memetakan bentuk persoalan yang sedang terjadi. Atau sebaliknya mereka kehilangan rasa hormat kepada yang tua sehingga berkata, "Ah, apa itu orangtua…! Gagasan mereka semuanya usang!"
Mereka tidak bisa membedakan mana yang tetap dan mana yang berubah, mana yang pasti dan mana yang praduga. Mereka memutlakkan apa yang ijtihadiyah, sehingga memunculkan generasi yang menisbikan semua perkara, bahkan yang jelas-jelas tetap dan mutlak. Dalam bentuk yang lebih ringan, pintu ijtihad dibuka lebar-lebar, meskipun terhadap orang yang tidak memiliki kualifikasi. Atau sebaliknya, melahirkan generasi yang tertutup pikirannya, kaku sikapnya, dan beku gagasannya. Seakan-akan agama ini telah menutup pintu bagi ijtihad.
Di antara sebab-sebab tidak munculnya generasi yang tanggap terhadap perubahan zaman tanpa hanyut di dalamnya, adalah tidak sejalannya dakwah dan jihad dengan pendidikan dan penyiapan generasi. Dakwah berjalan tanpa perencanaan yang matang sehingga kehilangan visi dan kepekaan.
Pendidikan berjalan tanpa arah yang jelas dan "ruh" yang kuat, sehingga mudah terpengaruh oleh tepuk-tangan, pemberitaan di koran atau pujian orang-orang yang tulus maupun mereka yang menikam secara halus dengan memuji.
Kita mendidik anak-anak untuk kita lihat hasilnya hari ini. Bukan untuk mempersiapkan mereka menantang masa depan seperti wasiat ‘Ali. Akibatnya, gemerlapnya prestasi hari ini tidak memberi bekal apa-apa bagi mereka untuk menciptakan masa depan. Sebaliknya, mereka menjadi orang yang hanya menyongsong masa depan atau bahkan digilas oleh masa depan.
Teringatlah saya kepada ayat Allah: "Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri." (At-Taubah: 122).
Agar perjuangan tidak mati, atau terhenti justru oleh anak-anak kita sendiri, ada yang perlu kita renungkan dari ayat tadi. *
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim *
http://hidayatullah.com/download.html
Sejarah peradaban besar pada dasarnya adalah perjalanan hidup seorang manusia besar. Ia menciptakan perubahan bukan karena banyaknya harta yang dimiliki, atau kuatnya kekuasaan yang ia genggam. Tetapi ia menciptakan perubahan yang menggerakkan orang-orang di sekelilingnya oleh kuatnya jiwa, tajamnya pikiran, kokohnya hati, dan tingginya daya tahan berjuang dikarenakan besarnya cita-cita. Kerapkali, cita-cita besar itu bukan digerakkan oleh gemerlapnya dunia yang sekejap, tetapi oleh keyakinan yang menjadi ideologi perjuangan.
Orang-orang yang merintis jalan perjuangan, adalah mereka yang merelakan kenikmatan hidup demi meraih apa yang menjadi keyakinannya. Bukan karena mereka tidak pernah berhasrat pada kenikmatan, tetapi karena kenikmatan itu menjadi kecil dan tidak ada artinya dibanding cita-cita besar yang terpendam dalam jiwa.
Demi memperjuangkan keyakinan, mereka bersedia memilih jalan hidup yang tidak populer; mengawali perjuangan dengan menghadapi senyum sinis dan bahkan bila perlu–seperti halnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam—dianggap gila dalam arti yang sebenarnya. Sedemikian kuatnya tudingan itu, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Nuun, demi qalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila." (Al-Qalam: 1-6).
Orang-orang yang merintis jalan adalah mereka yang memiliki kelapangan hati untuk belajar, meski kepada yang lebih muda dan masih amat hijau. Mereka inilah yang memenuhi dadanya dengan kelapangan dan sekaligus kepedihan tatkala melihat saudaranya berkubang dalam keburukan.
Ketegaran jiwanya bertemu dengan kelembutan yang penuh kesantunan. Kematangan ilmunya bertemu dengan kehausan untuk belajar dan kesediaan untuk mendengar. Mereka ingin sekali mencicipkan kebenaran, bahkan kepada orang yang telah terjerumus dalam kesesatan.
Inilah yang menggerakkan para pendurhaka mendatangi majelis-majelisnya, dan bahkan mendatangi lututnya untuk bersimpuh. Inilah yang menyebabkan orang-orang yang keras hati menjadi luluh dan bahkan berbalik menjadi sahabat dalam berjuang dan penderitaan. Inilah yang membangkitkan semangat untuk berbenah sesudah mereka berputus asa atas banyaknya keburukan yang telah mereka perbuat. Ini pula yang menyebabkan satu negeri, satu kawasan, atau sekurangnya satu kampung mendapat kucuran barakah dari Allah; baik yang Ia turunkan dari langit maupun yang Ia munculkan dari bumi.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, "Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Al-A’raaf: 96).
Maka bertebaranlah kebaikan di dalamnya. Setiap yang masuk di tempat itu akan merasakan kebaikan yang merata. Hingga zaman bertukar, masa berganti. Para perintis telah beranjak tua dan sesudah itu pergi. Sementara yang dulu menyertai perjuangan di samping kiri, kanan, atau belakang, kini telah menjadi yang dituakan. Anak-anak yang dulu bermain-main lucu, sekarang sedang menentukan warna zamannya. Atau…, mereka ditentukan oleh semangat zaman yang melingkupinya.
Inilah titik krusial yang kerapkali menjadi awal terhentinya perjuangan. Banyak jebakan pada masa ini. Peralihan dari generasi perintis kepada generasi kedua, tepatnya generasi yang menyertai pahit getirnya perintisan ketika sudah mulai berjalan, jika tidak berhati-hati bisa terjatuh pada tafrith atau ifrath (kebablasan). Bisa terjebak pada tasahhul (menggampangkan) yang berlebihan atau sebaliknya tasyaddud (mempersulit) yang melampaui batas. Bisa terperangkap pada sikap jumud yang anti perubahan dan sulit menerima masukan, atau sebaliknya berlebihan dalam menanggapi perubahan dan bahkan tercebur dalam arus perubahan itu sendiri.
Sikap jumud membuat kita sulit menerima nasihat yang disampaikan dengan penuh kasih sayang sekalipun (tawashau bil-marhamah). Dalam keadaan seperti ini, amar ma’ruf nahi munkar bisa terhenti karena yang tua tidak bisa mendengar suara yang muda. Jika yang muda memiliki sikap takzim kepada yang tua, kebaikan insya Allah masih bertebaran di dalamnya.
Tetapi jika tidak segera disadari, situasi seperti ini dapat menyebabkan hilangnya sikap hormat dari yang muda kepada yang tua pada generasi berikutnya, yakni kelak ketika generasi ketiga memasuki masa dewasa, sementara generasi kedua menjalankan pola yang sama seperti yang pernah mereka jumpai. Mereka menjalankan pola yang sama, tetapi dengan penghayatan yang rendah atas apa yang seharusnya menjadi ruh perjuangan. Pada titik ini, generasi ketiga bisa berbalik menjadi berlebihan dalam menerima apapun yang datang dari luar, bahkan yang nyata-nyata bertentangan dengan nash Kitabullah. Alhasil, generasi ketiga justru menjadi perusak perjuangan generasi pertama. Na’udzubillahi min dzalik.
Apa yang salah sebenarnya? Banyak sebab yang bisa kita runut dan catat. Salah satunya adalah karena kita terjebak pada bentuk, lupa kepada yang prinsip. Atau sebaliknya, menyibukkan diri dengan prinsip tetapi mengabaikan bentuk. Kita tidak belajar secara utuh atas generasi terdahulu, sehingga lupa menyiapkan anak-anak memasuki masa depan. Bisa terjadi, kita bahkan tidak dapat membaca masa depan. Kita sibuk menjadi manusia masa lalu dan memaksa anak-anak untuk menjadi manusia masa lalu. Padahal ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu mengingatkan agar kita mendidik anak-anak untuk sebuah zaman yang bukan zaman kita. Kata ‘Ali, "Jangan paksakan anakmu untuk menjadi seperti kamu, karena dia diciptakan bukan untuk zamanmu."
Di antara bentuk-bentuk pemaksaan adalah hilangnya kesediaan kita memahami anak-anak. Setiap kali ada masalah, kita rujukkan pada masa lalu, "Dulu bapak begini juga bisa." Atau, "Ah, dulu orangtua kita tidak pakai macam-macam juga bisa berhasil."
Kita lupa bahwa sekalipun prinsip-prinsip yang berjalan pada suatu zaman selalu sama, tetapi bentuknya bisa berubah. Kalau tidak disiapkan untuk menghadapi bentuk tantangan yang sesuai dengan zamannya, mereka bisa gagap mengantisipasi perubahan. Akibat berikutnya bisa tragis; mereka menjadi manusia kolot yang tidak memahami prinsip dengan baik dan tidak mampu memetakan bentuk persoalan yang sedang terjadi. Atau sebaliknya mereka kehilangan rasa hormat kepada yang tua sehingga berkata, "Ah, apa itu orangtua…! Gagasan mereka semuanya usang!"
Mereka tidak bisa membedakan mana yang tetap dan mana yang berubah, mana yang pasti dan mana yang praduga. Mereka memutlakkan apa yang ijtihadiyah, sehingga memunculkan generasi yang menisbikan semua perkara, bahkan yang jelas-jelas tetap dan mutlak. Dalam bentuk yang lebih ringan, pintu ijtihad dibuka lebar-lebar, meskipun terhadap orang yang tidak memiliki kualifikasi. Atau sebaliknya, melahirkan generasi yang tertutup pikirannya, kaku sikapnya, dan beku gagasannya. Seakan-akan agama ini telah menutup pintu bagi ijtihad.
Di antara sebab-sebab tidak munculnya generasi yang tanggap terhadap perubahan zaman tanpa hanyut di dalamnya, adalah tidak sejalannya dakwah dan jihad dengan pendidikan dan penyiapan generasi. Dakwah berjalan tanpa perencanaan yang matang sehingga kehilangan visi dan kepekaan.
Pendidikan berjalan tanpa arah yang jelas dan "ruh" yang kuat, sehingga mudah terpengaruh oleh tepuk-tangan, pemberitaan di koran atau pujian orang-orang yang tulus maupun mereka yang menikam secara halus dengan memuji.
Kita mendidik anak-anak untuk kita lihat hasilnya hari ini. Bukan untuk mempersiapkan mereka menantang masa depan seperti wasiat ‘Ali. Akibatnya, gemerlapnya prestasi hari ini tidak memberi bekal apa-apa bagi mereka untuk menciptakan masa depan. Sebaliknya, mereka menjadi orang yang hanya menyongsong masa depan atau bahkan digilas oleh masa depan.
Teringatlah saya kepada ayat Allah: "Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri." (At-Taubah: 122).
Agar perjuangan tidak mati, atau terhenti justru oleh anak-anak kita sendiri, ada yang perlu kita renungkan dari ayat tadi. *
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim *
http://hidayatullah.com/download.html
Hisab 1 Sya'ban 1430 H
Dalam kalender Islam, 1 tahun terdiri atas 12 bulan. Allah SWT berfirman
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram." (At-Taubah:36)
Bulan kedelapan dalam kalender Islam adalah bulan Sya'ban. Bulan Sya'ban menjadi penting buat ummat Islam, karena ia menjadi bulan persiapan terakhir sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Dalam ilmu hisab, bulan ini juga begitu penting, terutama untuk menentukan kapan datangnya tanggal 1 Sya'ban. Dengan mengetahui kapan 1 Sya'ban, hal ini menjadi patokan dasar untuk menentukan kapan datangnya tanggal 1 Ramadhan.
Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, penulis telah menjelaskan tentang waktu-waktu shalat, menentukan posisi matahari dan bulan. Penulis juga melengkapinya dengan file Excel yang dapat diunduh di
* http://www.4shared.com/file/111278266/2fa23c50/Waktu-Shalat.html
* http://www.4shared.com/file/113515408/6d7dc68f/Posisi-Matahari.html
* http://www.4shared.com/file/116396119/a30e2d26/Posisi-Bulan.html
Dengan menggunakan ketiga Excel tersebut (Waktu-Shalat.xls, Posisi-Matahari.xls dan Posisi-Bulan.xls), berikut ini penulis akan menjelaskan bagaimana menghitung hisab untuk 1 Sya'ban 1430 H, meskipun sudah berlalu beberapa hari lalu. Disini sebagai contoh, Jakarta dijadikan sebagai tempat acuan dengan koordinat geografis lintang 6:10 LS dan bujur 106:51 BT (ketinggian 0 meter), serta waktu lokal = UT + 7. Pertama kali kita akan menentukan kapan terjadinya astronomical new moon / ijtimak / konjungsi. Selanjutnya kita akan menentukan kapan terjadinya sunset, serta menghitung posisi matahari dan bulan saat sunset. Sebagai tambahan, akan dihitung pula sudut elongasi dan iluminasi bulan.
Definisi konjungsi adalah ketika bujur ekliptika matahari sama dengan bujur ekliptika bulan. Untuk mengetahui kapan terjadi konjungsi, silakan gunakan dua file Excel, yaitu Posisi-Matahari.xls dan Posisi-Bulan.xls. Secara kebetulan, kita telah mengetahui bahwa pada tanggal 22 Juli 2009 terjadi gerhana matahari. Karena itu pada dua file Excel tersebut, silakan diisi koordinat Jakarta di atas serta masukkan tanggal 22 Juli 2009.
Untuk mengetahui kapan waktu (jam-menit-detik) terjadinya konjungsi, silakan pembaca memasukkan waktu (lokal) pukul 9 lebih 34 menit lebih 59 detik (pukul 9:34:59 waktu lokal Jakarta) pada kedua file Excel tersebut. Pembaca akan memperoleh hasil, bujur ekliptika matahari sama dengan bujur ekliptika bulan, yaitu 119,4425 derajat = 119 derajat 26 menit busur 33 detik busur (119:26:33 derajat). Karena waktu lokal di Jakarta = UT + 7, dengan demikian konjungsi terjadi pada pukul 2:34:59 UT.
Hasil konjungsi geosentrik di atas yaitu pukul 2:34:59 UT sudah cukup baik. Dikatakan demikian karena perhitungan posisi matahari dan bulan dalam file Excel tersebut hanya menggunakan cukup sedikit suku-suku koreksi (kurang dari 10). Hasil ini hanya berbeda sekitar 23 detik saja dari konjungsi yang dihitung dengan menggunakan algoritma VSOP dan ELP yang memberikan hasil konjungsi geosentrik yaitu pukul 2:34:36 UT. Pada algoritma VSOP dan ELP terdapat ribuan suku-suku koreksi. Dengan demikian, kita dapat simpulkan hingga menit terdekat, konjungsi geosentrik terjadi pada tanggal 22 Juli 2009 pukul 2:35 UT atau pukul 9:35 WIB.
Selanjutnya pada tanggal tersebut kita ingin menentukan posisi bulan saat matahari terbenam. Pembaca dapat menggunakan file Waktu-Shalat.xls untuk menentukan waktu maghrib di Jakarta. Dengan memasukkan koordinat Jakarta (ketinggian 0 meter) dan tanggal 22 Juli 2009, diperoleh hasil waktu maghrib terjadi pada pukul 17:53:31 WIB.
Kemudian masukkan waktu pukul 17:53:31 WIB ke dalam file Posisi-Matahari.xls dan Posisi-Bulan.xls. Diperoleh hasil, altitude matahari adalah minus 0:49:37 derajat dan azimuth matahari 290:13:41 derajat. Sementara itu altitude bulan adalah 4:1:21 derajat dan azimuth bulan 289:19:33 derajat.
Hasil di atas akan dibandingkan dengan algoritma VSOP dan ELP. Algoritma VSOP memberikan hasil altitude matahari adalah minus 0:49:45 derajat dan azimuth matahari 290:13:40 derajat. Jadi antara file Posisi-Matahari.xls dengan algoritma VSOP, selisih untuk altitude dan azimuth matahari berturut-turut adalah 8 detik busur (0,002 derajat) dan 1 detik busur (0,0003 derajat). Sementara itu algoritma ELP memberikan hasil altitude bulan adalah 4:1:34 derajat dan azimuth bulan 289:18:30 derajat. Jadi antara file Posisi-Bulan.xls dengan algoritma ELP, selisih untuk altitude dan azimuth bulan berturut-turut adalah sekitar 13 detik busur (0,004 derajat) dan 63 detik busur (0,018 derajat). Paparan dan perbandingan hasil di atas menunjukkan nilai altitude dan azimuth bulan dan matahari yang relatif cukup akurat.
Hasil di atas menunjukkan bahwa pada saat matahari terbenam, ketinggian bulan berada sekitar 4 derajat di atas ufuk. Saat itu bulan belum terbenam. Pada tanggal 22 Juli 2009 tersebut, bulan terbenam di Jakarta pada pukul 18:10:35 WIB, atau 17 menit 4 detik setelah matahari terbenam. Pada saat bulan terbenam tersebut, altitudenya sama dengan 0:10:37 derajat. Untuk menentukan kapan bulan terbenam, carilah waktu ketika altitude bulan = 0,7275*Parallaks - 34 menit busur. Masalah cara menentukan kapan bulan terbit, transit dan terbenam Insya Allah dibahas pada kesempatan lain.
Paparan di atas memberikan hasil pada tanggal 22 Juli 2009, konjungsi (pukul 9:34:59 WIB) terjadi sebelum sunset di Jakarta (17:53:31 WIB), serta moonset di Jakarta (pukul 18:10:35 WIB ) terjadi setelah sunset (17:53:31 WIB). Bagi yang menggunakan kriteria bulan baru (new month, bukan new moon) adalah hisab konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset berapapun altitude bulan, maka tanggal 22 Juli 2009 maghrib sudah dinyatakan sebagai tanggal 1 Sya'ban 1430 H.
Akan tetapi, bagi yang menggunakan kriteria bulan baru adalah hisab tidak saja konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset terlihatnya hilal (ru'yat), tetapi juga sudut elongasi bulan-bumi-matahari harus melebihi limit Danjon (sekitar 7 derajat) dan iluminasi bulan melebihi 1%, maka tanggal 22 Juli 2009 maghrib belum bisa dinyatakan sebagai tanggal 1 Sya'ban 1430 H. Berikut ini paparannya.
Untuk mengetahui sudut elongasi bulan-bumi-matahari, dapat digunakan rumus separasi sudut (angular separation) yang dirumuskan
COS(elongasi) = SIN(altitude matahari)*SIN(altitude bulan) + COS(altitude matahari)*COS(altitude bulan)*COS(azimuth matahari - azimuth bulan).
Hasilnya, sudut elongasi bulan-bumi-matahari sama dengan 4,9326 derajat atau 4:55:57 derajat. Nilai ini hanya berbeda sekitar setengah menit busur dari perhitungan algoritma VSOP dan ELP yang memberikan hasil 4:56:29 derajat. Ternyata, sudut elongasi 4:55:57 derajat masih di bawah limit Danjon (7 derajat) yang merupakan batas minimal secara statistik agar hilal dapat dilihat.
Selanjutnya, dihitung pula nilai iluminasi bulan, yaitu berapa banyak luas permukaan cakram bulan yang terkena sinar matahari dibandingkan dengan luas permukaan cakram bulan. Disini harap dibedakan antara luas permukaan cakram bulan (berbentuk lingkaran) dengan luas permukaan bulan (berbentuk kulit bola). Saat konjungsi, iluminasi bulan sama dengan 0 %, sedangkan saat purnama, iluminasinya 100 %.
* Rumus iluminasi bulan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
* COS(Psi) = COS(Beta2)*COS(Lambda1 - Lambda2)
* TAN(i) = Jarak1*SIN(Psi)/(Jarak2 - Jarak1*COS(Psi)).
* Iluminasi (k) = (1 + COS(i))/2.
Disini, Lambda1 dan Jarak1 berturut-turut adalah bujur ekliptika matahari dan jarak matahari-bumi. Sedangkan Beta2, Lambda2 dan Jarak2 berturut-turut adalah lintang ekliptika bulan, bujur ekliptika bulan dan jarak bulan-bumi. Psi adalah sudut elongasi bulan-bumi-matahari (Sudut Psi bisa pula dikatakan sama dengan sudut elongasi). Sementara i adalah sudut fase bulan (sudut matahari-bulan-bumi) yang nilainya antara 0 hingga 180 derajat. Jika i negatif, tambahkan dengan 180 derajat. Dengan menggunakan tanggal 22 Juli 2009 pukul 17:53:31 WIB saat matahari terbenam di Jakarta, dari file Excel tersebut diperoleh data Lambda1 = 119:46:23 derajat, Jarak1 = 151988568 km, Beta2 = minus 0:23:52 derajat, Lambda2 = 124:41:36 derajat, Jarak2 = 357481 km. Akhirnya berturut-turut diperoleh hasil: COS(Psi) = 0,996291029. SIN(Psi) = 0,086047571. TAN(i) = -0,086572293. Sudut fase bulan (i) = -4,9478905 derajat = 175,0521095 derajat. Akhirnya iluminasi bulan (k) = 0,186%.
Nilai iluminasi bulan sebesar 0,186% atau dibulatkan 0,19% tepat sama dengan hasil perhitungan algoritma VSOP-ELP. Nilai ini jauh lebih kecil daripada batas ambang nilai iluminasi bulan minimal yang memungkinkan untuk dilihat dengan mata manusia, yaitu sekitar 1%. Karena itu, Odeh (Accurate Times) menyatakan bahwa berdasarkan kriteria tersebut, The Crescent Visibility is Not Visible Even With Optical Aid (Bulan sabit tidak dapat dilihat bahkan dengan bantuan alat optik). Jadi, menurut kriteria limit Danjon dan iluminasi bulan, di Jakarta tanggal 22 Juli 2009 maghrib belum dapat dinyatakan sebagai tanggal 1 Sya'ban 1430 H. Menurut kriteria ini, barulah pada sehari sesudahnya yaitu tanggal 23 Juli 2009 saat matahari terbenam, hasil hisab menunjukkan altitude bulan cukup besar yang sangat memungkinkan untuk dilihat. Dengan menggunakan cara yang sama seperti di atas, pada tanggal 23 Juli 2009 di Jakarta saat matahari terbenam pada pukul 17:53:39 WIB, altitude bulan hampir mencapai 18 derajat di atas ufuk, dan akhirnya bulan terbenam pada pukul 19:10:14 WIB.
Selanjutnya, secara singkat dapat ditunjukkan bahwa di seluruh Indonesia pada tanggal 22 Juli 2009 saat matahari terbenam, bulan berada pada altitude dan elongasi antara 4 hingga 5 derajat, yang berarti masih berada di bawah limit Danjon. Iluminasi bulan rata-rata cukup rendah, sekitar 0,1 hingga 0,2 %, yang berarti masih jauh di bawah limit rata-rata kemampuan manusia untuk melihat hilal.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika penentuan 1 Sya'ban 1420 H menggunakan kriteria hisab konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset berapapun altitude bulan, maka 1 Sya'ban 1430 H di Indonesia jatuh pada tanggal 22 Juli 2009 maghrib atau secara efektif tanggal 23 Juli 2009.
Sementara itu jika penentuan 1 Sya'ban 1420 H menggunakan kriteria konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset, serta elongasi di atas limit Danjon dan iluminasi bulan di atas 1%., maka 1 Sya'ban 1430 H di Indonesia jatuh pada satu hari sesudahnya, yaitu 23 Juli 2009 maghrib atau secara efektif tanggal 24 Juli 2009.
Adapun, jika penentuan 1 Sya'ban 1420 H menggunakan hasil eksperimen yaitu pengamatan hilal, maka penetapan 1 Sya'ban 1420 H adalah ketika pada saat maghrib tanggal 22 atau 23 Juli, hilal berhasil dilihat. Atau jika tidak berhasil dilihat, maka digunakanlah langkah istikmal, yaitu menyempurnakan bulan Rajab menjadi genap 30 hari. Tentu saja, untuk dapat menentukan tanggal 29 atau 30 bulan Rajab, maka tanggal 1 Rajab harus terlebih dahulu ditetapkan. Demikian pula untuk bulan-bulan sebelumnya, dan begitu seterusnya. Laporan dari sejumlah praktisi dan pengamat hilal yang tergabung dalam Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) menyatakan bahwa pada 22 Juli 2009 maghrib, hilal gagal dilihat di sejumlah tempat di Indonesia. Sedangkan pada sehari sesudahnya, hilal dengan mudah dilihat.
Paparan di atas yang sederhana dalam menjelaskan perhitungan astronomis dan matematis dalam menentukan tanggal 1 Sya'ban 1430 H tentu saja tidak komprehensif untuk menjabarkan detil-detil seputar perbedaan pendapat dalam menentukan tanggal satu. Insya Allah penulis akan mencoba menjabarkan lebih detil pada kesempatan lain.
Secara singkat menurut hemat penulis, dalam masalah ini ada dua domain yang bekerja, yaitu domain saintifik dan domain agama. Untuk mudahnya dalam membandingkan antara kedua domain tersebut dalam hubungannya dengan bulan, domain saintifik berhubungan dengan perhitungan dan pengamatan moon (al-qamar dalam bahasa Arab atau tsuki dalam bahasa Jepang). Sementara domain agama berkaitan dengan penetapan month (asy-syahru atau getsu). Kedua jenis "bulan" tersebut tentu saja berbeda, namun memiliki kaitan erat.
Dalam hal ini, domain penulis disini adalah domain saintifik yaitu menghitung posisi benda langit (matahari dan bulan), serta menguji apakah suatu eksperimen (pengamatan hilal) benar-benar mengamati obyek yang dimaksud. Sebab sangat mungkin, sesuatu yang dianggap hilal ternyata jika diteliti lebih lanjut sesungguhnya bukan hilal, jika dilihat dari data astronomis (waktu pengukuran, altitude, azimuth, sudut kemiringan bulan sabit).
Adapun domain kedua, yaitu domain agama dalam menentukan tanggal 1 bulan-bulan Islam, disini adalah domain ulul amri dan alim ulama. Ini diluar domain penulis. Metode dan cara manakah yang akan diambil oleh ulul amri dan alim ulama, menurut pendapat penulis, hal itu menjadi kewenangan mereka. Sejauh pengetahuan penulis ada banyak kriteria yang sejauh ini berlaku dan tersebar di berbagai negara muslim, seperti hisab dengan kriteria konjungsi setelah shubuh, hisab kriteria konjungsi sebelum sunset dan moonset setelah sunset, hisab kriteria limit Danjon, hisab berdasarkan zona wilayah dunia, rukyat global, rukyat lokal, rukyat mutlak tanpa mempertimbangkan hisab sama sekali meskipun pengujian ilmiah menunjukkan hasil rukyat tersebut bertentangan dengan perhitungan astronomis, kriteria merujuk kepada keputusan Arab Saudi, dan lain-lain. Meskipun demikian, banyaknya kriteria yang disebutkan di atas tetap memungkinkan untuk didiskusikan dan dicari titik temu agar lebih mendekatkan kepada kebenaran dan kesesuaian dengan teks-teks dalil agama serta mengedepankan semangat keummatan dan ukhuwwah Islamiyah.
Semoga paparan singkat di atas bermanfaat dan menambah wawasan.
DR. Rinto Anugraha (rinto74@yahoo.com)
Saat ini sebagai peneliti pasca doktoral dalam bidang Nonlinear Physics di Kyushu University, Fukuoka, JAPAN. Dan juga merupakan dosen fisika di Universitas Gajah Mada
http://eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/hisab-1-sya-ban-1430-h.htm
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram." (At-Taubah:36)
Bulan kedelapan dalam kalender Islam adalah bulan Sya'ban. Bulan Sya'ban menjadi penting buat ummat Islam, karena ia menjadi bulan persiapan terakhir sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Dalam ilmu hisab, bulan ini juga begitu penting, terutama untuk menentukan kapan datangnya tanggal 1 Sya'ban. Dengan mengetahui kapan 1 Sya'ban, hal ini menjadi patokan dasar untuk menentukan kapan datangnya tanggal 1 Ramadhan.
Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, penulis telah menjelaskan tentang waktu-waktu shalat, menentukan posisi matahari dan bulan. Penulis juga melengkapinya dengan file Excel yang dapat diunduh di
* http://www.4shared.com/file/111278266/2fa23c50/Waktu-Shalat.html
* http://www.4shared.com/file/113515408/6d7dc68f/Posisi-Matahari.html
* http://www.4shared.com/file/116396119/a30e2d26/Posisi-Bulan.html
Dengan menggunakan ketiga Excel tersebut (Waktu-Shalat.xls, Posisi-Matahari.xls dan Posisi-Bulan.xls), berikut ini penulis akan menjelaskan bagaimana menghitung hisab untuk 1 Sya'ban 1430 H, meskipun sudah berlalu beberapa hari lalu. Disini sebagai contoh, Jakarta dijadikan sebagai tempat acuan dengan koordinat geografis lintang 6:10 LS dan bujur 106:51 BT (ketinggian 0 meter), serta waktu lokal = UT + 7. Pertama kali kita akan menentukan kapan terjadinya astronomical new moon / ijtimak / konjungsi. Selanjutnya kita akan menentukan kapan terjadinya sunset, serta menghitung posisi matahari dan bulan saat sunset. Sebagai tambahan, akan dihitung pula sudut elongasi dan iluminasi bulan.
Definisi konjungsi adalah ketika bujur ekliptika matahari sama dengan bujur ekliptika bulan. Untuk mengetahui kapan terjadi konjungsi, silakan gunakan dua file Excel, yaitu Posisi-Matahari.xls dan Posisi-Bulan.xls. Secara kebetulan, kita telah mengetahui bahwa pada tanggal 22 Juli 2009 terjadi gerhana matahari. Karena itu pada dua file Excel tersebut, silakan diisi koordinat Jakarta di atas serta masukkan tanggal 22 Juli 2009.
Untuk mengetahui kapan waktu (jam-menit-detik) terjadinya konjungsi, silakan pembaca memasukkan waktu (lokal) pukul 9 lebih 34 menit lebih 59 detik (pukul 9:34:59 waktu lokal Jakarta) pada kedua file Excel tersebut. Pembaca akan memperoleh hasil, bujur ekliptika matahari sama dengan bujur ekliptika bulan, yaitu 119,4425 derajat = 119 derajat 26 menit busur 33 detik busur (119:26:33 derajat). Karena waktu lokal di Jakarta = UT + 7, dengan demikian konjungsi terjadi pada pukul 2:34:59 UT.
Hasil konjungsi geosentrik di atas yaitu pukul 2:34:59 UT sudah cukup baik. Dikatakan demikian karena perhitungan posisi matahari dan bulan dalam file Excel tersebut hanya menggunakan cukup sedikit suku-suku koreksi (kurang dari 10). Hasil ini hanya berbeda sekitar 23 detik saja dari konjungsi yang dihitung dengan menggunakan algoritma VSOP dan ELP yang memberikan hasil konjungsi geosentrik yaitu pukul 2:34:36 UT. Pada algoritma VSOP dan ELP terdapat ribuan suku-suku koreksi. Dengan demikian, kita dapat simpulkan hingga menit terdekat, konjungsi geosentrik terjadi pada tanggal 22 Juli 2009 pukul 2:35 UT atau pukul 9:35 WIB.
Selanjutnya pada tanggal tersebut kita ingin menentukan posisi bulan saat matahari terbenam. Pembaca dapat menggunakan file Waktu-Shalat.xls untuk menentukan waktu maghrib di Jakarta. Dengan memasukkan koordinat Jakarta (ketinggian 0 meter) dan tanggal 22 Juli 2009, diperoleh hasil waktu maghrib terjadi pada pukul 17:53:31 WIB.
Kemudian masukkan waktu pukul 17:53:31 WIB ke dalam file Posisi-Matahari.xls dan Posisi-Bulan.xls. Diperoleh hasil, altitude matahari adalah minus 0:49:37 derajat dan azimuth matahari 290:13:41 derajat. Sementara itu altitude bulan adalah 4:1:21 derajat dan azimuth bulan 289:19:33 derajat.
Hasil di atas akan dibandingkan dengan algoritma VSOP dan ELP. Algoritma VSOP memberikan hasil altitude matahari adalah minus 0:49:45 derajat dan azimuth matahari 290:13:40 derajat. Jadi antara file Posisi-Matahari.xls dengan algoritma VSOP, selisih untuk altitude dan azimuth matahari berturut-turut adalah 8 detik busur (0,002 derajat) dan 1 detik busur (0,0003 derajat). Sementara itu algoritma ELP memberikan hasil altitude bulan adalah 4:1:34 derajat dan azimuth bulan 289:18:30 derajat. Jadi antara file Posisi-Bulan.xls dengan algoritma ELP, selisih untuk altitude dan azimuth bulan berturut-turut adalah sekitar 13 detik busur (0,004 derajat) dan 63 detik busur (0,018 derajat). Paparan dan perbandingan hasil di atas menunjukkan nilai altitude dan azimuth bulan dan matahari yang relatif cukup akurat.
Hasil di atas menunjukkan bahwa pada saat matahari terbenam, ketinggian bulan berada sekitar 4 derajat di atas ufuk. Saat itu bulan belum terbenam. Pada tanggal 22 Juli 2009 tersebut, bulan terbenam di Jakarta pada pukul 18:10:35 WIB, atau 17 menit 4 detik setelah matahari terbenam. Pada saat bulan terbenam tersebut, altitudenya sama dengan 0:10:37 derajat. Untuk menentukan kapan bulan terbenam, carilah waktu ketika altitude bulan = 0,7275*Parallaks - 34 menit busur. Masalah cara menentukan kapan bulan terbit, transit dan terbenam Insya Allah dibahas pada kesempatan lain.
Paparan di atas memberikan hasil pada tanggal 22 Juli 2009, konjungsi (pukul 9:34:59 WIB) terjadi sebelum sunset di Jakarta (17:53:31 WIB), serta moonset di Jakarta (pukul 18:10:35 WIB ) terjadi setelah sunset (17:53:31 WIB). Bagi yang menggunakan kriteria bulan baru (new month, bukan new moon) adalah hisab konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset berapapun altitude bulan, maka tanggal 22 Juli 2009 maghrib sudah dinyatakan sebagai tanggal 1 Sya'ban 1430 H.
Akan tetapi, bagi yang menggunakan kriteria bulan baru adalah hisab tidak saja konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset terlihatnya hilal (ru'yat), tetapi juga sudut elongasi bulan-bumi-matahari harus melebihi limit Danjon (sekitar 7 derajat) dan iluminasi bulan melebihi 1%, maka tanggal 22 Juli 2009 maghrib belum bisa dinyatakan sebagai tanggal 1 Sya'ban 1430 H. Berikut ini paparannya.
Untuk mengetahui sudut elongasi bulan-bumi-matahari, dapat digunakan rumus separasi sudut (angular separation) yang dirumuskan
COS(elongasi) = SIN(altitude matahari)*SIN(altitude bulan) + COS(altitude matahari)*COS(altitude bulan)*COS(azimuth matahari - azimuth bulan).
Hasilnya, sudut elongasi bulan-bumi-matahari sama dengan 4,9326 derajat atau 4:55:57 derajat. Nilai ini hanya berbeda sekitar setengah menit busur dari perhitungan algoritma VSOP dan ELP yang memberikan hasil 4:56:29 derajat. Ternyata, sudut elongasi 4:55:57 derajat masih di bawah limit Danjon (7 derajat) yang merupakan batas minimal secara statistik agar hilal dapat dilihat.
Selanjutnya, dihitung pula nilai iluminasi bulan, yaitu berapa banyak luas permukaan cakram bulan yang terkena sinar matahari dibandingkan dengan luas permukaan cakram bulan. Disini harap dibedakan antara luas permukaan cakram bulan (berbentuk lingkaran) dengan luas permukaan bulan (berbentuk kulit bola). Saat konjungsi, iluminasi bulan sama dengan 0 %, sedangkan saat purnama, iluminasinya 100 %.
* Rumus iluminasi bulan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
* COS(Psi) = COS(Beta2)*COS(Lambda1 - Lambda2)
* TAN(i) = Jarak1*SIN(Psi)/(Jarak2 - Jarak1*COS(Psi)).
* Iluminasi (k) = (1 + COS(i))/2.
Disini, Lambda1 dan Jarak1 berturut-turut adalah bujur ekliptika matahari dan jarak matahari-bumi. Sedangkan Beta2, Lambda2 dan Jarak2 berturut-turut adalah lintang ekliptika bulan, bujur ekliptika bulan dan jarak bulan-bumi. Psi adalah sudut elongasi bulan-bumi-matahari (Sudut Psi bisa pula dikatakan sama dengan sudut elongasi). Sementara i adalah sudut fase bulan (sudut matahari-bulan-bumi) yang nilainya antara 0 hingga 180 derajat. Jika i negatif, tambahkan dengan 180 derajat. Dengan menggunakan tanggal 22 Juli 2009 pukul 17:53:31 WIB saat matahari terbenam di Jakarta, dari file Excel tersebut diperoleh data Lambda1 = 119:46:23 derajat, Jarak1 = 151988568 km, Beta2 = minus 0:23:52 derajat, Lambda2 = 124:41:36 derajat, Jarak2 = 357481 km. Akhirnya berturut-turut diperoleh hasil: COS(Psi) = 0,996291029. SIN(Psi) = 0,086047571. TAN(i) = -0,086572293. Sudut fase bulan (i) = -4,9478905 derajat = 175,0521095 derajat. Akhirnya iluminasi bulan (k) = 0,186%.
Nilai iluminasi bulan sebesar 0,186% atau dibulatkan 0,19% tepat sama dengan hasil perhitungan algoritma VSOP-ELP. Nilai ini jauh lebih kecil daripada batas ambang nilai iluminasi bulan minimal yang memungkinkan untuk dilihat dengan mata manusia, yaitu sekitar 1%. Karena itu, Odeh (Accurate Times) menyatakan bahwa berdasarkan kriteria tersebut, The Crescent Visibility is Not Visible Even With Optical Aid (Bulan sabit tidak dapat dilihat bahkan dengan bantuan alat optik). Jadi, menurut kriteria limit Danjon dan iluminasi bulan, di Jakarta tanggal 22 Juli 2009 maghrib belum dapat dinyatakan sebagai tanggal 1 Sya'ban 1430 H. Menurut kriteria ini, barulah pada sehari sesudahnya yaitu tanggal 23 Juli 2009 saat matahari terbenam, hasil hisab menunjukkan altitude bulan cukup besar yang sangat memungkinkan untuk dilihat. Dengan menggunakan cara yang sama seperti di atas, pada tanggal 23 Juli 2009 di Jakarta saat matahari terbenam pada pukul 17:53:39 WIB, altitude bulan hampir mencapai 18 derajat di atas ufuk, dan akhirnya bulan terbenam pada pukul 19:10:14 WIB.
Selanjutnya, secara singkat dapat ditunjukkan bahwa di seluruh Indonesia pada tanggal 22 Juli 2009 saat matahari terbenam, bulan berada pada altitude dan elongasi antara 4 hingga 5 derajat, yang berarti masih berada di bawah limit Danjon. Iluminasi bulan rata-rata cukup rendah, sekitar 0,1 hingga 0,2 %, yang berarti masih jauh di bawah limit rata-rata kemampuan manusia untuk melihat hilal.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika penentuan 1 Sya'ban 1420 H menggunakan kriteria hisab konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset berapapun altitude bulan, maka 1 Sya'ban 1430 H di Indonesia jatuh pada tanggal 22 Juli 2009 maghrib atau secara efektif tanggal 23 Juli 2009.
Sementara itu jika penentuan 1 Sya'ban 1420 H menggunakan kriteria konjungsi terjadi sebelum sunset dan moonset setelah sunset, serta elongasi di atas limit Danjon dan iluminasi bulan di atas 1%., maka 1 Sya'ban 1430 H di Indonesia jatuh pada satu hari sesudahnya, yaitu 23 Juli 2009 maghrib atau secara efektif tanggal 24 Juli 2009.
Adapun, jika penentuan 1 Sya'ban 1420 H menggunakan hasil eksperimen yaitu pengamatan hilal, maka penetapan 1 Sya'ban 1420 H adalah ketika pada saat maghrib tanggal 22 atau 23 Juli, hilal berhasil dilihat. Atau jika tidak berhasil dilihat, maka digunakanlah langkah istikmal, yaitu menyempurnakan bulan Rajab menjadi genap 30 hari. Tentu saja, untuk dapat menentukan tanggal 29 atau 30 bulan Rajab, maka tanggal 1 Rajab harus terlebih dahulu ditetapkan. Demikian pula untuk bulan-bulan sebelumnya, dan begitu seterusnya. Laporan dari sejumlah praktisi dan pengamat hilal yang tergabung dalam Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) menyatakan bahwa pada 22 Juli 2009 maghrib, hilal gagal dilihat di sejumlah tempat di Indonesia. Sedangkan pada sehari sesudahnya, hilal dengan mudah dilihat.
Paparan di atas yang sederhana dalam menjelaskan perhitungan astronomis dan matematis dalam menentukan tanggal 1 Sya'ban 1430 H tentu saja tidak komprehensif untuk menjabarkan detil-detil seputar perbedaan pendapat dalam menentukan tanggal satu. Insya Allah penulis akan mencoba menjabarkan lebih detil pada kesempatan lain.
Secara singkat menurut hemat penulis, dalam masalah ini ada dua domain yang bekerja, yaitu domain saintifik dan domain agama. Untuk mudahnya dalam membandingkan antara kedua domain tersebut dalam hubungannya dengan bulan, domain saintifik berhubungan dengan perhitungan dan pengamatan moon (al-qamar dalam bahasa Arab atau tsuki dalam bahasa Jepang). Sementara domain agama berkaitan dengan penetapan month (asy-syahru atau getsu). Kedua jenis "bulan" tersebut tentu saja berbeda, namun memiliki kaitan erat.
Dalam hal ini, domain penulis disini adalah domain saintifik yaitu menghitung posisi benda langit (matahari dan bulan), serta menguji apakah suatu eksperimen (pengamatan hilal) benar-benar mengamati obyek yang dimaksud. Sebab sangat mungkin, sesuatu yang dianggap hilal ternyata jika diteliti lebih lanjut sesungguhnya bukan hilal, jika dilihat dari data astronomis (waktu pengukuran, altitude, azimuth, sudut kemiringan bulan sabit).
Adapun domain kedua, yaitu domain agama dalam menentukan tanggal 1 bulan-bulan Islam, disini adalah domain ulul amri dan alim ulama. Ini diluar domain penulis. Metode dan cara manakah yang akan diambil oleh ulul amri dan alim ulama, menurut pendapat penulis, hal itu menjadi kewenangan mereka. Sejauh pengetahuan penulis ada banyak kriteria yang sejauh ini berlaku dan tersebar di berbagai negara muslim, seperti hisab dengan kriteria konjungsi setelah shubuh, hisab kriteria konjungsi sebelum sunset dan moonset setelah sunset, hisab kriteria limit Danjon, hisab berdasarkan zona wilayah dunia, rukyat global, rukyat lokal, rukyat mutlak tanpa mempertimbangkan hisab sama sekali meskipun pengujian ilmiah menunjukkan hasil rukyat tersebut bertentangan dengan perhitungan astronomis, kriteria merujuk kepada keputusan Arab Saudi, dan lain-lain. Meskipun demikian, banyaknya kriteria yang disebutkan di atas tetap memungkinkan untuk didiskusikan dan dicari titik temu agar lebih mendekatkan kepada kebenaran dan kesesuaian dengan teks-teks dalil agama serta mengedepankan semangat keummatan dan ukhuwwah Islamiyah.
Semoga paparan singkat di atas bermanfaat dan menambah wawasan.
DR. Rinto Anugraha (rinto74@yahoo.com)
Saat ini sebagai peneliti pasca doktoral dalam bidang Nonlinear Physics di Kyushu University, Fukuoka, JAPAN. Dan juga merupakan dosen fisika di Universitas Gajah Mada
http://eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/hisab-1-sya-ban-1430-h.htm
Perpustakaan Masjid Perlu Tenaga Profesional
YOGYAKARTA -- Perpustakaan masjid di Indonesia tidak mempunyai tenaga profesional sehingga buku-buku yang dimiliki tidak terawat dengan baik. Padahal buku literatur tersebut merupakan sumber ilmu.
Permasalahan tersebut terungkap dalam 'Workshop Peningkatan Kualitas Pengelola Literatur Masjid' di Yogyakarta, Selasa-Jumat (21-24/7). Workshop diikuti 70 orang pengelola perpustakaan masjid dari seluruh Indonesia.
''Paling banyak literatur yang dimiliki masjid Alquran dan Kitab Tafsir. Kemudian disusul Kitab Hadits, Kitab Fikih, Kitab Tauhid. Sedang buku-buku umum sangat minim,'' kata Prof Dr H Maidir Harun, Kepala Pulitbang Lektur Keagamaan Depag di Yogyakarta, Jumat (24/7).
Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI menggelar workshop dengan harapan, perpustaan masjid di Indonesia bisa lebih baik.
Maidir Harun, juga mengharapkan agar melalui workshop ditemukan solusi terbaik untuk memperbaiki perpustakaan masjid di Indonesia. Sekaligus melalui perpustakaan masjid bisa menumbuhkan minat baca masyarakat. ''Minat baca masyarakat juga merupakan persoalan tersendiri,'' kata Maidir.
Masyarakat, kata Maidir, masih lebih suka mendapatkan dakwah bil lisan. Karena itu, melalui perpustakaan wawasan masyarakat bisa lebih meningkat yaitu mendapatkan ilmu agama dari dakwah bil qiroah.
Untuk menuju ke tingkat dakwah bil qiroah, perpustakaan masjid tidak hanya dikelola oleh tenaga profesional, tetapi juga dilengkapi dengan buku-buku yang dibutuhkan masyarakat sekitar masjid. Sehingga para pengunjung perpustakaan dapat menemukan buku-buku yang diinginkan.
Kata Maidir, untuk menambah koleksi buku, masing-masing pengelola diminta untuk kreatif mencari donaturnya. Sehingga perpustakaan masjid tidak bisa tergantung pada Depag saja.
Sementara Prof Dr Nazaruddin Umar, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, mengatakan bahwa masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja. Di zaman Rasullah, masjid juga berfungsi untuk berkesenian, rumah sakit, pengadilan, pengumuman penting, latihan perang, tempat tahanan perang, kegiatan ekonomi dan lain-lain.
Namun masjid yang ada saat ini lebih banyak sebagai tempat ibadah saja. Karena itu, Dirjen sangat mendukung upaya untuk menggalakan perpustakaan masjid di Indonesia. Ia mengharapkan agar masjid bisa berfungsi sebagai kegiatan masyarakat seperti di zaman Rasullah.
Untuk bisa menghidupkan atau memberdayakan masjid, kata Nazaruddin, takmir harus bekerjasama dengan pihak lain. Seperti sebagian lahan masjid digunakan untuk membangun pertokoan. Sehingga di sini akan ada dinamika perekonomian dan masyarakat bisa belajar menjadi entreperenur atau wirausaha. ''Untuk ini dibutuhkan manajer,'' katanya.
Namun Nazaruddin juga mengingatkan agar dalam memilih partner kerjasama harus hati-hati, sebab saat ini banyak orang yang ingin mengelola masjid. Karena itu, takmir masjid harus memilih orang yang tepat untuk ikut mengelola masjid. hep/taq
http://www.republika.co.id/berita/64677/Perpustakaan_Masjid_Perlu_Tenaga_Profesional
Rumput Tetangga Memang Selalu Tampak Lebih Berpelangi
Jika berjalan-jalan ke Puncak atau ke Lembang, sejauh mata memandang, yang terlihat adalah hamparan hijaunya perkebunan teh. Bak permadani lembut yang dihamparkan Allah untuk kita pergi bermain diatasnya. Selalu tergoda untuk berada diatasnya dan tak jarang pula ada perasaan ingin memilikinya meski hanya sepetak dibelakang rumah kita.
Pun dalam kehidupan manusia. Berjuta orang dengan latar belakang dan warna kehidupan masing-masing. Seseorang yang masih lajang mempunyai pekerjaan yang mapan dengan penghasilan diatas rata-rata, seorang ayah yang mempunyai banyak tanggungan tapi harus kesana kemari demi sesuap nasi bagi keluarganya, seseorang yang sudah berkeluarga yang mempunyai pendidikan tinggi dan karir yang dicita-citakan tapi tanpa kehadiran seorang amanah diantaranya, seorang istri yang mengurus rumah tangga sampai tak ada waktu untuk menjalankan mimpi-mimpinya dan siapapun mereka dengan latar belakang apapun, tak jarang masih banyak orang yang ingin saling bertukar posisi.
"Andai saya menjadi si A atau menjadi si X pasti kehidupan ku tak akan begini dan akan selalu bahagia jika dalam posisinya" ataupun beribu alasan lainnya yang berandai-andai.
Cerita seorang Karun adalah sebuah kisah yang bisa dijadikan sebuah renungan, ketika seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa. Kemudian ketika Allah menawarkan kekayaan, Karun mulai membayangkan sebuah kehidupan yang indah jika semua kenikmatan duniawi berada didalam genggamannya. Dan begitulah Karun terpedaya dengan semua kenikmatan semu, melupakan semua ibadah yang biasa dilakukannya. Sehingga Allah mengazab dan menenggelamkannya bersama seluruh harta yang lebih ia cintai dari Kekasihnya semula.
Sebuah pengandaian dari seorang karun yang berakhir dibawah tanah bersama seluruh impiannya.
Seorang manusia tak kan luput dari yang namanya sebuah keinginan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari yang sedang dijalaninya. Pun dengan seorang Fatimah Azzahra putri Rasulullah SAW. Dikisahkan ketika Rasul sedang berkunjung ke rumah Fatimah, Rasul mendapati Fatimah sedang menggiling syari (sejenis padi-padian) dengan penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasul bertanya apa yang menyebabkan Fatimah begitu bersedih, Fatimah menjawab bahwa kegiatannya menggiling syari dan pekerjaan rumah tanggalah yang menyebabkannya menangis. Kemudian Fatimah memohon kepada ayahnya, Rasulullah SAW, untuk meminta Ali, suaminya, mencarikan seorang khadimat sekedar meringankan pekerjaannya seputar rumah tangga.
Rasul dengan tenang menjawab pertanyaan putri tercintanya Fatimah. Bahwasanya Allah mampu jika berkehendak, penggilingan syari tersebut berputar sendiri mengerjakan pekerjaanya, ataupun memudahkan segala pekerjaan rumah tangganya. Tetapi Allah menginginkan kebaikan ditulis dari tangan Fatimah sendiri dan menghapuskan keburukannya melalui semua rutinitasnya dalam pekerjaan rumah tangga. Jika semua amalnya terus dilakukan maka Allah akan mengampuninya dari sesuatu yang telah lalu dan dari sesuatu yang akan datang. Rasul pun tak luput menggambarkan kemudahan sakaratul maut juga keindahan taman-taman surgawi jika seorang istri melayani suami dengan sepenuh hati.
Dua kisah yang dapat kita jadikan tauladan dalam kehidupan, ketika rasa ketidak puasan akan kehidupan yang sedang dijalani hadir dalam kehidupan kita. Allah mengabulkan keinginan Karun, ketika ia menghendaki sebuah kehidupan yang indah di dunia dengan akhir kehidupannya ditenggelamkan Allah didasar tanah. karena Karun tidak mampu memegang amanah yang telah Allah berikan. Tetapi Allah begitu menyayangi seorang Fatimah yang sedang berkeluh kesah terhadap ayahanda tercintanya, tentang kehidupan yang dijalaninya, dengan menjanjikan kehidupan di taman surgawi jika Fatimah ikhlas menjalaninya.
Bukan sebuah dosa jika kita mempunyai keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ketika rasa itu muncul karena melihat kehidupan orang lain yang menurut kita lebih indah dibanding kehidupan kita sendiri. Karena memang Allah telah menjadikannya terasa indah dimata manusia mencintai apa yang diinginkan berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Karena itu semua adalah kesenangan dunia. Semua tercantum dengan jelas dalam Al-Quran, surat Ali-Imran, ayat 14.
Jadi ketika seorang ibu rumah tangga melihat wanita lain yang tenang menjalani hidupnya, tanpa disibukkan dengan segala kegiatan rumah tangga, adalah sebuah kewajaran jika timbul keinginan dibebaskannya dalam rutinitasnya sehari-hari. Ketika seseorang yang masih sendirian melihat orang lain yang mapan menjalani kehidupannya, bersama suami atau istri dan anak-anak tercintanya, kemudian timbul perasaan harap-harap cemas, kapan akan bertemu pujaan hatinya dan menjalani kehidupan normal layakanya sebuah keluarga harmoni, hal itu adalah lumrah. Ketika seorang ayah yang membanting tulang mencari rezeki, agar keluarganya tercinta mendapatkan kehidupan yang layak dan melihat orang lain begitu mudahnya mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa harus bersusah payah, kemudian timbul kerinduannya akan kehidupan ketika semua masih terasa mudah untuk dijalani tanpa adanya tanggung jawab besar, hal itu bukanlah sebuah dosa.
Tetapi jika seorang manusia ikhlas dengan apa yang sedang dijalaninya, Allah telah mengabarkan berita yang lebih indah dari pada semua kenikmatan duniawi. Tersedia baginya disisi Allah taman-taman surgawi dimana manusia kekal hidup didalamnya, dengan pasangan-pasangan suci dan ridha Allah menyertainya, Allah Maha melihat hamba-hambanya. Dan hal ini pun muktamat Allah cantumkan dalam AlQuran, surat Ali-Imran, ayat 15.
Rumput yang hijau nan indah pun sejuk memang akan selalu menggoda kita untuk datang dan bersantai diatas hamparannya, apalagi rumput indah itu adalah milik tetangga kita tercinta atau orang terdekat. Tapi kawan.... rumput mereka memang akan selalu tampak indah dimata kita dan akan selalu timbul keinginan untuk memiliki dan mencintainya. Rumput itu tidak hanya berwarna hijau saja tapi malah akan tampak berpelangi, jika kita bersyukur dengan yang kita jalani saat ini. Karena syetan akan selalu mempunyai seribu cara untuk mewarnai rumput tersebut agar tampak selalu indah di mata kita. Wallohu'alam.....
oleh Hani Miftahuljannah
http://eramuslim.com/oase-iman/rumput-tetangga-memang-selalu-tampak-lebih-berpelangi.htm
Pun dalam kehidupan manusia. Berjuta orang dengan latar belakang dan warna kehidupan masing-masing. Seseorang yang masih lajang mempunyai pekerjaan yang mapan dengan penghasilan diatas rata-rata, seorang ayah yang mempunyai banyak tanggungan tapi harus kesana kemari demi sesuap nasi bagi keluarganya, seseorang yang sudah berkeluarga yang mempunyai pendidikan tinggi dan karir yang dicita-citakan tapi tanpa kehadiran seorang amanah diantaranya, seorang istri yang mengurus rumah tangga sampai tak ada waktu untuk menjalankan mimpi-mimpinya dan siapapun mereka dengan latar belakang apapun, tak jarang masih banyak orang yang ingin saling bertukar posisi.
"Andai saya menjadi si A atau menjadi si X pasti kehidupan ku tak akan begini dan akan selalu bahagia jika dalam posisinya" ataupun beribu alasan lainnya yang berandai-andai.
Cerita seorang Karun adalah sebuah kisah yang bisa dijadikan sebuah renungan, ketika seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa. Kemudian ketika Allah menawarkan kekayaan, Karun mulai membayangkan sebuah kehidupan yang indah jika semua kenikmatan duniawi berada didalam genggamannya. Dan begitulah Karun terpedaya dengan semua kenikmatan semu, melupakan semua ibadah yang biasa dilakukannya. Sehingga Allah mengazab dan menenggelamkannya bersama seluruh harta yang lebih ia cintai dari Kekasihnya semula.
Sebuah pengandaian dari seorang karun yang berakhir dibawah tanah bersama seluruh impiannya.
Seorang manusia tak kan luput dari yang namanya sebuah keinginan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari yang sedang dijalaninya. Pun dengan seorang Fatimah Azzahra putri Rasulullah SAW. Dikisahkan ketika Rasul sedang berkunjung ke rumah Fatimah, Rasul mendapati Fatimah sedang menggiling syari (sejenis padi-padian) dengan penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasul bertanya apa yang menyebabkan Fatimah begitu bersedih, Fatimah menjawab bahwa kegiatannya menggiling syari dan pekerjaan rumah tanggalah yang menyebabkannya menangis. Kemudian Fatimah memohon kepada ayahnya, Rasulullah SAW, untuk meminta Ali, suaminya, mencarikan seorang khadimat sekedar meringankan pekerjaannya seputar rumah tangga.
Rasul dengan tenang menjawab pertanyaan putri tercintanya Fatimah. Bahwasanya Allah mampu jika berkehendak, penggilingan syari tersebut berputar sendiri mengerjakan pekerjaanya, ataupun memudahkan segala pekerjaan rumah tangganya. Tetapi Allah menginginkan kebaikan ditulis dari tangan Fatimah sendiri dan menghapuskan keburukannya melalui semua rutinitasnya dalam pekerjaan rumah tangga. Jika semua amalnya terus dilakukan maka Allah akan mengampuninya dari sesuatu yang telah lalu dan dari sesuatu yang akan datang. Rasul pun tak luput menggambarkan kemudahan sakaratul maut juga keindahan taman-taman surgawi jika seorang istri melayani suami dengan sepenuh hati.
Dua kisah yang dapat kita jadikan tauladan dalam kehidupan, ketika rasa ketidak puasan akan kehidupan yang sedang dijalani hadir dalam kehidupan kita. Allah mengabulkan keinginan Karun, ketika ia menghendaki sebuah kehidupan yang indah di dunia dengan akhir kehidupannya ditenggelamkan Allah didasar tanah. karena Karun tidak mampu memegang amanah yang telah Allah berikan. Tetapi Allah begitu menyayangi seorang Fatimah yang sedang berkeluh kesah terhadap ayahanda tercintanya, tentang kehidupan yang dijalaninya, dengan menjanjikan kehidupan di taman surgawi jika Fatimah ikhlas menjalaninya.
Bukan sebuah dosa jika kita mempunyai keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ketika rasa itu muncul karena melihat kehidupan orang lain yang menurut kita lebih indah dibanding kehidupan kita sendiri. Karena memang Allah telah menjadikannya terasa indah dimata manusia mencintai apa yang diinginkan berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Karena itu semua adalah kesenangan dunia. Semua tercantum dengan jelas dalam Al-Quran, surat Ali-Imran, ayat 14.
Jadi ketika seorang ibu rumah tangga melihat wanita lain yang tenang menjalani hidupnya, tanpa disibukkan dengan segala kegiatan rumah tangga, adalah sebuah kewajaran jika timbul keinginan dibebaskannya dalam rutinitasnya sehari-hari. Ketika seseorang yang masih sendirian melihat orang lain yang mapan menjalani kehidupannya, bersama suami atau istri dan anak-anak tercintanya, kemudian timbul perasaan harap-harap cemas, kapan akan bertemu pujaan hatinya dan menjalani kehidupan normal layakanya sebuah keluarga harmoni, hal itu adalah lumrah. Ketika seorang ayah yang membanting tulang mencari rezeki, agar keluarganya tercinta mendapatkan kehidupan yang layak dan melihat orang lain begitu mudahnya mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa harus bersusah payah, kemudian timbul kerinduannya akan kehidupan ketika semua masih terasa mudah untuk dijalani tanpa adanya tanggung jawab besar, hal itu bukanlah sebuah dosa.
Tetapi jika seorang manusia ikhlas dengan apa yang sedang dijalaninya, Allah telah mengabarkan berita yang lebih indah dari pada semua kenikmatan duniawi. Tersedia baginya disisi Allah taman-taman surgawi dimana manusia kekal hidup didalamnya, dengan pasangan-pasangan suci dan ridha Allah menyertainya, Allah Maha melihat hamba-hambanya. Dan hal ini pun muktamat Allah cantumkan dalam AlQuran, surat Ali-Imran, ayat 15.
Rumput yang hijau nan indah pun sejuk memang akan selalu menggoda kita untuk datang dan bersantai diatas hamparannya, apalagi rumput indah itu adalah milik tetangga kita tercinta atau orang terdekat. Tapi kawan.... rumput mereka memang akan selalu tampak indah dimata kita dan akan selalu timbul keinginan untuk memiliki dan mencintainya. Rumput itu tidak hanya berwarna hijau saja tapi malah akan tampak berpelangi, jika kita bersyukur dengan yang kita jalani saat ini. Karena syetan akan selalu mempunyai seribu cara untuk mewarnai rumput tersebut agar tampak selalu indah di mata kita. Wallohu'alam.....
oleh Hani Miftahuljannah
http://eramuslim.com/oase-iman/rumput-tetangga-memang-selalu-tampak-lebih-berpelangi.htm
Meraih Gelar Ratu Kecantikan, Tapi Tetap Bercadar
Ia dinobatkan sebagai Ratu Kecantikan Arab Saudi. Meski demikian, ia tetap tak melepas cadarnya
Hidayatullah.com--Aya Ali al-Mulla dinobatkan sebagai Ratu Kecantikan Arab Saudi di Riyadh, Jumat (24/7). Dia mengalahkan 274 pesaing dan berhak atas hadiah uang, perhiasan, mahkota, dan perjalanan ke Malaysia.
Semuanya diperoleh tanpa memperlihatkan wajah yang terus tertutup cadar. Dengan baju hitam abaya yang menutupinya dari ujung rambut hingga ujung kaki, gadis berusia 18 tahun itu disebut sebagai ”Ratu Kecantikan Moral”.
Dalam kontes ini sama sekali tidak ada sesi memakai baju renang atau gaun malam, seperti biasa dilakukan pada kontes kecantikan. Selain mendapatkan hadiah, pemenangnya juga harus menjalani ujian selama tiga bulan, harus membuktikan bakti kepada orangtua, keluarga, dan masyarakat.
Tidak jelas apa yang dilakukan Mulla hingga dia dapat mengalahkan pesaingnya. Akan tetapi, harian Al-Watan melaporkan, gadis lulusan SMA itu memiliki nilai bagus dan berharap dapat melanjutkan ke sekolah kedokteran.
Kontes kecantikan yang fokus pada kecantikan fisik tidak pernah ada pada kebudayaan Arab. Penyelenggara Kontes Kecantikan Moral ini, Khadra al-Mubarak, menyatakan tetap fokus pada kecantikan dari dalam. [ap/afp/kom/www.hidayatullah.com]
http://hidayatullah.com/berita/internasional/8857-meraih-gelar-ratu-kecantikan-tapi-tetap-bercadar.html
Hidayatullah.com--Aya Ali al-Mulla dinobatkan sebagai Ratu Kecantikan Arab Saudi di Riyadh, Jumat (24/7). Dia mengalahkan 274 pesaing dan berhak atas hadiah uang, perhiasan, mahkota, dan perjalanan ke Malaysia.
Semuanya diperoleh tanpa memperlihatkan wajah yang terus tertutup cadar. Dengan baju hitam abaya yang menutupinya dari ujung rambut hingga ujung kaki, gadis berusia 18 tahun itu disebut sebagai ”Ratu Kecantikan Moral”.
Dalam kontes ini sama sekali tidak ada sesi memakai baju renang atau gaun malam, seperti biasa dilakukan pada kontes kecantikan. Selain mendapatkan hadiah, pemenangnya juga harus menjalani ujian selama tiga bulan, harus membuktikan bakti kepada orangtua, keluarga, dan masyarakat.
Tidak jelas apa yang dilakukan Mulla hingga dia dapat mengalahkan pesaingnya. Akan tetapi, harian Al-Watan melaporkan, gadis lulusan SMA itu memiliki nilai bagus dan berharap dapat melanjutkan ke sekolah kedokteran.
Kontes kecantikan yang fokus pada kecantikan fisik tidak pernah ada pada kebudayaan Arab. Penyelenggara Kontes Kecantikan Moral ini, Khadra al-Mubarak, menyatakan tetap fokus pada kecantikan dari dalam. [ap/afp/kom/www.hidayatullah.com]
http://hidayatullah.com/berita/internasional/8857-meraih-gelar-ratu-kecantikan-tapi-tetap-bercadar.html
Islam di Prancis Terbesar di Eropa
Buruh migran memicu pesatnya perkembangan Islam di Prancis.
Islam adalah agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Karena dasar itu, agama Islam pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi ini. Mulai dari jazirah Arabia, Asia, Afrika, Amerika, hingga Eropa.
Pada abad ke-20, Islam berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropa. Perlahan-lahan, masyarakat di benua biru yang mayoritas beragama Kristen dan Katholik ini mulai menerima kehadiran Islam. Tak heran bila kemudian Islam menjadi salah satu agama yang mendapat perhatian serius dari masyarakat Eropa.
Di Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di seantero Prancis.
Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis.
Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Peran buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang dengan pesat. Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam. Secara perlahan-lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk Islam.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.
Tak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin dipersempit, bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka.
Pelajar Muslim
Pada tahun 1970-an, imigran Muslim kembali mendatangi negara pencetus trias politica itu. Kali ini, para pelajar Muslim yang datang ke Prancis untuk menuntut ilmu. Kedatangan para pelajar ini menjadi faktor penting yang mengambil peran besar dan penting dalam mendorong penyebaran Islam dan berkehidupan Islam di jantung negeri Napoleon Bonaparte ini.
Tahun 1985, diselenggarakan konferensi besar Islam yang dibiayai Rabithah Alam Islami (Organisasi Islam Dunia). Turut serta dalam konferensi itu 141 negara Islam dengan keputusan mendirikan Federasi Muslim Prancis.
Peristiwa besar ini tidak luput dari perhatian dunia, mengingat kehadiran umat Islam di salah satu negara Eropa selalu menjadi dilema bagi para penguasa setempat, terutama yang menyangkut ketenagakerjaan (buruh) dan masalah sosial.
Hasil konferensi dan terbentuknya federasi Muslim itu berhasil mempersatukan sebanyak 540 buah organisasi Islam di seluruh Prancis dan melindungi 1600 buah masjid, lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan gedung-gedung milik umat Islam.
Dengan kondisi ini, barisan (saf) umat Islam pun semakin kokoh. Yang lebih menggembirakan lagi, kebanyakan anggota federasi yang menjalankan roda organisasi justru berasal dari kaum muda-mudi Muslim berkebangsaan Prancis sendiri.
Federasi ini bertujuan berperan aktif dalam menyukseskan kegiatan keislaman di Prancis dan memberikan pengetahuan dan pendidikan tentang Islam kepada warga Prancis.
Lembaga ini berperan besar dalam menjembatani umat Islam Prancis dengan pemerintah setempat, terutama dalam menyuarakan kepentingan umat Islam.
''Dengan kesepakatan ini, umat Islam punya hak yang sama dengan umat Katholik, Yahudi, dan Protestan,'' kata seorang menteri di pemerintahan, Nicolas Sarkozy.
Organisasi itu merupakan gabungan dari tiga organisasi besar Islam di Prancis, yakni Masjid Paris, Federasi Nasional Muslim, dan Persatuan Organisasi Islam Prancis.
Pelarangan Jilbab
Prancis, yang juga terkenal sebagai negara mode ini, pernah melarang Muslimah menggunakan jilbab sekitar tahun 1989. Pelajar Muslimah dikeluarkan dari kelas karena memakai jilbab, pekerja Muslimah dipecat dari kantornya karena mengenakan jilbab. Namun, mereka tidak menyerah begitu saja. Umat Islam Prancis menggoyang Paris dengan aksi-aksi demo menuntut kebebasan. Dan, umat Islam di berbagai negara pun turut melakukan protes atas kebijakan tersebut.
Akhirnya, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada 2 November 1992 yang memperbolehkan para siswi Muslimah untuk mengenakan jilbab di sekolah-sekolah negeri.
Sekarang, tampilnya wanita-wanita berjilbab di Prancis menjadi satu fenomena keislaman yang sangat kuat di negeri tersebut. Mereka bukan hanya hadir di masjid-masjid atau pusat-pusat keagamaan Islam lainnya, melainkan juga di sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi negeri, dan tempat-tempat umum lainnya.
Banyak hal yang memengaruhi perkembangan Islam di Perancis. Salah satunya adalah Perang Teluk 1991 yang menyebabkan munculnya krisis identitas di kalangan anak muda Muslim di Prancis. Kondisi ini mendorong mereka lebih rajin datang ke masjid. Gerakan Intifada di Palestina juga mendorong makin banyaknya Muslim Perancis yang beribadah ke masjid.
Umat Islam di Prancis memiliki peranan yang sangat penting. Mereka memainkan peranan dalam semua sektor. Mulai dari pendidikan, lembaga keuangan, pemerintahan, olahraga, sosial, dan lainnya.
Bahkan, pada Perang Dunia I dan II, umat Islam di Eropa tercatat turut menentang pendudukan Nazi. Keikutsertaan umat Islam dalam menentang pendudukan Nazi menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan kemerdekaan Prancis.
Masjid dan Sekolah Islam Meningkat
Seiring dengan berkembangannya agama Islam di negara Prancis, jumlah sarana ibadah dan kegiatan keislaman pun semakin meningkat.
Menurut survei yang dilakukan kelompok Muslim Prancis, sampai tahun 2003, jumlah masjid di seantero Prancis mencapai 1.554 buah. Mulai dari yang berupa ruangan sewaan di bawah tanah sampai gedung yang dimiliki oleh warga Muslim dan dibangun di tempat-tempat umum.
Perkembangan Islam dan masjid di Prancis juga ditulis oleh seorang wartawan Prancis yang juga pakar tentang Islam, Xavier Ternisien. Dalam buku terbarunya, Ternisien menulis, di kawasan Saint Denis, sebelah utara Prancis, terdapat kurang lebih 97 masjid, sementara di selatan Prancis sebanyak 73 masjid.
Ternisien menambahkan, masjid-masjid yang banyak berdiri di Prancis dengan kubah-kubahnya yang khas menunjukkan bahwa Islam kini makin mengemuka di negara itu. Islam di Prancis bukan lagi agama yang di masa lalu bergerak secara diam-diam.
''Masjid-masjid yang ada di Prancis kini bahkan dibangun atas tanah milik warga Muslim sendiri, bukan lagi di tempat sewaan seperti pada masa lalu,'' ujarnya.
Tampaknya, pada tahun-tahun mendatang, jumlah masjid akan makin bertambah di Prancis. Sejumlah masjid yang ada sekarang terkadang tidak bisa menampung semua jamaah. Masjid di kawasan Belle Ville dan Barbes, misalnya, sebagian jamaah terpaksa harus shalat sampai ke pinggiran jalan.
Awalnya, masjid-masjid yang ada di Prancis didirikan oleh orang-orang Muslim asal Pakistan yang bekerja di pabrik-pabrik di Paris, Prancis. Mereka mengubah ruangan kecil tempat makan siang atau berganti pakaian menjadi ruangan untuk shalat. Terkadang, mereka menggunakan ruangan di asramanya sebagai sarana ibadah. Sehingga, hal itu terus berkembang dan menyebar.
Perkembangan yang terus meningkat itu membuat sebagian masyarakat Prancis khawatir. Masjid-masjid yang ada sering menjadi sasaran serangan yang berbau rasisme. Masa suram masjid di Prancis terjadi pada tahun 2001. Sejumlah masjid menjadi sasaran serangan dengan menggunakan bom molotov. Bahkan, ada masjid yang dibakar. Bentuk serangan lainnya adalah menggambari dinding-dinding masjid dan dinding rumah imam-imam masjid dengan lambang swastika. Namun, sejauh ini, belum ada organisasi hak asasi manusia atau asosiasi Muslim yang mempersoalkan serangan-serangan itu.
Sekolah
Tak hanya masjid yang tumbuh, lembaga pendidikan Islam di negeri mode ini pun turut berkembang. Sejumlah sekolah Islam berdiri di Prancis. Sampai kini, sedikitnya ada empat sekolah Muslim swasta.
''Pemerintah belum lama ini memberi izin untuk memulai operasi,'' ujar Mahmoud Awwad, sponsor dan direktur sekolah Education et Savior.
Awalnya, sebuah sekolah didirikan di Vitrerie, pinggiran selatan Paris. Kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum pendidikan nasional Prancis, namun ada tambahan pelajaran khusus muatan lokal tentang keislaman, seperti bahasa Arab dan agama Islam.
Education et Savior adalah sekolah kedua yang dibuka di Paris setelah sekolah Reussite di pinggiran Aubervilliers, utara Paris, dan yang keempat di Prancis. Dua sekolah swasta Islam lainnya adalah Ibn Rushd di Kota Lille, utara Prancis, dan Al-Kindi di Kota Lyon.
Selama ini, umat Islam di Prancis ingin memiliki sekolah swasta Islam setelah Paris melarang jilbab dan simbol keagamaan di sekolah negeri empat tahun lalu. Siswi Muslim yang memakai jilbab akan dikeluarkan dari sekolah dan kondisi ini membuat masa depan mereka suram.
Awwad mengaku, pihaknya tidak sulit mendapatkan izin pendirian sekolah Islam. ''Tidak seperti sekolah Al-Kindi, kami tidak menemui rintangan,'' ujar Awwad. Pembukaan Al-Kindi di Lyon mendapat hambatan saat dibuka pada 2006.
Academy of Lyon, badan pendidikan negara yang tertinggi di kota itu, menolak izin operasional sekolah itu dan menutup sekolah dengan alasan pihak sekolah tidak memenuhi standar kebersihan dan keselamatan. Namun, Pengadilan Administratif di Lyon membatalkan penutupan itu pada Februari tahun lalu. Ini berarti sekolah Al-Kindi bisa membuka ajaran baru pada Maret 2007.
Menurut para pemimpin Muslim Prancis, insiden di Al-Kindi justru mendorong masyarakat Muslim untuk membuka sekolah serupa. ''Kontroversi Al-Kindi mendobrak ketakutan di minoritas Muslim untuk memiliki sekolah lebih banyak,'' ujar Lhaj Thami Breze, ketua Organisasi Persatuan Islam di Prancis, UOIF. osa/taq
http://www.republika.co.id/berita/65037/Islam_di_Prancis_Terbesar_di_Eropa
Menyimpan Uang atau Emas, Bolehkah?
Siapa sih yang tidak suka memiliki perhiasan atau emas atau perak dalam jumlah yang besar? Pasti, tidak ada yang tidak suka. Artinya semua orang pasti suka. Sehingga banyak cara dilakukan untuk mengumpulkannya bahkan menimbunnya.
Padahal Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas-perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengan dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS..at-Taubah, 9:34-35)
Pertanyaannya, bagaimana kalau kita menyimpan harta dalam bentuk tabungan di bank, apakah itu juga bisa disamakan dengan menimbun emas dan perak?
lalu jika kita berinvestasi dalam bentuk emas dan perak (dinar dan dirham) apakah itu juga dilarang?
Pengertian menimbun harta (kanzul maal) yang diharamkan Allah dalam QS. At-Taubah [9] :34, adalah menimbun emas dan perak (atau uang) tanpa suatu keperluan (hajat). Yakni semata menyimpan uang agar tidak beredar di pasar atau menyimpan mata uang tertentu dalam rangka profit taking (menunggu harga naik, lalu dijual), maka Ini haram berdasar firman Allah :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beri mereka kabar gembira berupa azab yang pedih.” (QS. At-Taubah [9] : 34).
Adapun jika menyimpan harta karena ada suatu keperluan, misalnya untuk membangun rumah, untuk biaya nikah, untuk modal usaha, atau untuk berhaji, maka ini tidak termasuk menimbun harta, tapi disebut menabung (al-iddikhar) yang hukumnya boleh asalkan tidak mengandung riba.
Rasulullah saw dalam hadisnya cukup memberikan arahan kepada umatnya supaya menabung untuk tujuan yang telah ditentukan. Ini dapat kita lihat dari beberapa hadis :
“…Rasulullah saw pernah membeli kurma dari Bani Nadhir dan menyimpannya untuk perbekalan setahun buat keluarga…” (Hadis riwayat Bukhari);
“Simpanlah sebagian dari hartamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (Hadis riwayat Bukhari).
Namun, perlu diketahui ada kewajiban berzakat jika simpanan uang atau emas kita yang ada di deposito atau tabungan telah (1) mencapai nishab, (2) sudah haul (berlalu setahun).
Nishab emas adalah 85 gr emas sedang nishab perak 595 gr perak. Perhitungan haul (mengendap setahun) didasarkan pada sistem kalender Islam (qamariyah), bukan kalender masehi (syamsiyah). Zakatnya 2,5%.
Misal, pada 1 Muharam 1428 H, Assegaf punya emas yang telah mencapai nishab, katakan 100 gr emas. Jika dia memiliki emas itu selama satu tahun hingga 1 Muharam 1429 H (sudah haul), wajib dizakati sebesar 2,5% X 100 gr = 2,5 gr emas. Zakat boleh dikeluarkan dalam bentuk emas, atau harta lain yang senilai (qimah), misal diuangkan senilai 2,5 gr emas. Nabi SAW pernah mengambil baju sebagai pembayaran zakat emas (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 169).
Uang kertas yang kita tabungkan di bank atau di bawah bantal juga wajib dizakati, meski bukan berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama dengan dinar dan dirham yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang dan jasa. Ketentuan zakat uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak. Contoh, Nani punya uang Rp 20 juta. Ini berarti sudah melebihi nishab (asumsinya harga 1 gr emas = Rp 200 ribu, berarti nishab zakat uang Rp 17 juta). Jika uang itu sudah dimiliki selama satu tahun (haul), wajib dizakati 2,5% X Rp 20 juta = Rp 500 ribu.
Wallahu a’lam bishawab. [ ]
by muhammadsugiono
http://muhammadsugiono.wordpress.com/2008/12/31/menyimpan-uang-atau-emas-bolehkah/
Padahal Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas-perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengan dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS..at-Taubah, 9:34-35)
Pertanyaannya, bagaimana kalau kita menyimpan harta dalam bentuk tabungan di bank, apakah itu juga bisa disamakan dengan menimbun emas dan perak?
lalu jika kita berinvestasi dalam bentuk emas dan perak (dinar dan dirham) apakah itu juga dilarang?
Pengertian menimbun harta (kanzul maal) yang diharamkan Allah dalam QS. At-Taubah [9] :34, adalah menimbun emas dan perak (atau uang) tanpa suatu keperluan (hajat). Yakni semata menyimpan uang agar tidak beredar di pasar atau menyimpan mata uang tertentu dalam rangka profit taking (menunggu harga naik, lalu dijual), maka Ini haram berdasar firman Allah :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beri mereka kabar gembira berupa azab yang pedih.” (QS. At-Taubah [9] : 34).
Adapun jika menyimpan harta karena ada suatu keperluan, misalnya untuk membangun rumah, untuk biaya nikah, untuk modal usaha, atau untuk berhaji, maka ini tidak termasuk menimbun harta, tapi disebut menabung (al-iddikhar) yang hukumnya boleh asalkan tidak mengandung riba.
Rasulullah saw dalam hadisnya cukup memberikan arahan kepada umatnya supaya menabung untuk tujuan yang telah ditentukan. Ini dapat kita lihat dari beberapa hadis :
“…Rasulullah saw pernah membeli kurma dari Bani Nadhir dan menyimpannya untuk perbekalan setahun buat keluarga…” (Hadis riwayat Bukhari);
“Simpanlah sebagian dari hartamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (Hadis riwayat Bukhari).
Namun, perlu diketahui ada kewajiban berzakat jika simpanan uang atau emas kita yang ada di deposito atau tabungan telah (1) mencapai nishab, (2) sudah haul (berlalu setahun).
Nishab emas adalah 85 gr emas sedang nishab perak 595 gr perak. Perhitungan haul (mengendap setahun) didasarkan pada sistem kalender Islam (qamariyah), bukan kalender masehi (syamsiyah). Zakatnya 2,5%.
Misal, pada 1 Muharam 1428 H, Assegaf punya emas yang telah mencapai nishab, katakan 100 gr emas. Jika dia memiliki emas itu selama satu tahun hingga 1 Muharam 1429 H (sudah haul), wajib dizakati sebesar 2,5% X 100 gr = 2,5 gr emas. Zakat boleh dikeluarkan dalam bentuk emas, atau harta lain yang senilai (qimah), misal diuangkan senilai 2,5 gr emas. Nabi SAW pernah mengambil baju sebagai pembayaran zakat emas (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 169).
Uang kertas yang kita tabungkan di bank atau di bawah bantal juga wajib dizakati, meski bukan berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama dengan dinar dan dirham yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang dan jasa. Ketentuan zakat uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak. Contoh, Nani punya uang Rp 20 juta. Ini berarti sudah melebihi nishab (asumsinya harga 1 gr emas = Rp 200 ribu, berarti nishab zakat uang Rp 17 juta). Jika uang itu sudah dimiliki selama satu tahun (haul), wajib dizakati 2,5% X Rp 20 juta = Rp 500 ribu.
Wallahu a’lam bishawab. [ ]
by muhammadsugiono
http://muhammadsugiono.wordpress.com/2008/12/31/menyimpan-uang-atau-emas-bolehkah/
Bersegera Melaksanakan Syariah
Sejarah membuktikan bahwa dengan pemikiran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw masyarakat Arab jahiliyah yang terbelakang dan tak diperhitungkan bisa berubah menjadi umat Islam yang mampu menandingi dan mengalahkan adidaya Persia dan Rumawi. Jika 15 abad lalu beliau Saw berhasil mengubah masyarakat dengan pemikiran Islam, maka hari ini pasti kita bisa melakukannya, bila kita mau. InsyaAllah!
Kenapa kita berani mengatakan demikian? Karena Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Qs. ar-Ra’d [13]: 11).
Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa akan terjadi perubahan dalam masyarakat manakala telah terjadi perubahan dalam diri masyarakat. Persoalannya bagaimana menggerakkan perubahan di dalam masyarakat. Maka dibutuhkan adanya kesadaran pada sejumlah orang yang akan memikul beban tugas sebagai agen perubahan.
Persoalannya bagaimana memunculkan keinginan bergerak dalam diri calon-calon pelaku perubahan dan menggerakkan kemauan dalam diri masyarakat hingga mau mengubah diri mereka dengan Islam?
Membentuk Kesadaran Wajibnya Diterapkan Syariah
Pertama kali yang harus ditanamkan pada diri umat dan putra-putri terbaik umat ini adalah kesadaran bahwa mereka adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya (Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun). Juga, keberadaan mereka di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya dan dan tidak menserikatkan Dia dengan sesuatu apapun. Maka mereka harus menyatu dengan Islam dan hidup sesuai dengan syariah Islam sebagai konsekwensi keimanan mereka dan sebagai wujud sikap takwa mereka kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata. (Qs. al-Ahzab [33]: 36).
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. at-Tahrim [66]: 6).
Masyarakat kaum muslimin hendaknya disadarkan bahwa keselamatan hidup itu adalah apabila mengikuti petunjuk-Nya dan tindakan cuek kepada syariat dan petunjuk Allah SWT akan membawa akibat yang fatal di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan. (Qs. Thaha [20]: 123-126).
Bersegera Melaksanakan Syariah
Setelah kesadaran wajibnya hidup bersyariah, maka kesadaran yang juga harus ditanamkan dalam diri umat dan putra-putri terbaik umat ini bahwa mereka juga diseru untuk segera melaksanakan syariah dan bersegera memperjuangkan tegaknya syariah dalam kehidupan pribadi mereka, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan bernegara. Allah SWT berfirman:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 133).
Rasulullah Saw bersabda:
Bersegeralah beramal sebelum datang berbagai fitnah laksana potongan-potongan hari yang gelap. (Saat itu) di pagi hari seseorang beriman tapi di sore harinya ia menjadi kafir. Di sore hari seseorang beriman tapi di pagi harinya ia kafir. Ia menjual agamanya dengan harta dunia. [HR. Muslim dari Abu Hurairah].
Perlu disadari bersama bahwa bersegera melaksanakan syariah bukanlah hal sulit apalagi mustahil. Sebab sesungguhnya sudah pernah ada orang-orang yang bersegera menuju ampunan Allah dan surga-Nya, serta bersegera melaksanakan berbagai amal shalih. Mereka dapat dijumpai di masa Rasulullah Saw dan di masa–masa sesudahnya. Umat senantiasa memuliakan mereka yang bergegas menyambut perintah Tuhannya dan mengorbankan diri mereka, semata-mata mencari ridha Allah. Berikut ini akan kami paparkan contoh-contoh kaum Muslim terdahulu yang senantiasa bergegas menyambut perintah Allah SWT.
Dalam hadits yang ditakhrij oleh Bukhari Muslim dari Jabir, diungkapkan:
Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Saw pada perang Uhud, “Bagaimana pandanganmu Ya Rasulullah Saw jika aku terbunuh saat ini? Dimanakah tempatku (setelah kematian)?” Rasulullah bersabda, “Engkau akan berada di surga.” Mendengar sabda Rasulullah Saw tersebut, maka laki-laki itu serta-merta melemparkan buah kurma yang ada di tangannya, kemudian ia maju untuk berperang hingga terbunuh di medan perang.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Saruah, ia berkata:
Suatu saat aku shalat Ashar di belakang Nabi Saw di Madinah. Kemudia beliau Saw membaca salam dan cepat-cepat berdiri, lalu melangkahi pundak orang-orang yang ada di masjid hingga sampai ke sebagian kamar istrinya. Maka orang-orang pun merasa kaget dengan bergegasnya Nabi. Kemudian Nabi Saw keluar dari kamar istrinya menuju mereka. Nabi melihat para sahabat sepertinya merasa keheran-heranan karena bergegasnya beliau. Kemudian beliau Saw berkata, “Aku bergegas dari shalat karena aku ingat pada suatu barang yang masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagi-bagikannya.”
Hadits ini memberi petunjuk kepada kaum Muslim agar bersegera dan cepat-cepat melaksanakan perkara yang telah diwajibkan Allah SWT. Bahkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra disebutkan bahwa tatkala mendengar bahwa Nabi Saw mendapatkan perintah mengubah kiblat shalat dari arah Masjidil Aqsha menjadi menghadap ke Ka’bah maka kaum Anshar pun mengubah arah Kiblat mereka (menghadap ke Ka’bah) padahal mereka sedang ruku shalat Ashar.
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. berkata:
Semoga Allah merahmati kaum Wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan firman-Nya:
Dan hendaklah mereka mengenakan kain kerudung mereka diulurkan ke kerah baju mereka. (Qs. an-Nur [24]: 31). Maka kaum wanita itu merobek kain sarung mereka (untuk dijadikan kerudung) dan menutup kepala mereka dengannya.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Buraidah dari bapaknya, ia berkata: Ketika kami sedang duduk-duduk menikmati minuman di atas pasir, pada saat itu kami bertiga atau berempat. Kami memiliki kendi besar dan meminum khamr karena masih dihalalkan. Hingga saya mendatangi Rasulullah Saw. Kemudian aku mengucapkan salam kepada beliau, tiba-tiba turunlah ayat tentang keharaman khamr:
Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamr dan judi…, sampai akhir dua ayat yaitu:
Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Maka aku datang kepada sahabat-sahabatku (yang sedang minum khamr) dan membacakan ayat tersebut kepada mereka sampai kepada firman Allah:
Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Bapaknya Abu Buraidah berkata, “Sebagian sahabatku minumannya masih di tangannya, sebagiannya telah diminum, dan sebagian lagi masih ada di tempatnya (semacam gelas untuk minum khamr, penj.).” Ia berkata, “Sedangkan gelas minuman itu menempel di bibir atasnya, seperti tukang bekam menempelkan gelas kala membekam. Lalu mereka menumpahkan khamr yang ada pada kendi besar mereka dan berkata, “[i]Ya Tuhan kami, kami telah berhenti.””
Hanzhalah bin Abi Amir ra. yang wafat dan dimandikan oleh Malaikat telah mendengar seruan untuk berperang di Uhud. Maka ia pun bergegas menyambut pangilan itu, dan mati syahid pada perang Uhud tersebut. Ibnu Ishak berkata; Rasulullah Saw. bersabda, “Sesunguhnya sahabat (Hanzhalah) dimandikan oleh Malaikat, maka tanyakanlah bagaimana kabar keluarganya?” Maka aku pun (Ibnu Ishak) bertanya kepada istrinya. Dia pada malam itu adalah pengantin baru. Istrinya berkata, “Ketika mendengar panggilan untuk berperang suamiku keluar padahal dalam keadaan junub.” Rasulullah Saw bersabda, “Begitulah ia telah dimandikan oleh Malaikat.”
Khatimah
Jelaslah bahwa umat Islam di masa Rasulullah Saw 15 abad lalu mampu bersegera melaksanakan syariah dengan keimanan mereka. Lalu apa alasan kita hari ini jika tidak mau bersegera melaksanakan syariah?
Oleh: Muhammad al-Khaththath
hayatulislam.net
Kenapa kita berani mengatakan demikian? Karena Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Qs. ar-Ra’d [13]: 11).
Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa akan terjadi perubahan dalam masyarakat manakala telah terjadi perubahan dalam diri masyarakat. Persoalannya bagaimana menggerakkan perubahan di dalam masyarakat. Maka dibutuhkan adanya kesadaran pada sejumlah orang yang akan memikul beban tugas sebagai agen perubahan.
Persoalannya bagaimana memunculkan keinginan bergerak dalam diri calon-calon pelaku perubahan dan menggerakkan kemauan dalam diri masyarakat hingga mau mengubah diri mereka dengan Islam?
Membentuk Kesadaran Wajibnya Diterapkan Syariah
Pertama kali yang harus ditanamkan pada diri umat dan putra-putri terbaik umat ini adalah kesadaran bahwa mereka adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya (Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun). Juga, keberadaan mereka di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya dan dan tidak menserikatkan Dia dengan sesuatu apapun. Maka mereka harus menyatu dengan Islam dan hidup sesuai dengan syariah Islam sebagai konsekwensi keimanan mereka dan sebagai wujud sikap takwa mereka kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata. (Qs. al-Ahzab [33]: 36).
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. at-Tahrim [66]: 6).
Masyarakat kaum muslimin hendaknya disadarkan bahwa keselamatan hidup itu adalah apabila mengikuti petunjuk-Nya dan tindakan cuek kepada syariat dan petunjuk Allah SWT akan membawa akibat yang fatal di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan. (Qs. Thaha [20]: 123-126).
Bersegera Melaksanakan Syariah
Setelah kesadaran wajibnya hidup bersyariah, maka kesadaran yang juga harus ditanamkan dalam diri umat dan putra-putri terbaik umat ini bahwa mereka juga diseru untuk segera melaksanakan syariah dan bersegera memperjuangkan tegaknya syariah dalam kehidupan pribadi mereka, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan bernegara. Allah SWT berfirman:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 133).
Rasulullah Saw bersabda:
Bersegeralah beramal sebelum datang berbagai fitnah laksana potongan-potongan hari yang gelap. (Saat itu) di pagi hari seseorang beriman tapi di sore harinya ia menjadi kafir. Di sore hari seseorang beriman tapi di pagi harinya ia kafir. Ia menjual agamanya dengan harta dunia. [HR. Muslim dari Abu Hurairah].
Perlu disadari bersama bahwa bersegera melaksanakan syariah bukanlah hal sulit apalagi mustahil. Sebab sesungguhnya sudah pernah ada orang-orang yang bersegera menuju ampunan Allah dan surga-Nya, serta bersegera melaksanakan berbagai amal shalih. Mereka dapat dijumpai di masa Rasulullah Saw dan di masa–masa sesudahnya. Umat senantiasa memuliakan mereka yang bergegas menyambut perintah Tuhannya dan mengorbankan diri mereka, semata-mata mencari ridha Allah. Berikut ini akan kami paparkan contoh-contoh kaum Muslim terdahulu yang senantiasa bergegas menyambut perintah Allah SWT.
Dalam hadits yang ditakhrij oleh Bukhari Muslim dari Jabir, diungkapkan:
Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Saw pada perang Uhud, “Bagaimana pandanganmu Ya Rasulullah Saw jika aku terbunuh saat ini? Dimanakah tempatku (setelah kematian)?” Rasulullah bersabda, “Engkau akan berada di surga.” Mendengar sabda Rasulullah Saw tersebut, maka laki-laki itu serta-merta melemparkan buah kurma yang ada di tangannya, kemudian ia maju untuk berperang hingga terbunuh di medan perang.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Saruah, ia berkata:
Suatu saat aku shalat Ashar di belakang Nabi Saw di Madinah. Kemudia beliau Saw membaca salam dan cepat-cepat berdiri, lalu melangkahi pundak orang-orang yang ada di masjid hingga sampai ke sebagian kamar istrinya. Maka orang-orang pun merasa kaget dengan bergegasnya Nabi. Kemudian Nabi Saw keluar dari kamar istrinya menuju mereka. Nabi melihat para sahabat sepertinya merasa keheran-heranan karena bergegasnya beliau. Kemudian beliau Saw berkata, “Aku bergegas dari shalat karena aku ingat pada suatu barang yang masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagi-bagikannya.”
Hadits ini memberi petunjuk kepada kaum Muslim agar bersegera dan cepat-cepat melaksanakan perkara yang telah diwajibkan Allah SWT. Bahkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra disebutkan bahwa tatkala mendengar bahwa Nabi Saw mendapatkan perintah mengubah kiblat shalat dari arah Masjidil Aqsha menjadi menghadap ke Ka’bah maka kaum Anshar pun mengubah arah Kiblat mereka (menghadap ke Ka’bah) padahal mereka sedang ruku shalat Ashar.
Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. berkata:
Semoga Allah merahmati kaum Wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan firman-Nya:
Dan hendaklah mereka mengenakan kain kerudung mereka diulurkan ke kerah baju mereka. (Qs. an-Nur [24]: 31). Maka kaum wanita itu merobek kain sarung mereka (untuk dijadikan kerudung) dan menutup kepala mereka dengannya.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Buraidah dari bapaknya, ia berkata: Ketika kami sedang duduk-duduk menikmati minuman di atas pasir, pada saat itu kami bertiga atau berempat. Kami memiliki kendi besar dan meminum khamr karena masih dihalalkan. Hingga saya mendatangi Rasulullah Saw. Kemudian aku mengucapkan salam kepada beliau, tiba-tiba turunlah ayat tentang keharaman khamr:
Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamr dan judi…, sampai akhir dua ayat yaitu:
Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Maka aku datang kepada sahabat-sahabatku (yang sedang minum khamr) dan membacakan ayat tersebut kepada mereka sampai kepada firman Allah:
Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Bapaknya Abu Buraidah berkata, “Sebagian sahabatku minumannya masih di tangannya, sebagiannya telah diminum, dan sebagian lagi masih ada di tempatnya (semacam gelas untuk minum khamr, penj.).” Ia berkata, “Sedangkan gelas minuman itu menempel di bibir atasnya, seperti tukang bekam menempelkan gelas kala membekam. Lalu mereka menumpahkan khamr yang ada pada kendi besar mereka dan berkata, “[i]Ya Tuhan kami, kami telah berhenti.””
Hanzhalah bin Abi Amir ra. yang wafat dan dimandikan oleh Malaikat telah mendengar seruan untuk berperang di Uhud. Maka ia pun bergegas menyambut pangilan itu, dan mati syahid pada perang Uhud tersebut. Ibnu Ishak berkata; Rasulullah Saw. bersabda, “Sesunguhnya sahabat (Hanzhalah) dimandikan oleh Malaikat, maka tanyakanlah bagaimana kabar keluarganya?” Maka aku pun (Ibnu Ishak) bertanya kepada istrinya. Dia pada malam itu adalah pengantin baru. Istrinya berkata, “Ketika mendengar panggilan untuk berperang suamiku keluar padahal dalam keadaan junub.” Rasulullah Saw bersabda, “Begitulah ia telah dimandikan oleh Malaikat.”
Khatimah
Jelaslah bahwa umat Islam di masa Rasulullah Saw 15 abad lalu mampu bersegera melaksanakan syariah dengan keimanan mereka. Lalu apa alasan kita hari ini jika tidak mau bersegera melaksanakan syariah?
Oleh: Muhammad al-Khaththath
hayatulislam.net
Subscribe to:
Posts (Atom)